Naruto by Masashi Kishimoto. I don't take any material advantage by writing this story.

Written for SasuSaku Donasi.

...

Tidak banyak orang bersedia untuk keluar dari rumah dan berdiri di tengah-tengah lapangan luas dalam kondisi matahari yang sedang terik-teriknya kecuali jika memang bertujuan untuk menggelapkan kulit. Namun, hari ini berbeda. Orang-orang berbondong-bondong datang ke lapangan di tengah kota dengan topi lebar dan kacamata hitam untuk menonton festival layang-layang. Festival ini adalah festival yang rutin diadakan di Konoha setiap satu tahun sekali dan menjadi daya tarik baik bagi orang lokal maupun pendatang dari kota lain.

Biru langit dihiasi oleh warna-warni lain yang terpantul dari layang-layang. Berbagai macam bentuk dan warna layang-layang berterbangan di udara. Ada beberapa pasangan yang menulis nama mereka pada kertas dan menempelkannya pada layang-layang yang sudah siap diterbangkan. Layang-layang itu akan mereka lepas ke udara bersama-sama dengan benang yang dipegang berdua. Layang-layang kecil yang para pasangan terbangkan atau yang dikendalikan oleh anak-anak tampak seperti aksesoris langit di antara layang-layang besar yang dipegang oleh orang-orang ahli dengan bentuk-bentuk yang mengagumkan.

Dengan fotografi sebagai hobinya, Uchiha Sasuke menjadikan acara ini sebagai tempatnya berburu foto. Kameranya sudah dikalungkan di leher, tetapi tangannya tetap siaga memegangnya agar dapat dengan cepat mengambil foto apabila ada objek yang menarik matanya. Foto yang diambilnya sudah cukup banyak. Namun, dia belum mau pulang sampai acara selesai. Walaupun berada di keramaian bukanlah hal yang dia sukai, tetapi dia tak ingin melewatkan kesempatan memotret suasana festival layang-layang yang hanya diadakan setahun sekali ini.

Di tengah-tengah dirinya yang sedang memfokuskan kameranya pada salah satu layang-layang yang kini sedang dibentangkan sebelum diterbangkan, seseorang menyenggol bahu Sasuke. Tombol shutter sudah ditekan, tetapi gambar yang ditangkap bukanlah gambar yang diinginkan. Senggolan bahu itu menyebabkan arah yang Sasuke tuju meleset. Sasuke mendecak, melempar tatapan tajam pada punggung orang yang baru saja menyenggolnya tanpa mengucapkan maaf sama sekali. Dia menatap hasil fotonya yang sudah dapat diprediksi hasilnya akan buruk. Ketika dia hendak menghapus foto kabur yang tidak jelas karena kamera bergerak ketika sedang mengambil foto, Sasuke menyipitkan matanya pada salah satu objek di fotonya. Rambut berwarna merah muda. Dia mengernyit dan memperbesar ukuran gambar untuk memastikan yang dia lihat tidak salah.

Setelah yakin bahwa rambut berwarna merah muda itu bukanlah efek dari pengambilan gambar yang bergoyang, Sasuke mengangkat dagunya dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat di kamera, dia ingin memastikan bahwa sosok berambut merah muda ini memang nyata. Tidak butuh waktu lama sampai dia menemukan perempuan berambut merah muda di depannya. Perempuan itu berdiri dengan posisi menyamping apabila dilihat dari sudut pandang Sasuke.

Setelah melihat perempuan itu, ternyata memastikan eksistensinya saja tidaklah cukup. Di bawah teriknya sinar matahari dan kencangnya embusan angin, perempuan itu tampak cantik sekali. Jarak yang terbentang di antara mereka kurang lebih lima meter, tetapi Sasuke sudah terpesona. Perempuan itu tampak serius dengan catatan yang berada di tangannya. Dia sendirian, seperti Sasuke yang tidak datang dengan siapa pun ke sini. Sasuke tahu ini dilarang, tetapi dia tidak bisa menahan diri dari mengangkat kamera untuk memotret objek cantik yang berada di depannya saat ini.

Baru satu foto diambil, perempuan itu menoleh ke arahnya dan Sasuke merasa jantungnya jatuh ke perut. Dia baru saja tertangkap basah. Kaki Sasuke terpaku pada pijakannya. Dia bisa saja lari dan pura-pura tidak tahu, tetapi tekadnya memaksa dia untuk siap bertanggung jawab. Lagi pula, yang dilakukannya memang terhitung mengerikan dan tampak seperti penguntit.

Detak jantung Sasuke semakin mengencang menyadari perempuan itu berjalan ke arahnya. Sasuke mengalihkan pandangan tanpa meninggalkan tempatnya. Sudut matanya masih bisa menangkap siluet perempuan itu yang terus menghapus jarak di antara mereka dan baru berhenti ketika mereka hanya dipisahkan kurang lebih satu meter. Sasuke masih berpura-pura tidak tahu.

