Ada banyak hal yang kurahasiakan, salah satunya fakta bahwa aku penggemar dari Neige LeBlanche. Namun, tentu, bukan hanya itu rahasiaku. Aku masih punya lagi yang mana alasan aku merahasiakannya adalah karena tak ada satu pun yang percaya dengan itu. Termasuk orang tuaku sendiri, mereka tidak pernah menganggap serius setiap penjelasan yang kuberikan. Itulah kenapa aku merahasiakannya.

Rahasiaku itu adalah aku yang bisa melihat sesuatu yang orang lain tidak bisa lihat. Bukan, ini bukan hantu. Aku sama sekali tidak punya indra keenam atau kekuatan apa pun untuk melihat makhluk astral itu. Yang kulihat ini adalah sesuatu yang bisa mengubah hidup seseorang, jika saja orang yang kuberitahu mau percaya.

"Rook, sudah selesai melamunnya?"

Yang bisa aku lihat adalah …

"Ah, pardon, Vil. Pemandangan di luar sedang indah-indahnya."

… benang merah manusia yang menjadi tanda terhubungnya mereka dengan "jodoh" mereka.

Di depan mataku, benang merah dari semua orang akan terlihat. Kondisi mereka benar-benar seperti benang kusut yang berantakan, tercecer ke segala arah. Diriku bagaikan terjebak di sarang laba-laba untuk seumur hidupku.

Meski begitu, akan ada saatnya aku melihat satu titik temu benang milik seseorang. Maksudnya, ketika satu orang sudah berada sangat dekat dengan jodohnya, maka benangnya tidak akan lagi terjerat dengan benang milik orang lain. Benang itu akan lurus, membuatku jadi tertarik untuk mengikutinya dan menemukan siapa orang yang berada di ujung benang tersebut.

Sebagai contoh, Vil Schoenheit, Roi du Poison. Aku sudah mengenalnya sejak kami kelas satu dan bisa dibilang aku cukup dekat dengannya. Hampir setiap hari aku berada di sisinya, hingga detik ini ketika ia sudah menjadi pemimpin asrama Pomefiore dengan aku yang jadi wakilnya.

Saat pertama kali kami bertemu dulu, aku melihat benang milik Vil yang masih kusut. Namun, benangnya itu tidak terlalu kusut. Detik itu juga aku langsung bisa menebak kalau jodohnya berada di sekolah yang sama; dia berada di Night Raven College. Hanya saja aku masih diam, tidak mengatakan apa-apa, sampai akhirnya aku menemukan ujung benang milik Vil ketika dia tidak sengaja berdiri berdampingan dengan pemimpin asrama Savanaclaw.

"Tsk. Masih pagi sudah bertemu kalian? Yang benar saja."

Oh, ketika kau membicarakan serigala, kau melihat ekornya. Waktu yang sangat pas untuk bertemu jodoh di pagi hari, bukan begitu, Roi du Poison?

Aku melirik Vil yang mulai salah tingkah. Jika tebakanku benar, maka Vil yang lebih dulu "jatuh" dalam perangkap benang merah ini. Sejujurnya aku sudah curiga sejak pertama mereka bicara dan mulai bertengkar karena seringkali berbeda pendapat. Entah bagaimana, setiap gerak tubuh Vil akan menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah bertemu dengan Leona-kun. Menyinggung namanya saja kadang sudah cukup mengeluarkan perbedaan itu.

Ah, maaf. Aku terlarut dalam pikiranku sendiri. Mari kita lihat bagaimana kelanjutan drama yang sedang terjadi pagi ini. Ini pasti menarik.

Vil, dengan pipi yang memerah tipis, berkata, "Kau sendiri, masih pagi jangan cari masalah."

Leona-kun mengacak rambutnya gusar. "Suka-suka, deh." Ia berjalan masuk ke kelas tanpa melihat Vil lagi. Jangan tanya apa dia menyapaku atau tidak karena jawabannya sudah sangat jelas.

"… Menyebalkan. Itulah kenapa aku tidak suka dengan Leona." Aku hanya bisa tertawa pelan ketika mendengarnya. "Kenapa kau tertawa, Rook? Senang melihatku kesal begini?"

"Hm? Mana mungkin!" Ya, mana mungkin. Mulutku sudah sangat gatal ingin mengatakannya, tapi biarlah. "Aku duluan kalau begitu, Vil. Hati-hati di jalan."

Vil memutar bola matanya. "Seakan aku sedang dalam perjalanan bertemu naga buas." Namun, ia tetap berjalan sambil melambaikan tangan. "Jangan lupa nanti makan siang temani aku."

"Oui," balasku seraya berjalan masuk ke kelas. Dari ekor mataku bisa kulihat Roi du Leon yang rupanya sedang memperhatikanku. Kelihatannya dia sudah memperhatikanku sejak aku masih bicara dengan Vil tadi.

Diam-diam aku tersenyum. Kutarik kursi meja paling depan dan kubuka buku catatanku. Aku tidak sedang belajar atau semacamnya, aku hanya pura-pura karena kepalaku sekarang sedang memikirkan betapa asiknya perjalanan cinta antara Vil dan Leona-kun.

Yang jatuh duluan adalah Vil, tapi tak lama setelah itu, Leona-kun menyusul. Keduanya masih belum menyadari perasaan masing-masing, atau mungkin sudah, hanya saja belum mau saling memastikan. Mereka diam-diam sudah saling memperhatikan dan peduli.

