Sakura terlalu cantik, terlalu indah dan terlalu pemaksa. Dan Naruto dengan malu-malu menerima itu semua. Ia juga mencintai gadis itu.
NARUTO milik MK. Kalau punyaku, sekarang Sakura udah hamil anak ketiga sama Naruto. Mwehehe~
.
.
ROMANCE
NaruSaku
Rated T
.
.
Seringai genit Sakura akhirnya tampak ketika netra emerald itu menangkap sosok pirang kesayangannya. Sedang duduk tenang membaca buku sendirian pada salah satu meja khusus membaca di perpustakaan.
Mengendap-endap, Sakura mendekati tubuh pemuda itu. Buncahan rasa senang yang luar biasa tak bisa luput setiap kali ia menemui sang pangeran berkuda putihnya.
"Hai tampan!" Sapa Sakura genit.
Terlihat Naruto yang sedikit terperanjat karena ia yang duduk tiba-tiba di samping kursinya.
"O..oh, hai Sakura-san,"
Mereka sudah mulai dekat sejak tiga bulan lalu. Lebih tepatnya, Sakura yang mepet mendekati Naruto. Namun, lelaki itu masih saja bersikap sopan padanya. Sangat tidak menyenangkan.
"Sakura-chan! Jangan lupa lagi." Untuk kesekian kali, Sakura mengatakan hal yang sama.
"Em.., iya, Sakura-chan. Maaf.."
Walau ucapan Naruto masih kikuk dan kaku, tapi cukup untuk membuat senyum lebar Sakura kembali terbit.
"Nah, itu terdengar manis. Aku suka!" Sakura berujar antusias kelewat senang.
Sementara Naruto hanya menunduk untuk alasan tertentu.
"Kenapa? Senyumku aneh ya?!" Tanya Sakura.
Naruto tersentak, lantas menarik pandangannya. Sangat tidak benar. Jika pangeran sekolah saja bisa takluk oleh senyum itu, sudah tidak diragukan lagi seberapa hebatnya senyum manis Sakura.
Tapi entah kenapa, selalu Naruto sulit untuk menyanggah ucapan Sakura. Yang ia lakukan hanya menggulirkan kesana kemari safirnya dengan resah. Seakan menyangkal perkataan Sakura.
"Tapi tak apa deh. Meskipun aneh, tetap akan selalu hanya untukmu." Mata Sakura mengerling genit. Namun tak membuat siratan suka menghilang dari sana.
Naruto kembali menunduk, tapi Sakura lebih gesit melihat semburat kemerahan di pipi tan itu. Aw! Betapa menggemaskannya Naruto bagi Sakura.
Rasa senang yang membuncah dalam hati, membuat Sakura spontan mengecup pipi Naruto kilat.
CUP!
"Hihihi..." Sakura hanya tertawa lucu ketika lagi-lagi wajah syok Naruto memerah macam tomat.
"S..Sakura-chan," Naruto yang masih ling-lung dengan kejadian barusan sangat terlihat konyol bersama wajah merahnya.
"Itu juga, hanya untukmu." Sakura jelas sangat suka menggoda pemuda polos itu, bukan berarti ia hanya sekedar iseng dan ingin menganggu Naruto. Sakura benar-benar menyukai si pirang pemalu ini.
"Pulang sekolah, tunggu aku ya! Jangan kabur!" Peringatan tegas dari Sakura nyatanya berhasil menaikan lagi pandangan Naruto yang semula menunduk.
Sedikit bingung. Apakah Sakura mengajaknya pulang bersama. Dan kemungkinan itu kembali menyentak hati Naruto. Karena ini adalah yang pertama bagi mereka.
"Em..maksudnya pulang bersama?" Naruto mencoba memperjelas.
"Iya.. jadi tunggu aku di parkiran ya!" Jawab Sakura riang.
Naruto nampak sedang berpikir. Ia yakin, akan ada banyak hal yang terjadi setelah itu. Tapi, tak apa lah.