"Hai," sapa perempuan itu.

Sasuke mengangkat wajah dengan kaku. Seketika kelopak matanya berhenti berkedip saat melihat perempuan itu lebih dekat. Cantik sekali. Ternyata matanya berwarna hijau, dan itu tampak sangat cocok dengan rambutnya yang merah muda.

"Kau tidak perlu khawatir. Kau boleh menyimpan foto yang kauambil, aku tidak akan melaporkan." Perempuan itu tersenyum. "Tapi dengan syarat."

Sasuke berdeham. "Tidak, terima kasih. Aku hapus saja fotonya."

Perempuan itu menahan pergerakan tangan Sasuke. "Kau bukan penguntit atau orang aneh, 'kan?"

"Tentu saja bukan," jawab Sasuke ketus. Menyadari bahwa di sini dia adalah pihak yang salah, dia berdeham lagi dan mengembuskan napas panjang. "Maaf. Aku hanya tertarik pada rambutmu yang beda dari yang lain."

Tawa merdu lepas dari bibir perempuan itu. "Aku sudah bilang tidak apa-apa. Aku juga sudah menduga kau bukan orang aneh karena caramu mengambil foto tampak seperti fotografer profesional. Atau jangan-jangan kau memang fotografer profesional?"

"Bukan. Ini hanya hobi saja."

"Oh, begitu." Dia tersenyum. "Ngomong-ngomong, aku Sakura. Siapa tahu kalau kau sudah berkenalan denganku, kau mau mendengar syaratku."

Meskipun Sasuke sudah sempat menolaknya karena mendengarkan omongan orang asing itu mencurigakan, dia sudah terbakar rasa penasaran. Lagi pula, posisi dia di sini pun termasuk orang asing mencurigakan karena sudah mengambil foto diam-diam.

"Apa?" tanya Sasuke.

"Bantu aku riset untuk tulisanku."

"Kenapa aku?"

"Aku memang membutuhkan orang asing dan aku kesulitan mencari orang. Kebetulan kau mengambil fotoku dan sekarang bisa kumanfaatkan."

"Riset seperti apa?"

"Cinta satu hari."

Dahi Sasuke mengernyit. "Apa?"

"Seperti cinta satu malam atau one night stand , tapi dilakukan siang hari."

Sasuke bukanlah orang yang ekspresif. Namun, setelah mendengar ucapan Sakura, hidungnya mengerut dan dia sontak menarik diri. Dia baru saja melakukan hal aneh pada orang aneh. Apakah ini yang disebut sebagai karma instan?

Sakura mengibaskan tangannya, tampak panik. "Tunggu! Jangan salah paham dulu. Ini bukan sesuatu yang seksual, kok. Aku butuh bahan saja untuk tulisanku soal orang-orang yang begitu mudah melakukan tindakan seksual dengan orang asing dan hanya terjadi dalam satu malam. Nah, aku berpikir apakah akan berlaku sama apabila mereka melakukan cinta satu hari? Seperti … bertingkah layaknya pasangan dan malamnya berpisah lantas melanjutkan hidup begitu saja."

Penjelasan Sakura telah mengurangi label aneh yang Sasuke tempelkan padanya, tetapi aneh dalam bentuk lain masih menjadi opini Sasuke terhadapnya. Dia menghakimi Sakura diam-diam. Ketika dia mengingat bahwa tindakannya tadi pun membuat dirinya layak dihakimi, dia mendecak pelan dan mengubah pandangannya pada Sakura. Ini benar-benar karma instan.

"Apa peranku?"

"Kau jadi pasanganku untuk satu hari. Bagaimana?" Jemari Sakura membentuk kutipan ketika dia menyebut kata pasangan .

"Bagaimana jika aku menolak?"

"Hmm." Sakura mengetuk-ngetuk dagunya. "Aku bisa melaporkanmu pada polisi."

Mata Sasuke melebar. "Kau mengancamku?"

"Mungkin. Lagi pula yang tadi kaulakukan memang salah, 'kan?"

Sasuke mengembuskan napas panjang dan memijat pelipis. Dia mempertimbangkan negosiasi dari Sakura. Dia jelas tidak mau perlu berhadapan dengan polisi, apalagi alasan yang mendasarinya adalah mengambil foto diam-diam. Sungguh memalukan. Di tengah-tengah pertimbangannya, matanya bertumbuk dengan mata hijau Sakura yang berbinar-binar penuh harapan. Sasuke nyaris kehilangan napas dan kembali teringat alasan dia mengambil foto perempuan itu. Dia tertarik pada Sakura. Mungkin penawaran ini tidak ada salahnya; dia bisa bersama-sama selama seharian dengan perempuan yang membuatnya tertarik.

