NARUTO milik MK. Kalau punyaku, sekarang Sakura udah hamil anak ketiga sama Naruto. Mwehehe~

.

.

.

.

HURT

NaruSaku

Rated M (Untuk adegan kekerasan)

.

.

Selama 17 tahun, dunia Sakura terkekang oleh pagar raksasa milik keluarga pamannya. Membuat ia tidak memiliki cukup waktu untuk melihat seperti apa kebebasan.

Ibu dan ayahnya sudah tiada. Mereka pernah menjadi keluarga lengkap selama lima hari. Karena di hari berikutnya, ia sudah ada dalam asuhan sang bibi setelah nyawa yang terenggut paksa dari tubuh kedua orang tuanya digenggam dingin oleh tanah.

Tidak ada kasih sayang. Cukup memberinya makan dan atap untuk berteduh adalah kebaikan terbesar yang diberikan bibi dan pamannya.

Sang paman adalah saudagar kaya dengan kepingan koin emas yang menggunung di salah satu kamar dalan rumah besar itu. Tak aneh bila keluarga ini bahkan bisa membeli seratus ekor kuda dalam sehari tanpa memusingkan akan menunggak di keesokan harinya.

Akan tetapi, bibinya mengatakan bahwa makanan dan tempat tinggal untuknya itu tidaklah gratis. Walau hanya satu gudang dan futon lusuh tempatnya tidur, atau semangkuk kecil nasi dengan kuah kare sisa, tetap saja bibinya itu harus mengeluarkan koin. Oleh karena itu, selama hidupnya, Sakura akan terus menjadi pelayan selama ia berada dalam kukungan rumah bibi dan pamannya itu.

Namun, kisah ini tidak akan menceritakan seberapa banyak kekayaan paman dan bibinya, atau sekejam apa mereka memperlakukan manusia termasuk ia. Bukan juga tentang ia yang begitu penasaran akan dunia luar.

Sebab cerita ini mengisahkan tentang Sakura. Seorang gadis berkimono lusuh yang menemukan kilauan merah muda dalam perbudakkan manusia.

•••

Dua bulan lalu, bibinya sedang sangat ingin memiliki kalung berlian yang ditawarkan salah satu teman bangsawannya. Namun terlalu takut untuk meminta lagi koin emas pada suaminya karena ia sudah mengahabiskan beratus-ratus keping dalam sebulan itu.

Hari itu, seharusnya Sakura tau kalau kedatangan bangsawan, kemudian satu kereta kuda yang berkunjung setelahnya, adalah gerobak pembawa derita baru untuk dirinya.

Sebab setelah itu, bibinya menyerahkan ia untuk ditukar dengan kepingan emas. Menjual sedikit sisa kebebasan hidupnya demi sebuah kalung.

Dan sekarang, meski pun pada akhirnya ia dapat melihat seperti apa rindangnya pepohonan, namun Sakura harus membayar mahal itu semua.

•••

Sakura menggigit kecil bibir renumnya resah menunggu timbangan itu memperlihatkan angkanya. Berharap semoga hari ini hasil mengumpulkan kapas di perkebunan tuannya itu bisa menggapai 200 pon.

Namun ternyata Sakura mendapati kenyataan bahwa kali ini ia tidak bekerja sekeras mungkin. Karena timbangan itu, menunjukan angka 180 pon. Dan artinya, Sakura harus siap menerima hukuman.

•••

CTAKK!!!

Cambukan terakhir sekali lagi menciptakan luka memanjang di seputar punggung kecilnya. Yang kemudian disusul teriakan tertahan dari kedua belah bibir mungil itu.

Air mata masih mengalir, isakan terdengar pilu serat akan kelelahan dan kesakitan. Tapi tak apa, Sakura sudah terbiasa.

"Jika besok kau tidak bisa lagi mengumpulkan kapas sesuai target, ku pastikan cambuk ini akan menyentuh lukamu lagi. Jadi bekerjalah sekeras mungkin. Bahkan sampai harus mati sekalipun! Aku membelimu mahal, maka jangan membuatku rugi lebih dari ini!! MENGERTI!!"

