"kikis"
A BoBoiBoy Fanfiction by Fanlady
Disclaimer : BoBoiBoy © Monsta. Tidak ada keuntungan material apapun yang diambil dari fanfiksi ini.
Warning(s) : Alternate Universe, elemental siblings, death chara.
.
A/N : Sebelum membaca, tolong jangan tertipu summary, ya. Fanfic ini sama sekali nggak berisi konten spiritual (?) atau semacamnya, murni cuma opini dan curhatan semata.
.
.
.
Gempa meletakkan kotak-kotak kado di atas meja belajar. Rasanya memalukan, di umurnya yang sudah menginjak kepala dua, ia masih menerima hadiah dari kedua orangtuanya. Yah, tapi tidak ada salahnya juga, 'kan? Gempa menyayangi keluarganya, dan tentu saja, ia tahu mereka juga menyayanginya dengan sama besar.
Sepotong kue dengan lilin kecil diletakkan di atas meja, tepat di depan pigura berisi potret tiga anak dengan wajah serupa. Foto yang diambil hampir lima belas tahun lalu, dan lucunya —meski mereka selalu bersama— menjadi satu-satunya foto yang hanya berisikan mereka bertiga.
Gempa menarik kursi dan duduk, menatap ketiga anak dengan senyum nyaris identik. Ah, masa kanak-kanak. Betapa mereka dulu begitu tak sabar ingin beranjak dewasa. Namun sekarang, justru berpikir ingin kembali. Manusia kadang begitu serakah, juga bodoh.
"Selamat ulang tahun," Gempa berbisik. Untuknya, untuk Halilintar yang mungkin saat ini tengah berada di posisi yang sama dengannya —duduk seorang diri di kamar yang gelap, dan untuk Taufan —yang entah saat ini tengah berada di mana, tapi Gempa meyakini, ia pasti ada di suatu tempat yang baik di sana.
Gempa mempercayai kehidupan setelah kematian. Ia tahu, surga dan neraka itu ada, menanti mereka yang berpulang dengan membawa kebajikan maupun keburukan dari kehidupan yang telah mereka jalani. Namun kadang Gempa berpikir, bukankah neraka dan surga tempat yang begitu sepi?
Yang ditarik pergi lebih dulu, kadang terlalu cepat dengan cara yang sungguh tak adil, harus menunggu. Lima, sepuluh, lima belas tahun, siapa yang tahu? Indah ataupun buruk, tidakkah rasa kesepian akan menjadi satu-satunya yang menemani? Siapa yang tahu apa mereka akan dikumpulkan lagi dengan orang-orang tercinta di tempat yang sama? Siapa yang tahu apa hal-hal yang tak sempat terucap, kata maaf yang tidak sempat tersampaikan, peluk-cium dan terima kasih, apa semua itu akan bisa terbayar kembali?
Manusia memang serakah dan penuh ego. Tak pernah merasa cukup, selalu menginginkan lebih, tapi juga mengabaikan apa yang ada di genggaman. Barulah setelah kehilangan mengetuk, protes dilayangkan tentang betapa dunia bekerja tanpa rasa adil.
Sudah lebih dari lima tahun berlalu. Gempa sudah terbiasa merayakan ulang tahun hanya berdua. Ia terbiasa menjalani hari dengan sesekali berkirim kabar dan pesan dengan Halilintar, tanpa kehadiran orang ketiga yang dulunya ada di antara mereka. Sesekali, saat menatap pantulannya di cermin, Gempa masih melihat sepasang iris safir itu, tapi ia sudah belajar untuk tidak lagi meratap.
Taufan sudah pergi. Taufan sudah tidak lagi menjalani keseharian bersama mereka. Taufan tidak lagi ikut merayakan ulang tahun bersamanya dan Halilintar.
Taufan tidak lagi ada di sini.
Gempa tahu. Gempa sudah belajar melepaskan, merelakan, menerima kenyataan. Hari, bulan, dan tahun sudah berganti. Gempa sudah terbiasa, dan ia sudah menerima.
Namun tenggorokannya masih tercekat setiap kali mendengar nama Taufan disebut. Napasnya masih tertahan setiap kali bertemu Halilintar, dan langit biru yang dipantulkan matanya membuat ia sekilas terlihat seperti Taufan.
Waktu Taufan terhenti, tapi tidak dengannya. Detak jantung Taufan terhenti, tapi tidak dengannya. Sakit Taufan terhenti, tapi tidak dengannya.
Tidak dengan mereka.
Rasa sakit akan kehilangan orang terkasih tidak akan pernah bisa diobati, berapa lama pun waktu berlalu. Setiap detik, setiap hari, setiap tahun yang berlalu, luka itu akan terus ada. Penyesalan itu tidak akan pernah terkikis.
.
'Seharusnya aku memeluknya lebih lama.'
.
'Seharusnya kuhabiskan waktu lebih banyak bersamanya.'
.
'Aku belum sempat meminta maaf.'
.
'Aku belum sempat mengucapkan terima kasih.'
.
'Aku belum sempat memberitahunya yang terpenting.'
.
'Aku menyayangimu, terima kasih atas segalanya.'
.
.
.
fin
Author's Note :
Nulis ini sambil nangis, haha.
Ini random banget, isinya juga cuma muter-muter, sebagian besar numpang curhat doang sih sebenarnya wwkw. Hari ini, eh udah kemarin, ya? Ini hari ulang tahun seseorang yang aku sayang, yang udah nggak ada lagi di sini. Awalnya emang yang terberat, tapi mau nggak mau hidup harus tetap berjalan, kan? Cuma yah, nggak peduli seberapa lama waktu udah berlalu, sakitnya tetap nggak bakal hilang, lukanya nggak pernah sembuh. Emang kematian itu kejam, ya? Tapi mau gimana? Itu yang nggak bakal bisa dihindari, mau lari sejauh apapun juga.
Jadi yah, jangan lupa untuk peluk dan ngucapin sayang banyak-banyak ke orang terdekat kalian setiap hari. Kita nggak tau kapan perpisahan bakal datang. Jangan sampai nyesal belakangan nanti ya :')
Makasih yang udah mau baca curhatan aku ini! Salam sayang banyak-banyak dari aku untuk kalian~