"Baiklah."

"Kau setuju?"

Sasuke mendengus ketus. "Kurasa kau mendengarku."

"Sebagai pihak yang bersalah, kau ketus juga, ya." Sakura melepaskan tawa kecil. "Tapi tidak apa-apa. Sepertinya ini akan membuat risetku semakin menarik."

"Hn."

"Kalau begitu …." Sakura mengulurkan tangan kanannya.

Sasuke menaikkan sebelah alis dan melemparkan tatapan bertanya. Melihat Sakura yang enggan menjawab, dia mengulurkan tangan kanannya dan menjabat tangan Sakura. Tatapan yang ditujukan pada Sakura masih dipenuhi oleh pertanyaan meskipun dia berpikir telah melakukan sesuatu yang dia rasa benar.

Sakura menggeleng. "Sebelahnya lagi."

"Huh?"

"Iya. Sebelahnya lagi. Kita 'kan akan bertingkah seperti pasangan."

Walaupun pemahaman itu sudah menempel di otak Sasuke, dia masih tercengang. Sebelah alisnya masih naik sementara dia menggenggam tangan kanan Sakura menggunakan tangan kirinya. Ini terasa konyol, tetapi desiran aneh melaju di dalam dadanya. Dia mengembuskan napas panjang dan mengerjap.

"Oh," gumam Sakura. "Oooh."

Sasuke menatap Sakura dengan heran. Namun, dia memutuskan untuk mengabaikan perempuan itu. Dia hanya mengikuti ke mana Sakura menuntunnya. Lagi pula, otak Sasuke terlalu sibuk memikirkan perasaan aneh yang meletup-letup di dalam dirinya semenjak tautan tangan ini mereka bagi. Rasanya ganjil sekali melakukan hal seperti ini dengan orang asing.

"Kenapa ini terasa lebih ganjil daripada one night stand, ya? Padahal hanya pegangan tangan."

"Tidak tahu."

Sakura tertawa setelah mendengar jawaban Sasuke yang datar. Dia menoleh ke arah Sasuke dan mengangkat tautan tangan mereka sampai berada tepat lurus di sudut pandangnya. Dia terkekeh kecil dan wajahnya memerah. Lantas tangan mereka diturunkan kembali.

"Pertama-tama, kita akan menuliskan nama kita dan menempelkannya pada layang-layang. Tidak apa-apa?"

"Tch. Terserah kau saja."

"Sinis sekali. Tapi benar juga, kau tidak bisa melawan."

Desau angin membawa suara Sakura menjauh dan menghilang begitu saja. Langkah kaki mereka yang terus diambil secara beriringan tertuju pada satu kios yang menyediakan layang-layang untuk diterbangkan para pendatang. Antreannya cukup panjang dan di kondisi normal, Sasuke tidak akan rela menghabiskan waktu untuk hal seperti ini. Namun, kini tangannya seolah-olah telah diborgol dengan tangan Sakura dan dia sama sekali tidak punya pilihan lain.

Tautan tangan mereka dilepas ketika Sakura mulai melakukan transaksi untuk layang-layang. Telapak tangan Sasuke terasa kebas dan kosong, seperti baru saja kehilangan sesuatu. Dia menepis pikiran itu dan meletakkan tangannya ke dalam saku celana.

Spidol yang Sakura pegang sudah menuliskan namanya sendiri. Sakura menoleh ke arahnya dan melemparkan tatapan bertanya. Sasuke berkedip cepat karena heran.

"Aku tidak tahu namamu."

Benar juga. Sejak awal dia belum mengenalkan diri. Aneh sekali ketika memikirkan mereka sudah saling berpegangan tangan ketika belum benar-benar saling mengenal. Bahkan Sakura tidak tahu nama Sasuke.

"Sasuke."

Sakura mengangguk dan lekas mengguratkan spidolnya untuk membentuk tinta bertuliskan nama Sasuke. Spidolnya dia taruh ke dalam tas kecil yang dia sampirkan di bahu. Layang-layang berbentuk biasa itu dibentangkan ke langit untuk dibaca tulisannya. Sakura tersenyum. Senyuman itu membuat Sasuke terpesona.

Benang layang-layang diulurkan oleh Sakura dan diberikan pada Sasuke. "Kau bisa menerbangkan layang-layang, 'kan? Kita tidak perlu memakai jasa orang lain untuk ini?"

"Aku bisa." Sasuke menerima uluran benang berwarna merah itu. Tatapannya tertuju pada Sakura yang berjalan menjauh darinya sembari membawa layang-layang yang terikat dengan tangannya saat ini. Perempuan itu berhenti dan memutar tubuh menatap Sasuke.

