Bridegroom
Disclaimer: Gege Akutami
Warning: OOC parah, typo, isi cerita gaje, dll.
Author tidak mengambil keuntungan apa pun dari fanfic ini, dan semata-mata dibuat demi kesenangan pribadi.
[Akhirnya, kami menikah.]
No Longer Human, Dazai Osamu
Pada hari itu, sebuah kaca tengah merias sesosok pemuda jangkung dengan memperlihatkan, wajahnya yang dihias bahagia dalam sebentuk merah. Veil-nya sendiri dilukiskan sebagai payung teduh oleh sang cermin. Bahunya adalah kebebasan. Sementara dada yang diselimuti gaun putih menjelma kebun paling rahasia, dan hanya malam yang digerakkan satu orang saja yang akan menyingkapnya, sehingga teka-teki selama-lamanya teka-teki.
"Ah~ Jadi ini, ya, yang dinamakan pengantin, atau mungkin mempelai? Menurut Jogo bagaimana?"
Cermin menyimpan lagi pantulan sebuah paras yang kali itu, bekas jahitan adalah kemenarikannya. Rambutnya biru panjang yang dikuncir di ujung. Mengenakan jas hitam dengan mawar tersemat di dada kanan, menggambarkan seorang pria yang biasa dipanggil Mahito. Ia menjadi yang sedari tadi memperhatikan, atau lebih kasar sekaligus benarnya ialah mengawasi sang pengantin.
"Hmmm ... setahuku pengantin dan mempelai itu sama saja, deh." Adalah Jogo yang menimpali, sembari ibu jari dan telunjuknya bersandar pada dagu yang lonjong. Kepala membentuk gunung berapi saja sudah melampaui absurd, ditambah lagi bahasa Jepang Jogo berbicara lancar yang lucunya, tiada menakuti sang mempelai ketika dialah satu-satunya manusia di sini–kira-kira pula apa maksud dari pernyataan yang bisu tersebut?
"Begitukah? Seharusnya kita pakai gaun pengantin saja. Sayang banget padahal bajunya cantik!"
"Kau itu enggak menikah. Mana bisa gaunnya kaupakai? Sukuna-sama bilangnya, kita ini tamu di acara pernikahan. Konsep hidup manusia memang ribet banget, ya. Jas kayak begini juga rasanya bikin gerah."
Bertepatan dengan Jogo yang selesai berkomentar, nama yang sempat ia sebut mewujudkan batang hidungnya yang gagah berani. Dialah Sukuna, Ryomen Sukuna yang dengan kehadirannya di ambang pintu saja, langsung membuat Mahito serta Jogo bertekuk lutut. Hanya si pengantin yang masih tegap di tempatnya. Kepala yang beberapa waktu lalu menatap cermin pun, kini sudah beralih semenjak Sukuna mencium rakus bibir mempelainya.
"Kalian benar-benar tidak memakaikannya lipstik, ya. Bagus, bagus." Usai mengucapkan itu, Sukuna kembali mendominasi dengan ciuman yang kian kuat. Katakanlah ia betul-betul menyukainya–bibir Fushigoro Megumi yang semakin pas untuk matanya, napas, telinga, apa pun, semakin Sukuna mencumbu Fushiguro. Seolah-olah, atau memang sejak awal–harus begitu–Fushiguro ialah milik Sukuna seorang; keserakahan yang menjijikkan.
"Tentu saja, Sukuna-sama! Semua sudah sesuai perintah Anda, dan kami yakin tiada satu pun yang terlewat," jawab Jogo yang selain membalas, ia mati-matian menahan gugup. Tiba-tiba pula Mahito mengangkat tangan. Sukuna jadi memperhatikannya, ketika Jogo dan keringat dinginnya berpura-pura abai.
"Ada apa lagi?"
