Tes tes...

Hana, dul, set...

Ehem!

Haiii, annyeoonggg semuaa ^^ aku kembali dengan cerita baru. Bergenre SCHOOL LIFE dan ROMANCE, pastinya! Sekalian aku mau tau, sebenernya masih ada gak sih pembaca di ffn :" jadi, cerita ini akan bergantung pada readers yah ^^ yuk cuuss kenalan dulu sama para tokohnya!

*Note: cerita kali ini akan cukup ramaiii yah, hahaha :p


EsM HIGH SCHOOL

[Kelas Reguler 2-A]: Lu Han (Y), Byun Baekhyun (Y), Park Chanyeol (N), Kim Joonmyun (N)

[Kelas Reguler 2-B]: Do Kyungsoo (Y), Kim Minseok (Y), Kim Jongdae (N)

[Kelas Reguler 2-C]: Zhang Yixing (Y), Huang Zitao (Y), Wu Yifan (N)

[Kelas Reguler 2-E]: Oh Sehun (N), Kim Jongin (N)

*Y = Yeoja; N = Namja

..

..

[Kelas Khusus Musik]: Lu Han, Do Kyungsoo

[Kelas Khusus Vokal]: Byun Baekhyun, Kim Jongdae

[Kelas Khusus Tari]: Kim Minseok, Zhang Yixing, Oh Sehun, Kim Jongin

[Kelas Khusus Akting]: Huang Zitao, Kim Joonmyun

[Kelas Khusus Olahraga]: Park Chanyeol, Wu Yifan

..

Now, enjoy!

Sorry for typo ^^


.

.

High School Romance

Chapter 1

.

.

Semester baru semester ganjil baru saja dimulai. Meski udara dingin musim dingin akhir masih terasa, tetapi para siswa tetap dengan semangat berangkat ke sekolah. Semua siswa kelas satu kini sudah naik ke kelas dua, menjadi seorang sunbae baru yang akan memiliki adik kelas. Tentu saja hal itu membuat mereka antusias, mengingat mereka harus menjadi anak baik di tahun pertama sebelumnya. Eits… bukan berarti mereka ingin menjadi anak 'nakal', hanya saja akan ada banyak keseruan sebagai siswa tahun kedua.

"Luheeeeennn! Syukurlah kita masih sekelas!" pekik seorang siswi mungil nan imut. Rambut sepunggungnya yang ia ikat kuda bergerak ke sana kemari karena pergerakkannya. Ia memeluk sahabatnya dengan erat, membuat yang dipeluk memutar bola matanya kesal.

"Byun Baekhyun! Bisa lepaskan aku? K-kau mencekikku!" kesal sahabatnya, Luhan.

"Ups! Mian," cengir Baekhyun lalu duduk di kursi sebelah Luhan dengan percaya diri.

"Hoi, Byun Baekhyun! Pergi dari bangkuku!" kini murid laki-laki yang lebih pendek–ya, karena dia bersebelahan dengan si tiang listrik 185 cm– ia datang dengan menyilangkan tangannya di dada.

Baekhyun menoleh pada Luhan yang asik dengan bukunya, lalu menatap si murid 185 cm, dan berakhir pada si murid yang lebih pendek. Ia tiba-tiba tertawa, "kau serius, Kim Joonmyun? Ya! Jangan bilang kau masih menyukai Luhan, setelah ditolak hmpp– yak sialan! mmpp–"

Murid laki-laki bernama Joonmyun itu menyumpal mulut Baekhyun dengan roti yang baru ia beli, "terima kasih sudah mengingatkanku dan ini hadiah untukmu hm?" ucapnya sambil tersenyum kesal. "Mulut kekasihmu menyebalkan sekali, Park Chanyeol!"

Ternyata laki-laki 185 cm adalah Park Chanyeol, ia mengedikkan kedua bahunya. "Bukannya itu memang kenyataan?" balasnya cuek.

"Sialan kalian berdua…" kesal Joonmyun.

Chanyeol menarik tangan kekasihnya, "tempat kita bukan di sini, Baek. Kemari…" ia membawa Baekhyun ke kursi belakang, tepat di sampingnya. Chanyeol memang sengaja memilih bangku di sana.