"Aku terbangkan, ya?" ucap Sakura setengah berteriak. Sasuke menanggapi dengan anggukan.

Satu kali Sakura melepaskan layang-layang itu, Sasuke sudah berhasil mengendalikannya dan membiarkannya terbang. Sakura memekik senang dan buru-buru berjalan ke arahnya. Dia memegang tangan Sasuke untuk mengendalikan layang-layang bersama-sama. Desiran aneh itu datang lagi; kini bahkan ditemani oleh detakan janggal dari jantungnya.

"Katanya kegiatan menuliskan nama pasangan begini dulu diterbangkan menggunakan balon," Sakura menjelaskan tanpa diminta. Kedua tangannya masih menangkup tangan Sasuke. Sorot matanya tertuju pada layang-layang yang mereka terbangkan. "Tapi beberapa tahun terakhir diganti menjadi layang-layang. Soalnya layang-layang tidak akan menjadi sampah yang jatuhnya tidak diketahui. Balon yang terbang 'kan akan meletus, terus biasanya sampahnya jatuh ke laut dan itu jelas sudah di luar kendali kita."

Perhatian Sasuke tertuju pada Sakura selama gadis itu menjelaskan. Walaupun berisik, dan Sasuke tidak suka orang berisik, suara Sakura menyenangkan. Apabila perempuan ini adalah seorang penyiar radio, Sasuke yakin ada banyak pendengar yang mengidolakan suaranya.

"Aku suka solusinya. Orang-orang masih bisa melakukan hal romantis seperti ini tanpa harus khawatir mengenai pencemaran lingkungan."

"Picisan," keluh Sasuke.

Sakura terkikik. "Mungkin buatmu itu picisan. Apalagi kau cowok. Buatku yang menikmati genre romansa, sih, itu romantis. Dan kau terjebak denganku untuk melakukan hal romantis seharian. Fufufu."

Sasuke memutar bola mata dan mengarahkan pandangan pada layang-layang kembali. Entah mengapa sudut bibirnya digelitiki senyum tipis. Sungguh hal yang amat sangat ganjil untuk terjadi ketika dia melakukan hal janggal dengan orang asing. Dan segala kejadian ini terasa semakin aneh karena ketika layang-layang sudah diturunkan dan tangan Sakura kembali bertaut lagi dengan miliknya, Sasuke sadar bahwa dia menikmatinya.

Meskipun Sasuke adalah tahanan Sakura hari ini, perempuan itu cukup berbaik hati untuk memberi Sasuke kesempatan mengambil foto seperti tujuan awalnya datang ke festival layang-layang. Sesekali perempuan itu memintanya untuk mengambil potret dirinya dan mau tidak mau, Sasuke memenuhi. Sasuke sempat hendak menolak, tetapi Sakura malah mengejeknya karena awal dari "kencan" mereka saat ini adalah Sasuke yang memotret Sakura diam-diam.

Dari foto ke foto yang Sasuke ambil dengan Sakura sebagai objeknya, dia sadar bahwa perempuan itu fotogenik. Senyumnya yang manis dan wajahnya yang cantik menjadi objek yang memesona dalam foto yang diambil Sasuke. Terkadang-kadang, sebelum dia menunjukkan foto itu pada Sakura, dia akan menatapinya sendiri dan berdecak kagum diam-diam. Sakura memuji kemampuan Sasuke dalam memotret karena dia pikir hasil fotonya menakjubkan, dan Sasuke menanggapi dalam hati bahwa foto-foto ini tidak akan sebagus itu apabila objeknya bukan Sakura.

Setelah festival layang-layang usai, Sakura membawa Sasuke ke butik dan memintanya untuk menemaninya belanja. Sasuke sempat mengeluh karena ini tidak sesuai dengan kesepakatan, tetapi Sakura bilang bahwa cowok yang menemani cewek berbelanja adalah hal biasa yang dilakukan oleh pasangan. Dengan decakan lidah sebagai bentuk dari keluhan, dia mengikuti permintaan Sakura.

"Saya rasa gaun ini cocok untuk kekasih Anda," ucap pegawai butik sembari menjulurkan gaun musim panas berwarna hijau yang senada dengan mata Sakura.

Sasuke berdeham. "Kami bukan—" dia berdeham lagi setelah mengingat kesepakatannya dengan Sakura, "Baik. Terima kasih." Dia menerima gaun itu dan segera berjalan menghampiri Sakura yang terpisah dengannya oleh satu deretan pakaian. Kepalan tangannya mengetat dan mengendur memikirkan jawaban yang dia berikan kepada pegawai. Wajahnya terasa memanas. Dia baru sadar bahwa dia tidak perlu mengonfirmasi status hubungan mereka kepada orang asing. Lantas, mengapa dia melakukannya?

