"Blaze, Duri, nyolong rambutan yuk."

Sebuah celetukan Taufan sontak membuat mata kedua adiknya melebar.

"Hah?! Nyolong rambutan?!" ulang Blaze. "Rambutan di mana kak?!"

"Itu, di pohon rambutan di perkarangan rumah Pakcik Koko Ci. Sedang berbuah banyak tuh," jawab Taufan singkat.

"Pakcik Koko Ci?! Kak Upan sudah gila?! Bisa kena sebat rotan kita!" seru Blaze.

"Tenang, Blaze. Aku punya rencana-"

"Kak Upan, nyolong kan dosa. Nggak apa-apa nih?" tanya Duri tiba-tiba.

Taufan tiba-tiba terkekeh sambil menepuk bahu Duri.

"Tenang saja, Duri. Masalah itu sudah kupikirkan. Aku jamin, rambutan yang kita curi ini akan jadi halal untuk dimakan!"

"Eh?! Bagaimana caranya?!" tanya Duri.

"Jadi begini…."

.

.

.


RAMBUTAN (CURIAN) JADI HALAL

Summary: Rambutan yang dicuri Taufan jadi halal! Kok bisa? [Drabble]

Disclaimer: BoBoiBoy © Monsta Studio. Tidak mengambil keuntungan apapun dalam pembuatan cerita ini. Terinspirasi dari buku "Humor Para Kiai" oleh Chalis Anwar.

Warning: Typo(s), OOC, mengandung hal yang tidak baik ditiru, dll.

SELAMAT MEMBACA!


.

.

.

Jam 10 malam, mereka siap beraksi. Blaze dan Duri sudah mengenakan sarung yang dipakai layaknya ninja. Sementara Taufan tidak menyamar. Dia berpenampilan seperti biasa.

"Kenapa Kak Upan tidak ikut menyamar?" tanya Duri. "Bisa-bisa ketahuan lho…."

"Tugasku kan pengawas, Duri. Kalau aku ikut menyamar seperti kalian, aku akan dicurigai!" jawab Taufan.

Duri lalu ber-oh pelan. Dia bersama Blaze dengan hati-hati memanjat pagar rumah Pakcik Koko Ci yang hanya setinggi dada. Sementara Taufan tetap di luar pagar.

"Jadi kalian panjat pohon rambutan itu. Petik sebanyak-banyaknya, lalu jatuhkan saja ke tanah. Saat kalian turun, aku akan memberikan kalian sebuah tanda. Saat itu kalian harus langsung sembunyi di semak-semak sana," jelas Taufan.

Blaze dan Duri sebenarnya merasa penasaran 'tanda' apa yang Taufan maksud. Tapi mereka tak ambil pusing.

Mereka berdua pun mulai memanja pohon tersebut. Sebagai anak yang energik dan pencinta tanaman, memanjat pohon bukan hal yang sulit. Dengan lincah mereka meniti dahan, memetik setiap rambutan ranum yang dapat mereka raih, lalu melemparkannya ke tanah.

Waktu berlalu, rambutan yang bertebaran di tanah sudah cukup banyak. Blaze memberi isyarat ke Duri, lalu keduanya mulai turun dari pohon.

Saat kaki mereka tinggal sedikit lagi akan menyentuh tanah-

"MALING! MALING!"

Hampir saja mereka jatuh dari pohon saling kagetnya mendengar teriakan itu. Untungnya mereka masih bisa mengendalikan diri. Segera mereka bersembunyi di semak-semak sesuai yang diintruksikan Taufan.

Tanda macam apa itu?!

Akibat suara itu, sang pemilik rumah, Koko Ci, keluar dengan tampilan acak-acakan. Sebuah sapu tergenggam di tangannya.

"Maling?! Dimana?! Dimana?!" serunya sambil mengayunkan sapunya liar.

Melihat Taufan berdiri di luar, Koko Ci menurunkan sapunya. "Taufan? Apa yang kau lakukan di sini?"

"Tadi saya kebetulan lewat, Pakcik. Lalu saya melihat ada maling mencuri rambutan di pohon Pakcik," jelas Taufan.

"Kau melihat mereka?! Di mana maling-maling itu sekarang?!" teriak Koko Ci sambil kembali mengangkat sapunya.

"Kabur, Pakcik. Tapi alhamdulilah, saya berhasil mengusir mereka. Dan alhamdulilah, mereka kabur tanpa sempat mengambil rambutan curian mereka. Lihat, dibiarkan bertebaran di tanah," ujar Taufan sambil menunjuk rambutan di bawah pohon.

Taufan buru-buru mendekati pintu gerbang. "Mari, saya bantu kumpulkan semua rambutan ini ya?"

Meski masih syok, Koko Ci tetap membukakan gerbang untuk Taufan. Bersamanya mereka pun mengumpulkan semua rambutan dan menampungnya di sebuah keranjang rotan besar.

"Nah, selesai!" seru Taufan lega sambil melempar rambutan terakhir ke keranjang yang hampir penuh.

"Terima kasih, Taufan," kata Koko Ci. "Nah, semua rambutan ini untukmu saja."

"HAH?! PAKCIK KOKO CI SERIUS?!" seru Taufan kaget.

"Iya, anggap saja ini ucapan terima kasih karena sudah mengusir maling itu dan menyelamatkan rambutan saya," ujar Koko Ci. "Lagipula saya tidak mungkin menghabiskan semua ini. Makan saja bersama saudara-saudaramu."

Taufan tersenyum lebar dengan mata berbinar-binar.

"TERIMA KASIH, PAKCIK KOKO CI!"

.

.

.

"KAK UPAN, KENAPA KAMI DITUDUH MALING SIHH?!" teriak Blaze sewot.

"Hahahaha!" Taufan hanya tertawa melihat sikap Blaze.

"Kak Upan kenapa ketawa?! Lihat, tanganku sampai bentol-bentol karena digigit nyamuk karena Kak Upan lama banget mungutin rambutannya!" lanjut Blaze meluapkan kekesalannya.

"Sudahlah, Aze. Jangan marah-marah terus. Toh sekarang kita sudah dapat rambutannya!" kata Taufan santai.

"Kak Upan, memang tidak apa-apa makan rambutan curian ini?" tanya Duri tidak yakin.

"Tentu saja boleh, Duri! Rambutan ini kan sudah halal, sudah diberikan langsung oleh Pakcik Koko Ci!" ujar Taufan menenangkan.

"Tapi Kak Upan kan bohong–"

"Bohong apanya Duri? Kan benar ada maling yang mencoba mencuri rambutan? Kan benar aku yang mengusir maling itu?" bantah Taufan dengan senyum jahil.

Duri menggaruk kepalanya dengan bingung. Dia merasa ada yang tidak pas, sayang otak bendulnya terlalu sulit membantah pernyataan Taufan.

'Biarlah malaikat yang ada di langit yang memutuskan….'


TAMAT


NB: Cerita aslinya adalah pencurian ikan di empang, tapi karena dulu cerita ini pernah dipakai sebagai skrip drama kelompok saya, akhirnya diubah menjadi rambutan karena di lingkungan sekitar banyak pohon rambutan (Btw saya dapet peran sebagai pohon wkwkwk XD)

Terima kasih sudah membaca fic gaje ini!

REVIEW! REVIEW! REVIEW!