"Bang Ned,"
*Pfftt!
Wine dalam mulut Netherland hampir menyembur melihat Indonesia datang bersandar manja padanya dengan wajah memerah seperti orang mabuk.
"Uhuk! Uhuk!" Netherland memaksa masuk wine ke dalam tenggorokannya. "Kenapa Indie?" dia menengok ke arah ruangan penuh tawa riuh oleh rekan-rekan negara lain yang sedang pesta alkohol. Netherland sendiri memutuskan memisahkan diri sebentar ke balkon kosong karena tadi dibuat pusing sama teman-teman Uni Eropa lain yang juga sedang mabuk.
Indonesia diam mengerucutkan bibir, matanya dialihkan jauh-jauh namun sandarannya pada tubuh Netherland semakin rapat.
Netherland ikut diam memperhatikan lekat-lekat Indonesia.
"Ngomong sesuatu, dong!" seru Indonesia yang gemas dengan keheningan di antara mereka.
"Tadi aku tanya kamu kenapa, kan?" Netherland balas kalem.
"Ukhh…." Indonesia menggembungkan pipi kesal. Dia memeluk satu lengan Netherland, "Aku ngantuk."
"Kuantar kau ke kamar."
Indonesia buru-buru menggeleng. "Bang Ned cepat banget mau tidur. Temani aku dulu kenapa?"
Jantung Netherland bagai ditembak lagi mendengar cara Indonesia memanggilnya. Dia dibuat lemah dan tidak bisa berkata apa-apa.
"Oke. Oke." Netherland mengusap wajah. Dia mendadak nostalgia sendiri. Kapan terakhir kali dia mendengar Indonesia memanggilnya dengan sebutan akrab? Dia terbiasa mendengar Indonesia memanggilnya hanya 'Netherland' saja semenjak hubungan keduanya membaik. Toh, Netherland tidak meminta lebih. Dia sadar dulu sudah khilaf dan sekarang lebih memilih semuanya berjalan dengan damai-damai saja tanpa ada perang seperti dulu.
"Bang Ned nggak ngasih aku ciuman salam?"
Mata Netherland membulat lebar.
"Belgia bilang abang suka ngasih ciuman salam ke Uni Eropa lain, tapi kok sama aku nggak?" Indonesia menggertakkan gigi dengan alis menukik rapat.
Netherland tidak tahu harus berbuat apa ke Indonesia yang jadi cemburu gara-gara sedang mabuk ini. Diam-diam di pikiran terdalamnya Netherland rela rohnya dibawa terbang malaikat sekarang juga supaya memori saat ini bisa terus tersimpan.
"Kau mau?"
Wajah kesal Indo seketika berubah sumringah. Dia mengangguk serius. "Mau."
Gemuruh bising jantungnya membuat Netherland gugup. Di dalam hati dia berteriak senang bukan main dan di sisi lain dia berharap Indonesia sadar apa yang sedang terjadi saat ini. Sejauh yang Netherland tahu, Indonesia yang sekarang takkan mungkin bisa sejujur ini di depannya.
*Cup cup
Netherland mengecup kedua sisi pipi hangat Indonesia, sebelum memberi ciuman ketiga dia menangkup pipi Indonesia, mengangkat wajahnya, dan menempelkan bibirnya ke bibir Indonesia.
Di balik wajah datarnya, Netherland sebenarnya gugup bukan main ketika bola mata mereka bertemu setelah dia menarik bibirnya menjauh.
Sorot polos Indonesia memandang Netherland dengan senyum cengiran malu-malu, "Hehe. Kupikir ciuman ketiga bakal di keningku."
"Manis banget!" Teriak Netherland dalam hati dan langsung mencium kening Indonesia.
"Eh, bukannya ciuman salam di tempatmu cuma tiga kali, ya?"
"Memang. Tapi dari akunya sendiri aku ingin menciummu lagi. Tidak boleh?"
"Ya, boleh lah. Abang Ned kan pelit, makanya aku kaget waktu abang kasih ciuman keempat." Indonesia terkikik geli.