Menepis pikiran yang terus mengusiknya, Sasuke buru-buru menjulurkan tangannya untuk memberikan gaun pada Sakura. Sakura melemparkan tatapan bertanya.

"Katanya mungkin ini cocok buatmu."

Wajah Sakura memerah. Senyumnya mengembang. "Aw, manis sekali, Sasuke-kun. Kau benar-benar bertingkah seperti pacarku."

Warna di pipi Sakura semakin memekat. Dia sontak melepas tautan mata mereka dan meraih gaun itu dari tangan Sasuke sebelum berlari menuju kamar pas. Entah mengapa, Sasuke merasa bahwa tingkah laku Sakura barusan didasari oleh rasa canggung.

Sakura keluar dengan gaun tersebut sudah membungkus tubuhnya. Bahannya jatuh sampai ke lutut. Warna hijau muda dari gaun tersebut benar-benar cocok dengan nada kulit Sakura. Tubuh Sakura yang semampai tampak begitu pas dengan panjang gaun tersebut. Dan semua kecocokan itu dimaniskan oleh wajah Sakura yang berseri-seri. Perempuan itu jelas menyukai gaun tersebut.

"Bagaimana? Apakah cocok?"

"Ya," Sasuke menjawab tanpa pikir panjang.

Senyum Sakura melebar. "Aku ambil ini, kalau begitu."

Sakura kembali ke kamar pas dan keluar dengan baju yang sebelumnya dia pakai. Gaun yang Sasuke sarankan padanya sudah dibawa ke kasir bersama pakaian-pakaian pilihannya sendiri. Tanpa diminta, Sasuke menjinjing kantong kertas yang membungkus belanjaan Sakura. Tiba-tiba suasana terasa lebih canggung daripada saat Sakura menerima gaun dari Sasuke.

Kencan atas dasar kesepakatan mereka hari ini dilanjutkan di taman kota yang berada di dataran agak tinggi. Langit sore yang jingga terbentang dan tampak lebih indah dilihat dari bangku yang mereka duduki. Posisi mereka membuat keduanya dapat melihat suasana di kota karena posisinya yang cukup tinggi, terlebih lagi dihiasi oleh lembayung senja.

Setelah Sasuke merasa bahwa Sakura merasa canggung berkali-kali, perempuan itu dengan santai menyandarkan kepala ke bahunya. Tangannya pun menarik kepala Sasuke untuk bertumpu pada kepalanya. Tidak kuasa menolak, detak jantung Sasuke mendadak menggila.

"Boleh tidak kita foto bersama pakai kameramu? Kalau saat pulang mau kau hapus juga tidak apa-apa."

Sasuke menanggapi Sakura dengan langsung menyerahkan kameranya pada perempuan itu. Senyum Sakura diiringi oleh deretan gigi yang rapi. Dia langsung menerima kamera itu dengan senang hati. Kamera diputar dengan lensa yang mengarah kepada mereka. Sakura memegang kamera itu dengan kedua tangan dan segera menekan tombol shutter . Suasana canggung kembali menyelubungi mereka, tetapi tawa Sakura yang tiba-tiba mampu meluruhkan segalanya.

Sebelum mengambil foto keempat, Sakura menegakkan tubuh dan menoleh ke arah Sasuke. Tangan kirinya melepas pegangan dari kamera.

"Kita 'pacar', 'kan?" Tangan kirinya membuat gerakan seperti kutipan pada kata pacar .

Sasuke tidak tahu mesti menjawab apa selain, "Hn."

Tiba-tiba Sakura mengecup pipinya dan menjepret kondisi mereka yang seperti itu. Sasuke yakin matanya membelalak di foto yang baru saja diambil. Jantungnya memukul tulang rusuknya dengan keras dan tangannya mendadak terasa lemas. Dia takut Sakura mampu mendengarnya dan merasakan panas wajahnya ketika bibir perempuan itu menempel di pipinya.

Sakura mengembalikan kameranya setelah foto keempat itu diambil. Tidak seperti dugaan Sasuke bahwa perempuan itu akan kembali bersandar di bahunya, Sakura menegakkan tubuh dan tampak kaku. Kedua lututnya saling menekan dan kedua tangannya ditaruh di atas pangkuan dengan kondisi saling meremas. Pandangannya tertuju lurus ke arah matahari yang sedikit demi sedikit mulai terbenam. Dia tidak berbicara satu patah kata pun.

Saat matahari sudah hilang dari pandangan, Sasuke langsung berdiri. Sakura tampak terkejut dengan mulut yang terbuka. Dia memegang tangan Sasuke dan sontak melepasnya seketika.

