Glaze Lily
Disc : I do not own any of the characters.
Guizhong/Zhongli, Qiqi, Ganyu, Hu Tao.
AU, Character death.
Zhongli baru saja sampai di kantornya, Wangsheng Funeral Parlor. Belum lama dia duduk di meja kerjanya, ponselnya bergetar, rupanya dari anaknya yang pertama, Ganyu.
"Ayah, nanti pulang jamberapa?"
"Ayah baru sampe kantor, mungkin nanti sore. Kenapa Kak?"
"Ayah, Qiqi nangis daritadi nggak berenti-berenti,"
"Sesegukan sambil bilang "Ibu… ibu…" gitu yah,"
Zhongli menelan ludah, raut mukanya seketika berubah.
"Kenapa kok bisa?"
"Enggak tahu yah, aku tadi lagi kelas online, terus tiba-tiba nangis si Qiqi di depan meja belajarnya. Ini aku lagi coba tenangin dulu."
"Emang lagi nulis apa dia? Coba kamu cek tulisannya"
Zhongli resah, pikirannya yang seharusnya digunakan untuk berkerja seketika buyar, khawatir kepada kondisi anak keduanya, Qiqi. Sulit fokus, dia hanya bisa memandangi layar ponselnya. Waktu pun berjalan, hampir 30 menit. 30 Menit yang sangat meresahkan. Lalu, ponselnya bergetar, terdapat pesan lanjutan dari anaknya.
"Ayah…"
"Tadi aku abis beliin Qiqi Cocomilk, minuman kesukaannya dia, abis minum itu sekarang udah mendingan dia, nggak nangis kayak tadi"
"Katanya Qiqi mau ketemu Ibu"
"Tadi dia dikasih tugas sama gurunya, katanya diminta untuk buat deskripsi keluarga"
"Terus waktu ngejelasin Ibu, Qiqi tiba-tiba nangis"
"Katanya Qiqi nggak begitu tahu Ibu, Qiqi jadi bingung jawabnya"
"Aku mau jelasin gabisa, Qiqi masih nangis"
"Ini lagi aku tenangin, masih nangis dikit-dikit"
"Ayah pulangnya nanti cepetan dikit bisa nggak?"
Zhongli sedikit bergetar, ada sedikit rasa kesedihan di dalam kalbunya. Tetapi, dia berusaha tegar. Kemudian membalas pesan anaknya.
"Nanti ayah coba izin ke boss ayah dulu untuk pulang cepet,"
"Kamu berdua nanti jangan kemana-mana ya, kita nanti keluar"
"Iya ayah, hati-hati di jalan nanti ya."
Beruntung buat Zhongli, hari itu Wangshen Funeral Parlor tutup cepat. Sedang ada proyek besar, jadi kebanyakan pekerjanya difungsikan untuk mengurus proyek tersebut. Karena jabatan Zhongli hanya seorang konstultan, dia bisa pulang terlebih dahulu.
"Pulang duluan, pak?"
"Iya, Direktur Hu, anakku kangen sama ibunya"
"Eh? Qiqi ya? Hati-hati di jalan pak Zhongli. Titip salam buat semuanya"
"Nanti disampaikan Direktur Hu, saya pulang duluan ya"
Zhongli kemudian bergegas, menuju kerumahnya, langkah kakinya lebih cepat dari biasanya, tetapi kemudian dia berhenti, tepat di seorang penjual bunga.
"Apa disini jual bunga Glaze Lily?"
Zhongli menanyakan kepada penjual bunga tersebut. Glaze Lily, adalah bunga favorit seseorang, seseorang yang sangat berharga baginya, seseorang yang sangat dicintainya.
"Ada pak, mau berapa banyak?"
"Tolong dibuat seikat."
Lepas membayar Glaze Lily tersebut, Zhongli pun kemudian kembali melanjutkan perjalanannya, kali ini dengan sedikit berlari. Dalam benaknya, dia harus secepatnya bertemu dengan anaknya.
Sampailah dia dirumah. Jas yang digunakan sedikit lepek, terbasahi oleh keringat. Terdengar gemericik air yang berasal dari arah dapur.
"Ayah pulaaang,"
Zhongli mengumumkan kedatangannya, dengan suara sedikit lantang, memang sengaja, agar anak-anak mengetahuinya.