"Ukh…." Kalau sebelumnya jantung Netherland ditembak lembut oleh rasa cinta, kali ini harga dirinya ditampar remuk karena kata-kata brutal dari Indonesia. Dia sendiri mengakui kalau dirinya cukup ketat kalau soal urusan uang mengingat negaranya dulu pernah sempat jatuh miskin.
"Bang, abang nggak kedinginan di sini? Oh iya ya, Eropa sih sudah terbiasa sama udara dingin, ya."
Netherland lagi-lagi dibuat bungkam deg-degan dengan cara Indonesia menggodanya. Dia melepas syal dan jaketnya lalu memakaikannya ke Indonesia.
"Hangat, kan? Kalau masih kedinginan masuk saja ke dalam," kata Netherland sambil mengusap-usap pipi kenyal Indonesia.
Indonesia kembali menggeleng. Dia menggenggam tangan Netherland. "Kalau aku masuk, nanti abang Ned kedinginan, dong."
Boom! Sesuatu dalam diri Netherland meledak keras seperti bom nuklir yang dijatuhkan ke laut lepas dan mengombang-ambingkan permukaan laut yang seketika berubah menjadi ombak dengan arus ganas berbahaya. Alarm batasan dirinya berdengung keras, tali kesabaran Netherland diuji hingga ambang batas kewarasannya.
Di detik itu pula, Indonesia berkali-kali mengerjapkan mata dengan sorot yang agak gelisah. Pengaruh alkohol dalam tubuhnya pelan-pelan mulai hilang dan dia pun sadar apa yang sudah dilakukannya sejak tadi.
"A, aku ngapain, sih? Woi!" serunya panik dalam hati. Tetapi karena sudah kepalang terlanjur, Indonesia hanya diam di tempat dengan terus menggenggam tangan Netherland.
*Grab! Gluk gluk gluk gluk gluk
Netherland meneguk cepat botol winenya sampai habis.
Indonesia ternganga mengernyit heran melihat aksi nekad Netherland di depan matanya.
*Trak! Grab!
Netherland menarik Indonesia ke dalam pelukan eratnya. Kedua tangannya yang besar melingkar sempurna tubuh Indonesia yang lebih kecil darinya.
"Aku nggak bakal kedinginan kalau begini," kata Netherland di dekat telinga Indonesia.
Timbre bariton suara lemah Netherland yang begitu dekat menggetar kuat jantung Indonesia dan darah mengalir cepat naik ke kepalanya. Tungkai kedua kakinya dibuat hampir lemas. Dia pun mendadak kebingungan harus dikemanakan kedua tangannya yang akhirnya hanya dia lingkarkan gugup di pinggang Netherland. Sosok yang dulu sangat ditakuti dan kelewat protektif padanya itu ternyata bisa menunjukkan sisi lemah yang cukup manis.
"Cuma mantan, cuma mantan, cuma mantan." Indonesia menenangkan diri sambil merapalkan kata-kata di dalam hati. Hubungan mereka sekarang hanya sekedar bisnis, tidak lebih dari itu. Jadi hanya pelukan pertemanan. Santai saja lah.
Satu menit lewat. Lima menit lewat.
Indonesia mulai canggung bukan main dengan suasana hening di antara mereka, apalagi masih belum ada tanda-tanda Netherland bakal melepasnya.
"Ini orang kenapa dah? Padahal biasanya kalem-kalem aja kalau lagi ngobrol biasa," batin Indonesia gelisah. Telapak tangan dan kakinya mulai terasa tidak nyaman karena keringatan, dan dia segan mendorong Netherland duluan.
"Indie, kau tidur?"
Netherland akhirnya bergerak melonggarkan pelukan. Indonesia spontan menutup setengah wajahnya yang entah kenapa terasa panas dengan punggung tangan- mungkin dia masih mabuk dan malu menatap langsung laki-laki di depannya.
