Memasuki hari kesebelas puasa di bulan Ramadhan, ketujuh bersaudara kembar favorit kita ini kedatangan tamu spesia yaitu tiga orang sepupu mereka. FrostFire, Glacier dan Supra ikut memeriahkan bulan Ramadhan kali ini. Bagaimana keseharian rumah yang kini diisi sepuluh orang bersaudara ini?

Disclaimer Dan Author Note

-Boboiboy dan seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta, saya hanya pinjam karakter-karakternya. Tidak ada keuntungan materi yang saya dapatkan dari fanfic ini.

-BUKAN YAOI, BUKAN SHOUNEN-AI. Elemental sibblings, AU, tanpa super power, OOC (mungkin ?).

-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut dari yang tertua:

-BoBoiBoy Halilintar: 18 tahun

-BoBoiBoy Taufan: 18 tahun.

-BoBoiBoy Gempa: 18 tahun.

-BoBoiBoy Blaze: 17 tahun.

-BoBoiBoy Thorn: 17 tahun.

-BoBoiBoy Ice: 16 tahun.

-BoBoiBoy Solar: 16 tahun.

-BoBoiBoy FrostFire: 13 tahun.

-BoBoiBoy Glacier: 13 tahun.

-BoBoiBoy Supra: 13 tahun.

Puasa Hari Kesebelas

Jarum detik jam dinding bergulir perlahan, seiring dengan suara ketukan mekanik membelah kesunyian pada siang hari itu. Cuaca yang panas dan minimnya hembusan angin menjadi cobaan tersendiri di siang hari mendekati pukul lima belas siang.

Suasana rumah yang kini diisi oleh sepuluh bersaudara bermarga BoBoiBoy itu terasa lengang. Nyaris tidak ada aktifitas pada siang hari yang tidak bersahabat. Kebanyakan dari penghuni rumah memilih untuk berdiam di kamar mereka masing-masing. Hanya terlihat dua orang bersaudara saja yang tengah bercengkrama di ruang tengah rumah mereka.

Kedua bersaudara itu sama-sama berbusana tanktop. Yang satu mengenakan tanktop hitam dan yang satu lagi biru. Tidak lain dan tidak bukan, mereka adalah Blaze dan FrostFire. Keduanya tidak henti-hentinya memandangi jam dinding dengan penuh konsentrasi dan berharap kalau tatapan mereka bisa membuat jam dinding itu bisa berputar lebih cepat.

Si kakak sepupu, Blaze berbaring terlentang dengan lemahnya di atas sofa sementara FrostFire, si adik sepupu duduk terbalik dengan kaki di atas sandaran sofa.

"Kenapa harus mati lampu pas puasa begini sih?" dengkus Blaze. "Jadi ngga bisa pakai AC 'kan?"

Blaze mencoba mengusir hawa panas nan lembab yang terasa sangat tidak nyaman dengan cara mengibas-ngibaskan bagian dada dari kaus tanktop-nya. Bintik-bintik keringat pun bermunculan membasahi tubuh Blaze.

"Siapa suruh tadi ngga mandi, Kak," celetuk FrostFire sembari melirik ke arah si kakak sepupu.

"Mana aku tahu kalau bakal mati lampu begini. Torrent (tangki air yang biasa dipasang di atap rumah) air juga kosong pula." Blaze lanjut menggerutu.

FrostFire memilih untuk tidak meladeni gerutuan si kakak sepupu, apalagi mengingat ia sedang menjalani ibadah puasa.

Tangan FrostFire bergerak menuju saku celananya dan mengeluarkan botol spray kecil. Segera FrostFire menyemprotkan air di dalam botol spray miliknya itu ke wajah, dada dan tidak lupa kedua ketiaknya guna mengusir hawa panas yang merajalela.

Untuk sementara, cara itu cukup ampuh untuk membuat FrostFire merasa lebih sejuk. "Nih, Kak," ucap FrostFire sambil menyodorkan botol spray miliknya itu kepada Blaze. "Biar adem sedikit."