"Baik.." cicit Naruto.
Di sampingnya Sakura berseru girang mengabaikan kenyataan kalau dia sedang di perpustakaan. Pun dengan tatapan tajam beberapa siswa yang tertuju padanya karena merasa terganggu.
"Nah, sekarang aku juga akan membaca." Ungkap Sakura. Naruto hanya mengangguk dan tersenyum kecil pada Sakura.
Ia kembali memfokuskan diri lagi pada buku di depannya. Namun terasa sulit bagi Naruto untuk mendapatkan kembali konsentrasinya, karena emerald Sakura dirasa tidak pernah sedetikpun melapaskan ia dari jeratan hijau menawan itu.
"Sakura-chan kenapa belum mengambil buku?" Tanya Naruto sedikit gugup akan Sakura yang menatapnya tanpa berkedip disertai senyum teramat manis.
"Memandangimu jauh lebih menyenangkan dari membaca." Jelas Sakura apa adanya. Ia selalu blak-blakan mengenai apa pun.
"O..oh begitu ya." Naruto bingung harus merespon apa, ditambah lagi rasa malu menjalar di hatinya yang kemudian segera merambat membentuk serabut-serabut halus berwarna merah jambu di kedua pipinya.
"Iya_"
"Sakura."
Mereka berdua lantas menaikan pandangan untuk melihat siapa yang bicara barusan.
Di depan mereka menjulang tinggi sosok pemuda tampan berambut merah dengan seragam persis seperti mereka.
"Hai Gaara!" Sakura menyapa riang. Ia sebenarnya tau maksud kedatangan pemuda itu. Karena sebelumnya mereka sudah memiliki janji untuk makan bersama, tapi rasa rindu Sakura pada Naruto membuat ia lupa akan janji itu.
"Ayo!" Ajak Gaara seraya menarik lengan Sakura untuk bangun. Mengabaikan sosok lain yang kini terlihat kembali fokus membaca.
"Senentar_ menghentikan sejenak mereka untuk melangkah, Sakura ingin berpamitan dulu pada Naruto_ aku pergi dulu ya. Nanti jangan lupa." Ucap Sakura ceria.
Anggukan kecil yang disertai senyum tipis Naruto sangat cukup untuk membuat senyuman lebar Sakura kembali terbit.
Ketika ia ingin mengatakan sesuatu lagi, akan tetapi tubuhnya sudah ditarik oleh Gaara, sehingga ia hanya bisa melambai kepada Naruto seiring sosoknya menghilang bersama Gaara dari pandangan pemuda pirang itu.
Yang juga membalas kecil lambaian Sakura, bersama senyum tipis aneh Naruto dan tatapan sayunya.
Mereka terlihat cocok..
•
•
•
Naruto berharap-harap cemas menunggu kehadiran Sakura di parkiran. Sesuai keinginan gadis berambut merah muda itu.
Cukup lama Naruto menunggu, entah kenapa Sakura belum muncul juga. Padahal anak-anak yang lainnya sudah berhamburan keluar dari sekolah.
Rasa ketidakpercayaan diri Naruto kembali timbul. Meskipun motornya sudah sangat pantas untuk ditunggangi Sakura, namun ia masih merasa kurang percaya diri bila bersama Sakura.
Gadis itu terlalu indah untuk pemuda sepertinya. Ya.. hal tersebut yang selalu melekat di hati Naruto. Seakan menjadi peringatan keras untuk dirinya.
Kemungkinan kalau Sakura hanya ingin mempermainkannya saja mulai menghantarkan rasa kecewa sebelum dengan sigap, Naruto menghempas pemikiran itu. Mungkin Sakura-chan ada urusan lain, lebih baik berpikir positif dulu.
Naruto hendak melajukan motornya saat mendengar suara seruan yang ia hafal.