"Begini, Sukuna-sama. Untuk riasan dan bajunya, kami rasa memang sudah pas. Namun, pengantin Anda itu kekurangan senyuman. Bukankah Anda setuju? Selama mengamati pernikahan, biasanya kedua-duanya tersenyum lebar."
Sedikit-banyak Mahito benar. Suram-muram justru bercampur aduk di dalam dirinya yang berapa kali pun Sukuna memintanya tersenyum, Fushigoro malah menambahi dengan masam, kecut, pokoknya apa pun yang terlalu buruk. Akan tetapi seringai Sukuna tetap lebar. Dari sanalah Fushiguro bisa membaca bahwa Sukuna hanya berpikir, palingan Fushiguro malu-malu sebab ia menikahi raja segala kutukan.
"Mudah saja, mudah. Beritahu kutukan lainnya, jangan berani-beraninya mengomentari wajah mempelaiku. Kalau kalian berani melanggar, akan kuledakkam kepala kalian, paham?"
"Baik, Sukuna-sama." Dengan luntang-lantung Jogo meninggalkan tempatnya, disusul Mahito yang tetap santai. Fushigoro menatap datar ke arah punggung dua kutukan itu, begitu pun tangan Sukuna yang terulur mengajaknya pergi.
"Prosesinya harus segera dimulai, biar kau tak menolak menjadi milikku lagi."
Gaun yang mempersulit langkahnya tak Fushiguro acuhkan. Apa juga yang sekiranya Fushiguro lihat, selain semua-muanya adalah hitam dan dunia begitu suram-suram gelap. Ia yang rasa-rasanya hanya berjalan di dalam kubus; tidak mungkin ke mana-mana lagi, dan mustahil keluar dari kegelapan abadi, tiba-tiba jua teringat, akan sebuah buku yang Fushiguro baca. Sayang sekali ia tak menamatkannya, tetapi Fushigoro nengingat salah satu barisnya yang berbunyi:
"Akhirnya, kami menikah."
Yang mengatakannya adalah sang protagonis, yakni Oba Yozo, kepada ... ah, Fushiguro lupa namanya. Namun, Fushiguro ingat buku tersebut diberi judul Ningen Shikkaku. Menceritakan kehidupan Oba Yozo atau bisa dibilang, Dazai Osamu itu sendiri, dan jika kehidupan se-menyesakkan itu yang Fushigoro kenang, kemungkinan besar artinya ...
Pernikahan ini akan sama dengan kehidupan Oba Yozo, baik sebelum ataupun sesudah Oba Yozo menikah.
Jika Fushiguro memerincinya, apa yang ia lihat bukanlah sekadar gelap dan tanpa batas, melainkan gemercik air yang turunnya tanggung-tanggung sekali.
Gemercik air itu ada hubungannya dengan satu bulan lalu, pada suatu malam di mana takdir seolah-olah melukis purnama menggunakan darah merah. Segalanya begitu kabur seperti bermimpi di siang bolong. Akan tetapi memang bukan bunga tidur, ketika Fushiguro masih bisa menemukan walaupun sekadar melihat kekosongan membelenggu ia. Namun, tak serupa realitas jua karena Fushiguro selalu mengingat, dunia bukan miliknya seorang.
"Bunuh ... aku ..."
Menjadi kalimat yang sekurang-kurangnya menunjukkan, bahwa Fushiguro Megumi masih hidup biarpun ia bukan siapa-siapa lagi.
Sepasang netranya sempat menangkap sosok selain dirinya, barulah Fushigoro dapat memikirkan sekaligus memuntahkan keputusasaan seperti itu. Dia itu sudah berhenti mengenali dirinya sendiri. Ia pun menolak mengetahui entitasnya yang sekarang ini, karena bagi Fushiguro satu-satunya eksistensinya hanyalah sebagai penyihir SMK Jujutsu. Sekadar terjadi di masa lalu yang mana Fushiguro turut menolak identitas baru, ketika ia tahu kepada siapa ia meminta.
