Golden Wings

.

.

.

Disclaimer : Genshin Impact Characters © Mihoyo Ltd.

.

Warning : 18+, bit OOC, AU, Lemon.

.

Chapter 1

Dimana aku? Lantai tatami di bawahku terlihat familiar.

Pandanganku terasa buram, berulang kali aku mengusap mataku agar lebih jernih, tetapi tidak berhasil. Aku mendengar sebuah teriakan dari kejauhan, sebuah dorongan untuk berdiri membesar. Kakiku bergerak untuk menghampiri suara itu.

"Tidak! Kami tidak tahu! Tolong jangan bunuh kami!"

Suara itu terdengar familier di telingaku, langkah kaki ku langsung membawaku keluar dari ruangan ini. Berlari melintasi lorong dari kayu yang sangat familier ini, ini adalah rumahku.

Kenapa aku ada di sini? Tidak! Seharusnya aku ada di kamar hotel bukan?

Seharusnya di rumahku tidak ada siapa-siapa lagi.

Langkahku terhenti ketika kakiku menyentuh sesuatu di lantai. Aku melihat ke lantai itu dan melihat genangan di kakiku, dari cahaya rembulan terlihat genangan itu sewarna merah darah. Dengan perlahan kepalaku menoleh ke ruangan di samping genangan itu.

Ibuku tergeletak di pintu yang terbuka lebar itu, darahnya mengalir hingga mengenai kakiku. Sosok laki-laki baru saja ambruk ketika sebuah pedang di cabut darinya, Ayah?

"Ah, ternyata anda ada di sini. Anda merupakan istrinya kan? Tentunya, anda tahu, dimana Tartaglia-sama," kata orang itu sambil memandangku. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku juga tidak tahu dimana dia berada.

Kaki ku seakan terpaku di tempat, aku tidak bisa kemana-mana. Badanku mematung, mulutku terkunci. Aku tidak tahu harus bagaimana.

"Katakanlah," rayu orang itu. Dia berjalan semakin mendekatiku, tidak! Jangan dekati aku! Sinar rembulan mulai menyinari tubuhnya yang berlumuran darah.

Akhirnya aku bisa membuka mulutku walaupun sedikit, tetapi, lidahku kelu rasanya. Tenggorokanku tercekat, aku tidak bisa mengeluarkan sepatah dua patah kata dari mulutku. Tidak! Kenapa aku ada disini lagi? Kenapa, aku harus mengulangi kejadian ini lagi.

Aku menarik sebuah tarikan nafas, dan teriakan keluar dari mulutku sementara aku memejamkan mata.

"Mine! Bangun, Lumine!" panggil seseorang, ketika aku membuka mata sesosok pemuda berambut oranye terlihat olehku. Secara refleks aku terduduk, nafasku terasa sesak. Badanku gemetaran hingga sebuah pelukan hangat menyelimutiku.

"A-Ajax?" panggilku.

"Mimpi buruk eh? Tentang orangtua mu?" tanyanya. Aku hanya mengangguk, air mata mulai menggenangi mataku. Kenangan itu masih menyakitkan, walaupun sudah dua tahun berlalu semenjak kejadian itu.

Childe lalu menarikku hingga bersandar ke badannya seluruhnya. Dengan perlahan dia mengusap air mataku, dan mulai mengarahkanku untuk kembali berbaring dengan memakai lengannya sebagai bantalku.

"Sudahlah, aku masih mencari pelaku pembunuhan itu. Tenang saja, aku pasti akan menemukannya dan memastikan dia mendapatkan ganjarannya," ujarnya sambil mengusap rambutku lembut. Wangi mint yang keluar dari tubuhnya membuatku tenang. Dia kembali menarik selimut hingga menyelimuti kami berdua.

Dia kemudian menggumamkan sebuah lagu, seperti lagu tidur. Dia sering menyanyikan lagu ini ketika aku mendapatkan mimpi buruk, tetapi, sampai saat ini aku tidak pernah tahu judul lagunya. Lagu ini selalu bisa menenangkanku ketika aku mengalami mimpi buruk.

