BakpaoHarry Potter milik J.K Rowling, Harry James Potter milik Draco Lucius Malfoy.
Cerita hanya fiksi dan khayalan penulis belaka, selamat menikmati
Summary: Draco Malfoy tiba di Indonesia dan menemuka pemuda British seumurannya disebuah toko makanan aneh, Draco menarik perhatian pria itu dengan meminta di pria berkacamata untuk memakan eskrim yang sudah ada di dalam menu yang dia pesan.
Dryller
Keramaian menyapanya ketika kaki jenjang dan panjang itu menyentuh lantai bandara yang luas dipenuhi dengan kerumunan orang, sekilas dia melihat beberapa orang memeluk seorang lelaki yang tadi -kalau tidak salah- berada di pesawat yang sama dengannya, dan saat kepalanya ditolehkan ke samping, dia mendapati hal serupa.
Bandara Soehatta, dia tiba di Negara orang, bukan karena urusan penting melainkan hanya untuk berjalan-jalan semata, Indonesia terasa asing dipandangnya karena selama ini dia hanya pergi ke sekitaran Eropa.
Ponselnya tiba-tiha berdering dan dia segera merogoh saku celananya lalu mengangkat panggilan tersebut setelah memastikan nama yang tertera disana.
"Kau sudah Landing?"
Aksen British yang kental menyapa telinganya, dia mengangguk samar walau diyakini orang di seberang teleponnya tidak dapat melihat.
"Aku baru saja Landing," dia menjawab datar, matanya mengawang pada sekitar.
"Panas sekali dsiini." Dan dia mendengar kekehan feminim dari si penelepon.
"Sudah memesan Apartemen? Kau mungkin harus istirahat pasti sedang jatlag."
"Aku sudah pesan," katanya lagi, dia mulai melangkahkan kakinya untuk mengambil koper miliknya dan membawanya keluar dari bandara untuk memberhentikan taksi yang lewat. "Tapi aku mau berjalan-jalan dulu, mau cari makanan yang bisa masuk kedalam perutku tanpa harus kumuntahkan."
Di seberang sana gadis yang menelponnya -Pansy- memutar bolamatanya "Aku harus ingatkan sekali lagi, Drakei, saat kau di Negara orang maka jagalah lidah pedas dan brengsek mu itu untuk tetap sopan dan tidak mengeluarkan sarkasme apapun."
Pria yang dipanggil Drakei itu mengerutkan alis tidak suka ketika mendengar namanya menjadi menjijikan "Draco, Pansy," katanya. Dia memberhentikan taksi dan naik kedalam taksi tersebut "akan ku usahakan mengontrol mulut brengsekku ini." Dia berujar sarkas dan mendengar Pansy mendengus di ujung sana lalu Draco segera mengakhiri telepon setelah pamit.
"Ingin kemana, sir?"
Draco menatap supir itu dengan enggan dari balik kaca tengah yang menghubungkannya dengan mata dari sang supir taksi "Ke cafe atau tempat yang menyediakan makanan di dekat sini," Draco membalas. Tidak terlalu memperdulikan darimana supir taksi itu bisa berbahasa Inggris.
Dan dengan segera supir tersebut mengangguk lalu tersenyum ramah kemudian melajukan kendaraannya menuju tempat yang Draco bahkan tidak tahu.
-o0o-
Draco membayar supir tadi dengan rupiah yang sudah lebih dulu dia tukarkan di Bank London, lalu dia memutar tubuhnya untuk menghadap nama toko dimana supir tersebut menurunkan Draco.
Matanya membaca bebaris kalimat asing, dia mengernyit kecil dan hanya dapat mengangkat alis ketika di ujung nama toko tersebut terdapat gambar roti bulat berbagai warna.
Dia melangkah masuk, mengabaikan tatapan makhluk Asia yang memandangnya kagum, seperti tidak pernah melihat turis saja, batinnya jengah.