Begitulah, pagi yang berisik di kelas 2-A. Lu Han, Byun Baekhyun, Park Chanyeol, dan Kim Joonmyun, mereka berhasil tetap di kelas yang sama dengan mempertahankan nilai mereka.

Sebenarnya, di mana mereka bersekolah?

EsM High School merupakan salah satu sekolah yang berada di wilayah Seoul. Sekolah ini menjadi incaran bagi murid SMP yang ingin melanjutkan sekolah mereka ke jenjang selanjutnya. Total murid baru yang diterima di sekolah ini tiap tahunnya hanya 125 orang saja. Dengan sekitar 1000 lebih pendaftar dan 800-an yang berhasil untuk ikut tes masuk, tentu saja menjadikan sekolah ini sebagai sekolah elit ternama. Lulusannya juga terjamin akan masuk ke perguruan tinggi favorit sesuai kemampuan mereka.

Berbicara mengenai kemampuan, EsM High School mengutamakan dua hal penting dalam pembelajarannya yaitu dalam segi AKADEMIK dan NON-AKADEMIK. Selain muridnya harus mampu meraih nilai rata-rata keseluruhan minimal 2,75 (skala maks. 4,00) dalam pelajaran, mereka juga diwajibkan memiliki keterampilan Non-Akademik.

Kelas Reguler, adalah kelas biasa yang mereka gunakan untuk belajar setiap harinya (Senin s.d. Kamis). Terdiri dari 5 kelas di setiap angkatannya. Tentu saja penempatan kelasnya juga berdasarkan peringkat nilai mereka. Selanjutnya ada Kelas Khusus, yaitu kelas tambahan (Jumat dan Sabtu). Kelas ini terdiri dari 5 kelas bidang dan setiap siswa harus memilih satu kelas khusus mereka. Ada kelas khusus seni musik, seni tarik suara (kelas vokal), seni tari, seni peran (kelas akting), dan kelas olahraga. Maka dari itu, sekolah ini juga sering disebut sebagai "Sekolah Para Jenius". Tidak hanya mampu dalam hal pelajaran, tetapi juga keterampilan mereka di atas rata-rata.

"Annyeong Minseokkiee!" sapa perempuan cantik bermata bulat besar. Matanya begitu indah dan memancarkan keramahan. "Tumben kau datang pagi, tidak bersama Jong–"

"Kyungsoo-ya, jangan bicarakan dia." Sela Minseok. Gadis manis dengan pipi sedikit chubby itu terlihat kusut, tidak seperti biasaya.

Kyungsoo tersenyum paham, "apa ini? Tahun ajaran baru dan kalian bertengkar lagi? Kali ini salah siapa?"

"Dia tentu saja," jawab Minseok cepat.

"Araseo, pasti Jongdae yang salah." Kekeh Kyungsoo.

Minseok mengubah posisi duduknya berhadapan dengan Kyungsoo, matanya terlihat berkaca-kaca membuat Kyungsoo terkejut. "Aku serius, dia yang salah. Aku membencinya… a-aku ingin putus dengannya–"

"Minseokkiee…" Kyungsoo tersenyum menenangkan, "sebaiknya tenangkan dirimu dahulu, hm?"

Minseok menunduk, satu air matanya menetes. Saat ia mengangkat wajahnya, pandangannya bertabrakan dengan orang yang dibicarakan. Dengan cepat Minseok membenamkan wajahnya di meja.

Kyungsoo menoleh ke pintu, benar saja ia menemukan Jongdae, kekasih Minseok. Kyungsoo mengeluarkan bukunya lalu menuliskan sesuatu di sana. 'Apa lagi yang kau lakukan?'

Jongdae dengan lesu mengambil pena Kyungsoo dan menuliskannya. 'Semua memang salahku' lalu ia meletakkan susu coklat kesukaan Minseok di meja sebelum menuju bangku pilihannya. Di barisan keempat dekat jendela.

Kyungsoo menatap sedih pada kedua temannya. Sungguh hari pertama yang suram di kelas 2-B, bukan? Jika hari ini hujan, mungkin akan menjadi kutukan bagi keduanya. Kalau begitu mari kita bergegas ke kelas yang lain, rasanya menggigil melihat pertengkaran mereka.