"Naruto! Maaf, aku pasti membuatmu menunggu lama," ucap Sakura. Gurat penyesalan tercetak jelas di wajah seputih pualam itu.
"Tidak apa Sakura-chan." Balas Naruto menenangkan. Dan selanjutnya senyum indah Sakura kembali terlihat.
"Terimakasih! Sekarang aku akan naik lalu menjelaskan kenapa aku bisa sampai membuatmu lama menunggu." Ucap Sakura seraya menaiki motor sport Naruto.
Naruto tidak menjawab, ia hanya mengangguk kemudian melepaskan helm yang segera ia sodorkan pada Sakura.
"Ini Sakura-chan, pakailah."
"Lalu kau bagaimana?"
"Tak apa. Yang paling penting, keselamatan Sakura-chan." Jelas Naruto. Tidak sadar, kalau ucapannya itu berhasil membuat Haruno Sakura menjerit bahagia dalam hati.
"Terimakasih. Kau sangat perhatian, tidak salah aku memilih calon suami." Ungkap Sakura senang. Lantas menerima helm itu. Juga mungkin saking bahagianya, ia jadi tidak memusingkan Naruto yang tak merespon ucapannya barusan.
"Aku memakai helm-mu tapi awas ya, jangan sampai kelilipan nanti." Ucap Sakura.
"Aku memakai kacamata kalau Sakura-chan lupa." Naruto berdo'a dalam hati semoga Sakura tidak menyadari kegugupan dalam suaranya.
"Iya, aku lupa." Hampir setiap hari ia melihat Naruto tapi masih saja bisa lupa satu fakta itu.
Naruto tersentak saat sesuatu melingkari pinggangnya erat. Yang segera disadari, kalau gadis diboncengannya kini pemilik tangan itu. Wajahnya merona merah.
"S..sudah siap?"
"Sudah."
Lalu motor itupun melaju membawa dua sejoli yang meninggalkan tatapan kebencian seseorang dari sana.
•
•
•
Berguling kesana-kemari nyatanya belum membuat Namikaze muda itu mendapatkan posisi yang nyaman.
Otaknya seakan terus diproses untuk mengingat kejadian hari ini. Apalagi ketika mengingat kecupan Sakura untuk kedua kalinya setelah tadi siang mengantarkan gadis itu. Beserta ribuan senyum Sakura yang tidak pernah gagal menjeratnya dalam sebuah perasaan absurd.
Ia belum yakin kalau ini adalah rasa suka. Atau ia yang sangat bodoh untuk bisa menafsirkan perasaan macam ini.
Naruto sangat tabu akan hal-hal romansa remaja. Dan Haruno Sakura yang pertama mengenalkan padanya bagaimana perasaan gugup karena lawan jenis. Atau rasa panas yang menyenangkan ketika bersamanya.
Semua itu,... fantastis.
DRRT...DRRT!!
Terbangun dari lamunannya, ia lantas segera mengambil ponsel itu. Ada satu pesan masuk. Dan itu dari nomor yang tidak dikenal.
Kata demi kata ia baca. Seiring kerutan di dahinya semakin banyak beserta rasa bingung yang mendera. Akan tetapi, ketika ia membaca tiga kata terakhir yang terpisah beberapa baris dari rentetan kalimat itu, rasa hangat lantas meraba hati menimbulkan lengkungan di bibir tipisnya.
Naruto, maaf menganggu. Aku rindu. Itu saja yang ingin ku katakan. Simpan nomorku.Sakura-chan mu.Naruto bingung harus menjawab apa.
•
•
•
Sakura melangkah santai bersama kawan-kawannya. Membalas setiap sapaan, tanpa lupa menyertakan senyuman.
Perangai Sakura yang sangat ramah dan tidak sombong, membuat sosoknya semakin diidam-idamkan. Ditunjang pula oleh fisik sempurna yang dimilikinya, membuat Haruno muda itu bagai kembang mekar di sekolah.