"Qiqi, itu ayah sudah pulang."
Ganyu meminta adiknya untuk menyambut ayahnya, dia sendiri masih sibuk di dapur, merapihkan dan mencuci perkakas makan yang digunakan oleh mereka berdua.
"Ayaaah…"
Qiqi berlari menuju ayahnya, langkah kakinya yang kecil, tetapi banyak membuat lantai rumah yang terbuat dari kayu sedikit berisik. Zhongli pun menyambut anaknya yang paling kecil tersebut, kemudian menggendongnya, dengan keadaan masih memegang Glaze Lily yang dibelinya tadi. Qiqi, yang kini digendong oleh ayahnya, bertanya
"Ayah, ini bungan apa ayah?"
Zhongli menatap wajah polos anaknya, dia melihat sudut mata Qiqi yang masih sedikit merah akibat menangis tadi, sempat bengong sebentar, Zhongli pun membalas
"Oh ini bunga Glaze Lily, nak. Ini bunga kesukaan Ibu dulu,"
Sebelum memberikan penjelasan lebih panjang, Zhongli memanggil Ganyu.
"Ganyu, kamu rapih-rapih, nanti kita pergi ya, nanti kita sekalian makan di luar."
Ganyu mengelap tangannya yang basah setelah mencuci piring. Karena memang sudah diberitahu untuk keluar setelah kerja, Ganyu sudah mempersiapkan barang-barang dan pakaiannya.
"Iya ayah, ini udah siap kok daritadi,"
Ganyu pun menghampiri kedua anggota keluarganya, kemudian mereka keluar rumah.
Qiqi yang masih digendong Zhongli, bertanya "Kita mau kemana Ayah?"
"Kita mau makan diluar Qiqi, sama nanti mau ayah ajak ke suatu tempaaat"
"Kemana, ayah?" Qiqi bertanya lagi, dengan polos.
"Nanti juga kamu tahu, Qiqi." Balas Zhongli, sambil mengelus rambut anaknya yang berwarna biru.
"Ganyu, tolong pegang bunga Glaze Lily ini yah."
Ganyu pun menghampiri ayahnya, mengambil bunga Glaze Lily dari tangannya. Ganyu sudah mengerti maksud dan tujuan ayahnya, terlebih lagi ketika melihat bunga Glaze Lily, Ganyu hanya mengikuti keduanya dari belakang. Selama perjalanan, mereka bertiga hampir tidak mengatakan satu patah kata pun. Langkah kaki mereka membawa ke suatu komplek pemakaman. Qiqi, yang tampak sedikit bingung, hanya diam saja, langkah mereka terhenti di depan sebuah nisan yang bertuliskan,
"Disini beristirahat Guizhong, Istri dan seorang Ibu yang sangat kami cintai"
Zhongli pun menurunkan Qiqi. Sudah paham satu sama lain, Ganyu pun maju, meletakkan bunga Glaze Lily yang sudah dibawa tadi, di atas gundukan makam tersebut, sembari melantukan doa dalam hati.
"Ayah, ini apa…." Qiqi melontarkan kalimat dengan nada sedikit bingung.
"Oh ini.. Ibu nak, ini tempat tidurnya Ibu." Zhongli membalas omongan anaknya.
"Ibu Guizhong…. udah nggak ada, ayah?" Qiqi masih sedikit bingung, tapi mencoba untuk memahami suasana.
Zhongli maklum kebingungan anaknya, karena memang, waktu ditinggal oleh Guizhong, Qiqi masih sangat kecil, kemampuan kognitifnya masih belum terlalu berkembang kala itu, Guizhong pergi ketika Qiqi masih berumur tiga tahun, dan kini, Qiqi sudah duduk di bangku kelas pertama sekolah dasar. Ketika Guizhong meninggal, yang disampaikan oleh Zhongli dan Ganyu hanya mengatakan "Ibu pergi ke tempat yang jauh," dan Qiqi menangkapnya secara harfiah, bahwa ibunya hanya pergi, dan bukan "pergi,"
Zhongli kemudian melanjutkan,
"Dulu, sebelum kenal Ibu, ayah dulu kerjanya sering berantem sama orang. Dulu ayah sering diomelin sama diceramahin sama Ibu, kalau itu nggak baik. Karena itu, ayah dulu sering kena omel sama ibu, ibu orangnya baik."