Tapi… tunggu-tunggu, kenapa koridor ini begitu berisik?

"Kau serius, Wu Yifan dan Huang Zitao pacaran?"

"Aku sendiri melihat mereka berangkat bersama."

"Kau bodoh atau apa? Itu kan memang biasa, mereka dekat karena berasal dari Cina."

"Aku serius! Biasanya mereka berangkat bertiga bersama Yixing, kan? Hari ini mereka hanya berdua dan aku tidak sengaja melihat mereka berciuman di bus!"

"Gila! Yang benar?!"

"…"

Ah, gosip ternyata… Wu Yifan, pangeran sekolah itu memang kerap kali digosipkan. Tubuh tinggi, wajah tampan, dengan tubuh ideal tentu saja siapa yang tidak mengaguminya. Sejak kelas satu ia selalu mendapat perhatian lebih karena visualnya yang mencolok.

"Yifan bodoh! Ini semua gara-gara kau! Kita jadi digosipkan!" kesal Zitao. Rupanya yang digosipkan sudah sampai di kelas dan mendengar para penggosip bodoh yang malah bergosip di depan kelas mereka.

"Itu bukan gosip Zi. Kenyataan, biarkan saja." Jawab Yifan enteng. Ia malah mencari-cari kesempatan dengan menciumi leher kekasihnya yang resmi di malam natal kemarin. Kelas mereka memang masih kosong, mereka yang pertama datang.

"ASTAGA WU YIFAN! HUANG ZI TAO! Kalian gila ya?!" teriakan dari arah pintu membuat Zitao telonjak sedangkan Yifan berwajah biasa saja. Yifan menjauhkan wajahnya dari leher kekasihnya.

"Yi-Yixing! S-selamat pagi…" sapa Zitao gugup.

Yixing menatap galak pada pasangan di hadapannya, "menjadi buah bibir di pagi hari dan ditambah masih pagi, tapi kau sudah melakukan hal bejat pada sahabatku. Wu Yi Fan! Aku akan membunuhmu–"

"Yixing! Gwaenchanha, Yifan memang gila kan? Sabar oke…" Zitao dengan cepat memeluk Yixing yang ingin memukuli Yifan.

"Zi! Kau pindah ke sebelah, aku akan duduk di sini!"

"T-tapi–"

"Tidak ada tapi tapian, cepat!" Zitao mengangguk paham. Jadilah Yixing duduk di antara Yifan dan Zitao, ia perlu mengawasi pasangan ini. Terutama Yifan yang gilanya sudah di tingkat yang berbeda.

Benar-benar kegemparan yang hebat dari kelas 2-C, bukan? Hahaha. Apa kalian bisa membayangkan apa yang terjadi jika bukan Yixing yang datang? Pasangan itu bisa saja diseret ke ruang konseling karena tak lama dari itu, guru konseling mereka mampir untuk memberi selebaran pengumuman.

"Apa itu?" tanya Yifan yang malas membaca.

"Dari klub penelitian. Biasa… mereka akan merekrut anggota baru." Jawab Yixing.

Klub Penelitian? Ah, iya ada yang terlupa. Apa kalian penasaran mengenai ekstrakulikuler di sekolah? Mengingat sekolah yang mewajibkan muridnya memiliki kemampuan non-akademik yang baik, sekolah tidak mendirikan ekstrakulikuler. Kelas Khusus sudah secara resmi dikategorikan sebagai ekstrakulikuler. Namun, masih ada kelompok lain yang berdiri di dalamnya, seperti OSIS dan berbagai klub penelitian. Ya, klub penelitian bukanlah ekstrakulikuler, tetapi tempat untuk menyalurkan kemampuan lebih para siswanya.

Ada berberapa klub yang berdiri, yaitu klub peneliti masakan, klub peneliti sains, klub peneliti sejarah, dan klub peneliti hukum dan politik. Yah, tentu saja tidak ada paksaan bagi yang tidak ingin mengikutinya. Klub ini juga tidak kalah terkenal karena mereka kerap kali menang di kompetisi nasional di bidangnya masing-masing.