Namun semua tidak bisa selalu sehati. Ada yang menyukai ada pula yang membenci. Lebih tepatnya iri.
Tapi karena pada dasarnya Sakura tipe gadis cuek dan tak mudah termakan hati, ia biarkan saja mereka berkoar-koar sampai puas. Mencaci di belakang, tak mengapa. Tapi bila ia mendengar langsung, tentu saja ia akan menyerang juga.
"Jidat! Utakata melihatmu!" Ino berseru antusias. Hobinya menjodohkan sahabatnya itu dengan lelaki tampan yang bukan incarannya.
Menoleh ke samping, sesuai yang dikatakan sahabat pirangnya itu, di sana Utakata tengah tersenyum tipis dari dalam arena lapangan basket, padanya.
Sakurapun membalas dengan senyum semanis madu, sampai-sampai para siswa yang berada di posisi garis lurus meski berjauhan dari Utakata, merona hebat dibuatnya. Kiranya, senyum itu untuk mereka. Tapi kemudian merasa begitu malu saat Utakata menepuk salah satu pundak siswa halu itu, seakan mengingatkan posisi mereka dengan candaan tentunya. Mereka yang sudah sadar, segera pergi dengan memikul setumpuk malu.
Fokus tatapan Utakata hanya pada sosok berambut merah muda itu. Sampai ia tak hiraukan keberadaan dua gadis lainnya di samping Sakura. Dan juga, sampai mereka bertiga, Sakura, Utakata, Ino, tidak menyadari tatapan kebencian dari gadis di samping kembang sekolah itu, Yukari.
"Hai," sapa Utakata kalem. Sangat cirikhas lelaki dingin yang keren.
"Juga!" Sakura membalas riang. Seperti biasa.
"Mau ke kantin?"
"Tidak. Aku akan pergi ke perpus." Jawab Sakura lugas.
Utakata sedikit mengernyit mendengarnya. Selama ia mengenal dan mulai menyukai gadis manis ini, setahunya Sakura bukan tipe siswi rajin atau kutu buku. Sakura bahkan kurang suka membaca, karena ia yang Uatakata tau lebih suka mengerjakan soal pendek namun jawabannya beranak pinak sampai bisa menghabiskan satu lembar buku. Dengan kata lain, Matematika.
"Ingin menguasai apa lagi? Dan sejak kapan kau suka membaca?" Tanya Utakata masih dengan nada kalem.
Saat hendak menjawab, jurus mulut Ino sudah lebih dulu berkumandang.
"Sejak jidatku ini tau seorang pemuda kutu buku yang hampir seluruh waktu istirahatnya dihabiskan di perpustakaan. Dan Sakura, memiliki rencana untuk menguasa pangeran berkuda pirangnya. Hihi.."
Rentetan kata yang keluar dari mulut Ino, bila sudah masuk ke tahap menggosip atau mengompori memiliki porsi spasi sangat kecil, dengan nyaris tanpa jeda. Sangat hebat.
Sementara Sakura menghela nafas bosan bila sudah seperti ini.
"Benarkah itu Sakura? Siapa dia?" Samar terdengar nada ketidaksukaan dalam nada bicara Utakata meski pemuda itu pandai menutupinya lewat ekspresi.
"Tidak sepenuhnya benar. Aku masih malas membaca, namun akhir-akhir ini sangat sering ke perpustakaan. Dan selebihnya apa yang dikatakan Ino, benar. Pemuda itu adalah Naruto." Jelas Sakura jujur. Ia harus bijaksana dengan mengatakannya sekarang. Agar Utakata tidak lagi berharap lebih dan mencegah ia untuk merasakan perasaan bersalah lebih besar dari sekarang, jika ini terus berlanjut.
