NaruSaku

Terinspirasi dari :

"Death bad"

Powfu feat Beabadoobee

.

Sakura masih begitu ingat senyum tengil pemuda bermanik safir menawan milik kekasihnya. Terlalu segar untuk kemungkinan terlupakan.

Ia juga tak lupa bagaimana rasanya bergelung satu selimut bersama pelukan mereka yang sangat erat.

Rasanya belaian angin senja itu masih tertinggal di kulitnya. Atau tautan jemari mereka saat berjalan berdampingan mengelilingi taman.

Tidak ada yang lebih aman ketika ia bisa begitu merasa terlindungi dalam rangkuman kedua lengan kokoh pemuda pirangnya ketika gongongan anjing pengunjung taman menjailinya oleh gigi-gigi mereka yang tajam.

Atau kecupan lembut penuh kasih kala mereka benar-benar menyadari betapa bahagianya mereka.

Cinta itu tulus. Mereka sederhana. 4 tahun mengajarkan mereka untuk saling memahami. Menjaga, dan setia. Tidak ada awal menarik, karena sebagaimana mestinya semua itu berjalan ke depan tanpa hambatan.

Bertemu, mengenal, mendekat sampai mengikat satu sama lain dalam hubungan romansa remaja saat itu. Hingga kini.

Membiarkan takdir membawa mereka ke mana saja. Tidak ada pemberontakan. Sebab mereka begitu menikmatinya.

Namun, kali ini mereka begitu kecewa. Sedih ketika mereka sama-sama tak bisa lagi bahagia dalam kisah mereka.

Mungkin cukup bagi Tuhan menetapkan mereka di atas dalam kehidupan. Karena kali ini, mereka harus merasakan bagaimana pedihnya hidup yang tak sesuai harapan.

•••

Naruto masih diam. Berbaring di ranjang kekasihnya dengan sebuah senyuman. Menenggelamkan emerald sendu itu dalam siratan kebahagiaan. Meski pun ia tau, jejak getir itu masih tertinggal di safirnya.

"Seharusnya kita pergi ke gereja hari ini. Kenapa kau malah bermalas-malasan di sini." Sakura cemberut. Mengabaikan kenyataan bahwa ia tidak bisa menerima keadaan.

Sakura, hanya ingin sesekali bertingkah naif dan bodoh.

Sementara senyum kecil, tersungging di bibir pucat Naruto yang lemah.

"Aku berharap masuk surga. Agar bisa bertemu denganmu lagi. Menurutmu, Tuhan akan mengabulkannya tidak? Karena kali ini aku sangat malas pergi ke sana."

"Aku tidak tau. Tapi kau pasti tau kalau aku akan selalu mendo'akanmu. Mendo'akan kita." Balas Sakura. Kesedihan itu nampak di kedua bola matanya. Ia tidak ingin mengakuinya. Kalau ia ketakutan. Sekarang. Perkataan Naruto membuatnya semakin resah dan takut.

"Ya. Dari dulu aku sudah tau itu_kemudian mereka menghening. Bergelung dalam pemikiran mereka. Naruto yang terus menatap wajah kekasihnya hangat, seolah menggambarkan betapa ia senang akan segala sesuatu dari gadis itu._mau berjanji satu hal?" Lanjutnya.

Sakura pun lantas meluruskan pandangan. Membalas tatapan samudera di depannya. Ia tak mau percaya penglihatannya. Sakura benci ketika pada akhirnya safir itu tidak lagi sebiru dan secerah biasanya. Ada sesuatu yang membuat mata Naruto seperti terlapisi dan sedikit memudar.

Sebab Sakura tau, itu adalah pertanda.

Namun ia dengan keras membantah pemikirannya sendiri. Tidak ingin percaya.

Walau emeraldnya begitu jujur menyorotkan kepedihan bercampur rasa takut.

"Apa?" suaranya begitu parau. Seperti menahan tangis.

Mengetupkan mata selama beberapa saat, kelelahan itu jelas terlihat dalam raut wajahnya. Namun, ia paksakan tersenyum.

