Pagi dan Sore
.
.
Disclaimer Masashi Kishimoto
Story by Akirayumizu
Untuk kamu yang sedang membaca ini.
.
.
Summary:
Kasihan fajar dan senja. Mereka tak pernah dipertemukan. Mereka saling menunggu diujung langit. Tetapi ketika Sore mulai meredup, aku yakin Pagi akan selalu hadir menopangnya
.
.
.
Ini kisah dari sepasang manusia yang memutuskan menjalin sebuah hubungan. Berawal dari sebuah rasa penasaran yang perlahan berubah menjadi ketertarikan. Awal kisah yang sama seperti berjuta-juta kisah cinta lain yang ada dunia.
"Jadi siapa?"
Di sebuah bangunan lawas ikonik kota dengan rembulan yang bersinar terang diatas ke dua orang yang tengah berjalan berdampingan. Rambutnya terurai kesamping karena menengok melihat laki-laki yang ada disampingnya. Matanya berkilau karena tak sabar dan penasaran.
Sedangkan Sasuke hanya tersenyum dan terus melangkah.
Sakura terdiam sejenak berjalan di sisi lain. Kini rambutnya kembali terurai ke sisi lain wajahnya. Ekspresinya mendesak Sasuke untuk menjawab. Ternyata cukup sulit membuat Sasuke bicara secara gamblang. Sakura tak ingin memancingnya walaupun sudah diujung lidah.
"Siapa?" tanya Sakura sekali lagi. Terdengar tidak sabaran.
Sasuke memandangnya sejenak kemudian menatap ke depan. Sakura berdecak tak sabaran dalam hati. Haruskah? batinnya berbisik. Tapi aku mau dia yang mengatakannya, pikirannya menjawab. Ini perang batin. Walaupun Sakura sudah menyiapkan mentalnya untuk kondisi terburuk sekalipun.
"Sasuke, jawab. Jadi siapa seseorang yang ada di hatimu itu. Kamu sudah janji,"
"Mau foto? Di sana." Sasuke menunjuk spot bagus.
Pengalihan perhatian yang sangat bagus. Sakura mengangguk. Baiklah, batinnya mengalah. Sakura tak menyangka dia sesabar ini. Padahal telinganya tak siap untuk mendengar apa yang akan diucapkan Sasuke nanti. Beberapa kali Sakura memotret yang menarik baginya. Berjalan kesana kemari keasyikan dengan 'pengalihan perhatian' ini.
Sasuke hanya diam memandang Sakura yang berputar-putar menikmati kegiatannya. Beberapa kali mengabulkan permintaan Sakura sebagai fotografer dadakan. Dia pun beberapa kali mengambil potret yang membuatnya tersenyum simpul dengan hasilnya.
"Pindah yuk!" ajak Sakura.
Sakura menghela napas sejenak diantara langkahnya di depan Sasuke. Dirinya sungguh sangat sabar ternyata. Kini rasanya sudah sangat tidak sabar. Kalimat itu sudah berada diujung lidah. Bibirnya tak kuasa menahannya terlalu lama. Masa bodoh dengan Sasuke yang tak mau menjawab. Masa bodoh dengan pikiran Sasuke. Sekarang atau tidak sama sekali.
Sakura berjalan melambat hingga berdampingan dengan Sasuke. Pengunjung yang datang malam ini tidak banyak. Hanya beberapa yang sibuk mencari sebuah potret bagus untuk dipamerkan ke media sosial. Sakura menguatkan mentalnya. Dia sudah mempersiapkan apapun yang akan Sasuke katakan nanti.
"Hey... siapa dia?"
Sasuke menengok. Bibirnya bergerak tapi mulutnya masih bungkam.
"Siapaaa?" Sakura memegang siku Sasuke. Mencoba mendesak. "Kamu sudah janji tadi siang."
Sasuke memandang ke depan sesekali melirik ke Sakura.
"Jadi siapa? Yang bisa aku bantu atau orang yang mungkin tidak ku sangka?"
Akhirnya kalimat itu keluar dari mulut Sakura. Ini menyebalkan. Sakura seolah-olah sedang menyatakan perasaanya, padahal tidak. Harusnya dia lebih bersabar beberapa saat. Pikirannya kacau tapi matanya fokus ke Sasuke.