Keterkejutan sangat jelas tidak ditutup-tutupi kali ini. Uatakata merasa kecolongan karena selama ini ia tak benar-benar berusaha mendapatkan Sakura. Pikirnya, sebab Sakura sedang tidak menyukai siapapun, ia jadi bisa santai dengan menikmati kebersamaan mereka yang sederhana. Tapi sekarang, Utakata pun akhirnya mengalami mimpi buruk itu.
Sakura sudah mulai menyukai lelaki. Dan itu bukan dirinya. Andai saja ia tak begitu bodoh karena menyia-nyiakan kesempatan.
"Maaf Uta, jika kenyataan ini menggangu mu. Tapi aku tidak ingin membohongi diriku sendiri. Ku harap kau bisa mengerti." Ujar Sakura tenang.
"Kenapa kau bisa sampai menyukai lelaki itu?" Suara Utakata berubah menjadi begitu dingin.
Ino menyadarinya. Ia harus segera pergi untuk memberikan privasi pada dua sejoli itu. Sakura harus menyelesaikannya sekarang juga. Kemudian, ia segera menarik tangan Yukari untuk mengajaknya pergi. Memberi kode lewat tatapan, syukurlah Yukari paham dengan maksud Ino.
"Kami harus pergi. Selesaikan masalah kalian." Ucap Ino. Tanpa menunggu balasan, ia segera menyeret tangan Yukari pergi.
Sakura mengangguk sebagai balasan. Kemudia menggulirkan matanya lagi menuju sosok Utakata.
"Butuh tempat duduk untuk membicarakannya?" Tanya Sakura. Dan seperti Ino tadi, Utakata tak menjawab hanya menarik tangannya untuk mengikuti kemana Utakata akan pergi.
Sepanjang perjalanan, mereka selalu diringi tatapan beberapa sisiwa yang menatap penasaran. Ada pula yang menjerit karena kagum akan keserasian mereka. Tidak tau saja, sebenarnya apa.
Utakata membawa Sakura berhenti di lorong tempat loker. Memilih tempat yang sepi, karena ini adalah jam istirahat.
Emerald dan jelaga hitam bertemu. Saling memandang dengan tatapan yang berbeda.
Sekian detik mereka saling menatap tanpa ada percakapan, Sakura sadar kalau ialah yang harus memulainya.
"Hati tidak bisa memilih ke mana dia akan jatuh. Itu alasanku Uta." Jelas Sakura. Ia menjawab pertanyaan Utakata sebelumnya.
Rasa panas segera merayap menuju hati Utakata. Ia tidak terima dengan apa yang diucapkan Sakura. Kenapa tidak dirinya saja yang sudah jelas-jelas menyukai gadis itu, dan selalu berusaha bersikap baik di setiap pertemuan mereka.
Kenapa harus lelaki bernama Naruto itu? Ia yakin kalau Sakura belum lama mengenal orang itu. Lalu, mengapa bisa sampai menyukai orang baru dibandingkan ia yang dari dulu sudah hafal Sakura. Ini sangat tidak adil.
"Aku tidak terima Sakura. Kau menyukai lelaki yang bahkan kehadirannya tidak selama aku bersamamu."
"Kenapa kau tidak pernah mengatkannya Uta? Mungkin saja jika dulu kau mengakuinya, aku akan berusaha membalas perasaan mu. Tapi apa yang kau lakukan? Kau hanya bersikap baik padaku dan mendiamkan semuanya? Jadi, salahkan kalau sekarang aku mulai menyukai sesorang yang bukan dirimu?!" Jelas Sakura tegas. Tidak ada dusta dari setiap ucapannya. Sakura jujur saat mengatakan ia akan berusaha mencintai Utakata juga. Karena Sakura yakin, sekeras apapun hatinya, pasti akan mencair juga.
"Aku tau aku bodoh karena menganggap kebersamaan kita lebih dari cukup meski tanpa ikatan. Dan sekarang aku menyesalinya. Maafkan aku." Utakata semakin menyesal ketika sebenarnya Sakura bisa membuka hati untuknya jika saja ia mau berterus terang dengan mengikat Sakura dalam satu hubungan. Ia sangat menyesal, sungguh.