Segera Blaze menyambar botol spray yang disodorkan oleh FrostFire. Sama seperti adik sepupunya itu, Blaze langsung membasahi wajah dan tubuhnya untuk meredam hawa panas yang ia rasakan.

"Sudah haus, panas pula," keluh FrostFire sembari menerima botol spray miliknya yang dikembalikan oleh Blaze. "Kalau cuma lapar saja aku masih bisa tahan, tapi kalau haus ditambah gerah ..."

"Kamu mirip Ice," komentar Blaze. "Dia juga ngga tahan gerah ... Pernah tuh kakak sepupumu itu berkeliaran di rumah cuma pakai celana dalam saja gara-gara kegerahan. Waktu itu juga mati listrik."

"Hah?" Terbayang oleh FrostFire pemandangan kakak sepupunya yang memiliki manik netra berwarna aquamarine itu naik-turun tangga dengan bercelana dalam saja. "Ah! Rusak otakku!" kutuk FrostFire sembari menggelengkan kepala untuk mengusir gambaran mental yang mengganggu ketenangan batinnya.

Blaze terkekeh kecil selagi melirik ke arah adik sepupunya. "Kamu haus? Aku juga haus, Frost ..." Tanpa peringatan, Blaze mendorong tubuhnya berdiri dari sofa. "Ayo ikut aku ...," ucap Blaze lagi sembari memberi isyarat kepada FrostFire untuk mengikutinya.

Tanpa ragu-ragu, FrostFire ikutan berdiri. Dia langsung berjalan mengikuti si kakak sepupu. "Dapur?" tanya FrostFire ketika ia sadar bahwa dirinya diajak masuk ke dapur oleh Blaze.

"Ngga ada yang melihat 'kan?" Sebuah cengiran jahil melintas di wajah Blaze saat dia membuka lemari es. Memang saat itu listrik padam, namun bagian dalam lemari es masih terasa sejuk. Dari dalam lemari es, Blaze mengambil sebuah botol berisi air.

Segera embun terbentuk pada permukaan kaca botol yang dipegang Blaze. FrostFire meneguk ludahnya ketika melihat embun pada botol berisikan air di tangan Blaze. Tanpa diberi tahu pun FrostFire paham akan apa yang hendak diperbuat oleh si kakak sepupu ...

Apalagi ketika Blaze mulai mendekatkan botol yang ia pegang mendekati bibir ...

"Eh? Kak Blaze mau batal puasa?" tanya FrostFire dengan kedua kelopak mata yang membelalak.

"Ngga ada yang lihat 'kan?" Blaze bertanya balik dan mengedikkan bahunya. "Kamu mau, Frost?"

Pertanyaan Blaze membuat FrostFire terdiam. Memang hanya ada dirinya sendiri dan Blaze saja yang ada di dapur dan tidak akan ada yang mengetahui kalau ia dan Blaze batal puasa secara diam-diam. Namun di sisi lain FrostFire juga tahu bahwa apa yang hendak diperbuat Blaze itu tidaklah benar.

Kejujuran terhadap dirinya sendiri ...

Itulah yang membuat FrostFire membisu. Akan mudah bagi dirinya dan Blaze untuk berbohong kepada saudara-saudaranya yang lain apalagi tanpa adanya saksi mata. Namun dengan berbuat itu maka FrostFire akan mengkhianati suara hatinya sendiri yang melarang pikirannya untuk batal puasa bersama Blaze.

Bagaimana pun, botol minuman yang berembun di tangan Blaze sungguh mengggoda iman ...

Pada hakekatnya, iman itu kuat namun badan itu lemah. Konflik batin yang berkecamuk di dalam batin FrostFire membuat tubuhnya gemetaran. Perlahan-lahan, tangan FrostFire mulai terulur hendak menerima botol minuman yang disodorkan Blaze.

"Hayo! Kalian ngapain!" Sebuah suara cempreng membuat Blaze dan FrostFire tersentak kaget.

Buru-buru Blaze mengembalikan botol yang hendak diminum isinya itu ke dalam kulkas. "Cu-cuma ngecek kulkas!" sahut Blaze sembari berbalik badan dan menengok ke arah sumbet suara yang membuatnya terkejut.

