Dua Piring Tahu Tek-Tek Pukul Sembilan
Bungou to Alchemist belong to DMM Games
[#BaladaLokalAU day 3: tahu tek-tek]
[peringatan bagi yang sedang berpuasa, tidak disarankan membaca fanfiksi ini siang-siang. Kalau mau bacanya habis berbuka saja.]
Happy reading!
~o~
Malam belum cukup untuk disebut terlalu larut. Sepanjang laju motornya membelah jalanan, yang Shiga temukan ialah ramainya manusia dari berbagai kalangan, memadati jalan raya yang seolah tak pernah kosong. Jalanannya mulai terasa sepi ketika Shiga membelokkan motornya menuju kompleks pemukiman.
Omong-omong, ia lapar sekarang. Kerja kelompok di rumah Musha sejak sore cukup menguras energinya juga—mana dengan bodohnya ia sok menolak ikut makan malam, karena berpikir pekerjaan mereka bakalan selesai lebih cepat ketimbang ini. Selagi berfokus pada jalanan di depannya ia mencoba mengingat-ingat, apa stok mi instan dari bapak kost mereka yang baik hati bulan lalu masih tersisa atau tidak.
Namun pemikirannya tersebut mendadak lenyap ketika matanya melihat gerobak di ujung jalan sana. Kalau tidak salah gerobak penjual tahu tek-tek yang lumayan digemari warga sekitar, termasuk Shiga sendiri yang mencobanya pada malam pertama setelah pindah ngekost ke tempat ini. Berdasarkan itu ia memilih memelankan laju motornya begitu dekat, lantas menepi dan berhenti tepat di depannya.
"Bang! Tahu tek-teknya seporsi, cabainya sebiji, makan di sini!" Begitu ia memesan, dan abang-abang penjual tahu tek-teknya hanya tersenyum seraya mengangguk ketika melihat Shiga.
Selain gerobak milik si penjual, dua meja panjang juga disediakan untuk beberapa pembeli yang kadang lebih suka makan di tempat. Berhubung tidak ada orang yang menghuni meja-meja tersebut maka Shiga bebas mengambil tempat. Bagian pinggir meja kedua menjadi tempatnya mendudukkan diri sambil menunggu. Aroma bumbu kacang yang sedang dipanaskan samar-samar tercium.
"Mas, tahu tek-teknya dua porsi, dijadiin satu, nggak pedes."
"Dijadiin satu? Yo wes! Makan di sini atau bawa pulang?"
"Makan di sini."
Ketika satu suara yang amat dikenalnya tiba-tiba memasuki indra pendengaran Shiga lantas berbalik. Kepalanya tidak salah mengenali orang rupanya. Dengan wajah ramah pemuda itu melambaikan tangannya, lantas memanggil, "Hei, Takiji!"
Yang dipanggil turut menolehkan kepala. Ekspresi terkejut sedikit menghiasi rona wajah, meski selanjutnya ia buru-buru mendatangi.
"Mas Naoya? Ke sini juga?"
"Haha, iya." Shiga tertawa melihat reaksi Takiji. "Kamu makan di sini juga, kan? Duduk, sini, kita makan bareng."
Maka keduanya duduk berhadapan, setelah Takiji setuju dan memilih mengambil tempat di depan Shiga. Dua gelas plastik air mineral yang selalu disediakan si penjual tahu tek-tek di atas mejanya ia raih, salah satunya ia sodorkan pada Takiji yang menerimanya dengan agak canggung.
Shiga tersenyum kecil. "Tumben jam segini baru makan?" Ketika tak sengaja melihat jam di pergelangan tangannya barusan, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat sekian menit. Kalau ia ada di kost-an dan tidak ke mana-mana, biasanya ia bisa lihat Takiji berada di dapur kost-an mereka pada pukul tujuh atau delapan, memasak apa saja yang ada, kadang dengan kedua teman karibnya atau justru dengan Shiga sendiri.
Takiji menggaruk tengkuknya. "Tadi banyak tugas ..." jawabnya. Dua netra merahnya balas menatap Shiga. "Mas Naoya sendiri?"
"Baru kelar kerja kelompok." Shiga nyengir. "Kalo nggak lihat tempat ini buka, kayaknya aku udah makan mi di kost, hehe."
"Tadi sore mi instannya dihabisin Sunao, Mas—kalo telur di kulkas masih ada, tapi kayaknya punya Mas Akutagawa. Warung depan kost-an tutup, makanya aku ke sini."
"Eh, beneran? Kalo gitu beruntung aku ke sini." Shiga tertawa lagi.
Abang penjual tahu tek-tek datang dengan dua piring pesanan mereka tak lama setelahnya. Baik Shiga maupun Takiji menyambutnya dengan antusiasme besar, kala piring berisi potongan-potongan tahu dan lontong yang disiram bumbu kacang—lengkap dengan telur goreng dan sayurannya, juga segenggam kerupuk—tersaji di hadapan masing-masing. Aroma gurihnya benar-benar menggugah selera. Untuk beberapa saat keduanya saling diam, saling memberikan waktu untuk melahap makan malam dengan tenang.
"Oh, iya, Takiji." Shiga melirik. "Di kost-an gaada orang?"
Takiji diam sejenak. "Ada Mas Akutagawa, sama Hori, kalo nggak salah," ucapnya, mencoba mengingat-ingat.
"Yang lain?"
"Shigeharu kerja kelompok, Sunao main ke rumah temennya, kalo Mas Yamamoto aku nggak tahu ke mana."
Shiga mangut-mangut. "Ooh ..."
"Kenapa, Mas?"
"Mau beliin juga kalo yang masih di kost belum pada makan." Ah, entah kenapa Takiji bisa menduga jawaban tersebut bakal keluar dari mulut Shiga.
Sebenarnya bukan sekali dua kali Shiga bertanya apa ada orang di kost-an mereka, tiap pemuda itu keluar—biasanya ia bertanya lewat grup chat para penghuni kost, atau mengirim pesan pada siapa saja yang dirasa masih di tempat ketika ia pergi. Kalau ada yang belum makan, biasanya ia dengan senang hati bakal membawakan makanan begitu pulang—mumpung uang saku bulanannya memang agak banyak, kalau begini saja buat Shiga tidak masalah.
Takiji mangut-mangut. "Mas Akutagawa sama Hori udah makan, tadi, Mas," balasnya. Ia ingat ketika sedang mengambil minum di dapur, kedua orang yang bersangkutan tengah memasak di dapur—Takiji bahkan sempat ditawari, tetapi ia menolak berhubung tugasnya belum selesai benar, dan harus segera dikumpulkan via email sebelum deadlinenya tiba.
"Begitukah?" Shiga mengerjap-ngerjap. "Okelah, kalau begitu." Ia mangut-mangut sendiri pada akhirnya.
Kendati porsinya dua kali lipat porsi normal, pada kenyataannya Takiji menghabiskan makanannya lebih dulu ketimbang Shiga. Ketika melihatnya, Shiga terkekeh geli.
"Tungguin." Shiga menyendok salah satu potongan tahu ke dalam mulutnya. "Ntar baliknya barengan aja."
Takiji mengangguk kecil. Sejenak ia undur diri sebentar untuk membayar makanannya, dan ketika kembali rupanya Shiga sudah selesai. Sesuai permintaan Shiga, mereka pulang bersama.
-end-
Ak sebenernya cuman pengen liat ShigaTaki mam tahu tek-tek bareng, itu doang. Kenapa tahu tek-tek, gak bakwan (prompt satunya)? Gatau ak pen tahu tek-tek (。ŏ﹏ŏ)
