DISCLAIMER

[This Tsukino Production (Quell) fanfiction is fanwork made by Serenade Aria and has no affiliation with the copyright holders]


.

.

.

Jika tidak salah hitung, itu adalah hari ke-153. Beberapa waktu terakhir, Issei—begitulah ia akan diberi nama nantinya—merasakan sesuatu di dekatnya bergerak-gerak. Kadang-kadang gerakan itu muncul dari depan, di waktu lain dari belakang, sewaktu-waktu pernah di bawahnya, yang paling sering di sebelahnya atau di atasnya. Sesuatu itu juga memiliki suara yang sama sepeti suara yang ada pada dirinya. Degup jantung, yang hampir seirama. Issei tidak pernah tau siapa atau apa yang bergerak. Tempat ini selalu gelap, tapi juga hangat. Ia hanya tahu, dirinya tidak pernah sendirian.

Meskipun sudah lama waktu berlalu, Ichiru—begitulah ia akan diberi nama nantinya—baru menyadari, sesuatu yang selalu bersamanya sejak awal tidak banyak bergerak. Sesuatu itu ada di sana, tapi hanya sesekali bergerak. Kalau saja bukan Ichiru yang sering bergerak-gerak, ia dan sesuatu itu tidak akan pernah bersinggungan. Di tempat yang selalu gelap namun hangat ini, satu-satunya pertanda bahwa sesuatu itu ada di sana adalah suara yang terdengar nyaris bersamaan dengan suara miliknya. Selagi suara itu masih bergema, Ichiru tahu ia tidak pernah sendirian.

Di hari ke-213, Issei dan Ichiru masih belum bisa melihat satu sama lain. Tapi, mereka sama-sama dapat merasakan bagaimana tempat itu terasa makin sempit dan diri mereka makin berdempetan. Dan terasa ada tabir tipis yang membalut masing-masing diri mereka. Makanan datang lagi untuk kesekian kalinya. Ichiru dapat merasakan ada yang mengisi dirinya. Tapi, ia juga dapat merasakan sesuatu di sana tidak terisi sebanyak dirinya.

"Umm ... Kenapa kau makan sedikit?" Ichiru memulai pembicaraan. Itu adalah obrolan pertama mereka.

"Eh? Uh ..." Issei sedikit kikuk. "Tidak apa-apa," jawabnya pelan.

"Jangan begitu, makanan-makanan itu untukmu juga. Ambilah lebih banyak."

"Umm ... Baiklah, terima kasih."

"Nah, begitu lebih bagus!" Ichiru bersemangat. "Pantas kau tidak banyak bergerak, pasti lemas dengan sedikit makanan," gerutunya.

"Kau suka?" tanya Issei malu-malu.

"Hm! Makanan adalah hal yang luar biasa!"

"Kau enerjik, ya ..." gumam Issei.

Sekarang hari ke-260. Issei merasakan sesuatu itu berada di atasnya. Dan Ichiru juga merasakan sesuatu itu berada di bawahnya. Mereka sudah sangat akrab sejak obrolan pertama keduanya. Dengan posisi yang semakin menyesakkan, tangan dan kaki yang lebih sering bergerak, dan degup jantung satu-sama lain yang semakin jelas terdengar, mereka mengetahui waktu yang ditentukan sudah dekat.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Issei pelan.

"Aku takut," Ichiru terus terang.

Issei tidak membalas lagi.

"Kita masih akan terus bersama-sama, kan?" lirih Ichiru.

Issei masih tidak bisa melihat, tapi ia bisa merasakan Ichiru bergetar ketakutan. "Jangan takut, kita pasti masih terus bersama." Ia berusaha menenangkan.

"Di luar itu, seperti apa, ya?"

"Pasti menyenangkan. Aku tidak sabar."

"Apa kau tidak suka di sini?" suara Ichiru menciut.

"Aku suka," jawab Issei cepat. "Uhh, pada mulanya aku bingung. Tapi begitu menyadari kau ada di sini, aku suka tempat ini."

"Eh? Lalu kenapa antusias ke luar?"

"Aku ingin ke luar bersamamu. Tempat ini hangat, tetapi gelap. Kalau di luar, mungkin aku bisa melihatmu."

Ichiru terdiam sejenak. "Bagaimana jika di luar dingin?"

"Um ... Kita bisa berpelukan?" tawar Issei. "Jangan takut. Jika aku yang berhasil ke luar lebih dulu, aku akan menunggumu."

"Janji tidak akan meninggalkanku?"

"Janji."

"Kalau begitu, aku tidak takut lagi asal selalu bersamamu!"

Itu adalah obrolan terakhir keduanya sebelum sebuah guncangan melanda. Semula pelan, lama-lama semakin besar. Kemudian terasa ada dorongan. Awalnya lembut, berikutnya semakin kuat.

"Ini saatnya," gumam Issei. Ia merasakan dirinya ditekan lalu ditarik, ditekan lalu ditarik lagi, ditekan lagi lalu ditarik lagi, berulang kali sampai akhirnya sedikit demi sedikit dirinya tertarik ke suatu arah.

Bagi Issei dan Ichiru, saat-saat itu adalah perpisahan sementara dengan sesuatu yang selama ini menemani mereka. Setelah berhasil ke luar dari tempat itu, Issei menangis kencang. Di sela-sela tangisannya, ia membuka mata. Dunia tampak asing dan begitu besar. Penuh cahaya yang menyilaukan dan hingar-bingar yang mengagetkan. Dan dingin.

Ichiru menyusul beberapa waktu setelah Issei, dan ia melakukan hal yang sama. Menangis lebih kencang, membuka mata, terkejut, dan kedinginan.

12 September 2000, sepasang bayi kembar yang baru lahir ditinggalkan di sebuah ranjang bayi rumah sakit. Angin musim gugur berhembus di lorong-lorong. Dingin. Dan ini di Hokkaido. Lebih dingin. Mereka tidur berpelukan.