"Bahagialah. Berkeluarga, rawatlah suamimu bersama anak-anak kalian." Ujarnya lemah. Ini sangat menyakitkan. Tapi ia harus lakukan.

Masa depan yang ia impikan, hanya menjadi angan saja. Akan tidak ada ia dan Sakura bahagia di sana. Tidak mungkin ada rumah dengan tiga kamar untuk anak-anak mereka kelak. Mustahil pula ia mendapatkan ucapan selamat pagi setiap hari dari Sakura. Nanti.

Dan nanti itu tidak akan pernah terjadi.

Takdirnya yang berubah pahit, memaksa ia melepaskan semua keinginan itu. Impian mereka, tujuan mereka, dan masa depan mereka.

Ia sangat ingin bahagia bersama Sakura, namun ia hanya bisa membayangkan saja. Sebab tak cukup waktu untuk mewujudkan itu semua. Ia tak bisa melawan takdir.

"Jangan bicara hal itu lagi. Kau hanya perlu sembuh. Dan kembali membangun masa depan kita bersama-sama." Suaranya bergetar. Begitu pun kedua bola matanya yang menatap nanar Naruto.

Hati Naruto lantas menghangat sekaligus tersayat. Gadisnya mengaharapkan sesuatu yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk terwujud. Tapi ia tak menapik kalau dirinya pun, sama.

"Aku ingin. Sangat ingin. Tapi kita harus sadar, melawan Tuhan akan takdir adalah sesuatu yang mustahil. Aku selalu berdo'a agar keajaiban itu datang. Dari dulu, karena aku tau manusia seperti kita hanya bisa berusaha. Antara berhasil atau tidak, adalah hasilnya.

Selama ini Tuhan sudah begitu baik dengan selalu memberi apa yang aku harapkan dari usahaku. Dan sekarang aku tau kalau saatnya aku diberi kegagalan."

Naruto tidak bisa menyembunyikan keputusasaan serta rapuhnya ia dari Sakura. Ia tak bisa apa-apa untuk menenangkan gadisnya karena sekeras apa pun ia berusaha membohongi Sakura kalau semua akan baik-baik saja_pada akhirnya cuma luka yang akan didapat.

Ia kalah oleh ganasnya takdir. Ia gagal atas janjinya untuk menjaga senyum Sakura tetap hadir selamanya. Karena ia, lagi-lagi hanya manusia biasa. Bukan makhluk abadi.

Safirnya semakin meredup kala air mata itu luruh di pipi yang kerap kali ia kecup. Tanpa isakan, tanpa raungan, tanpa suara, gadisnya sangat terluka. Hening yang menyayat, tatapan kesakitan menjelaskannya begitu tepat, Sakura sama rapuhnya dengan dirinya.

Telapak tangannya yang dingin membungkus hangat jemari gadisnya. Lantas ia bawa menuju satu kecupan penuh akan segala rasa cinta yang ada dalam hatinya. Begitu dalam, sampai kehangatan itu pula merayapi kedua belah bibir dinginnya yang sudah pucat.

Ia, akan merindukan ini.

Pelukan mereka, senyum mereka, tawa mereka, ciuman mereka, adalah kenangan yang akan ia kubur bersama.

Ia sunggingkan senyum tipis ketika melepaskan punggung tangan itu dari kecupannya. Terus tersenyum meski ia mendapati sorot yang jauh terluka dari Sakura.

"Aku percaya kau akan baik-baik saja tanpaku. Menemukan lelaki yang bisa membuatmu kembali bahagia, kelak. Melindungimu, menjagamu, dan mencintaimu sangat dalam. Aku mendo'akanmu." Ia berusaha menguatkan gadisnya dalam suaranya yang sudah melemah.