Sepasang netra hijau tua pada wajah berhias cengiran polos nan lebar menatap Blaze. Tidak lain dan tidak bukan, yang memergoki Blaze dan FrostFire adalah Thorn, yang kadang dipanggil Duri. "Blaze mau batal puasa yaaaa?" tanya Thorn dengan nada ceria melagu.

"Ngga! Cuma periksa kulkas!" FrostFire buru-buru menambahkan sembari mengibas-ngibaskan kedua tangannya.

Sejenak Thorn terdiam dan kedua manik netra hijau tuanya bergerak memandangi Blaze dan FrostFire secara bergantian. "Oooh, aku kira kalian berdua mau batal puasa," ucap Thorn sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ngapain juga kullas diperiksa? Kan mati listrik?"

"A-aku khawatir kulkasnya ..." Blaze terdiam dan memutar otaknya guna mencari jawaban yang bisa ia lontarkan untuk Thorn. " ... Banjir! Ya, kamu tahu 'kan kalau kulkas kita sering banjir kalau mati listrik? Bunga esnya meleleh semua."

"Iya sih," ucap Thorn sedikit melongo polos setelah mendengar jawaban Blaze yang ada benarnya.

Thorn tidak melihat Blaze dan FrostFire yang saling berpandangan dan menghela napas lega.

"Ka-kamu ngapain disini?" tanya Blaze yang kini menyadari bahwa Thorn nampak tidak memakai baju dan hanya memakai celana pendek saja. Tidak luput dari pengamatan Blaze adalah bintik-bintik keringat pada permukaan kulit tubuh Thorn yang agak pucat.

"Mengurus kebunku," jawab Thorn dengan kebanggaan terbesit di balik suaranya. "Sekaligus panen buat Kak Gempa masak."

"Kenapa ngga pakai baju?" Blaze lanjut bertanya.

"Panas, lah! Ayo bantuin aku, biar cepat selesai!" Tanpa memberikan Blaze kesempatan untuk menjawab, Thorn menarik tangan sudara kembarnya itu.

"Ogah!" protes Blaze sembari menarik tangannya yang ditarik-tarik oleh Thorn.

Serta merta Thorn langsung menerkan dan memeluk Blaze dari belakang. "Ayolaaaaaah," rengek Thorn selagi ia menautkan kedua lengannya di sekeliling leher Blaze.

Aroma kurang sedap dari tubuh Thorn yang berkeringat langsung menyerang indera penciuman Blaze. "Argh! Iya, iya! Aku bantuin!"

Dengan berat hati Blaze melangkah ke arah pintu belakang rumah. Dia tahu bahwa menolak rengekan Thorn tidak akan pernah berhasil dan hanya memperburuk situasi saja. Dengab langkah gontai, Blaze berjalan menuju halaman belakang di mana Thorn bercocok tanam.

Ketika Blaze menghilang dari pandangan mata, Thorn langsung menengok ke arah FrostFire.

"Selamat 'kan puasamu? Ngga jadi batal?" tanya Thorn srmbari tersenyum lebar.

"Ah ... I-iya ... terima kasih, Kak," kekeh FrostFire sembari menggaruki bagian belakang kepalanya yang sebetulnya tidak terasa gatal.

"Nah, sekarang ayo bantuin aku. Nanti malam aku buatakan salad kentang deh." Thorn langsung mengamit tangan FrostFire dan menarik si adik sepupu mengikut ke halaman belakang rumah.

Sebuah senyum tipis pun mengembang di wajah FrostFire saat ia berjalan mengikuti Thorn.

.

.

Tamat

Terima kasih kepada para pembaca yang sudah bersedia singgah. Bila berkenan bolehlah saya meminta saran, kritik atau tanggapan pembaca pada bagian review untuk peningkatan kualitas fanfic atau chapter yang akan datang. Sebisa mungkin akan saya jawab satu-persatu secara pribadi.

Sampai jumpa lagi pada kesempatan berikutnya.