"Oh! Hari sudah selesai. Berarti kau sudah bebas dari kesepakatan kita. Maaf, aku lupa." Dia menggaruk belakang kepalanya sambil tertawa canggung. Entah mengapa hal itu membuat Sasuke tersenyum.

" One night stand biasanya diakhiri oleh sarapan. Berarti hal seperti ini diakhiri oleh makan malam."

"Eh? Ba-baiklah kalau menurutmu begitu."

Sakura turut berdiri dan mereka berjalan bersama dalam kesunyian menuju restoran terdekat. Tidak ada sepatah kata pun yang ditukar selama menunggu pesanan datang, terlebih saat mereka di tengah-tengah makan. Sasuke lebih dulu menandaskan isi piringnya beberapa menit sebelum Sakura. Saat perempuan itu juga selesai, dia mengangkat wajah dan menatap Sasuke.

"Jadi … ini sudah benar-benar berakhir sekarang," ucap Sakura dengan penuturan yang kikuk. "Terima kasih sudah bersedia membantuku untuk 'riset', Sasuke-kun." Tangannya membentuk kutipan di kata riset .

Sasuke mengedikkan bahu. "Aku tidak punya pilihan."

Sakura tertawa keras sampai perlu membekap mulutnya. "Itu salahmu sendiri, lho, ya."

"Hn." Sasuke memutar bola matanya.

"Ngomong-ngomong, rasanya benar-benar aneh ketika cinta satu hari dipenuhi kecanggungan sementara one night stand kadang terjadi dengan proses yang lebih natural."

Sasuke mengedikkan bahu lagi. "Mungkin karena one night stand pada umumnya terjadi di bawah pengaruh alkohol."

"Mungkin." Sakura menatap tangannya sendiri di atas meja. Dia tampak gelisah. "Maksudku, hubungan seksual mestinya lebih intim daripada sekadar kencan seperti tadi. Tapi kenapa rasanya hubungan seksual dengan orang yang baru ditemui lebih mudah daripada kencan seperti ini?"

Sasuke terdiam. Pikirannya melanglang untuk mencari jawaban Sakura. Berdasarkan pengalamannya sendiri, dia bisa memvalidasi kata-kata Sakura. Di tengah-tengah hubungan seksual dengan orang asing, yang menguasai diri hanyalah seputar gairah dan ketertarikan fisik. Sementara kencan dengan orang asing seperti ini melibatkan debaran jantung yang tidak keruan, desiran aneh di dalam tubuh, wajah memanas, ucapan terputus-putus, dan perasaan yang tidak bisa Sasuke ungkapkan dalam kata-kata. Dia tidak mengerti apa sebabnya. Padahal seperti apa yang Sakura bilang, hubungan seksual lebih intim daripada kencan seharian seperti ini. Lantas apa yang membuat cinta satu hari seperti ini terasa ganjil dan tidak senatural terjadinya one night stand ?

"Kau tidak bisa jawab, ya? Tapi tidak perlu kau jawab juga, terlebih ini menyenggol privasi. Aku akan mencoba mencari jawabannya dan menuliskannya di novelku."

Bibir Sasuke membentuk seringai tipis. "Akan kubaca, kalau begitu."

Bahu Sakura menegang dan wajahnya dipenuhi warna merah. Dia buru-buru mengibaskan tangannya dan menggeleng.

"T-tapi novelku belum tentu diterima penerbit, lho!"

"Itu urusan nanti. Apa judul yang akan kaupakai?"

Sakura mengalihkan pandangan dari Sasuke. "Um. Cinta Satu Hari?" Dia menunduk dan wajahnya masih bersemu. "D-dan soal riset, aku akan tulis di catatan penulis soal pertemuanku denganmu. Aku akan tulis inisial namamu saja kalau kau keberatan diekspos."

"Hn. Inisial saja."

"O-oke." Tatapan Sakura tertuju ke arah arlojinya. "Kurasa sekarang waktunya pulang."

Tanggapan yang Sasuke berikan hanyalah anggukan. Mereka berdiri secara bersamaan dan Sakura lekas mengambil alih belanjaannya dari Sasuke. Sasuke tidak mengatakan atau melakukan apa pun atas itu. Dia masih ingin menenteng belanjaan Sakura untuk mengurangi bebannya, tetapi untuk kembali memulainya terasa amat sangat rikuh.

Sebuah mobil yang sebelumnya tidak ada terparkir di depan pintu utama restoran, seolah-olah menunggu seseorang. Sasuke memperhatikan ekspresi wajah Sakura yang terus tertuju pada mobil tersebut. Dia mengangguk ketika jendela mobil dibuka. Kemudian tatapannya beralih pada Sasuke.