Sungguh sekolah yang hebat bukan?

Apa hebat berarti tidak ada murid yang bermasalah? Hmm… entah juga… mari kita telusuri kelas lainnya.

Suasana dingin yang memanas dan suara napas berat yang seirama berasal dari suatu kelas. Dua orang itu terlihat bergerak bersamaan dengan keringat yang bercucuran. Tunggu dulu… ini masih pagi dan mereka sudah melakukannya hingga berkeringat? Benar-benar… bahkan decitan sepatu mereka terdengar begitu lincah. Suara musik menambah semangat pergerakan tari mereka. Benar-benar pemandangan yang indah, dua pria tampan yang menari di pagi hari.

Tok. Tok.

Keduanya kompak berhenti saat melihat siapa yang datang. Yang lebih pendek mematikan musik dan membuka topi hoodie-nya.

"Annyeonghaseyo, seonsaengnim." Sapa keduanya sambil membungkuk.

"Apa kalian sedang berlatih?"

"Ne, Saem. Ada kompetisi 3 bulan dari sekarang."

Sang guru tersenyum, "kalian ini selalu bersemangat ya. Kalau begitu maaf mengganggu karena kalian harus menolongku,"

Keduanya mendekat, "apa yang bisa kami bantu, Saem?"

"Tolong panggilkan beberapa murid yang ada di daftar ini, setelah itu kumpul di ruang multimedia."

"Saem, kenapa harus kami?" yang bertanya langsung mendapat sikutan dari temannya yang lebih pendek.

"Lihat, nama kalian juga ada, Oh Sehun, Kim Jongin. Jadi tolong ya…" sang guru kemudian pergi.

"Kau tidak sopan, Sehun!" Jongin mengingatkan.

Sehun menghela napasnya, "rasanya aku tahu kenapa kita dipanggil…" ia menelusuri nama-nama yang tertera di kertas. "Jongin-ah kenapa ada anak dari kelas A juga? Mustahil mereka dipanggil karena hal yang sama dengan kita."

Jongin merangkul Sehun, lebih tepatnya mencekik dan menariknya. "Jangan banyak berpikir, sudah kita lakukan saja." Ajaknya.

Sehun dan Jongin, kedua sahabat itu sudah menjadi langganan dipanggil pihak kurikulum karena semester I dan II kemarin nilai pelajaran mereka selalu pas-pasan, sedangkan nilai non-akademik jauh lebih tinggi. Mereka berasal dari kelas 1-E di awal, dan sekarang berada di kelas 2-E dengan peringkat 124 dan 125, peringkat satu dan dua dari urutan akhir.

Sehun memerhatikan nama 10 siswa yang terdaftar. Mereka pergi ke kelas D terlebih dahulu karena lebih dekat dengan kelas mereka. Setelah memanggil 3 siswa kelas D, mereka pergi ke kelas C.

"Oh, Sehun-ah, Jongin-ah! Ada apa kemari?" Yixing bertanya saat melihat dua teman kelas khususnya datang.

"Kami diminta memanggil para murid bermasalah." Bisik Jongin. Yixing mengangguk mengerti.

"Huang Zi Tao, apa sudah datang?" tanya Sehun setelah mereka berdiri di depan kelas.

Zitao bangun dari kursinya, "aku? Ada apa?" tanyanya heran.

"Harap kumpul di ruang multimedia, sekarang." Jawab Jongin.

Yixing terkejut mendengar sahabatnya yang dipanggil. Ia menatap tajam pada Yifan, "kau…" ia merasa harus menyalahkan kekasih sahabatnya itu. Yifan juga terlihat terkejut, meski sikapnya masih biasa saja.

"Baiklah." Angguk Zitao.

Setelah itu, Sehun dan Jongin pergi ke kelas B. "Maaf mengganggu…" Jongin masuk mengikuti Sehun yang sudah masuk tanpa permisi.

"Siapa mereka?" bisikan mulai terdengar.

"Maaf, yang namanya dipanggil harap ke kumpul di ruang multimedia sekarang!" Ucap Sehun lalu ia menyebutkan 3 nama murid kelas B.