Dia pergi menuju barisan orang yang mengantre dan tidak lama menunggu kini tiba akhirnya Draco untuk memesan, dia menatap bingung deretan menu dan seseorang didepannya sebagai Barista tersenyum ramah, mengeluarkan deretan kalimat berbahasa Inggris yang Draco kenali dan pahami.
"Ingin pesan apa, sir?"
"Tidak tahu."
"Ingin mencoba menu terbaik kami?"
"Ya, asal itu masih bisa masuk kedalam perutku." Draco mengabaikan kata peringatan dari Pansy yang terngiang dikepalanya, dia bahkan sempat melihat raut tersinggung dari si pekerja namun pria itu tetap tersenyum ramah, Draco sempat membaca nametag di dadanya.
Arganta Biru.
Nama yang aneh.
Setelah pekerja itu tersenyum padanya -yang terlihat dipaksakan- kemudian Draco diberi tahu untuk memilih meja sesuai keinginannya, sementara pesananya segera siap.
Pekerja bernama Arganta tadi melirik Draco yang duduk di samping kaca toko dia mendengus dan memberitahu teman disebelahnya untuk segera membuatkan pesanan yang sesungguhnya tidak benar-benar dipesan oleh Draco.
"Masam sekali wajahmu, apa dia pelanggan menyebalkan yang kesekian?"
Arganta mendegus lagi -dua kali- lalu melirik Draco dengan sebal "Dia bahkan lebih menyebalkan, turis tidak sopan asal kau tahu, dari wajah dan lidahnya aku dapat mengira bahwa dia mencintai sarkasme."
Si teman tertawa pelan, menepuk bahu Arganta dua kali dan segera membuatkan pesanan untuk pelanggan menyebalkan itu.
-o0o-
5 menit menunggu dan mengamati jalanan kota Jakarta yang padat akhirnya pesanan Draco tiba, dia mengernyit mendapati 5 buah roti bulat -yang dia tidak tahu namanya apa- berbagai macam warna disebuah piring dengan kertas berlambang nama toko yang melapisi roti bulat itu.
Dan juga...
Eskrim?
Apa eskrim masuk dalam list pesanan? Draco mengernyit tidak suka.
"Aku tidak mau eskrimnya."
Waiters yang tadi mengantarkan pesanan Draco mengernyit, sedikit bingung ketika Draco berbahasa Inggris untuk bicara padanya namun perlahan dia mengartikan arti kalimat Draco dan mengangguk lalu tersenyum ramah.
"Maaf sir, tapi eskrim sudah menjadi bonus dalam pesanan istimewa kami."
Draco mendengus "Terserah, ambil saja untukmu kalau kau mau."
Waiters itu mencengkeram nampan dipegangannya dengan erat, wanita itu mengeraskan wajah tapi tetap berusaha tersenyum.
"Tapi, sir-"
"Ada apa ini?"
Dalam hati sang Waiters sedikit tersenyum karena pria lain menghampirinya, pria dengan seragam yang sama dengan yang mereka kenakan. Dengan segera wanita itu menjelaskan masalah yang terjadi, Draco menatap mereka tidak berminat karena tidak mengerti bahasa yang dipergunakan namun matanya bersitatap dengan pria disebelah Barista itu, pria dengan wajah bukan Asia, mata hijau seindah emerald, dan juga kacamata yang bertengger manis dihidungnya, rambut hitam liar yang menyapa kulit kepala dari pemuda manis tersebut, Draco tertegun untuk sesaat kemudian mengembalikan ekspresi wajahnya yang datar seperti semula.
"Jadi begitu," pria berkacamata itu tersenyum ke arah Waiters perempuan yang langsung merona malu. Draco mendengus saat si pria menatap Draco dengan mata riang dan ramah. "Yang dikatakan temanku benar, sir, eskrim sudah termasuk bonus dalam menu istimewa kami, jadi anda mungkin harus-"
"Aku tidak mau."