"Taksi yang kupesan sudah datang," kata Sakura, intonasinya terdengar agak murung. "Sekali lagi, terima kasih, ya, Sasuke-kun! Aku minta maaf kalau permintaanku aneh-aneh. Tapi kau benar-benar membantuku." Dia tersenyum. "Sampai jumpa lagi!"

Melihat Sakura yang terus mengikis jarak dengan taksi pesanannya, Sasuke tenggelam dalam pikirannya sendiri. Entah mengapa dia merasa Sakura ingin buru-buru mengakhiri semua ini. Dia sempat berkesimpulan Sakura adalah tipikal orang yang terbiasa menggunakan transportasi umum, tetapi nyatanya perempuan itu memilih untuk pulang menggunakan taksi. Sasuke lekas mengenyahkan pikiran itu, karena Sakura sejak awal memang orang asing baginya dan dia tidak tahu apa-apa soal perempuan itu. Namun, tiba-tiba secara impulsif dia memegang lengan Sakura untuk menahannya berjalan lebih jauh lagi.

"Ada apa, Sasuke-kun?"

Aku ingin mengenalmu lebih jauh lagi.

"Aku butuh kontakmu untuk mengabarimu setelah aku membaca novelmu."

Raut wajah bingung yang terpampang di wajah Sakura lekas tergantikan oleh tawa kencang hingga bahunya bergetar. Dia menggeleng-geleng.

"Tidak bisa. Ini malah akan merusak semua risetku hari ini, tahu?" Bibirnya membentuk senyum miring. Sasuke merasa Sakura keberatan mengucapkan kata-kata tersebut. "Tapi begini saja. Kalau kita bertemu lagi, kita bisa saling bertukar kontak. Bagaimana?"

Sasuke tidak menjawab dan hanya melepas pegangannya pada lengan Sakura. Sakura lagi-lagi menyunggingkan senyum lesu. Dia melambaikan tangannya yang bebas. Sekali lagi, bibirnya mengucapkan kalimat pamit sebelum memasuki mobil. Mobil tersebut melaju sampai benar-benar hilang dari pandangan Sasuke.

Perasaan tidak nyaman yang ganjil menggerogoti dada Sasuke. Setelah seharian menghabiskan waktu dengan Sakura, baru detik ini dia merasakan sebuah penyesalan karena menyetujui permintaan perempuan itu. Apabila dia menolak, dia tidak akan berakhir dengan perasaan kebas dan hampa seperti ini.

Terima kasih untuk US yang sudah membantu "riset"-ku. Kau terus ada di pikiranku sejak hari itu. Ternyata semuanya tidak hanya bertahan selama satu hari. Di mana pun kau berada, kuharap kau baik-baik saja.

Salah satu paragraf yang ditulis di catatan penulis dari novel berjudul "Cinta Satu Hari" tersebut terus terngiang-ngiang di dalam kepala Sasuke. Dia baru mengetahui nama lengkap Sakura dari keterangan penulis dari novel tersebut, yaitu Haruno Sakura. Dia pun tidak yakin apakah itu merupakan nama asli atau nama pena.

Novel ini berhasil diterbitkan oleh penerbit mayor enam belas bulan setelah pertemuan mereka di festival layang-layang. Sasuke langsung membelinya di hari pertama novel tersebut didistribusikan meskipun genre romansa bukanlah seleranya. Dia tidak bisa melupakan Sakura sejak hari itu. Hangat tangan dan kecupan bibirnya masih terus tertinggal di indranya. Dia merasa semua ini tidak masuk akal karena pertemuan mereka hanyalah satu hari, tetapi orang bilang perasaan memang bukanlah sesuatu yang bisa dijelaskan logika.

Beberapa kali Sasuke mencoba mencari Sakura di internet dan upayanya sia-sia. Nama Sakura adalah nama yang amat sangat umum dan jelas akan sulit untuk mencari sosoknya hanya dengan sepotong nama. Dia menemukan akun SNS Sakura setelah bukunya rilis; pengikutnya sudah banyak karena novelnya menjadi bestseller dan langsung mengangkat namanya. Meskipun kesempatan untuk mengontak Sakura sudah berada di dalam genggaman, dia tidak pernah melakukannya. Rasanya dia akan mengkhianati kesepakatan mereka untuk saling bertukar kontak ketika bertemu lagi. Fungsi penemuan akun SNS Sakura hanyalah untuk dirinya mengetahui kegiatan dan kondisi Sakura.