"Berarti, kita sama-sama hanya mencari kenyamanan dalam pertemanan kita. Kau harus sadar itu.." nada Sakura kembali melembut. Namun tidak berhasil membuka mata hati Utakata.
"Tidak. Aku mencintaimu. Kita bisa memulainya dari sekarang Sakura! Aku pasti akan menunggu sampai kau benar-benar terbiasa dan sama-sama saling mencintai. Ayo!" Utakata menyambar kedua lengan Sakura. Menatap emerald itu sungguh-sungguh. Terpancar sebuah ambisi dari jelaga hitamnya.
Memberi senyum kecil, perlahan Sakura melepaskan tangannya dari genggaman Utakata. "Jika kau mengatakan itu satu tahun lalu, atau bahkan sebelum aku mengenal Naruto, aku yakin akan menerimamu Uta. Tapi sekerang, aku sendiri sedang berusaha mendapatkan pembalasan pula dari orang yang ku suka. Aku tau ini menyakitimu, tapi kuharap kau bisa menerima keputusanku." Jelas Sakura lembut.
Sementara Utakata mematung merasakan sakit hati bercampur pilu yang sebelumnya sangat jarang ia rasakan dalam kisah romansanya. Hanya oleh Sakura.
Jemari Sakura terulur menyentuh sisi wajah putih Utakata. Mengelusnya sejenak, lantas berkata, "Kau lelaki baik. Dan kau pantas pula mendapatkan gadis yang mencintaimu melebihi kau mencintainya." Sakura menyematkan senyum manis menenangkan sebelum ia beranjak meninggalkan Utakata di sana.
Lalu punggung mungil itu mulai berjalan menjauh dari hadapan Utakata. Meninggalakan sosok Utakata yang menyayu merasa kalah oleh rasa sakitnya.
"Namanya Namikaze Naruto. Anak kelas C - 2. Kita bisa bekerja sama untuk memisahkan mereka. Itu pun jika kau mau. Aku takan memaksa_"
"Ayo! Aku tak peduli kau sahabat Sakura. Aku menerimanya." Keputusan Utakata membuat gadis itu menyeringai kejam.
"Bagus. Mohon kerjasamanya, rekan."
"Tentu, Yukari."
Ambisi yang kuat terpancar dari kedua pasang mata itu. Namun Utakata tak pernah tau, seberapa dalam dan gelapnya ambisi Yukari.
•
•
•
"Sakura-chan.."
Sakura segera berbalik saat mendengar suara yang sudah tak asing lagi menyapa pendengarannya.
Tersenyum manis mendapati sang pujaan hati tengan berdiri beberapa meter di depannya.
"Hai Naru. Pantas saja aku tidak melihatmu duduk di sini seperti biasa. Ternyata kau sedang mencari buku.." ucap Sakura menjelaskan kebingungannya tadi.
"I-iya. Sakura-chan ingin membaca?" Naruto tau pertanyaannya hanya untuk menutupi kegugupan, karena lagi-lagi bayangan kejadian kemarin menyerangnya tiba-tiba ketika ia melihat sosok itu.
"Tidak. Aku ingin mengujungimu seperti biasa. Ayo duduk," kemudian Sakura menarik salah satu lengan Naruto untuk duduk berhadapan dengannya. Naruto sih, diam saja mebiarkan Sakura melakukan apa yang gadis itu mau.
"Kau tidak lapar? Jam istirahat baru saja dimulai, tapi kau sudah ada di sini" ucap Sakura.
"Sedikit_"
"Kalau begitu, ayo ke kantin! Aku juga lapar Naru.." Potong Sakura. Kalau tidak disela, Naruto pasti akan mengeluarkan alasannya untuk menolak pergi ke kantin. Padahalkan, Sakura sangat ingin makan berdua bersama pemuda pirang itu.