"Aku mau kau yang melindungiku_" tenggorokan Sakura seakan tercekat sehingga tak bisa melanjutkan ucapannya. Rasa sakit itu sangat kuat. Menyesakan pernafasan. Tak mampu lagi berkata, hanya jemarinya saja yang bergerak menyusuri wajah pucat kekasihnya. Mengelus kedua pipinya lembut, lalu naik mengusap rambut pirang Naruto perlahan. Terus berulang. Menghiraukan safir Naruto yang memandanginya.

Sampai, ketika sesuatu seperti terbawa oleh jemarinya.

Rambut pirang Naruto, berada di sela-sela jarinya. Tidak sedikit.

Banyak.

Bibirnya kembali bergetar, dan air mata itu semakin menderas. Keluar tanpa henti, menyusuri sepanjang pipinya dalam jalur yang sama.

Sakura membeku bersama tangis tanpa suara meratapi rambut Naruto di tangannya.

"Aku akan membelikan shampo yang cocok untuk rambutmu, ya..." suaranya tersendat karena rasa sakit dan air mata di pipinya. Membodohi dirinya sendiri dari kenyataan yang tidak bisa terelakan. Kekasihnya tidak akan semudah itu sembuh.

Naruto membenci ini. Saat ia menjadi alasan air mata Sakura jatuh. Sebab, jika gadis itu menangis karena orang lain, ia bisa untuk menghibur dan membuat gadisnya kembali tersenyum. Melupakan masalahnya.

Tapi kini, Sakura menangis karenanya. Dan ia tidak yakin bisa melakukan hal yang sama saat gadis itu bersedih kali ini. Ia menyesal.

Tidak menapik kalau hatinya juga sesakit perasaan Sakura. Rasa bersalah, penyesalan, kekecewaan, dan marah. Semua itu menggumpal bercokol dalam dadanya. Namun semenderita apa pun ia, akan terus tersenyum. Karena hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang. Berharap bisa menenangkan Sakura.

Cuma sebuah senyuman kecil, hangat, dan kuat. Meski ia tengah lemah.

Naruto ulurkan kedua tangan menggapai surai merah muda kekasihnya, lalu menyelipkan untaian poni Sakura di sela telinga gadis itu. Kemudian ia berikan elusan hati-hati pada rambut gadisnya. Lantas dengan perlahan, membimbing kepala Sakura untuk mendekat. Merapatkan tubuh mereka dalam sebuah pelukan.

Melingkari tubuh Sakura dengan kedua lengannya. Seketika perasaan hangat itu melingkupi mereka. Rindu dan semua rasa yang sedari dulu mereka jaga, seakan menguar terbebas.

"Aku bahagia kau milikku. Menyebalkan rasanya jika itu harus berakhir sekarang. Tapi aku bersyukur, meski singkat, aku diberi keberkahan yang begitu melimpah. Dan itu dirimu_isakan kecil mulai terdengar dari sela lehernya. Membuat ia semakin mengeratkan pelukan pada tubuh gadis itu._ aku mencintaimu Sakura-chan. Maaf jika kau harus kehilanganku. Aku tidak ingin tidur, tapi mataku sudah memberat_"

Spontan pelukan mereka terlepas karena Sakura yang tiba-tiba bangkit dari atas tubuhnya. Menatapnya dengan tajam bercampur nanar.

"Jangan! Terus buka matamu!" Ujar Sakura tegas. Menyeka air matanya. Sesaat kemudian, emerald itu kembali sendu. Tatapannya melunak. "Aku akan ke dapur sebentar. Tunggu ya, jangan dulu tidur..." Lanjutnya. Tanpa menunggu balasan, sosok itu segera berlalu dan menghilang di balik pintu kamar bercat putih. Meninggalkan Naruto bersama senyum lemahnya.

•••

"Naruto~"

Sakura memanggil kekasihnya. Ia kembali dengan secangkir kopi panas yang masih mengepul.

Ia dapati Naruto yang tengah terbaring di atas kasur dalam keadaan menutup mata.

Lantas segera ia dekati sosok kekasihnya itu.

"Hei..., aku membuatkanmu kopi." Tidak ada jawaban. Naruto masih bergeming.