"Akh," bola mata emas Indonesia terlonjak gugup ketika bertemu mata hijau Netherland, dia menggeleng dan memalingkan wajah, "Nggak, aku nggak tidur kok, ba… ba ba… uuhh… ba..." lidahnya mendadak kelu, ingin rasanya Indonesia mengutuk sesat sosok mabuknya sebelum ini, "... ba… bang… ned…." Indonesia menahan rasa geli menusuk yang menaikkan seluruh bulu kuduk di sekujur tubuhnya. Hasrat ingin kumur-kumur dan membersihkan mulut serta lidahnya sekarang juga langsung naik sangat pesat. Indonesia yang tidak berani memandang Netherland berusaha menjauhkan wajahnya supaya Netherland tidak melihat ekspresi jijiknya.
Netherland terdiam hampa memperhatikan reaksi Indonesia yang terasa berbeda. Sebuah denyut sesak tiba-tiba menekan kuat dadanya. Nafasnya dibuat memberat dan pikirannya berputar pada hal negatif. Netherland sesaat berharap dia saja yang tertidur saat ini, jadi dia bisa dengan lega menganggap senyum dan sosok manja Indonesia sebelum ini hanyalah sekelebat mimpi indah yang numpang lewat dengan manis.
"Kapan kau sadar?" Netherland buka mulut.
"Barusan." Indonesia malu bukan main. Andai saja dia bisa berlari ke kamarnya, sekarang dia pasti sedang bersembunyi di balik selimut sampai memori tentang dia memanggil Netherland dengan sebutan 'Bang Ned' tenggelam dalam-dalam.
Menghela nafas, Netherland mengusap-usap kepala Indonesia. Dia tidak mau menyalahkan Indonesia atas rasa sakit di dadanya.
"Sana masuk. Nanti kau kedinginan." Tersenyum, hanya itu juga yang bisa Netherland lakukan untuk menutupi perasaannya.
Indonesia tertegun sesaat. Jelas-jelas ada yang aneh dari senyum Netherland yang seperti dipaksakan itu. Apalagi senyum itu seketika hilang dan dalam bola mata hijau yang langsung Netherland alihkan itu juga terbias rasa sedih dan kecewa yang ditahan kuat-kuat hingga berteriak saja rasanya tak cukup. Seketika Indonesia teringat kejadian beberapa tahun setelah dia merdeka dan Netherland datang lagi melakukan gerilya. Waktu itu Indonesia masih marah terhadap Netherland hingga dia butuh waktu lama untuk menyadari sorot mata Netherland ketika mereka saling berhadapan mengacungkan senjata masing-masing dan selama rapat pembuatan perjanjian, di balik wajah tenangnya, Netherland terus-menerus menatap Indonesia dengan sorot mata yang sama dengan yang laki-laki itu tunjukkan sekarang.
*Nyuuuut
Jantung Indonesia berdetak tidak tenang. Rasa bersalah, sedih, lalu ada pula rasa marah yang muncul bercampur jadi satu di dalam sebuah kuali yang teraduk-aduk di tengah perutnya dan asap dari kuali itu menusuk-nusuk bagian organ lunak sensitif di balik rangka tulang dadanya. Isi kepala Indonesia hanya diisi oleh satu kata tanya.
Kenapa?
*Syut
Indonesia mengalungkan syal Netherland ke leher pemiliknya.
Sorot sedih dalam bola mata Netherland tergantikan oleh pantulan wajah Indonesia di permukaan beningnya.
"Tunggu sebentar."
Indonesia memutar langkah kembali ke dalam ruangan pesta.
Mata Netherland terus mengejar sosok Indo hingga hilang di balik tinggi tubuh orang-orang yang lalu lalang di dalam sana. Netherland menghela nafas panjang. Dia diam menenangkan diri dengan menghirup dalam-dalam udara malam yang mulai terasa dingin. Merogoh kantung di celana, dia menemukan kotak rokok, tapi lupa koreknya masih di saku di balik jaketnya yang juga masih dipakai Indonesia.
"Haaaahh…." Netherland mendesah resah. Rasanya seluruh beban di tubuhnya kembali menumpuk hingga menjulang tinggi dan dia butuh rokok atau apapun itu untuk meringankan benang kusut di otaknya. Dia merasa bodoh ke diri sendiri yang kecewa hanya karena hal kecil.