"Membunuhmu? Kenapa kaupikir aku akan melakukannya, setelah menguasai dunia ini yang menurutmu, untuk siapa lagi aku melakukannya?"
Ucapan tersebut berputar dengan aneh. Sejurus kemudian leher Fushigoro berada di genggamannya, tetapi sebatas banal yang Fushiguro kecup dibandingkan sesak, kendatipun ia tengah dicekik oleh sebuah tangan yang padahal, tangan itu adalah tangan yang dahulu menolongnya. Jari-jarinya pun hangat yang bukan untuk mencelakai, melainkan membuat seseorang menginginkan hidup di dalam senyumannya sendiri.
Ketika sejenak Fushiguro dapat melihat hitam yang sesungguhnya hitam–maut–ia bahkan tak mampu menyebut lirih nama Itadori Yuuji ataupun Kugisaki Nobara. Tidak pula para senpai, gurunya Satoru Gojo, seolah-olah FushigUro takkan kembali kepada mereka sewaktu ia mati.
"Tunggu sebentar. Seharusnya bukan mencekikmu yang kulakukan, ya. Aku ini terlalu terbiasa dengan kekerasan, memang."
Tanpa meminta maaf pencekikan itu dihentikan. Fushiguro batuk-batuk selagi Ryoumen Sukuna–bukan lagi Itadori yang akhirnya kalah, setelah menelan dua puluh jari Sukuna–tiba-tiba mendekat dengan berlutut. Diangkatnya pelan lengan kanan Fushiguro yang patah, lantas Sukuna kecup punggung tangannya penuh kehati-hatian–seolah-olah Sukuna mendadak paham, manusia terutama Fushiguro ini serapuh kaca.
Kenapa?
"Dunia yang sekarang ini dikuasai oleh kami, para kutukan, kupersembahkan juga untukmu, Fushiguro Megumi. Raja membutuhkan ratu di sisinya, bukan? Mulai sekarang kau akan mengisi posisi tersebut."
"Kupikir kita akan bertarung sampai salah satu dari kita mati."
"Memang itu rencana awalku. Namun, masalahnya juga aku jatuh cinta padamu. Padahal aku ini sangat serakah dan bukan hanya serakah, tetapi gara-garanya aku harus memilih. Lebih baik kau bertanggung jawab, 'kan, karena sudah membelengguku begini?"
Raja dari segala kebengisan mana mungkin pernah jatuh selain menjatuhkan?
Sudah pasti Sukuna hanya sinting, dan Fushiguro ingin meneriakkan satu kata itu guna menunjukkan upaya terakhirnya–memperjuangkan bahwa ia memilih; berhak memilih tak menjadi siapa-siapa–andaikata Sukuna tidak begitu saja mencium Fushiguro. Membiarkan lidah mereka peluk-memeluk, Sukuna yang tetap saja membuat kehampaan berada pada Fushiguro, sebelum akhirnya meminta Fushiguro menikahi Sukuna sebagai satu-satunya pilihan.
"Saking senangnya tidak bisa berkata-kata, ya. Namun, jangan menggenggam bunganya terlalu kuat. Bisa-bisa kau malah merusaknya sebelum dilemparkan."
Seperti sulap seperti sihir, tahu-tahu pula Fushigoro berdiri menghadap bangunan gereja. Karena Sukuna memberitahunya (dengan kelembutan yang pasti dibuat-buat), Fushiguro langsung menghentikan cengkeramannya yang terlampau kukuh. Sehelai bunga yang telanjur gugur Fushiguro tatap. Mungkin mantan penyihir jujutsu itu akan memperhatikannya lebih lama, apabila Sukuna tidak mengapit lengannya dan bergegas masuk.
"Selamat menempuh hidup baru, Sukuna-sama! Semoga bahagia selalu."