Jongin menyapu seluruh siswa dengan pandangannya. Sejujurnya ia tidak terlalu mengenal angkatannya, ia mungkin tahu jika itu satu angkatan dengannya, tetapi tidak tahu bagaimana wajah mendetilnya. Sosok gadis dengan mata indah membuat Jongin terpaku secara tiba-tiba. Rasanya ia sudah dijebak dalam sosok ramah itu. Tanpa sadar kakinya melangkah hingga tepat di depan meja sang gadis.

"Kau… namamu?" tanya Jongin masih dengan tatapan takjubnya. Yang dihampiri terkejut, ia adalah Do Kyugsoo, ingat?

"Hei, tidak sopan menanyakan nama tapi tidak memberitahu namamu terlebih dahulu! Bodoh!" bukan, itu bukan Kyungsoo yang menjawab melainkan Minseok. Sebenarnya Minseok sudah tahu mengenai Jongin dan Sehun karena Minseok berada di kelas khusus yang sama dengan mereka.

"Aku Kim Jongin dari kelas 2-E. Kau?" Jongin menuruti ucapan Minseok tanpa protes dipanggil bodoh.

Kyungsoo menatap Minseok yang tersenyum padanya, Minseok mengangguk, menandakan akan baik-baik saja. "Do Kyungsoo," jawabnya dengan senyuman.

Jongin membulatkan matanya, jantungnya berdebar. Selama ini ia merutuki betapa tidak gaulnya dia karena baru tahu jika ada perempuan secantik ini. "Tidak, malaikat…" gumamnya tanpa sadar.

"Ne?" tanya Kyungsoo bingung.

"A-ah, tidak." Gugup Jongin. Minseok dibuat geli karena tingkah bodoh Jongin.

"Jongin-ah! Cepat!" panggil Sehun yang sudah di luar kelas.

Jongin mengangguk, "kalau begitu, sampai jumpa Kyungsoo…"

Keduanya bergegas ke kelas terakhir, kelas A yang ada di lantai 2. Kelasnya saja sudah terkhususkan, bagaimana bisa ada yang dipanggil karena bermasalah?

"Berapa lagi yang dipanggil?" tanya Jongin.

"Satu lagi."

Suasana tiba-tiba menghening ketika keduanya masuk. Jika sebelumnya mereka kepanasan setelah berkeliling kelas, seketika tubuh mereka membeku sekarang.

"Maaf, ada yang bisa dibantu?" tanya Joonmyun selaku ketua kelas 2-A. Benar, ia langsung dipilih lagi karena telah menjadi ketua kelas sebelumnya.

Jongin mengangguk dan tersenyum dengan sopan. Setidaknya ia harus mewakili Sehun yang tidak bisa bersikap sopan. Rasanya memasuki kelas bangsawan, gugup karena mereka berdua bagaikan rakyat jelata. "Kami dari kelas 2-E dimintai tolong oleh pihak kurikulum–"

"–Lu Han, apa ada yang bernama Lu Han?" Sehun memutus basa-basi Jongin. Ia hanya ingin cepat selesai. Jongin merutuk Sehun dalam hati, seenaknya saja ia langsung begitu di kelas unggulan.

Joonmyun menoleh pada Luhan di sebelahnya, bukan hanya dia, satu kelas menatap pada Luhan yang langsung membuat Sehun dan Jongin tahu siapa yang bernama Luhan.

"Harap kumpul di ruang multimedia sekarang." Lanjut Sehun.

Luhan menutup bukunya, ia bangkit dari kursinya dan keluar dari kelasnya tanpa protes. Bahkan Sehun dan Jongin masih di dalam kelas A.

"Luhan, kenapa dipanggil?"

"Hei bukannya dia masih di pringkat 1?"

"Iya benar dia masih peringkat 1."

"Lalu apa masalahnya?"

"Teman-teman harap tenang!" Joonmyun memberi perintah. "Terima kasih informasinya." Ucap Joonmyun pada Jongin dan Sehun.

Jongin mengangguk, "sama-sama."

Sehun dan Jongin berjalan ke luar kelas. "Whoa, kelas A memang berbeda. Bahkan seperti ada pembukaan dan penutupan saat memanggil murid kelas mereka." Takjub Jongin.