Suara berat nan kejam itu lagi-lagi memasuki indera pendengaran Sakura. Membuat Sakura mengeratkan genggamannya meski kedua lengannya diikat oleh tambang yang menyusahkan pergerakannya. Rasa benci itu semakin membesar, tapi Sakura tak bisa apa-apa selain mengangguk dan membalas lirih,

"Baik Tuan..."

Yang didengar Sakura setelahnya, adalah suara derap langkah kaki yang menjauh.

•••

Membawa beberapa karung di dalam keranjang gendong yang biasa digunakan Sakura dan para budak lainnya untuk mengambil kapas, Sakura sudah siap meski punggungnya masih sangat perih.

Seseorang menghentikan langkah Sakura, dan ternyata itu adalah Ino, teman dekat Sakura selama hampir dua bulan ia menjadi budak di tempat ini.

"Sakura bagaimana keadaanmu? Lukamu pasti belum sembuh. Maafkan aku karena tidak bisa membantumu. Aku sangat minta maaf..." Ino terlihat begitu menyesal dan sedih. Ia tak bisa melakukan apa pun untuk membantu Sakura. Sebab ia pun budak, sama seperti Sakura. Mustahil baginya membuat Sakura terbebas dari hukuman itu.

"Tak apa Ino. Bukan salahmu tidak bisa membantu. Aku memang tidak berusaha keras_"

"BERHENTI BICARA DAN CEPAT BERANGKAT!!" Teriakan pria dewasa yang menjadi tangan kanan sang Tuan membuat mereka berjengit terkejut sehingga mereka lantas segera berjalan pergi. Menuju perkebunan kapas tempat mereka bekerja tanpa upah sedikit pun.

•••

Peluh membanjiri wajah cantik Sakura. Ia mengucek matanya saat keringat itu berhasil memasuki netra emerald Sakura yang indah. Perih terasa.

Namun kini Sakura sedang dilanda keresahan dan ketakutan. Ia sadar kalau kapas yang dikumpulkannya tenyata tidak akan mencapai target. Bahkan jauh.

Itu karena Sakura tidak kuat dengan rasa perih di punggungnya, ditambah lagi sengatan sinar matahari yang kebetulan hari ini begitu terik.

Sakura takut sekali. Ia takut menerima cambukan lagi. Lukanya masih basah, dan ia sendiri tak yakin masih bisa bertahan jika kali ini ia mendapatkan hukuman.

Sakura ingin menangis, ia sangat takut. Antrean menuju gudang penimbangan semakin memendek, dan terlihat dua budak lainnya yang keluar dengan raut nelangsa. Sepertinya mereka gagal memenuhi target. Hal itu membuat Sakura semakin ketakutan.

Meremas kimono lusuhnya erat, dan air mata itu pun akhirnya luruh dari kedua netra emerald Sakura. Tanpa isakan. Ia tutup rapat-rapat mata dan bibir renumnya, mencegah isakan itu lolos dari sana.

Antrean memendek. Sakura ke-empat dari lima orang terakhir yang belum menimbang. Dan dengan terpaksa mengangkat karung-karung kapasnya setelah satu orang selesai menimbang.

Ia putus asa. Tidak ada yang bisa dimintai tolong. Karena para budak tidak mungkin menolong sebab hal itu akan membahayakan mereka sendiri. Bersikap acuh dan menghilangkan rasa empati adalah jalan terbaik jika masih ingin hidup. Termasuk Ino.

Sakura hapus air mata itu, dan berpikir untuk apa menangis. Sakura sudah pasrah. Jika pun ia akan mati, itu lebih baik daripada terus hidup lebih lama dalam dunia kejam ini. Lingkaran takdir yang sangat menyedihkan untuk dirinya yang tidak tau apa-apa.

Tiba gilirannya, Sakura hanya menyorot hampa. Mengabaikan bahwa karungnya terasa lebih berat.

" 230 pon!"

Dan ucapan pria penimbang itu menghentak Sakura keras. Matanya terbelalak lalu mengerjap tak percaya. Sakura tidak lupa kalau kapas yang dikumpulkannya sedikit. Mungkin, hanya 100 pon saja. Tapi kenapa sekarang bisa menjadi dua kali lipat?! Apakah perkiraannya yang salah?

Tapi apa pun itu, Sakura bersyukur ia tidak akan menerima hukuman lagi.