Sorak-sorai bertebaran, dari para kutukan yang menduduki bangku-bangku gereja. Sukuna asyik melambaikan tangan sembari melemparkan senyum. Ria riang atas antusiasme yang tetap saja, gebyar-gebyarnya tidak menggerakkan Fushiguro. Semua seruan itu hanyalah, "Apa artinya?". Meriah demi meriah yang membasuh mereka–katanya adalah sepasang pengantin–pasti sudah Sukuna perintahkan sebelumnya. Mengapa Sukuna gembira atas sesuatu yang tak tulus?
Fushiguro merasa jijik, dan bukannya kasihan pada Sukuna yang mabuk kepalsuan, tentu saja. Meskipun ia bukan lagi penyihir SMK Jujutsu, tidak bersimpati kepada kutukan takkan pernah berubah ataupun mengubah diri sendiri.
Apakah pernikahan memang seperti ini? Atau yang benar tidak ada kebahagiaan yang benar-benar bahagia?
Jika itu Tsumiki Fushiguro–kakak perempuannya yang seharusnya, dialah yang mengenakan gaun putih sutra ini, bukan Fushiguro Megumi–pertanyaan di atas pasti tidak berlaku kepadanya. Perkawinannya akan bahagia, mengingat Tsumiki hanyalah orang baik. Bila memang ada yang benar-benar menginjaknya, karena dunia merumuskan yang baik selalu lebih menderita, Fushiguro akan mengenyahkannya jua. Jadilah masih berbahagia sebab dia ini sosok baik.
Pada akhirnya, ah ... lagi-lagi Oba Yozo-lah yang datang mengetuk-ngetuk ubun-ubun Fushiguro. Mungkin karena persamaan keduanya adalah dianggap baik oleh pribadi lain, memahami seperti apakah orang baik itu jika topiknya membicarakan orang lain, tetapi tak tahu sama sekali, kenapa dan bagaimanakah diri mereka sendiri dapat disebut baik?
Ningen Shikkaku memiliki prolog, bahwa Oba Yozo mengakui ia telah menjalani kehidupan yang memalukan. Seumur hidupnya Oba Yozo itu mengenakan "topeng", agar ia dikatakan berekspresi ataupun memahami rasa-rasa yang manusia. Kemudian di puncaknya, Oba Yozo alias Dazai Osamu yang berganti-ganti istri yang merupakan rahasia umum, Fushiguro membayangkan salah satu wanitanya mengujarkan:
"Karena kau adalah pria yang baik, dan kebaikanmu seperti Tuhan."
Dari situlah mungkin akhirnya Oba Yozo–Dazai Osamu–sadar, dia bukan orang baik makanya berhenti mengharapkan kebahagiaan, ataupun mempertanyakan, apa itu bahagia? Bagaimanakah rasanya berhenti dari sekarat akibat "topeng-topeng" ini? Meskipun Oba Yozo telah menikah padahal katanya, itulah puncak segala gembira.
Sementara Fushiguro sendiri menggenggam pertimbangan, bahwa sebenar-benarnya orang baik itu adalah kakaknya atau Itadori. Mereka menolong siapa pun yang membutuhkan. Berbeda dengan Fushiguro yang memilih-milih siapakah yang dia kasihi, asalkan manusia tersebut–
"Kenapa, Megumi-kun? Apa kamu sakit?"
Suguru Geto angkat bicara selaku pastor. Daripada menjawab pertanyaannya, Fushiguro justru memasang sorot kebencian. Sebaiknya memang Fushiguro mengganti orientasinya ke menyudahi permainan pernikahan yang menjijikan ini. Jangan terus-terusan melamun, walau itu adalah satu-satunya jalan untuk melupakan dunia ini.
"Tinggal diulang sekali lagi. Masalah sepele begini jangan diributkan."
"Baiklah, baiklah. Apakah Anda, Ryomen Sukuna, menerima Fushiguro Megumi sebagai istri Anda?"
