Dia berubah.
Kagura mengetahuinya. Karena Kagura selalu, selalu melihatnya.
.
.
.
Gintama - Sorachi Hideaki
tidak ada keuntungan material apapun dari fanfic ini
warning : sedikit dialog dan banyaknya narasi yang kemungkinan bisa membuat pusing, sedikit headcanon sebelum Gintama Movie Yorozuya Forever
Waiting in here by Society-kun.
.
.
.
Satu minggu berlalu. Si kriting itu belum kembali ke rumah. Kagura mengira ini akan seperti yang lalu. Ah, pasti dia punya urusan lain dan Kagura atau Shinpachi tidak bisa diikutkan, nanti pasti kembali. Kagura meyakini hal itu. Jadi dia menunggu dengan keseharian biasanya sembari menghina pemilik rambut putih.
Satu bulan tercapai. Masih juga belum ada perkembangan. Sadaharu mulai kehabisan makanannya. Shinpachi bilang, dia akan membelikan dahulu Sadaharu makanan dengan uang tabungan pribadinya, Sadaharu aman. Dan Kagura kembali mengutuk pemilik asli Sadaharu.
Satu tahun berhasil dilalui. Kagura bertanya-tanya, apa urusan yang dia pikirkan dilakukan oleh si idiot itu terlalu rumit sampai satu tahun tidak berniat kembali ke rumahnya sendiri. Bahkan Umibouzu saja memberi kabar kalau dia tidak bisa pulang dalam jangka waktu yang lama. Tapi orang ini tidak. Apa manusia bumi suka sekali menggantungkan seseorang? Apa begitu sulit untuk memberi kabar pada yang menanti di rumah? Uang sewa terus dibayarkan Shinpachi dan Kagura membantu sebisanya. Otae turut andil dalam urusan keuangan mereka. Dan si bodoh masih belum kembali juga.
Hijikata pernah bertanya, apa si sialan itu belum juga kembali? Kagura hanya bisa menggeleng. Waktu itu dua tahun sudah mereka tidak melihat wajah bodoh yang selalu bertampang bak ikan mati. Bahkan Kagura mulai lupa bagaimana suara omelan orang itu.
Kemudian, sebuah virus muncul. Membahayakan sekali. Menakutkan. Saking menakutkannya tidak ada yang berani pada virus itu. Peneliti angkat tangan, kata mereka di televisi, virus ini tak punya penawar. Waktu itu Kagura, Shinpachi, dan Sadaharu ada di kedai Otose. Mereka menonton siaran televisi dengan rasa cemas yang mulai menyusup hati. Apa orang itu pergi karena virus ini? Apa dia tertular dan mati sendiri? Karena tidak mau menulari yang lain dia menjauh dan pergi? Apa? Kenapa? Bagaimana kabarnya? Pertanyaan demi pertanyaan menghujam mereka dengan ganas. Bahkan Otose terdiam. Lama sekali sampai Catherine harus berteriak di samping telinga tua itu agar kembali ke permukaan. Walau Catherine harus mendapat geplakan tapi mereka yang melihat itu tahu, Otose mengkhawatirkan dia. Wanita itu mengkhawatirkan putra angkatnya, putranya.
Di awal tahun ketiga, mereka sepakat, semua orang sepakat, orang itu sudah pergi. Ini menyakitkan tapi tidak ada orang yang meninggalkan rumahnya sampai bertahun-tahun tanpa memberi kabar kalau bukan karena mati. Pemakaman penghormatannya dibuat. Itu hanyalah makam tanpa jasad. Mayatnya tak pernah ditemukan. Bahkan regu khusus campuran Mimawaraigumi dan Shinsengumi tak berhasil menemukan jejaknya. Tak ada satupun orang, kenalannya, dari penjuru negeri tahu, kemana rimbanya orang itu. Dia seakan hilang, menguap begitu saja.
Setelah pemakaman kosong orang itu, Shinpachi berkata pada Kagura, "Pergilah jika kau ingin pergi. Aku akan di sini dan menggantikan yorozuya. Kau sudah berjuang sangat keras dalam menanti dan sekarang waktunya kau memikirkan dirimu sendiri," seperti itu. Tapi hal itu menyulut api dalam diri Kagura. Dia tidak terima. Ada hal yang membuatnya begitu terikat dengan tempat ini, dengan orang itu, dengan Shinpachi, sampai-sampai dia pun menolak beranjak. Ini zona nyamannya. Ini rumah barunya. Kalau Kagura pergi, hal yang menjadi tujuan hidupnya ikut meninggalkan dirinya. Kalau Kagura pergi, mau hidup dengan apa lagi? Akan sulit memulai hal baru setelah selama ini. Akan sulit untuknya. Lebih menyakitkan lagi kalau Kagura harus pergi dengan hati yang lebur. Hancur berkeping-keping.
Kagura tidak paham, kenapa Shinpachi mengatakan hal itu setelah mereka sama-sama lama menanti? Kagura tahu Shinpachi menunggu dengan sabar. Meneruskan yorozuya tanpa kenal lelah atau mengeluh. Jarang Kagura lihat Shinpachi seserius itu dalam melakukan sesuatu kecuali rasa fans nya pada Otsu.