"Peringkat 1 dipanggil juga kerena bermasalah, kau percaya, Jongin-ah?" tanya Sehun sambil menatap punggung Luhan yang masih terjangkau oleh pandangan mereka.

Jongin mengedikkan kedua bahunya, "entahlah… tidak ada yang tidak mungkin sih. Tapi… peringkat 1 ya, susah juga mempercayainya…"

..

..

Luhan, Sehun, dan Jongin masuk ke ruang multimedia dan sudah banyak murid di sana. Murid kelas 2 ada 10 orang, maka sisanya 6 orang dari kelas 3. Lumayan banyak, pikir Sehun.

"Terakhir, Lu Han, Oh Se Hun, Kim Jong In… benar?" tanya staf kurikulum.

"Ne…" jawab ketiganya.

"Baiklah kita mulai saja. Alasan kalian dipanggil mungkin kebanyakan sudah tahu…" Nama serta nilai mereka tertera di layar. Hampir keseluruhan terkesiap dengan deretan nilai tersebut. Sebenarnya mereka lebih terkejut dengan deretan nilai A di setiap mata pelajaran dan total rata-rata 3,98 itu. "…Lihat, nilai kalian tidak seimbang antara akademik dan non-akademiknya. Bahkan terlampau jauh, jika tidak diperbaiki, bisa mengancam kenaikan kelas dan kelulusan kalian. Untuk kelas 3, meski dengan nilai yang sama di semester ini dan selanjutnya, tidak ada jaminan itu bisa membuat kalian lulus."

"Apa ini serius? Nilai sesempurna itu bisa tidak naik kelas?" bisik Jongin yang memerhatikan milik si peringkat 1.

"Aku baru melihat nilai yang hampir sempurna seperti itu." Balas Sehun. "Tapi non-akademiknya sangat pas-pasan."

"Bagi kalian yang baru naik ke kelas 2. Mungkin kalian butuh banyak penyesuaian, maka setidaknya saya memperingatkan kalian. Bagi murid kelas 3, jika tidak berubah, kelulusan kalian akan terancam. Mohon dipikirkan baik-baik. Sekian pemberitahuan ini."

Bisik-bisik para murid yang keluar ruangan begitu jelas terdengar. Hanya empat orang yang belum beranjak dari kursi mereka karena menunggu yang lain keluar.

Sehun, Jongin, dan Zitao, mereka melihat si peringkat 1, Luhan menghampiri pihak kurikulum.

"Ada apa Nona Lu?"

"Maaf Seonsaengnim, apa non-akademik sebegitu penting? Bukankah dengan nilai yang nyaris sempurna itu sudah cukup untuk masuk ke perguruan tinggi ternama sekalipun?" tanya Luhan.

"Dia gila?" Bisik Jongin.

"Diam." Balas Sehun.

"Sudah saya katakan, karena kau bersekolah di sini, maka standar penilaiannya mengikuti peraturan sekolah. Jika kau tidak sanggup, silakan ajukan surat transfer, Nona."

"Apa tidak merugikan pihak sekolah jika saya pindah? Klub penelitian sains juga mendapat begitu banyak kemenangan karena saya berada di dalamnya–"

"Kau boleh membanggakan nilai hampir sempurnamu dan partisipasimu dalam klub sains. Tapi, apa kau masih bisa membanggakan prestasimu jika ada nilai merah? Karena lulusan dari sekolah ini sudah ditetapkan diantara keduanya. Kami tidak pernah merugi apabila murid kami keluar karena nilai yang tidak imbang. Mengerti?"

Luhan bergeming, ia mengepalkan tangannya. Rasanya memalukan sekali mendapat penghinaan untuk hal tidak penting.

"Satu lagi Nona Lu… perguruan tinggi ternama memang mementingkan nilai, tetapi nilai bukan segalanya. Diluar itu, keterampilan juga dibutuhkan. Di sini kami melatih kalian para siswa agar memiliki banyak keterampilan. Kelas khusus adalah salah satu cara untuk melatih berbagai keterampilan."

Luhan meremas erat tangannya. Apa-apaan dengan sekolah ini? Mengapa ia harus terjebak di sekolah ini? Pikirnya.