Ia pergi bersama rasa ketidakpercayaannya. Ini sungguh ajaib. Mungkin kah Tuhan sedang berbaik hati padanya.

Langkah kaki Sakura begitu ringan. Senyumnya pun nampak meski tipis. Akan tetapi, ia tertahan di langkah ke-sepuluh saat samar mendengar suara si Penimbang.

"190 pon! Kau diberi hukuman!"

Sakura menolehkan kepala besurai merah mudanya pelan, dan ia dapati seorang pemuda berambut pirang dengan kulit tan di sana. Raut wajahnya yang datar meski tau akan segera dihukum.

Setelah beberapa saat berpikir, Sakura mengerjap ketika ingatan itu berhasil ia dapatkan. Pemuda itu setahu Sakura adalah anak emas di sini. Karena ketika budak-budak lainnya hanya sanggup mengambil kapas sebanyak 200 pon, tapi pemuda itu bisa sampai dua kali lipat dari budak-budak lainnya.

Dan mendapati kenyataan bahwa sekarang pemuda itu tidak berhasil memenuhi target, Sakura sedikit tercengang meski sebenarnya ia tak begitu mengenal pemuda itu.

Ia masih menatap pemuda itu yang mulai dibawa untuk diberi hukuman. Dari sini, Sakura masih bisa melihat ekspresinya. Begitu pula, ketika pemuda itu sedikit menoleh dan menatapnya sekilas.

Sakura tersentak saat merasakan tatapan berbeda dari safir milik pemuda itu.

•••

Perlahan, Sakura membuka pintu gudang. Bersama beberapa lembar daun di genggaman tangan mungilnya.

Tatapan Sakura menyendu saat mendapati tubuh lelaki yang terbaring lemah di lantai kotor itu dipenuhi luka cambukan. Tepatnya di punggung.

Ia dekati perlahan lalu mendudukan diri tepat di belakang punggung pemuda itu.

Setelah itu, Sakura kunyah daun-daun yang dibawanya lalu dengan lembut, ia balurkan menggunakan tangan di atas luka-luka pemuda itu.

Bagian luka terakhir sudah dibaluri. Sakura sedikit mengetahui tentang pengobatan herbal seperti ini karena sewaktu ia masih bersama bibinya, Sakura seringkali menyelinap ke perpustakaan milik pamannya itu. Dan ia mengetahuianya di sana.

"Terimakasih." Sakura tersentak saat tiba-tiba pemuda itu berkata. Kiranya, pemuda itu tengah tertidur atau pingsan.

Apakah ia yang membangunkannya?..

"A..a.. maaf, maafkan aku. Aku pasti membangunkanmu," Ujar Sakura.

"Tak apa," balasan yang singkat. Dan pemuda itu belum berbalik badan.

"I..iya"

Suasana menghening. Canggung dirasakan Sakura. Tapi mungkin hanya dia seorang yang merasakannya. Beberapa saat kemudian, Sakura memberanikan diri berucap.

"Terimakasih sudah menolongku. Dan maaf karena kau mendapatkan hukuman yang seharusnya aku terima. Aku tidak tau, tapi aku yakin kau yang menolongku. Karungku tidak mungkin seberat itu jika kau tidak menukarkannya dengan punyamu. Tiga orang di depanku berhasil memenuhi target dan tidak mungkin mereka yang melakukannya. Sementara cuma kau yang gagal. Dan aku yakin kapasku bahkan tidak mencapai 120 pon. Dan lagi..., kau tidak mungkin mengumpulkan kapas dengan sedikit. Karena kau kan, anak emas itu." Jelas Sakura pelan. Tertunduk tidak berani menatap meski hanya punggungnya saja.

Tidak ada respon dalam beberapa menit terakhir. Sampai akhirnya Sakura memberanikan diri mengangkat kepalanya untuk melihat pemuda itu. Dan betapa terkejutnya ia ketika ternyata pemuda itu kini sudah duduk menghadapnya.

Sakura bisa merasakan jantungnya berdetak keras saat wajah pemuda itu jelas dalam pandangannya. Mata biru safir indah, rambut pirang acak-acakan, dan wajah yang terlihat tegas namun tatapan lembut itu seakan mengimbanginya.

"Anak emas ya... aku benci julukan itu."