Aku memandangi cincin perak yang berhias berlian kecil di sekelilingnya yang menghiasi jari manis ku. Sudah tiga tahun aku menikah dengan Childe, dan ketika satu tahun pernikahanku kejadian mengerikan itu terjadi.

Childe adalah ketua mafia yang bekerja sama dengan kepolisian. Bisa di bilang mafia kepolisian, urusan kotor kebanyakan di lakukan oleh organisasi ini. Organisasi ini memiliki musuh bebuyutan bernama Crosses Bone, sebuah organisasi mafia yang sudah banyak menyelundupkan narkoba, senjata illegal ke negara ini.

Dan kejadian itu adalah puncak dari perseteruan dua kelompok ini, dimana orangtua ku di bunuh oleh salah satu suruhan mereka.

Malam itu aku bisa selamat karena salah satu anak buah Childe datang kerumah. Untuk memeriksa keadaanku, aku tinggal sementara di rumah orangtua ku ketika Childe sedang melakukan hal berbahaya. Kini dia tidak akan mau meninggalkanku tanpa penjagaan mencukupi.

Orang yang membunuh orangtua ku itu kabur ketika mengetahui ada beberapa orang yang datang. Tentu aku bukannya lolos tanpa luka, bekas luka memanjang di punggungku masih ada. Aku tidak dendam kepada pembunuh orang tua ku, tetapi, bila dengan tertangkapnya dia menjadi akhir dari mimpi burukku ini. Aku tentu akan sangat senang.

Sekarang kami berada di sebuah penginapan, Childe ada pertemuan dengan kepolisian di daerah sini yang katanya akan menyergap gerombolan Crosses Bone. Hal ini tentu tidak akan di lewatkan begitu saja olehnya.

"Hei? Belum tidur?" tanyanya, aku hanya menjawabnya dengan mengangguk. "Sebelum berangkat, ayo kita menikmati pemandian penginapan ini?" ajaknya.

"Pemandian penginapan ini kan campur perempuan dan laki-laki. Aku, malu," jawabku.

"Tenang, hal itu bisa aku atur besok," ujarnya sambil mengusap kepalaku lembut. Aku mulai memejamkan mataku, dia memererat pelukannya kepadaku. Hangat sekali rasanya sekarang, musim gugur ini sudah lumayan dingin.

Hhmm.. kenapa rasanya sungguh dingin, seseorang mencubit pipiku.

"Ojou-chan, sampai kapan kau tidur? Katanya mau menikmati pemandian air panas?" ujar orang itu.

Akhirnya aku mencoba membuka mataku. Childe sudah siap dengan kimono mandi nya, dengan kekuatan yang aku bisa aku mulai bangkit. Aku menggosok mataku mencoba mendapatkan pengelihatan yang lebih jelas.

Aku mulai berganti menggunakan kimono mandi dan berjalan bersama childe menuju pemandian. Sepanjang perjalanan banyak sekali laki-laki yang memakai kemeja serba hitam. Terlihat berlebihan, tetapi, ini semua bisa di nalar. Terakhir kali penjagaannya tidak seketat ini, dan punggungku terluka.

Aroma belerang dari pemandian alam ini mulai tercium di hidungku. Aku bisa membayangkan bagaimana menyenangkannya berendam di kolam itu. Setelah masuk, aku mengganti kimono mandi dengan handuk membalut badanku.

Hari ini kelihatannya akan sangat menegangkan, aku bisa melihatnya dari bahu Childe yang tidak menunjukkan tanda-tanda rileks. Aku kemudian memasuki kolam itu dan duduk di sebelah Childe.

"Apakah hari ini akan sangat padat?" tanyaku. Dia hanya mengangguk sambil menghela nafas.

"Pastinya penyergapan ini tidak akan gampang," ujarnya sambil sedikit mengeluh. Aku langsung menyandarkan diri di bahunya. "Ojou-chan, kemarilah," katanya sambil menarikku.

Dia memposisikan diriku hingga ada di atasnya dan menghadap kearahnya. Tangannya memegangi pinggangku hingga aku tidak bisa bergerak, ketika ujung miliknya mulai memasukiku, sebuah desahan kecil keluar dari mulutku. Dia memegangi pinggangku dan menekannya kebawah, miliknya semakin memasukiku.