"Aku sudah lama mencoba menyerah. Tapi…." momen-momen di masa lalu mengintervensi pikiran Netherland ketika dia merasa bodoh karena senang dengan sikap manja Indo yang sedang mabuk. Telapak tangan yang dulu sangat kecil dalam genggamannya itu sekarang lebarnya sudah hampir selebar telapak tangannya. Bola mata emas yang dulu menatap polos semua hal yang menghampirinya, sekarang pun masih polos, namun sudah tak seceria saat dulu sosoknya terpatri di dalamnya. Tubuh pendek anak-anak yang dulu bisa dengan mudah dia angkat dalam gendongannya, sekarang sudah tumbuh besar jadi tubuh dengan otot-otot terlatih di tambah dua buah dada yang bisa menyakiti siapa pun dengan serangan kancing baju melayang. Netherland tidak akan lupa bagaimana senyum yang dulu tersungging tulus padanya berubah jadi tatapan setajam pisau penuh amarah yang membakar-bakar. Dadanya sesak karena Netherland begitu merindukan senyum dan sikap manja Indonesia yang dulu padanya.
Satu kata maaf bisa menyelesaikan masalah, tapi tidak akan sanggup mengobati luka yang sudah membekas.
Perasaan tidak ingin kehilangan yang membara membutakan mata Netherland saat itu hingga semua cara dia gunakan untuk mempertahankan Indonesia, dan sayangnya dia tidak menyadari perlakuannya itu malah membuat Indonesia terluka sangat dalam.
Maka dari itu, hubungan netral yang damai seperti ini saja sudah cukup bagi Netherland. Asalkan dia dan Indonesia bisa berdiri berdampingan lagi meski hanya sebatas hubungan bisnis, itu sungguh sudah cukup.
*drap drap drap drap drap
"Nether."
Indonesia setengah berlari datang terengah-engah ke arah Netherland. Dia membawa dua botol wine yang sudah terbuka di kedua tangannya.
"Akh! Kau merokok? Bagi satu, dong!" seru Indonesia begitu berdiri di depan Netherland.
"Taruh dulu winenya." Netherland mengambil kedua wine dari tangan Indonesia dan menaruhnya ke atas pembatas balkon yang terbuat dari batu. Dia lalu memberikan satu batang rokok yang baru ke Indonesia. "Nih."
"Hehehe. Thanks." Indonesia menyengir lebar mengambil rokok dari Netherland. "Koreknya mana?"
"Makanya aku dari tadi menunggumu." Netherland membuka sisi kiri jaketnya yang Indonesia pakai, dan sialnya mata kotornya malah langsung menangkap belahan dada Indonesia yang menonjol dari balik seragam coklatnya. Netherland menelan ludah menahan serangan tiba-tiba yang hampir membuat erat celananya di bagian antara kaki. Dia buang jauh-jauh pikiran senonoh dalam otaknya dan langsung fokus mengambil korek.
"Sini." Netherland sedikit membungkukkan tubuh supaya Indonesia - yang tanpa pikir panjang mendekat - juga bisa kebagian api korek.
*Bsstt bsstt bsstt ceessss
"Ssshhhhhppp… Fuaaaaahhhh… aaah, nyebat pas pikiran lagi suntuk memang nikmat." seru Indonesia yang tingkahnya terlihat lebih leluasa sekarang.
Netherland diam menghisap rokoknya sambil mengawasi gerak-gerik Indonesia.
"Kau ngapain tadi ke dalam?" tanyanya.
"Ngambil wine, dong. Tapi tadi aku hampir aja apes dilabrak Italia yang maksa aku neguk satu gentong gede wine. Untung masih bisa kabur." Indonesia agak trauma tadi dikeremuni banyak orang-orang mabuk yang mengelilinginya seperti mayat hidup. Parahnya teman-teman ASEAN yang lain juga sudah pada mabuk dan tidak bisa menyelamatkannya. Untung Jepang berhasil menariknya keluar dari lingkaran keriuhan.
"Kau bisa me-"
*Tuk
Indonesia menyodorkan satu botol wine ke Netherland.
"Temani aku minum." katanya dengan muka merah dan ekspresi malu-malu yang sudah ditahan supaya tidak meledak.
*Deg!