Zitao mendekati Luhan. "K-kau baik-baik saja? Jangan bersedih, nilaimu begitu hebat, kau pasti bisa–"

Luhan menoleh pada Zitao, ia menatap tajam pada perempuan itu. "Bukan urusanmu." Ucap Luhan sarkastik lalu bergegas pergi.

"Wah… apa dia merasa sudah hebat?" celetuk Sehun.

"Diam bodoh!" desis Jongin.

Luhan tidak sedikitpun tertarik untuk meladeni orang-orang tak penting. Ia memilih mengabaikan ucapan Sehun dan pergi dari sana.

"Gila… dingin sekali. Pantas kelas A begitu mencekam." Ucap Jongin setelah Luhan pergi. "Kau baik-baik saja?" seru Jongin pada Zitao.

Zitao mengangguk, "dia agak menakutkan. Tapi… gwaenchanha." Ucapannya diakhiri dengan cengiran.

Sehun tertawa tanpa ekspresi, "menakutkan? Malah terlihat sok begitu…" komentarnya.

"Kau ini…" Jongin sudah lelah dengan ucapan tidak sopan Sehun. Tapi yang membuatnya tambah lelah adalah setelah mendengar ucapan Luhan. Ucapannya luar biasa tidak sopan melebihi Sehun.

.

.

"Luhan!" Baekhyun menghampiri Luhan yang baru saja tiba di pintu kelas. "Ada apa? Kau baik-baik saja?" tanyanya cemas.

Meski Luhan terkesan cuek pada sahabatnya, sebenarnya Luhan paling tidak bisa melihat Baekhyun yang ceria berubah cemas. Luhan menggeleng, "gwaenchanha, jangan khawatir."

"Lalu kenapa kau dipanggil?"

Luhan menghela napasnya, tidak mudah mengelak dari Baekhyun yang cemas. Ia tersenyum tipis, "kelas khusus, kau tahu kan?"

Baekhyun mengangguk, "itu lagi? Sebaiknya kau hadir di kelas khusus dengan serius, Lu."

"Akan aku pikirkan." Jawab Luhan lalu duduk di kursinya.

"Kau baik-baik saja, Luhan?" kini Joonmyun yang bertanya.

Luhan mengangguk, "bukan masalah besar."

"Jika kau butuh bantuan, katakan saja. Aku pasti akan membantumu." Ucap Joonmyun sambil tersenyum bak malaikat.

"Terima kasih, tapi aku baik-baik saja." Jawab Luhan.

Baekhyun terkekeh sendirian melihat Joonmyun yang begitu memperhatikan Luhan. Padahal, seperti yang dibilang sebelumnya, semester kemarin, Joonmyun menyatakan perasaannya pada Luhan namun ditolak. Anehnya, sikap mereka kembali seperti biasa. Baekhyun yakin Joonmyun berusaha agar terlihat baik-baik saja di depan Luhan, tetapi Baekhyun tidak pernah tahu pasti bagaimana perasaan Luhan. Sudah jelas Luhan tidak tertarik dengan hal-hal berbau romansa, tapi rasanya agak keterlaluan jika sikap Luhan terlihat biasa-biasa saja.

Joonmyun bangkit dari kursinya, setelah mendapatkan pesan dari wali kelasnya, ia segera memberitahu teman sekelasnya. "Perhatian! Teman-teman, sekarang giliran kelas 2 yang ke aula. Badge dan dasi akan dibagikan." Hanya dalam satu kali pemberitahuan, para murid kelas A itu langsung bergegas ke aula.

Sesampainya di aula, para murid sudah berkumpul dan berbaris. Hanya kelas A yang baru saja datang karena kelas mereka memang yang terjauh dari aula.

"Chanyeol-ah!" Jongin melambaikan tangannya. Chanyeol membalasnya lalu berlari kecil menghampiri temannya.

"Sejak kapan Chanyeol mengenal murid kelas 2-E?" heran Baekhyun

Joonmyun menoleh pada Baekhyun, merasa heran. "Kau kekasihnya tapi tidak tahu? Mereka kan sudah kenal sejak awal kelas 1." Sahutnya.