Sasuke menatap Sakura, tepat di mata. Sakura gentar melihat senyum tak kasat mata yang Sasuke tunjukkan sebelum menjawab.
"Yang kamu mungkin tidak sangka."
Sakura terdiam. Langkahnya melambat. Tunggu! Tidak mungkin 'kan? Apa yang dia lakukan? Hatinya belum siap untuk segalanya. Dia masih butuh waktu. Tapi ini masih belum pasti.
"Siapa?"
Sakura tak sanggup mendengarnya. Mendengar jawaban Sasuke. Dia akan menjadi gadis paling bodoh jika dia menyangka bahwa itu dirinya. Dan entah kenapa jika bukan, rasanya seperti patah hati kembali. Sekali lagi.
"Kamu tahu siapa," kata Sasuke pelan.
Sakura melirik, Sasuke sangat menyebalkan. Sakura mungkin sedikit memahami laki-laki satu ini. Tapi tidak bisakah Sasuke untuk secara terang-terangan mengatakannya? Jangan buat Sakura menduga-duga. Jika situasinya berbeda ingin rasanya Sakura berteriak pada Sasuke untuk tidak bertele-tele.
Sakura harus bangga karena bisa sesabar ini. "Siapa? Mana bisa aku tahu jika kamu tidak mengatakannya."
Sasuke tersenyum lagi, "Kamu tahu. Coba tebak."
Sakura berharap Sasuke lebih memahami perempuan. Apakah dia tahu hal-hal seperti ini membuat Sakura sangat kesulitan. Apalagi Sakura punya gengsi yang cukup tinggi dan disisi lain sangat tidak sabaran. Menyebalkan.
Baiklah jika itu yang Sasuke mau, "Yang ada di sini?" suara Sakura pelan. Tapi cukup untuk bisa didengar Sasuke.
Sakura tidak mau menjadi gadis yang paling geer sedunia malam ini. Kenapa situasi membuat harga dirinya dipertaruhkan? Bagaimana jika bukan dia.
Sakura kian melambat di samping Sasuke. Sampai telinganya menerima gelombang suara dan mengirim impuls ke otak. Kemudian otak memproses dan mengambil sebuah reaksi cepat. Napas Sakura tercekat. Jantungnya berdegup kencang. Dia berhenti dan terdiam. Seluruh raganya kaku. Sakura tak salah dengar?
"Iya, yang ada di sini." Sasuke tersenyum tipis.
Sakura memandang Sasuke tak percaya. Seketika pikiran Sakura kacau. Ini sebuah kesalahan, apa yang dia lakukan kepada Sasuke sampai menaruh harapan padanya. Jujur Sakura takut. Ketakutan jika dia membuka hatinya maka sesuatu yang menyakitinya akan datang kembali.
"Sejak kapan?" suara Sakura pelan. Menatap tak percaya.
Mereka memutuskan untuk duduk di sebuah bangunan yang berbentuk bulat. Sakura memutuskan untuk mencari tempat duduk. Dia perlu membuat darahnya sedikit melambat agar jantungnya tidak meledak.
"Mungkin sejak di kampus utama."
Sasuke menatap Sakura, wajahnya terlihat lega? Bahagia? Entahah, yang jelas Sakura tidak terlihat demikian. Dia seratus kali lebih canggung dibandingkan saat mereka pertama kali mengobrol. Sakura bahkan tak berani menatap mata Sasuke terlalu lama.
"Kamu pasti bercanda."
Ya, pasti bercanda. Itu tenggat waktu yang lama sekali. Selama ini sikap yang Sasuke berikan itu adalah rasa sukanya pada Sakura.
"Apa kamu butuh jawaban?" cicit Sakura. Pertanyaan bodoh, bukankah seseorang yang menyatakan perasaannya sudah pasti menginginkan sebuah jawaban? Yang menyimpulkan hubungan apa yang akan dijalani selanjutnya. Tapi 'kan masih belum tentu, Sasuke membutuhkan jawaban saat itu juga. Bisa saja dia hanya ingin menyampaikan perasaannya saja. Itu bisa saja terjadi, bukan?
Sasuke mengangguk, menatap tepat di mata Sakura. Tanpa kata, hanya sebuah gestur yang mengatakan segalanya.
Sakura menahan napas, jantungnya mulai berdegup. Entah kapan terakhir kali dia merasakan hal seperti ini karena seorang laki-laki. "Sasuke," suaranya pelan menatap apapun selain Sasuke.