Suara keras detak jantung Netherland bergema ke seluruh rongga dalam tubuhnya sehingga dalam satu detik itu gendang telinganya hanya bisa mendengar suara detak jantungnya saja.
"Boleh?" tanya Netherland agak ragu.
Indonesia mengernyit terheran tidak mengerti. "Ya boleh lah. Kamu kan juga sudah kasih aku rokok."
*huuuuufff
Hembusan lembut nafas Netherland yang mengalir keluar dari mulutnya beserta asap rokok dengan ajaib langsung melegakan ruang dalam dada dan mengangkat seluruh beban pikiran Netherland sebelum ini. "Thanks." dia ambil botol wine untuknya.
Indonesia terkekeh senang. "Sama-sama."
Melihat tawa di wajah Indonesia, Netherland pun tersadar, selama Indonesia bersikap leluasa seperti ini di depannya saja sudah jadi kebahagiaan kecil baginya yang berhasil mengalihkan separuh dunianya. Dia juga semakin sadar, yang dia inginkan sekarang hanyalah momen bersama Indonesia yang nyaman berada disampingnya seperti dulu kala.
.
.
.
"Tu, tunggu… jangan masuk du- uumh!... Huuff, ah!"
Indonesia setengah sadar apa yang sedang terjadi. Dia masih mabuk dan kepalanya belum bisa berputar jernih. Tapi dia bisa merasakan ada sentuhan dari dua tangan besar yang mencengkram erat dua sisi pinggangnya dan sesuatu yang panjang dan keras tengah menghantam-hantam bagian dalam perutnya yang panas. Lubang milik Indonesia dibakar oleh rasa sakit dan enak dari sensasi bercinta. Titik nikmat di bagian tubuhnya terus ditekan-tekan hingga Indonesia hanya bisa meracau tak jelas sambil mendesah nikmat memeluk bantal empuk.
"Jangan tutupi wajahmu."
Otak Indonesia yang masih kusut tidak mengenal siapa pemilik suara baritone yang menarik bantal yang sedang dia peluk. Dia menyilangkan kedua tangan di depan wajahnya yang memerah.
"... Jangan lihat…."
Tenggorokannya kering dan nafasnya naik turun cepat, permukaan perutnya lengket karena cairan kental warna putih, sementara bagian dalam perutnya terasa penuh dan licin. Selain suara desahnya, Indonesia bisa mendengar suara decit dari permukaan kulit basah yang saling menepuk-nepuk.
Kedua tangan Indonesia ditarik turun dan tubuhnya lagi-lagi dihentak-hentak keras hingga guncangannya membuat otak Indonesia semakin tidak bisa berpikir jernih dan matanya berputar kebelakang.
"Ah ah ah akh, oh oh oh! Akh! Haah haah haah haah, haaahhh…!"
Panas, gerah, dan basah. Tubuh Indonesia melemah oleh setiap hujaman dari batang keras panjang di dalam lubang di bawahnya yang maju mundur dengan gerakan konstan dan terus menekan-nekan titik orgasmenya. Miliknya sendiri dibuat bangkit berdiri dan siap menembakkan cairan yang sudah tak lagi sekental saat pertama kali keluar.
"Emhh… haah haah haah haah haaah…."
Tangannya bergerak mengocok miliknya sendiri mengikuti irama dari hantaman benda tumpul besar dalam lubangnya. Sementara tangan satu lagi menggelitik puting kirinya yang gatal ingin ereksi.
"Eh? Ja, jangan…!"
Daging lunak basah yang hangat mengulum puting kiri Indonesia dan beberapa kali melakukan gerakan menghisap serta menggigit tonjolan puting yang mengeras itu. Sebuah telapak tangan besar juga datang menekan-nekan dada empuknya dengan gerakan memutar.
"Ukkhh…." Indonesia tak punya tenaga mendorong kepala dari pemilik lidah yang membuat ereksi putingnya. Namun dari remang lampu tidur yang menerangi gelap ruang kamar, dia bisa melihat warna rambut seterang sinar matahari dengan sepasang mata hijau yang menatap tulus sosoknya.