"Em..baiklah." Mendengar persetujuan dari Naruto, Sakura dengan semangatnya kembali menarik lengan pemuda bermata safir itu.
"Ini istirahat perdana kita di kantin," seru Sakura riang.
•
•
•
"Ayo sini, aku suapi!" Sakura menyodorkan sesendok makan siang mereka pada Naruto.
Suasana kantin yang ramai berangsur-angsur senyap begitu menyadari terdapat sosok kembang sekolah di salah satu meja. Namun dirasa aneh karena ada sosok lain di samping tubuh mungil gadis merah muda itu. Jika yang kini bersama ratu sekolah adalah Utakata atau Gaara, sudah biasa, karena mereka serasi. Tapi kalau sosok itu berkacamata dengan rambut pirang dan bajunya yang sangat rapih, sangat perlu dipertanyakan alasan pemuda itu bisa terdampar satu meja dengan Haruno Sakura.
Sakura masih menunggu bibir tipis kemerahan Naruto terbuka untuk menerima suapannya.
"A-apa tak mengapa Sakura-chan? Sebenarnya, a..aku sedikit malu." Ungkap Naruto. Ia merasa terintimidasi oleh tatapan siswa lain padanya.
"Jangan hiraukan mereka Naru. Anggap di sini kita hanya berdua. Jadi," Sakura menyadari itu. Dan ia berusaha untuk membuat fokus Naruto hanya padanya.
Masih dengan keraguan, Naruto pun membuka bibirnya perlahan. Yang kemudian seseondok makanan itu berhasil memasuki mulut Naruto lembut.
Rasa hangat menjalar di hati Sakura. Ia sangat senang. Apalagi saat melihat pipi tan Naruto sedikit memerah. Begitupun dirinya yang juga merona.
Tapi, Sakura bukannya tidak tau bahwa orang-orang mulai melemparkan tatapan mencemooh pada Naruto. Ia jelas begitu marah sampai-sampai ingin sekali menyemprot pedas atas tindakan tercela yang mereka lakukan. Namun akal warasnya masih bekerja untuk mengingatkan tata krama manusia.
Ia kini merasa bersalah sekaligus menyesal sudah mengajak Naruto ke sini. Lelaki baik seperti Naruto sangat tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu dari orang-orang bodoh yang hanya bisa menilai dari penampilannya saja. Dan ia merasa jahat.
Kesabaran Sakura sudah habis ketika seorang siswa secara terang-terangan menghina Naruto dengan perkataannya yang sangat tidak pantas. Ia kemudian berdiri lantas menggebrak meja yang berhasil mengejutkan orang-orang. Termasuk siswa itu. Emeraldnya menatap tajam tepat di mata si pelaku tak tau diri dengan sirat amarah yang berkobar sehingga mampu membuat keterkejutan dan ketakutan dalam diri siswa tersebut.
Sebelum ia melakukan hal lebih, suara Naruto seolah menyadarkannya, "Sakura-chan, ayo kembali ke kelas." Naruto pun pasti tau penyebab terjadinya semua ini. Maka dari itu ia tak ingin membiarkan suasana tegang ini terus berlanjut.
Sakura yang tersadar menatap Naruto dengan segudang rasa bersalah di hatinya. Tak mampu berkata-kata, untunglah Naruto mengerti itu. Naruto pun membawa Sakura pergi menjauhi kantin setelah menyelipkan dua lembar uang di bawah piring.
Keterkejutan masih nampak terlihat dari para siswa akan reaksi Sakura yang sangat tak terduga.
Namun kemarahan, jelas hanya terkuar dari tubuh Utakata selain Sakura yang melihat dengan jelas semuanya. Tangan kokoh Utakata terkepal kuat menahan agar tinjunya tidak sampai membentur Naruto.
"Karena ini bukan saatnya, Utakata." Perkataan Yukari yang menjadi alasan ototnya tidak beraksi sekarang.