Tidak sopan.
Draco sempat melirik dada pria tersebut namun tidak terdapat nametag disana, wajah si pria berambut liar sempat terlihat kesal karena ucapannya dipotong Draco tapi dia berusaha tersenyum dan Draco hampir tertawa melihat wajah itu.
"Aku tidak suka eskrim," kata Draco lagi.
Pria berambut liar itu menghela napasnya dan memandang Draco masih dengan senyumnya, dalam hati mengingat bahwa kalau dia sampai bertemu pria ini sekali lagi di luar toko maka akan ditimpuk hingga mampus "Jadi apa saran anda untuk ini, sir?"
Draco diam sejenak menimbang sesuatu dalam kepala pintarnya, kemudian seringai itu muncul diwajahnya, seringai yang tidak sama sekali disukai di pemuda berkacamata "Kau duduk disini, dan makan eskrimnya."
"Pardon?"
Draco menatapnya datar "Kurasa kau mendengar dengan jelas apa yang aku ucapkan."
Waiters di sebelah pria itu tampak kesal dan ingin memaki Draco namun pria berkacamata segera menahan bahunya dan mengangguk lalu tersenyum ke arah Draco, pria itu menyuruh Waiters tadi pergi walau tidak disetujui untuk sesaat namun Draco dapat melihat kilat kesal dari manik mata sang Waiters saat wanita itu beranjak pergi.
"Boleh saya duduk, sir?" Draco mengangguk tanda dia mengijinkan pria itu untuk duduk di depan dirinya.
Draco menyodorkan mangkuk eskrim yang lumayan mencair karena perdebatan tadi "Makanlah."
Pria itu menurut, dia mengambil sendok yang ada disitu kemudian mulai menyantap eskrimnya, dari ekspresi yang begitu menikmati lelehan dingin itu Draco dapat mengansumsikan bahwa pria itu begitu menyukai rasa eskrim.
"Enak?" Draco bertanya tanpa sadar, pria itu menatapnya dan tersenyum riang laku mengangguk.
"Sangat," ujarnya. Dia mengernyit menatap Draco. "Aku heran mengapa ada orang yang tidak menyukai eskrim, ah silahkan dimakan, sir."
Draco memperhatikan ketika pria itu mulai melupakan formalitas dalam kata-katanya, dia melirik piring di depannya dan mengangkat satu roti bulat berwarna putih "Ini disebut apa?"
Pria itu menatap Draco lalu terkekeh kecil "Orang Indonesia menyebutnya Bakpao," Draco menganggu singkat. "Cobalah, yang berwarna putih itu rasa ayam, kau akan menyukainya."
Draco menatap pria di depannya tidak yakin "Kau yakin aku tidak akan langsung memuntahkan makanan ini?"
Draco benar-benar pembicara yang buruk, namun pria itu tetap tersenyum ke arahnya dan menaruh sendok eskrim dan melipat lengan di meja untuk memperhatikan Draco dengan saksama "Cobalah."
Draco menurut, perlahan menggigit kecil mengecap rasanya dan menelannya, dia mengangguk kemudian menggigit lebih lebar roti bulat bernama Bakpao itu.
"Bagaimana?"
"Lumayan."
Dan Draco dapat melihat pria itu tersenyum puas dan tulus, entah mengapa Draco menyukai senyumnya.
"Kau terlihat bukan seperti orang Asia," Draco berkata sembari menelan kunyahannya, dia menghabiskan satu Bakpao ayam dan mengambil yang berwarna hijau, sedikit mengernyit karena isinya cokelat.
Pria itu mengangguk "Aku kelahiran Inggris, British Man, tapi aku cukup lama tinggal di Indonesia setelah ambil kuliah disini kemudian mendirikan usaha ini." Dia tersenyum ke arah Draco yang terdiam.
"Aku orang British," Kata Draco.