Mata hijau itu mendekat maju. Lidah basahnya menjilat bibir Indonesia lalu dengan lembut mendorong masuk ke dalam rongga mulut untuk menyapa lidah Indonesia.
"Mmmhh… hmmpphhhh…."
Sama seperti lubangnya yang di bawah, rongga mulut Indonesia dibuat basah dan panas oleh kecupan yang terus datang dari mulut dengan lidah kelaparan milik laki-laki bermata hijau itu.
Pandangan Indonesia kabur karena genangan air matanya. Dia hanya bisa merintih nikmat tanpa bisa melawan. Tenaganya seperti disedot habis oleh batang keras di bawah sana yang tiba-tiba saja terasa semakin membesar.
"Uukkhh…." desah berat dari suara husky laki-laki yang sedang menyenggamainya menggelitik telinga panas Indonesia dan membuat batangnya berdiri tegak lagi.
"Kheeh…" laki-laki itu terkekeh tercengang melihat batang dari teman tidurnya malam ini yang masih bisa aktif. Adrenalinnya terpicu hingga ke ujung batang miliknya yang masih bersarang di dalam dan siap menyembur.
"Ayo keluar sama-sama, Indonesia." bisiknya lembut dengan bibir menyentuh tulang lunak telinga Indonesia yang mendidih merah.
"Akhh! Haahh… akh!" Otot-otot kedua paha Indonesia bergetar terangsang oleh desah seksi suara baritone dari orang yang sangat-sangat dia kenal dan wajah orang itu seketika muncul dalam ingatannya. "…mmmhhh… Nether..!" tubuh Indonesia melemah. Insting dalam kepalanya memberi alarm peringatan namun otaknya tak bisa memberi perintah karena seluruh indera di tubuhnya kini sudah dibuat meleleh setelah berkali-kali dicumbu oleh rasa nikmat dari batang besar yang menancap dalam lubangnya.
Netherland memegang kedua sisi pinggang Indonesia dan bagian bawah tubuhnya mulai bergerak maju mundur cepat.
*slap slap slap slap slap slap slap slap slap
"Ah ah ah ah ah, haahh, ahh ahh ahh ahh haaahhh."
Desah Indonesia lepas setiap kali ujung tumpul batang Netherland menyentuh dinding bagian terdalam lubangnya. Irama gerakan mengocok Netherland begitu cepat sampai Indonesia tidak sempat memikirkan apapun kecuali rasa nikmat yang membakar-bakar seluruh indera di tubuhnya. Isi kepala Indonesia dikendalikan penuh oleh Netherland.
*slap slap slap slap slap slap slap
"Khuh!" Netherland mengerang. Cairannya sudah semakin di ujung dan dia pun menambah tempo hentakan batangnya di dalam lubang Indonesia hingga… "Aakkhh!" *Bruuushh… akhirnya seluruh hasrat yang sudah tertahan itu pun tumpah ruah membanjir di dalam bersamaan dengan cairan dari batang Indonesia yang ikut muncrat keluar.
"Haaahh… haaahhh… haaahhh…" Dada Netherland naik turun mengatur ulang nafasnya yang memendek setelah barusan tadi dipompa tanpa henti seperti orang gila. Miliknya masih tegak di dalam dan dia sengaja belum menariknya keluar.
"Haahh… huuff haahh huuff haahh huuff haahh huuff haaah…." Sekujur Indonesia bergetar kejang untuk sesaat setelah cairannya tumpah untuk kesekian kali dan bagian dalamnya dibuat menghangat. Gerigi otaknya masih belum bisa bergerak sempurna karena ujung-ujung inderanya yang masih menjerit-jerit kenikmatan.
"Indonesia." Netherland menarik satu tangan Indonesia. Mengecup manis punggung tangannya lalu mengaitkan jari-jari mereka. Satu tangan Netherland yang lain mengusap-usap rambut Indonesia dan bibirnya datang memberi kecupan di kening. Netherland menatap Indonesia dengan senyum puas.
"Selamat tidur, permata zamrud khatulistiwaku."
.
.
.
.
Paginya Indonesia terbangun lebih dulu dengan penuh rasa penyesalan yang campur aduk.