•
•
•
Sakura masih menunduk dalam diam di taman belakang sekolah. Bersama Naruto yang juga duduk di sampingnya.
Rasa bersalah itu masih saja bercokol kuat di hati Sakura. Dan membayangkan bagaimana perasaan Naruto saat ini. Ia sampai tidak berani mengangkat wajahnya meski hanya untuk menatap alis Naruto sekalipun.
Pribadi riang Sakura seakan menguap begitu saja. Jujur, Naruto tidak menyukai itu.
"Seharusnya aku tidak memaksamu atas segala hal yang kuinginkan. Aku egois. Karena ingin bahagia sendiri tanpa peduli akibatnya. Maaf.."
Sekian lama mereka lalui dengan keheningan, akhirnya Sakura mulai membuka suara. Namun kembali terdiam. Merasa ditikam oleh kesedihan yang bercampur rasa bersalah. Sakit hatipun tak pelak Sakura rasakan saat kembali teringat hinaan siswa tadi bersama tatapan mencemooh orang-orang pada Naruto.
Baru kali ini Sakura menyesal akan kepopularitasannya. Kenapa orang-orang begitu ingin ikut campur kehidupan pribadi Sakura. Dan ia sangat tau kalau dirinya sendirilah yang membuat Naruto mendapat perlakuan tak adil.
Kepalanya semakin tertunduk dalam, bersamaan dengan rasa bersalah yang semakin membesar di hatinya.
"Aku baik-baik saja Sakura-chan." Suara berat Naruto terdengar begitu tulus dan pasrah. Berhasil membuat kepala berhelaian merah muda itu terngakat perlahan.
Naruto dengan senyum tipis menenangkannya menatap ke dalam emerald Sakura intens. Seakan meyakinkan Sakura atas apa yang ia ucapkan barusan.
Ia sudah menduga kalau ini akan terjadi. Keputusannya untuk membiarkan Sakura memasuki lebih dalam kehidupannya, tentu sudah ia pikirkan dengan matang. Beserta risiko dan kemungkinan akan terjadi hal- hal seperti ini pun, telah Naruto pikirkan. Jadi, ia sudah siap dengan semua itu. Meski tak dipungkiri rasa sakit di hati juga ia dapatkan.
"Naruto, maaf_"
"Tak apa. Aku bisa mengerti." Potong Naruto tenang. Bibirnya membentuk senyum kecil serat akan ketulusan yang mendalam. Berharap pula bisa mengurangi rasa bersalah yang ia tau, Sakura mengalaminya kini pasca kejadian di kantin tadi.
Entah benar berhasil atau tidak, tapi ia cukup senang bisa membuat Sakura kembali tersenyum.
"Terimakasih," bersamaan dengan Sakura yang merapatkan diri pada Naruto tanpa menyisakan ruang sedikitpun. Mengalungkan kedua lengan jenjangnya di leher kokoh Naruto.
Tersentak oleh tindakan Sakura, meski hal ini sering terjadi sejak dua bulan lalu.
Namun kemudian, Sakura lebih terkejut ketika mersakan lengan itu perlahan mulai melingkari pinggang rampingnya.
Naruto, membalas pelukannya.
Sebuah kenyataan yang mampu membuat ribuan kupu-kupu di perut Sakura berkepak kesana kemari tanpa henti. Ia terlampau senang. Tidak, Sakura bahagia.
Kesedihan begitu mudah sirna oleh tindakan kecil Naruto, tapi sangat berharga bagi Sakura. Ia hanya bisa mengeratkan pelukan, untuk menyalurkan rasa di hati yang mebludak-bludak dengan dasyat.
Sekarang, bolehkan Sakura berharap usahanya takan sia-sia?
TBC
Aga kurang percaya diri sih. Soalnya ini fanfic yang aku buat di awal-awal mulai nulis. Jadi, kasih aku saran dan kritikan membangunya ya.