Si pria tampak terkekeh "Wah, tidak menyangka," dia memperhatikan Draco yang mengunyah makanannya dengan damai kemudian meneguk jus melon yang telah di buat oleh para pekerjannya.
"Dan siapa namamu?"
"Harry Potter," pria itu melirik Draco ragu "Dan... Kau?"
"Malfoy, Draco Malfoy."
Harry mengangguk paham "Ah sir Malfoy-"
"Draco," Harry menatap Draco tidak mengerti. "Panggil saja aku Draco tanpa embel-embel sir yang memuakkan."
Harry terkekeh "Baiklah, Draco."
Dan Draco merasakan dadanya berdesir menyenangkan ketika Harry menyebut namanya dengan intonasi riang.
"Apa kau tidak berniat pulang ke tanah kelahiranmu?" Draco bertanya lagi.
Harry berpikir sejenak "Aku ingin," dia mengetuk-ngetuk meja. "Tapi tidak tahu kapan."
"Ingin pergi bersamaku?"
"Apa?"
Draco sendiri tidak tahu mengapa dia bicara seperti itu.
"Pergi ke Inggris, aku disini seminggu dan terserah kau sih."
Harry menatap Draco ragu "Kau mengajak aku pergi pulang bersamamu?"
"Ya, anggap saja ini ajakan suami mu yang datang jauh-jauh kemari karena merindukanmu." Ucapan santai Draco yang disertai kunyahan itu mampu membuat rona merah samar terlihat di pipi Harry, Draco mendengus geli.
"Aku masih single, jadi kurasa kata suami tidak cocok."
"Anggap saja begitu, anggap aku suamimu dan kau tidak single sekarang." Demi tuhan Draco senang sekali melihat wajah merah padam itu, Harry mengemut sendok eskrimnya dan terkekeh.
"Kau orang yang menyenangkan andai saja dapat mengontrol kata-kata pedasmu," Harry meringis ketika mengatakannya, dan Draco mengangkat bahu tidak peduli.
"Aku punya tawaran bagus," katanya. Harry menatap Draco penasaran dan Draco menyeringai. "Kau mau dengar atau tidak?"
Harry mengangguk "Ya, katakan."
"Lupakan anggapan bahwa aku suami yang menjemputmu saat ini," Harry menatap aneh tapi Draco masih menyeringai lebar. "Ganti dengan kau pulang dengan calon pengantinmu."
Dan kata itu sukses membuat rona merah padam kembali menjalari wajah Harry hingga ke leher, Draco cukup terhibur ketika pria itu masih berusaha memutar mata tanda dia jengah.
"Berhenti menggombal."
"Aku tidak," tukas Draco. "Aku menawarkan hal serius kali ini," dan Harry kembali mendengarkan dengan serius tanpa sadar, Draco merutuk bagaimana orang didepannya bisa begitu menggemaskan. "Mau jadi kekasihku?"
Harry terdiam "Jangan ber-"
"Aku tidak sedang bercanda," katanya. "Ini penawaran menarik, mau tidak?"
Harry sedikit memundurkan tubuhnya "Kau pria yang aneh."
Draco mengangkat bahu tidak peduli "Ya," konfirmasinya, dia terdiam untuk beberapa saat kemudian menatap Harry "aku akan datang besok untuk menagih jawaban, sampai jumpa-
-calon pacar."
Dan setelahnya Draco berdiri sambil menyeringai ke arah Harry yang terdiam melihat punggungnya menjauh keluar dari toko, menyisakan 3 Bakpao berwarna yang belum di makan.
Harry menghela napas sambil tersenyum samar "Orang gila."
Lalu dia beranjak, mengabaikan pertanyaan khawatir dari para pekerjaannya, mereka terus-menerus menggosipkan bahwa pelanggan tadi sangat menyebalkan.
Harry tersenyum dalam hati.
Dia memang menyebalkan.
END