Gadis itu yakin jika Sasuke tengah menunggu kalimat selanjutnya. Rasanya sisi wajah Sakura terbakar karena ditatap penuh perhatian oleh Sasuke. Sangat intens. Keheningan menyelimuti mereka, situasi ini terasa sangat canggung. Kepala Sakura kacau, semua kemungkinan yang akan terjadi jika dia mengambil sebuah keputusan itu ada di kepalanya. Sasuke masih setia menunggu apa yang akan Sakura katakan.
Jika dia menerima perasaan Sasuke. Apakah hatinya siap untuk membuka kembali? Bagaimana jika ketika Sakura membuka hatinya maka rasa sakit itu akan kembali ia rasakan? Bahkan yang lama masih membekas. Sakura tak ingin jika dirinya sudah memutuskan untuk jatuh lagi. Dia tak bisa bangkit lagi.
Tetapi jika Sakura menolak perasaan Sasuke. Dia tak akan tahu kapan hatinya siap kembali untuk menerima sebuah perasaan baru. Dia tak akan tahu apakah hatinya sudah siap untuk diisi oleh orang lain? Sakura tak ingin menyakiti Sasuke lebih dalam nantinya. Dia tak ingin membuat Sasuke menjadi pelarian. Itu terlalu kejam untuk dilakukan.
"Beri aku waktu..." menatap mata Sasuke dengan berani, "...untuk membuka hati," Sakura tersenyum. Mungkin ini jawaban yang tepat. Karena hatinya mungkin akan menyesali keputusan yang salah.
"Iya."
.
Dua hari setelahnya, Sakura menjawab perasaan Sasuke. Pukul 01.50 AM melalui sambungan telepon sebuah hubungan antara kedua insan tercipta.
Sakura dengan berani mencoba membuka hatinya perlahan untuk Sasuke. Itu sebuah perjalanan yang panjang untuk Sasuke. Perasaannya diterima namun belum terbalas. Perasaannya tulus kepada Sakura, tetapi gadis itu sangat berhati-hati dengan perasaannya. Hubungan mereka disembunyikan dari semua orang. Itu permintaan Sakura. Membuat Sasuke menekan perasaannya, dia mengalah.
Sasuke mungkin sadar jika dirinya masih seperti orang luar bagi Sakura. Sedangkan hubungan mereka sudah sangat jelas apa namanya. Hingga sesuatu yang tertahan di hati Sakura muncul.
Hari itu adalah hari yang luar biasa untuk Sasuke. Sebuah pengakuan yang membuat perasaannya tersakiti. Hingga tak sadar setetes air mata mengalir disusul sesaknya dadanya.
"Aku minta maaf, Sasuke. Aku..." Sakura terisak.
Secara bersamaan dua hati tersakiti. Ini adalah salah satu konsekuensi yang harus Sakura terima. Pada akhirnya keegoisannya menyakiti dia dan terlebih Sasuke. Seharusnya dia tak lagi membuka lembaran masa lalu. Seharusnya dia lebih membuka hatinya untuk Sasuke. Bukan sebaliknya.
"Ini salahku. Aku minta maaf,"
Sasuke terdiam di sana.
Sakura tahu, dia menyakiti Sasuke melebihi siapapun sekarang. Dia gadis paling jahat di muka bumi ini.
"Aku tak tahu jika kotak yang kusimpan di sudut ruang itu akan berujung seperti ini," mata Sakura berlinang, "seharusnya aku membuangnya saat aku menerima perasaanmu."
"Tak apa, Sakura."
Sakura tersentak, suara Sasuke parau. Sasuke menangis karena ia. Sasuke tersakiti karena ia egois akan perasaannya.
"Aku minta maaf. Sungguh aku minta maaf,"
Hari itu adalah hari yang menyakitkan. Untuk Sakura dan terlebih untuk Sasuke. Berlinang air mata untuk hati mereka yang tersakiti. Sama-sama terluka. Tapi mereka tahu ini langkah yang sulit untuk memilih jalan yang terbaik. Mereka bertekad bangkit bersama. Mencoba untuk saling mengobati luka masing-masing.
Hingga tawa terdengar, membawa kebahagiaan. Berbulan-bulan lamanya penantian Sasuke akan balasan Sakura. Hari itu terdengar di telinganya. Pelan namun membuat jantungnya seakan berdegup kencang tak ingin melambat.