Berhenti sebentar, Zhongli kemudian melanjutkan.
"Ibu seseorang yang lembut, nak Qiqi. Makanya nggak mau liat ayah sering-sering berantem sama orang. Guizhong lembut dan Baik banget, sama kayak kakakmu Ganyu."
Zhongli melihat ke arah Ganyu, yang hanya dibalas oleh senyuman. Kemudian melanjutkan,
"Ibu juga dulu hobi banget menanam tanaman, itu taman kecil yang ada dirumah, semuanya yang buat ibu, nak. Sekarang hanya bisa dirawat, tanamannya hanya kita rawat, Ayah sama kak Ganyu sepakat untuk tidak menambahkan tanaman, dan tidak pula menguranginya. Karena memang itu semua yang mengatur Ibumu. Kita nggak mau otak-atik hasil tangannya. Kita hanya menjaganya."
Qiqi hanya bisa bengong, menyimak kata demi kata yang keluar dari mulut ayahnya, mencernanya secara perlahan. Kemudian Qiqi berkata,
"Ibu pasti orangnya cantik, ya ayah? Pasti ayah sayang banget ya sama Ibu?"
Zhongli teringat, memang tidak banyak foto Guizhong yang mereka simpan, karena Guizhong juga bukan tipe yang senang difoto. Tetapi, Zhongli tersenyum mendengar perkataan anaknya, kemudian mengangguk, memberikan afirmasi bahwa memang perempuan itu adalah bagi dirinya, untuk matanya, dan untuk hatinya, terbaik baginya dulu, terbaik baginya bahkan hingga sekarang.
Qiqi kemudian mendekatkan dirinya ke nisan tersebut, dan kemudian berkata,
"Ibu Guizhong, Qiqi sayang ibu Guizhong. Qiqi nggak inget banyak sama ibu, tapi Qiqi sayang sama ibu,"
Ganyu menyimak obrolan mereka berdua dari belakang, tanpa sadar, matanya berair. Zhongli menyilangkan tangannya, sambil berdiri, melihat anaknya yang paling kecil memuji ibunya dengan tulus. Pikirannya melayang, andai Guizhong masih ada disini, tanpa sadar, dirinya termenung.
Sakit yang mendera Guizhong hampir tidak ada obatnya, beragam cara sudah banyak dilakukan, tapi kemudian, nampaknya kesembuhan adalah suatu kemustahilan, obat ini-itu sudah dicoba, pengobatan sana-sini pun tidak kunjung membuahkan hasil, hingga pada akhirnya, rasa sakit itu menghilang dengan sendirinya, secara alami, secara natural. Lamunan Zhongli membawa dia kepada segala kenangan dan tantangan yang sudah dilewati bersama, sampai pada akhirnya, suatu suara membuyarkan lamunannya, membawanya kembali ke dunia nyata.
"Ayah, Ibu dulu sukanya makan apa? Qiqi mau cobain makanan kesukaan Ibu."
Zhongli kemudian tersadar karena pertanyaan anaknya, dan kemudian mencoba menjawab
"Ibu dulu suka banget makan di restoran Wanmin nak, kita dulu sering makan berdua disitu. Kita sekarang ke sana yuk? Ganyu, tuntun adekmu duluan, ayah masih mau sebentar disini."
Ganyu menyahut, "Ayok Qiqi sini sama kakak, kita nunggu di depan aja yuk,"
"Iya kakak Ganyu, ayah ayuk nanti kita makan di Wanin ya. Qiqi mau coba."
Zhongli hanya mengangguk sambil tersenyum ke arah anaknya. Ganyu, menggandeng adiknya, berjalan berdua keluar menuju komplek pemakaman. Kini hanya ada Zhongli berdiri seorang diri.
"Guizhong, andai kamu masih ada disini…"
Bulir air membasahi mata oranye Zhongli. Seketika, ada angin yang cukup kencang, membuat salah satu kelopak Glaze Lily tercopot dari tangkainya, terbang dan kemudian terjatuh ke tangan Zhongli. Zhongli tersenyum, kemudian mengelus, dan memainkan kelopak tersebut di tangannya, menggunakan jempolnya. Mengcengkramnya dengan erat, seraya menengadah ke langit, Zhongli berujar…
"Tolong perhatikan kami dari atas sana, ya. Sayang."
