Hujannya deras. Malamnya gelap. Di bawang remang-remang lampu jalanan kaki berbalut sepatu pantofel itu melangkah. Menembus hujan yang menyerangnya, namun dilindungi oleh selaput payung hitam yang lebar. Di bawah langit yang gelap itu sang pemuda menatap lurus pada jalanan kosong.
Ilalang yang menjuntai dan sungai luas menjadi pemandangan di sisi kanannya. Berderai saling berdansa mengikuti alunan angin yang membara. Percikan air yang membasahi tidak membuat sang pemuda gentar. Dia hanya terus berjalan, berniat pulang tanpa mempedulikan apa itu hari yang sibuk. Hanya membiarkan gendang telinganya dimanjakan oleh rintikan hujan yang menenangkan hatinya.
Langkah itu terhenti. Dia terpaksa berhenti. Di tengah hujan itu dia menonton, tidak sengaja, seorang wanita dengan bilah pisau bercampur darah di tangan dominannya. Membiarkan seseorang tergeletak tak bernyawa di hadapannya. Rambut ungunya menjuntai jatuh, basah akan derasnya hujan yang menghapus jejaknya.
Dia seorang perempuan. Masih muda, berbalik menatap manik biru sang pemuda yang dilindungi. Manik ungu dengan tato air mata itu berkilat merah. Sorotan seorang pembunuh murni yang haus akan apa itu kepuasan batin.
Sang pemuda berjalan mendekat. Mempertipis jarak tanpa ada rasa takut akan bercak darah yang mengalir dari tangan dan bajunya. Mendekatinya dalam heningnya malam, menyisakan jarak dekat yang membisukan.
Kedua mata itu bertemu. Tatapan dingin sang pemuda, tatapan membunuh sang gadis.
Tangan kanan sang pemuda terangkat, menjulur seakan mengajak berjabat tangan. Senyumnya lembut, tanpa kebohongan yang membuat sang gadis terheran akan apa maunya. Tidak ada kecurigaan dalam diri sang gadis, hanya kebingungan belaka yang menyelimutinya.
Bibir yang kering itu bergerak. Mengucapkan sebuah kalimat. Kalimat yang begitu syahdu dan menghasut sang gadis. Pria itu berucap, "Maukah kau berteman denganku?"
Dan dalam kesunyian malam pisau itu jatuh. Tangan yang basah akan hujan dan darah itu membalas. Mencengkram kuat tangan besar yang lebih berotot itu. Semburat merah yang samar akan cahaya redup jalanan mempercantik dirinya. Dengan senyuman yang begitu memukau gadis itu mendongak. Menjawab ditemani suara manisnya yang lembut namun menusuk, "Maukah kau menikah denganku?"
Hanya dua pertanyaan, takdir mereka bertemu. Hanya dua pertanyaan, cerita mereka dimulai. Dan hanya dengan dua pertanyaan, mereka menciptakan monster.
.
.
.
Mereka yang Menyayangi Dia: Aku Menemukanmu