"Londo sialan!" cecarnya dalam hati sambil melihat Netherland yang masih tertidur dengan posisi memeluk. Indonesia sebelum ini sudah mencoba melepas kedua tangan Netherland yang melingkar di tubuhnya tapi dia kalah karena pinggangnya yang lemas bukan main dan tenaganya juga masih belum terisi penuh. Bagian bawah tubuhnya terasa aneh oleh rasa lengket dari cairan keduanya yang bercampur semalam.
"Aaaaaaaaaaaakkhh… gimana ceritanya bisa begini, sih?" batin Indonesia gelisah. Memori yang muncul dalam kepalanya setengah-setengah tapi dia ada ingat, setelah rokoknya habis, Indonesia yang mabuk lagi malah merebut paksa rokok Netherland dan gara-gara itu juga Netherland tanpa babibu langsung nyosor menciumnya dengan ganas. Indonesia tidak tahu bagaimana Netherland membawanya kemari, tapi semoga saja semua orang di pesta itu tidak ada yang ingat ataupun melihat mereka.
"Emmmhhh…." Netherland bergerak memperbaiki posisi. Dia mengeratkan pelukan dan membenamkan wajahnya di dada empuk Indonesia.
"Woi, kau bangun, kan?" Indonesia mencoba mendorong kepala Netherland karena geli dari nafas yang menggelitik permukaan kulitnya yang masih sensitif.
Netherland memangku dagu di antara belahan dada Indonesia. "Pagi."
Rasa kesal Indonesia disentil, "Ya, selamat pagi juga. Sekarang cepat menyingkir dariku."
Alis Netherland mengerut. "Hmph!" serunya dengan menggeleng kuat dan kembali menenggelamkan wajah di dada Indonesia.
"Woi!" Indonesia sekuat tenaga meronta dan melawan Netherland yang entah bagaimana bisa lebih kuat darinya. "Buruan lepasin, napa? Aku mau mandi, nih! Nggak enak banget di bawah sana." protesnya kesal.
"Nggak mau!" Netherland kukuh mengunci Indonesia dalam pelukannya. "Kalau kulepas, keluar dari sini kau pasti bakal membenciku."
Indonesia tercengang kaget. Matanya membulat lebar dengan mulut terbuka setengah dan alis mengerut ke atas. Serangan kata-kata balasan sudah siap dilemparkan namun melihat sikap Netherland yang dia pikir seperti anak remaja ngambek yang sedang dimabuk cinta itu membuatnya terpaksa menutup rapat mulut lagi. "Uuukkhh…!" Indonesia kesal ke dirinya sendiri yang gampang luluh. Dia berhenti berontak dan menepuk-nepuk lembut rambut blonde Netherland.
"Bodoh. Ngapain aku sampai harus membencimu?"
Netherland mengangkat wajah dan menatap Indonesia dengan sorot tak percaya.
"La, lagian, ya," Indonesia mendadak malu sendiri karena sekilas teringat satu potong kejadian semalam, dia mengalihkan pandangan, "Negara kita sekarang punya hubungan bisnis yang cukup bagus. Tempatku masih belum semaju tempatmu. Jadi aku masih butuh banyak sekali bantuanmu," ujarnya malu-malu. Kedua pipi Indonesia merah pekat dan jantungnya berdetak kencang.
"Berarti kau menikmati yang semalam?" Netherland maju dengan wajah penuh harapan.
"Huwaah! Jangan bilang-bilang soal yang semalam!" Indonesia sontak panik sambil menutup rapat mata dan telinga.
"Indonesia." Netherland bangkit dan dengan lembut menarik kedua tangan Indonesia.
Indonesia terlonjak kaget tak siap mendengar Netherland tiba-tiba memanggilnya dengan suara yang penuh rasa damai.
"Boleh aku menciummu?" Netherland merapatkan jarak wajah mereka.
"Uukh! Uuummmm….!" rahang Indonesia terasa berat menjawab pertanyaan itu. Kerutan dahinya semakin erat dan dia malu bukan main kalau harua membuka matanya sekarang.
"Kalau kau tidak jawab, aku bakal menciummu."