Aku menggigit bibirku. "Gemas sekali rasanya. Ingin kubocorkan, tapi toh mereka tidak akan percaya. Lagipula, tidak akan ada seru-serunya kalau kubocorkan dari sekarang." Ya, itu benar. Lebih baik kuperhatikan dulu, bukan begit—

Gruut

"…"

Benar juga, aku baru ingat.

Tadi aku sempat bilang kalau saat pertama kali bertemu Vil dulu, benang miliknya tidak terlalu kusut, kan? Kemudian saat itu juga aku langsung bisa menebak kalau jodohnya berada di sekolah yang sama karena kondisi benang yang tidak lagi kusut, menandakan ujung benang tersebut yang sudah mendekat.

Ya, itu terjadi pada Vil, tapi juga terjadi padaku.

Benangku juga sudah mulai mengendur saat itu.

.

.

.

A Disney Twisted Wonderland fanfiction

By Lampu Merah (rotlicht)

.

「この赤い糸を見えるかい?

kono akai ito wo mieru kai?」

(can you see this red string?)

.

.

.

Vil membatalkan makan siangnya. Syukurlah, aku jadi bisa menyendiri untuk memikirkan apa yang terjadi pagi tadi.

Lagi-lagi, benangku tertarik. Ini bukan pertama kalinya terjadi. Hal ini sudah terjadi berkali-kali, tapi aku masih belum menemukan ujung benangku sendiri di mana. Kondisinya sudah kendur, ya, tidak sekusut dari saat aku masih kecil dulu, atau dari sebelum aku masuk NRC. Kalau benar begitu, maka jodohku juga sama-sama ada di sini, kan? Namun anehnya, aku masih belum menemukannya.

Aku membuka bungkus roti yang tadi kubeli di kantin. Kuberikan tubuhku asupan dari beberapa gigitan roti itu, lalu kembali membiarkan pikiranku terbang terbawa angin yang semilir terasa di atas pohon.

Dia ada di sini, atau itu yang ingin kupercaya dari benangku sendiri. Tak kusangka benangku sendiri justru akan sesulit ini. Jika dibandingkan dengan orang lain …

"Kingyo-chaaan! Tungguuuu!"

"Sudah kubilang jangan mendekat! HEI! Jangan sembarangan menggendongku! Turunkan aku, Floyd!"

… mereka sepertinya mudah sekali untuk bisa menemukan ujung benang masing-masing.

Aku menghela nafas. "Bahkan Roi du Rose saja sudah menemukannya, eh." Dan, asal kalian tahu, NRC ini kalau kuperhatikan malah seperti ladang berkumpulnya orang-orang yang bertemu jodoh mereka. Jujur, sudah banyak pasangan yang kulihat benangnya tersambung satu sama lain di sini.

Vil dengan Leona-kun. Floyd-kun dengan Riddle-kun. Lalu …

"Ahaha! Sepertinya Riddle-kun dibuat pusing lagi dengan Floyd-kun. Kau tidak mau membantunya, Trey-kun?"

"Untuk apa? Aku, kan, sedang bersamamu."

"… H-haha. Mendengarmu mengatakannya tiba-tiba begitu, malah membuatku bingung harus merespons apa."

… ada lagi love birds yang sepertinya tidak sadar kalau aku sedang duduk di atas pohon yang mereka jadikan sandaran ini. Hm, pacaran di jam istirahat adalah tipikal anak sekolah sekali.

"Beruntungnya bisa menikmati masa muda dengan sempurna," gumamku sambil memakan gigitan terakhir dari rotiku. Sebelum nantinya Trey-kun dan Cater-kun menyadari keberadaanku, aku langsung melompat ke pohon lain yang lebih jauh. Sebentar lagi sudah bel masuk sebenarnya, tapi aku tidak ada niatan untuk kembali. "Mau jalan-jalan dulu …."

Gruuut

"… Aw!" Terjadi lagi. Belakangan ini kenapa jadi lebih sering, ya? Rasanya juga semakin nyata. Maksudku …

"… kelingkingku rasanya jadi seperti ditarik sungguhan."

Kalau tadi pagi dari lorong luar kelas, maka sekarang dari … langit? Namun, mau setajam apa pun mataku berusaha melihat, tidak ada apa-apa di sana. Langitnya kosong, putih, bahkan burung pun tidak ada.

"… Apa Anda sedang bermain-main denganku, Ya Tuhan?" Lama-lama aku jadi tidak sabar. Yah, aku tahu kalau jodoh itu tidak akan ke mana dan yang namanya jodoh tidak perlu diburu-buru. Jodoh setiap orang akan datang di waktunya sendiri-sendiri. Mungkin aku terkesan merasa "tertinggal" melihat banyaknya pasangan yang dipertemukan di sekolah ini. Namun, bukan itu masalahnya.

Benangku juga mengalami perubahan di sini. Benangku juga mengendur, sama seperti yang lainnya. Ujung benangku juga ada di sini, tapi karena aku tidak kunjung menemukannya, aku pun jadi kesal sendiri.

"Kalau memang dia tidak ada di sini, jangan kendurkan benangku," keluhku sekali lagi seraya mengusap wajah kasar. Aku jadi seperti orang gila sepenuhnya karena sejak tadi bicara sendiri, bahkan sampai menunjuk-nunjuk langit dan membawa-bawa nama Tuhan.

Gila … gila sudah.

Aku menghela nafas lagi. "Terserah lah. Persetan. Mending aku kembali saja."

"Oya? Hunt?"

Hm?

"… Roi du Dragon?"