"Saya, Sukuna, menerima kau, Fushigoro Megumi, sebagai istri satu-satunya. Saya berjanji akan selalu menyayangimu ... terus ..." Jeda diciptakan agar Sukuna berpikir dulu. Suguru mesem-mesem saja, padahal Sukuna sudah menghafalkan akadnya dari saban hari, tetapi masih lupa, "Karena dunia ini sudah dikuasai para kutukan dengan aku sebagai pemimpinnya, akan kuberikan kau semua kenikmatan yang ada. Terutama, ya ... yang berada di bawah situ."
Melenceng jauh, jelas. Namun, memang terlalu lucu apabila Sukuna benar-benar mengikuti keinginan janji sucinya, ketika di sana ada kata-kata seperti, "Selalu tunduk dan melayani, baik dalam keadaan suka maupun duka".
"Apakah Anda, Fushiguro Megumi, menerima untuk membuang kemanusiaan Anda?"
Sekilas Fushiguro tersentak. Biarpun kesadarannya sadar, bukanlah itu yang semestinya Fushiguro dengar melainkan, "menerima Ryomen Sukuna sebagai suami Anda?", tetap saja Fushiguro mendadak terbengong-bengong. Apa karena penghulunya adalah Suguru–si pengkhianat dunia jujutsu–makanya Fushiguro sempat mendapati yang demikian? Toh, Suguru telah menganggap dirinya ini satu dengan para kutukan–jauh dari manusia.
"Intinya aku dan Megumi sah sebagai suami-istri. Prosesi selanjutnya apa?"
"Oh, ya ... itu ..."
Sekalipun dirinya bukan orang baik–ia baru mengerti, ketika dirinya sendiri tidak termasuk ke dalam hal yang ingin Fushiguro tolong–setidaknya Fushiguro akan tetap, dan selalu mempertahankan kemanusiaannya. Menderita karenanya pun, juga selama-lamanya Fushiguro takkan sebebas Suguru, rasa-rasanya ia sudah mati rasa untuk memedulikan raga yang identitasnya sekadar manusia ini–amat kosong.
Setelah serangkaian kekonyolan itu selesai, Fushiguro menemukan dirinya berguguran di atas ranjang. Tubuh telanjang Sukuna telah menunjukkan, inilah yang dinamakan malam pertama oleh para pasutri baru.
Bunga yang dahulu Fushiguro pegang pun, kini tertata indah di dalam vas biru polos–tidak jadi Fushiguro lempar, di mana itu adalah kali pertamanya Fushiguro berbicara baik dengan Sukuna. Ia tersenyum ke arahnya. Merasa agak senang, sebab bunga tersebut tak jatuh ke tangan para kutukan yang mana mungkin memahami keindahannya, dan Fushiguro masih bisa menyelamatkan.
(Namanya tetap saja menyelamatkan, bukan, walau Fushiguro sekadar membuat bunga itu layu ketimbang terinjak-injak?).
Tamat.
A/N: Halo semuanya aku author baru di sini~ makanya maaf banget kalo semisalnya ini OOC sekali apalagi feel megumi-nya, dan bisa-bisanya juga aku langsung jabarin feel, makanya latarnya cuma sekilas (intinya ya dunia udah dikuasai kutukan, dan sukuna menyelamatkan megumi). Aku kepikiran bikin SukuFushi, abis liat prompt yang kutulis di awal itu. Prompt-nya juga ada di event fragment of time khusus fandom KnY. Karena ini menyangkut soal dazai osamu, kupikir gak bisa bikin sesuatu yang fluff. Makanya blass aja bikin hurt, dan ini pertama kalinya aku terjun ke suatu fandom, langsung bikin hurt. Biasanya kalo permulaan pasti fluff dulu, hehe.
Thx buat yang luangin waktunya buat baca fic ini. Pair favoritku di jujutsu itu lebih ke yuuta x toge sih, tapi aku baca pair apa pun yang bisa kubaca juga pada akhirnya.