Indonesia semakin tersudut. Batinnya saat ini sedang terpecah jadi dua kubu dan berperang sengit tanpa ada yang mau mengalah. Ini masalah antara harga diri dan perasaannya. Indonesia luar biasa bingung, tapi dia harus cepat-cepat menjawab.
"Emmmm… Ngg… Ng, ngga-"
*Cup
Mulut Indonesia dikunci rapat oleh bibir yang masih meninggalkan rasa asam dari wine semalam.
"Ah…."
Indonesia seketika rapuh saat lidahnya saling beradu dengan gerakan licin lidah hangat Netherland. Udara dalam rongga mulutnya disedot habis dan indera perasanya mengecap rasa-rasa yang tidak familiar dari genangan saliva yang masuk ke dalam kerongkongannya. Ciuman itu membuat pikiran Indonesia melayang-layang ke langit ketujuh. Bibirnya dibuat nikmat oleh sentuhan-sentuhan menggoda bibir lembut Netherland.
Respon-respon kecil dari Indonesia ketika mereka berciuman menaikkan harapan Netherland. Bibirnya berpindah ke pipi Indonesia, lalu dagu, dan turun ke sekitar otot-otot leher yang berkedut.
"Emmhhh…." punggung Indonesia melengkung naik ketika lidah dan jari-jari nakal Netherland menjamah kedua puting dadanya.
"Nether, hentikan. Kita harus cepat-cepat ke ruang makan supaya yang lain tidak curiga." Meski sudah dibuat terangsang, Indonesia masih cukup waras mengingat jam berapa sekarang.
"Sekali kali saja." Pinta Netherland memelas.
"Nggak! Nggak! Aku sekarang sudah gerah banget, nih!" tolak Indonesia tegas.
"10 menit, di kamar mandi." Netherland masih belum menyerah.
Indonesia mendadak terdiam dengan pipi merona merah dan gerakan mata yang bergerak-gerak tak tenang.
Netherland menangkap sinyal lampu hijau. Dia pun terus melancarkan serangan dengan menatap langsung bola mata Indonesia.
"Uukkhh…." Indonesia lagi-lagi dibuat harus mengalah. "O, oke. Sepuluh menit aja."
Mata hijau Netherland berbinar terang. Dia memeluk erat Indonesia dan membenamkan wajah ke dadanya.
"Bu, buruan, gih. Nanti kita telat, nih." Indonesia jadi gugup sendiri dan salah tingkah melihat antusias Netherland yang menggemaskan.
"Oke. Tapi sebelum itu," Netherland mendekatkan wajah ke depan Indonesia dengan raut serius. "Aku ingin mendengarmu memanggilku dengan panggilan 'bang Ned' lagi seperti semalam."
*Ctar! Bagai petir siang bolong yang menyambar ketika cuaca sedang tidak berawan, seluruh bulu kuduk di sekujur tubuh Indonesia spontan bergidik berdiri.
"Ng… nggak mau…." Indonesia yang setengah pucat memalingkan wajah jauh-jauh.
"Sekali saja." pinta Netherland dengan suara manis.
"Nggak mau! Pokoknya nggak mau! Aku mending ke kamar mandi sendiri aja, deh!" Indonesia berontak keras sambil memukul-mukul juga menendang-nendang tubuh besar lawannya dan mencari celah kabur dari Netherland.
Tetapi Netherland lebih sigap mengejar buruannya dan mereka pun jadi melakukannya lagi selama sepuluh menit di kamar mandi.
.
.
.
"Indo?! Kamu sakit? Mau kerokan?" seru Philippines saat melihat Indonesia yang akhirnya muncul setelah mereka selesai sarapan.
"Aku nggak apa-apa kok, Phil. Makasih. Mau minum teh anget aja." jawab Indonesia dengan senyum lesu dan jalan agak sempoyongan.
Anggota ASEAN yang khawatir langsung beramai-ramai membopong Indonesia ke ruang makan. Selama satu hari itu pula tidak ada seorang pun yang berani bertanya kenapa Indonesia memakai syal milik Netherland.
End.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
*Another author note: Fix, habis ini aku julukin ini pairing bang Juned x mas Jamet.