Mereka berakhir bertengkar. Sesuatu yang mengejutkan bagi Kagura, jujur saja. Shinpachi yang kalem dan cerewet berubah begitu saja. Secepat itu. Kagura tidak tahu bagaimana bisa hal seperti ini terjadi. Yang Kagura ingat, pertengkarannya dengan Shinpachi membuat dojo pemilik marga Shimura itu hancur. Otae yang baru pulang dari kerja terkejut bukan main. Lebih mengejutkan lagi, Shinpachi membungkam Kagura. Waktu itu adalah awal perpecahan yorozuya yang sudah ditinggalkan pendirinya. Ditinggalkan oleh Sakata Gintoki setelah kedua mata pedang yang dia banggakan sampai akhir hayat malah saling mengarahkan tajamnya satu sama lain.
Setelah itu Kagura meninggalkan yorozuya dan pindah ke tempat lain. Dengan uang seadanya, uang hasil kerjanya dengan Shinpachi yang dibagi adil oleh pemuda itu. Kagura pindah bersama Sadaharu. Otose yang tahu dari Otae hanya bisa mengiyakan kemauan Kagura saat itu. Kagura memberikan kunci yorozuya pada pemilik terdahulu lalu ikut pergi menuju tempat baru. Kagura tahu, kalau dia lebih lama di atas kedai Otose itu, rasa sakit akan selalu menyerang hatinya. Tak peduli apapun.
Shinpachi sendiri, dia membenahi dojonya. Menutup diri dari sekitar. Otae sudah tidak tahu lagi bagaimana membujuk adiknya. Rasanya suara Otae bahkan tak menyentuh adiknya barang seujung telinga.
Kabar akan pertengkaran dan perpecahan yorozuya menyebar ke kota. Kota yang telah kosong sebagian ditinggal pemiliknya ke luar angkasa. Menyongsong hidup baru untuk menghindari parasit tak kasat mata di tanah kelahiran mereka.
Lima tahun sudah penantian sembari melindungi kota dari orang-orang gila yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Kagura tak bisa lagi melihat Shinpachi dengan pandangan yang dulu. Orang itu berubah. Pemuda yang pikirannya lurus dengan bushido peninggalan ayahnya kini tumbuh dengan keyakinan yang Kagura tak mampu mengikutinya. Kagura tak tahu lagi bagaimana orang itu bisa sedingin kutub utara. Sekokoh tembok beton tapi rapuh secara bersamaan. Mereka kadang berpapasan, tapi bukan sapaan lagi yang terlontar. Melainkan pandangan tajam dan ucapan sinis dilayangkan untuk menyerang.
Kagura terlalu kaget menerima kenyataan. Bilang saja dia begitu rapuh menghadapi perubahan dan ditinggal seseorang yang selalu di sampingnya. Kagura sudah melalui hal itu berkali-kali. Pertama Kamui, lalu maminya, lalu papinya, lalu Gintoki. Jujur saja, sebelumnya Kagura berpikir untuk yang terakhir dia tak perlu lagi melaluinya sendiri. Karena ada Shinpachi di sampingnya. Dia cukup tenang dengan hanya keberadaan pemuda itu di sekitarnya. Seakan meyakinkan dirinya, dia tidak akan sendirian lagi dalam melalui ujian ditinggal pergi orang yang dia sayangi. Tapi Kagura salah. Bukannya tetap di sisi, Shinpachi justru beranjak pergi. Seolah berucap dia muak kalau terus berada di samping Kagura.
Kagura takut, kepergian yang terakhir begitu memukulnya. Meninggalkan hal manis yang benar-benar pahit jika ditelan bulat-bulat. Dan Kagura dipaksa menelannya secara bersamaan. Kagura terlalu sombong karena mengira Shinpachi akan selalu menemaninya. Nyatanya pemuda itu malah ingin merebut semua dari Kagura dan menopangnya sendiri. Kagura kesal. Kagura ingin pemuda itu sadar. Dia masih di sini, masih di kota yang hancur ini. Masih di belakang pemuda itu. Kapanpun jika dibutuhkan, Kagura sanggup kembali. Kapanpun dia dipanggil dengan suara lembut dan layaknya keluarga seperti dulu, Kagura akan berlari ke sana lagi. Tapi dan terus tapi, Shinpachi tak pernah menoleh ataupun memanggil nama Kagura. Dan Kagura kali ini yakin, selamanya akan seperti ini. Akan terus seperti ini.
Mereka masih menunggu orang itu selagi berkonflik. Masih setia berpikir kalau orang itu akan kembali kapan saja dan pasti akan menghancurkan atmosfer mencekik leher ini. Pasti. Pasti.