Di tengah-tengah antrean acara untuk mendapatkan tanda tangan Sakura, Sasuke kembali teringat jawaban yang perempuan itu bilang akan dia tuliskan di novel:

Hubungan seksual dengan orang asing dalam one night stand didasari oleh nafsu dan ketertarikan fisik. Yang didapatkan dari itu hanyalah pemuasan nafsu dan tidak lebih. Sementara kencan yang dilakukan dengan orang asing dalam kencan satu hari didasari oleh rasa penasaran dan kebutuhan untuk mencari perbandingan. Semua yang dilakukan dalam kencan itu adalah hal-hal yang menjadi kegiatan pasangan yang saling jatuh cinta. Cinta adalah hal yang lebih kompleks dan mendalam dibandingkan dengan nafsu. Menumbuhkan nafsu lebih mudah daripada jatuh cinta. Itulah sebabnya cinta satu hari terasa canggung apabila dilakukan oleh sepasang orang asing dibandingkan dengan one night stand .

Sasuke tidak tahu apakah dia setuju dengan tulisan Sakura atau tidak. Yang jelas, kini dia sudah mendengar jawaban dari pertanyaan Sakura sendiri dari tulisannya. Tidak ada niat terselubung selain ingin memenuhi rasa ingin tahu. Itu saja sudah cukup. Dia tidak perlu menyetujuinya atau menyangkalnya. Namun, dia bisa memastikan bahwa selama seharian itu cinta memang tidak mendasari kegiatan mereka walaupun sosok Sakura tidak bisa lepas dari pikirannya semenjak hari itu berakhir.

Senyum yang Sakura pasang selama seharian bertemu dengan pembacanya meluntur ketika Sasuke sudah berdiri di hadapannya. Wajahnya tegang dan matanya melebar. Bibirnya terbuka karena menganga. Sasuke menyeringai tipis dan meletakkan novel yang dibawanya ke meja Sakura.

"Haruno-sensei," sapa Sasuke.

Mereka terjebak dalam kesenyapan yang canggung sampai tawa memecahkan ketegangan yang terpampang di wajah Sakura. Perempuan itu menutup mulutnya dan berdeham untuk menahan gelakan yang lain.

"Halo, Sasuke-kun." Dia menarik novel milik Sasuke dan membuka halaman pertama. Pena yang sempat lepas dari tangannya kini sudah siaga kembali. "Kita bertemu lagi, ya?"

"Ya. Kita bertemu lagi." Kau berjanji untuk memberikan kontakmu apabila kita bertemu lagi.

Sasuke mengetuk-ngetuk novel yang halamannya sudah Sakura buka. Sakura tersenyum dan mengangguk, seolah-olah baru menerima pesan rahasia. Dia mengguratkan penanya pada novel Sasuke, menutupnya kembali, dan menyerahkannya pada Sasuke.

"Terima kasih sudah membaca novelku dan sudah datang kemari! Itu amat sangat berarti untukku."

Tanggapan yang Sasuke berikan hanyalah senyum tipis dan anggukan. Ada banyak hal yang ingin dia bicarakan dengan Sakura, tetapi jelas saat ini bukanlah waktu yang tepat. Dia meninggalkan meja Sakura dan berjalan menuju pintu luar. Saat keramaian sudah jauh darinya, dia membuka halaman pertama di novelnya. Terdapat tanda tangan Sakura, tulisan "untuk Sasuke", dan deretan nomor ponsel. Dada Sasuke diganggu gelitikan lagi ketika sadar bahwa Sakura memenuhi janjinya.

Dia memotret paragraf yang ditujukan untuknya dan dikirimkan ke nomor Sakura tanpa satu huruf pun pesan. Dadanya berdebar-debar ketika muncul notifikasi bahwa Sakura sedang menuliskan jawaban.

From : Sakura

To : Sasuke

Aku senang kau menemuiku (o)/

Sayangnya kau tidak melakukan hal aneh lagi sehingga kau tidak bisa jadi tawananku (LOL)

Sasuke mendengus membaca pesan dari Sakura. Dia lekas mengetikkan balasan yang sudah melesat di benaknya sebelum hatinya menolak untuk mengirimkan pesan tersebut.

From : Sasuke

To : Sakura

Aku mengajukan diri.

Kutukan demi kutukan Sasuke tujukan pada dirinya sendiri setelah pesan itu terkirim dan dia tak bisa membatalkannya. Tidak adanya jawaban dari Sakura selama lima menit membuat dia semakin menyesali balasannya yang menggelikan. Tiba-tiba jantungnya nyaris copot ketika balasan dari Sakura masuk ke dalam ponselnya.

From : Sakura

To : Sasuke

Kalau begitu, ayo makan malam bersama setelah acaraku selesai!

Senyum kecil tidak bisa ditahan dari terbit di wajah Sasuke. Jawaban dari Sakura adalah pertanda bahwa kisah mereka akan berlanjut kembali setelah berbulan-bulan terhenti. Nyatanya kisah mereka bukan sekadar cinta satu hari.