"M..maaf, aku_"

"Tidak. Aku mengerti. Jangan dijelaskan." Ujar pemuda itu. Dan Sakura mengangguk untuk membalas. Beberapa detik berlalu,

"Aku ingin tau, siapa namamu?"

akura lihat alis pirang itu terangkat sebelah.

"Naruto."

Lalu kembali mengangguk.

"Sekali lagi, terimakasih dan maaf Naruto."

Pemuda itu pun tersenyum tipis.

"Sama-sama Sakura." Sakura kembali tersentak saat mendengarnya.

"Kau tau namaku? Bagaimana bisa?"

Lagi, Naruto tersenyum, tipis.

"Aku akan memberitahumu. Nanti."

Meski tidak mengerti, Sakura tetap mengangguk.

Dan, mengehening lagi. Kini Sakura yang tidak tenang dalam duduknya. Jantungnya tidak berhenti berdebar, dan rasa gugup bercampur malu itu ada di hatinya. Karena Sakura sadar kenapa itu semua bisa terjadi.

Naruto. Alasannya. Tapi Sakura bingung untuk mendefinisikannya. Karena sebelumnya ia tak pernah seperti ini. Terhadap lawan jenis.

"Kau tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, Sakura?" Tiba-tiba, Naruto bertanya.

"S..sepertinya begitu." Gugup Sakura menjawab.

Tapi entah kenapa, Naruto tersenyum hangat setelahnya.

"Jam 2 pagi, pergilah dari sini. Masuk menuju hutan Utara. Ikuti setiap tanda sayatan pisau yang terukir di pepohonan. Setelah menemukan tanda ke-sepuluh, jika aku belum ke sana tepat di jam 4 pagi, galilah tanah di dekat akar pepohonan itu. Kau mengerti?"

Sakura gugup, ia tidak mengerti kenapa Naruto mengatakan semua itu padanya.

"Aku sudah mengatakannya kan, aku akan memberitahukanmu alasannya. Jika kau ingin tau, turuti ucapanku."

Sakura menatap mata Naruto, dan siratan hangat itu entah kenapa meyakinkannya.

"Baik. Aku akan lakukan. Segera susul aku."

Naruto tersenyum, kali ini cukup lebar.

Dan Sakura pun ikut tersenyum. Entah karena apa.

"Terimakasih."

•••

Sakura berharap-harap cemas. Ia sudah menemukan tanda ke sepuluh. Dan entah kenapa ia bisa lolos tanpa diketahui penjaga tuannya itu. Karena pada saat Sakura mengendap-endap, keramaian terlihat dari rumah tuannya yang tidak jauh dari tempat tinggal para budak.

Hari sudah hampir pagi, dan Naruto belum juga datang menyusul. Lantas Sakura menggali tanah seperti apa yang dikatakan Naruto, dengan sedikit penerangan dari lilin.

Ia mendapatkan sebuah kertas. Yang sedikit kotor. Apakah ini yang dimaskud Naruto.

Sakura lantas membacanya.

•••

Di sisi lain, Naruto dengan baju bersimbah darah, tersenyum hangat ke arah Utara. Bertekuk lutut bersama orang-orang tuannya yang sudah siap dengan sebilah pedang.

Ia sudah berhasil membunuh tuannya. Namun ia tak berhasil menyusul gadis itu. Gadis manis yang merebut hatinya kala pertama kali bertemu.

•••

Sakura berlari, terus berlari. Lelehan air matanya tidak berhenti mengalir. Ia redam isakan. Ia remas kertas di tangannya.

Kenapa bisa sesakit ini, merasakan kehilangan untuk pertama kalinya bahkan sebelum ia memilikinya.

"Jika kau membaca surat ini, maka kau harus pergi sekarang. Tanpaku. Karena mungkin saja, aku sudah tiada.

Pergilah! Pergi sejauh mungkin dari kota ini.

Pastikan dirimu baik-baik saja. Cari lelaki yang bisa melindungimu. Aku tidak akan melupakan bagaimana rasanya merasakan perasaan hangat untuk pertama kalinya ketika melihatmu.

Sakura, aku mencintaimu. "

TAMAT

Bagikan kesan dan saran kalian di komentar ya. Oh ya, maaf kalau masih ada typo atau kesalahan tanda baca.

Sequel?