Tapi pukulan lain tak berhenti di situ. Otae, Kagura dengar dan langsung berlari. Wanita yang dia anggap kakaknya sendiri itu terbaring di rumah sakit. Dia tercemar virus itu. Ketika sampai di sana Kagura merasa leher, dada, perutnya, punggungnya tercekik, diremat kasar dan sakit. Rambut perempuan itu memutih seluruhnya. Senyum masih menyambut Kagura. Senyum yang menyakitkan Kagura. Sakit sekali sampai akhirnya Kagura menangis setelah lima tahun dia juga memasang topeng tebal di sana sini. Tanggulnya jebol begitu saja saat mengetahui satu lagi orang berharga baginya akan direnggut kembali. Semesta benar-benar senang bermain dengan Kagura. Semesta mengambil, memberi, lalu mengambil lagi semua hal pada Kagura. Gadis itu sudah tidak tahu lagi dia akan kemana setelah ini.
Dan ketika dia melihat Shinpachi, tembok di antara mereka masih setebal gedung pencakar langit. Tapi sakit rasanya bagi Kagura, melihat punggung itu dipaksa kokoh dan menyokong semuanya ketika bahkan tak ada lagi yang di sisinya dan menepuk punggung itu untuk menguatkan. Untuk menegarkan, memberi semangat kalau semuanya akan berlalu dan kembali baik-baik saja.
Jangankan berlalu, Kagura tak tahu lagi muka apa yang akan dia pasang kalau ujian baru menjemput mereka di masa depan. Hanya beberapa langkah dari sekarang. Semuanya seperti ditelan gelapnya palung dasar lautan.
Tepukan itu tak akan pernah ada. Tangan Kagura juga tak akan pernah sampai pada Shinpachi. Jauh sekali. Begitu jauh, tinggi, dingin, asing.
Shinpachi bukan yang dulu lagi. Tubuh yang dulu selalu di sampingnya, menopangnya jika dia jatuh, memberinya pukulan dan sebuah dorongan untuk sadar dan segalanya akan baik-baik saja, menghilang. Keberadaan Shinpachi masa lalu pecah dan perlahan tak berbekas, seakan ada angin lembut meniupnya perlahan.
Tak ada lagi yang tahu jalan pikiran pemuda itu. Dia masih membantu masyarakat. Senyumnya kadang masih menguar. Dengan lembut, lirih, dan tipis. Di luar itu tembok kaca membatasi ruangnya. Kaca itu buram dan kuat, bahkan Kagura tak mampu menghancurkannya. Kagura tak tahu lagi harus bagaimana dia mengatasi masalahnya sekarang. Segalanya rumit dan kusut.
Kagura dengar kabar dan dia melihatnya sendiri, Shinpachi membuang temannya. Bahkan Kyuubei hanya bisa bicara dengan Shinpachi jika dia mengunjungi Otae. Itupun tak bisa sesering yang dia mau. Baik Otose, Catherine, Tama, atau yang lain, mereka kebingungan harus bagaimana menghadapi Shinpachi.
Kagura sendiri, ragu, apa yang harus dia lakukan saat ini.
"Kenapa kau lakukan hal seperti itu?"
Suatu ketika Kagura berpapasan dengan pemuda itu.
"Apa maksudmu?" dia menjawab dengan dingin.
Kagura memalingkan wajahnya. Apa yang dia pikirkan? Shinpachi yang sekarang hanya akan berbelit-belit jika berbicara dengannya. Dulu memang sama, tapi setidaknya, walau tanpa kata sekalipun, mereka bisa sepakat akan satu hal. Kadang Kagura bertanya, sejak kapan semua ini bermula? Sejak Shinpachi menyuruhnya pergi kah? Atau setelah itu? Atau sebelumnya?
Kagura memandang Shinpachi sebagai panutannya di bumi. Karena orang yang paling tua di antara mereka bertiga payah sekali untuk dijadikan contoh. Shinpachi membantunya. Mengulurkan tangan, tanpa pamrih. Walau setelahnya dia sering dikerjai oleh Kagura sendiri ataupun Gintoki. Shinpachi tetap di samping mereka. Menjadi rem kalau dua monster di sekitarnya lepas kendali.
Tapi, kalau Shinpachi sendiri malah jadi monster tanpa hati seperti ini, Kagura bisa apa lagi?
"Kita hanya bisa menanti bukan? Kalau begitu kita mainkan permainan menunggu ini sampai kita puas. Sampai ada harapan. Apapun harapan itu. Bahkan walau seperti lampu belakang yorozuya yang redup, kita akan menunggu. Aku akan menunggu kalian kembali," Kagura hanya bisa menanti. Karena bagaimanapun juga rumahnya masih di sini. Rumahnya masih bisa diperjuangkan lagi. Dengan harapan. Dengan penantian. Tak peduli berapa lama. Pasti, pasti akan ada masa dimana mereka tidak perlu lagi memasang tembok kaca maupun beton. Pasti ada masa dimana mereka makan satu meja lagi. Pasti.
Gin-chan nya akan kembali dan membuka pintu yorozuya seperti biasa. Mabuk ataupun tidak. Sadaharu dan Kagura akan menyambutnya dengan gerutuan. Dan Shinpachi akan datang dan mengomeli mereka.
Pasti.
.
.
.