"Chi-Childe … bagaimana bila ada orang yang mengintip?" tanyaku. Sementara dia hanya tersenyum dan mengecup bibirku pelan.

"Aku sudah menyuruh orang untuk menjaga tempat ini. Bila masih ada yang mengintip, aku akan membuatnya lupa akan apa yang dia lihat," ujarnya enteng. Tangannya masih memegangi pinggangku dan terus menekannya kebawah.

Tanganku memegangi pundaknya untuk keseimbanganku. Beberapa desahan kecil keluar dari mulutku ketika miliknya semakin dalam memasukiku. Ini memang bukan pertama kali Childe memasukiku, tetapi, sudah seminggu dia tidak memasukiku.

Akhirnya miliknya sepenuhnya memenuhi bagian bawahku. Rasanya susah mengambil nafas di tengah-tengah asap uap air bercampur belerang ini. Kepalaku tertunduk hingga bersandar di bahunya, sementara dia hanya terkekeh kecil.

"Aku hanya tidak memasukimu selama satu minggu, dan kau sudah sesempit ini," komentar Childe. Aku hanya menggeleng tidak tahu, rasanya sungguh enak ketika dia memasuki ku seperti ini.

Tangannya mulai menggerakkan pinggangku keatas dan kebawah. Desahanku menjadi lebih keras daripada sebelumnya, dan semakin lama, tempo nya semakin cepat. Kepalaku kembali terangkat, sementara dia menciumi tulang selangka ku.

"A-Ajax!" panggilku, "Ki-kita tidak seharusnya mengotori tempat ini kan?" kataku. Tanganku memegangi tangannya mencoba menahannya untuk tidak menggerakkanku lagi.

"Air nya terus berganti kok, tenang saja,"

Bibir Childe menyusuri dagu ku dan menggigit pelan leherku. Pikiranku mulai melayang, aku mulai tidak bisa memikirkan hal rasioal lagi. Seakan-akan aku tidak puas dengan dirinya, tubuhku ingin lebih dan lebih darinya.

Sebuah ketukan pelan mulai terdengar.

"Mohon maaf mengganggu Tartaglia-sama, tetapi setengah jam lagi kita berangkat," ujar orang itu.

Suara ketukan itu menarikku kembali ke dunia nyata dan aku mulai tersadar. Childe menghela nafas tidak suka tetapi dia akhirnya melepaskan pinggangku. Dengan perlahan aku berdiri sambil membuat miliknya keluar dari milikku.

Aku mengeringkan badanku dengan handuk kemudian membalutnya dengan kimono mandi ku. Ketika mataku menyusuri mencari dimana Childe, dia masih ada di kolam.

"Childe, kita bisa terlambat," panggilku, dia kemudian bangkit dan aku memberikan handuk kepadanya.

"Yah ini salahku, seharusnya aku tidak bernafsu di saat seperti ini. Aku hanya merindukanmu," ujarnya sambil memelukku.

"I-iya, kau sudah bersamaku kembali bukan. Jadi manfaatkan saja waktu ini baik-baik," jawabku. Sebuah kecupan mendarat di puncak kepalaku.

"Aku harus membuat mereka mengosongkan jadwal sehari saja untuk kita berduaan," ujarnya sambil mengenakan kimono nya kembali. Dia menggandeng tanganku untuk kembali ke kamar dan berganti baju.

Aku hanya memakai sebuah sweater juga jaket, dengan celana jeans. Sementara dia hanya memakai setelan jas. Tanganku terulur untuk mengambil jaketnya dan melemparkannya di pundaknya. Dia hanya membalas dengan sahutan terima kasih, dan kami mulai berjalan menuju lobi. Sebuah mobil hitam sudah tersedia disana, siap untuk mengantar kami pergi.

.

.

.

TBC

Hahahalo …

Yap, Clara sekarang sudah mulai menulis lemon, uhuk.

Semoga kalian menikmati karya ku yang satu ini! Hahahahaha!