Mendudukan diri di pinggir ranjang, Sakura lalu meletakan cangkir kopi itu di atas nakas.

"Ayo kita begadang. Jangan tidur terus_ keheninganlah yang menjawab. Tapi Sakura belum menyerah. Ia masih ingin seperti ini, bertindak membodohi dirinya sendiri, berharap usaha bodohnya membuahkan keajaiban._aku sudah buatkan kopi kesukaanmu ; kopi hitam dengan tiga perempat sendok teh gula. Aku janji takaran gulanya pasti pas. Kau akan suka_ pancaran emerald itu mulai meredup._ ayo bangun! Nanti kopimu mendingin. Kau paling benci itu kan_ bibir renum Sakura mulai bergetar. Tapi tangannya tidak berhenti menggoyang tubuh Naruto agar kekasihnya itu mau membuka mata_ Naru... aku janji tidak akan memarahimu lagi kalau kau ketahuan diam-diam menyelinap ke dapur untuk minum kopi saat tengah malam. Asal kau bangun sekarang, ya..._ isakan itu lolos pada akhirnya. Berubah menjadi raungan ketika telapak tangannya mengusap pipi Naruto yang sudah mendingin_ aku mencintaimu sayang, aku sangat mencintaimu,"

Ia kecup kening kekasihnya dalam. Menyalurkan segala rasa dalam hatinya. Lantas ia pertemukan kening mereka, bersama telapak tangannya yang masih berada di pipi pucat Naruto. Namun, air matanya menderas. Raungannya semakin mengencang ketika tak ia rasakan lagi hembusan dari kedua lubang hidung sosok tercintanya.

Tidak akan pernah lagi.

Takan lagi safir itu terbuka untuk menatapnya. Tidak ada kesempatan yang tersisa untuk membangun kebahagiaan mereka.

Mustahil untuk ia merasa dicintai oleh sosok ini lagi. Tidak ada pelukan di bawah selimut. Tak mungkin terdengar nyanyian sumbang dari bibir tipis yang entah kenapa tapi bisa membuatnya cepat tertidur. Tidak ada membuat video konyol, atau merasa sangat terberkati di hari Minggu, juga menonton film di hari Senin. Tidak akan ada, lagi.

Kekasihnya sudah pergi. Nyawa itu telah berpulang meninggalkan raga di atas kasurnya.

Ia sendirian di sini. Menjadi satu-satunya benda yang bernyawa dalam ruangan yang dipenuhi raungan menyakitkan. Tangisan rasa sakitnya.

kenangan pahit dan manis mereka berkelebat dalam pikiran, membuatnya sadar kalau mulai sekarang, kisah mereka akan mutlak menjadi kenangan. Menjadi bagian dari memorinya yang tidak akan pernah ia lupakan. Seumur hidup.

Masih ia peluk raga tak bernyawa kekasihnya itu erat. Dan mulai menyalahkan takdir. Kenapa Tuhan tidak memberi mereka waktu lebih lama untuk menikmati cinta mereka. Kenapa harus secepat ini ia merasakan kehilangan.

Akan tetapi, jika benar Tuhan menyiapkan takdir yang lebih baik untuknya kelak, maka,

Sakura akan mengenang Naruto sebagai bagian dari hidupnya yang paling indah.

Tamat

Sebelumnya, salam kenal. Saya author baru di sini.

Dan, mau aku perjelas ya, Naruto di sini mengidap penyakit kanker gitu deh. Cuman aku ga nulis gamblangnya, cuma dari tanda rambut rontok Naruto. Itu kan umum terjadi sama orang yang punya kanker kan, efek samping dari kemoterapi.

Sama, kenapa Naruto ga dibawa ke rumah sakit aja, malah rebahan di kasur Sakura,

Itu karena Naruto ngerasa kalau dia ga mungkin lagi bertahan. Dan udah waktunya.

Gitu...

Akhir kata ;

Teruntuk kamu para pembaca yang bersuara mau pun tidak (eeaa)

Terimakasih...