Baekhyun mengangguk-anggukkan kepalanya, "pantas saja aku tidak terlalu tahu…" Mengingat ia dan Chanyeol baru berpacaran dari awal semester 2 kemarin. "…mereka terlihat akrab."

"Tentu saja! Awalnya Chanyeol ingin masuk kelas khusus tari, tapi ia terlalu mencintai basket. Ya kan?" kekeh Joonmyun.

Baekhyun tertawa mengingat betapa cintanya kekasihnya itu dengan basket, bahkan cinta padanya tidak sebesar pada basket, mungkin. "Benar," angguknya.

"Chanyeol memanggil kita…" ucap Joonmyun memberitahu.

Baekhyun mengangguk menanggapi panggilan Chanyeol. "Kkajja Lu…" Baekhyun menarik tangan Luhan.

"Ini kekasihku, Byun Baekhyun." Ucap Chanyeol sambil merangkul Baekhyun. Hal itu membuat Baekhyun sedikit malu, namun ia tetap bersikap biasa.

"Annyeong, Baekhyun imnida."

"Wow Park Chanyeol, kau benar-benar pria sejati!" goda Jongin sambil meninju bahu Chanyeol.

"Kami sempat masuk ke kelasmu tadi, aku Kim Jongin dan dia Oh Sehun." Seperti biasa Jongin akan mewakilkan Sehun karena Sehun malas melakukan hal semacam ini.

"Kim Joonmyun imnida," kini giliran Joonmyun yang memperkenalkan diri.

Jongin mengangguk, "aku pikir kau orang yang kaku, ternyata kau ramah juga." Kekehnya.

Joonmyun tertawa menanggapinya, "bergaul dengan Chanyeol dan Baekhyun tidak mungkin tidak terpengaruh sifat mereka."

"Benar!" angguk Jongin.

Jongin memberi mencuri pandang ke perempuan samping Baekhyun, sebenarnya Jongin tahu dia adalah Luhan. Apa artinya Luhan berteman dengan mereka? Pikirnya.

"Ah, dia Luhan. Aku pikir kalian sudah tahu namanya, kan?" ucap Baekhyun mewakili.

Jongin mengangguk, "senang bertemu denganmu, Luhan." Tentu saja sapaannya tidak direspon oleh Luhan. Baekhyun yang menyadari lalu tersenyum meminta maaf.

Seakan mengerti, Jongin hanya tersenyum menanggapinya. "Ternyata sifat Sehun dan Luhan tidak ada bedanya, lucu sekali." Kekehnya kemudian. Seketika mereka terdiam. Jongin tiba-tiba merasa tidak enak, sepertinya ia sudah salah bicara.

"…bu-bukan, maksudku… Mereka sama-sama pendiam dan malu-malu, ya… itu maksudku." Ralat Jongin dengan cepat. Kemudian mereka tertawa dengan canggung.

"Malu-malu? Jangan bercanda Jongin-ah." Suara Sehun terdengar berat dan meremehkan. Begitu menusuk. "Untuk perempuan sombong seperti pagi tadi rasanya jadi lucu kalau malu-malu."

"Kau memang suka mengomentari orang lain ya?" kini suara Luhan terdengar dingin.

Sehun bergumam sebentar, "hmmm itu bukan hobiku sih. Tapi, menyebalkan rasanya melihat orang yang sombong."

"Cukup tidak perlu dilihat, tidak sulit kan?"

"Entahlah, rasanya orang itu selalu berkeliaran."

"Siapa yang kau maksud?" tanya Luhan, ia merasa geram.

"Siapa peduli dia siapa…" jawab Sehun cuek.

Wajah Luhan memerah menahan amarah, "YA–" ia menghentikan keinginan untuk memaki Sehun saat keriuhan mulai terdengar di sekitarnya.

"AWASSSS!"

"Kyyaaa!"

BUGH!

"LUHAN!"

.

.

to be continued-

or

END

(?)

.

.


Jadi begitulah chapter pertama ini dimulai. Semoga udah pada kenal sama tokoh-tokohnya ^^

Sampai jumpa Senin depan (jika dilanjut) hehehe

See uuu :*

Gamsahamnida

*loveforHUNHAN yeayy!