"Aku sudah jatuh."
Sasuke memeluk Sakura erat. Memendam rasa membuncah dalam dadanya. Usahanya, kesabarannya, dan pengorbanannya terbayar.
"Aku sudah sayang," ucap Sakura.
Pelukan itu mengerat seolah ada arus yang mengalir mengelilingi mereka. Membawa semua rasa yang indah. Berwarna lembut dengan kilauan yang membuncah. Perasaan mereka telah bersatu. Setelah melewati kesedihan dan rasa sakit.
Hari-hari berlanjut dan semua orang telah lama mengetahui apa yang menghubungkan mereka. Sebuah benang tak kasat mata mengikat ke duanya.
Banyak hal terjadi dalam hubungan mereka. Permasalahan sepele karena Sakura yang sedang PMS atau bingung cari teman makan, misalnya.
"Sakura,"
Sakura memalingkan wajahnya. Bibirnya melengkung tak senang. Sepertinya ini ujian kesabaran bagi Sasuke untuk kesekian kalinya. Sasuke menghela napas dalam, akan jadi masalah yang lebih besar jika dia ikut terpancing.
"Sakura, kamu belum makan nasi dan seharian ini yang kamu makan makanan pedas," Sasuke mencoba menjelaskan dengan nada lebih lembut.
Sakura tetap bungkam. Sesungguhnya ini hanyalah masalah sepele tapi entah kenapa rasanya sangat menjengkelkan. Yang lebih menjengkelkannya adalah Sakura tidak tahu apa yang membuatnya semakin merasa jengkel. Ah, dasar perempuan!
"Sakura..." Sasuke benar-benar mengendalikan dirinya. Salah ucap maka gencatan senjata yang sedang ia lakukan akan sia-sia, "... kita makan"
"Iya, iya, ayo..."
Sasuke terdiam mengamati. Apa yang baru saja Sakura ucapkan bisa saja memiliki makna yang ganda. Disini proses semantik dan pragmatik sangat diutamakan. Meleset sedikit saja bom waktu siap meledak. Sasuke memutar otak, dia tak bisa terus-menerus memaksa Sakura walaupun demi kebaikan kekasihnya. Tetapi mengalah bukan pilihan yang terbaik.
Seminggu yang lalu asam lambung Sakura kambuh dan itu membuat Sasuke lebih dari sekedar khawatir. Jadi mungkin jalan tengah adalah pilihan terbaik saat ini.
"Hn... baiklah, kita makan makanan yang kamu suka tapi setelah kita makan nasi."
Sakura menatap Sasuke, kemudian tersenyum dan mengangguk. Bukankah mood perempuan tak pernah bisa ditebak? Sasuke pikir ini akan sangat menyulitkan.
"Jadi mau makan dimana?" Sakura bertanya dengan menyenderkan kepala di bahu Sasuke.
"Aku pesan lewat Ko- food."
Alis Sakura mengerut, pertanda buruk bagi Sasuke.
"Aku mau primil, ehe."
Sasuke seketika bernapas lega. Itu lebih baik daripada nanti mereka makan dengan mood Sakura yang buruk. Semua makanan terasa tidak menyenangkan untuk dimakan. Sasuke mengangguk, mengambil ponselnya. Akhirnya voucher untuk minuman terpakai.
.
Ada benang tak kasat mata yang mengikat kelingking mereka. Merepresentasikan bahwa mereka terhubung oleh sebuah perasaan tulus. Bahwa sebuah perjuangan dan pengorbanan akan tergantikan dengan kebahagiaan yang terkira. Bahwa sebuah keberanian mempunyai hak untuk merasa diri mereka layak untuk memberi dan diberi kebahagiaan. Perasaan yang akhirnya membalas dan terbalas.
Sebuah pesan untuk Sasuke, dari Sakura.
dear Soreku,
Waktu berjalan begitu cepat hingga aku tak sadar kita sudah lama bersama menjalin sebuah hubungan. Kurasa baru saja kemarin kamu pertama kali mengajakku pergi. Kemudian sebuah pengakuan yang ku dengar dari bibirmu. Hingga begitu sabarnya kamu menunggu hatiku siap untuk diisi kembali. Kini, hatiku sudah terisi oleh perasaanmu.
Waktu terasa melambat untuk beberapa saat. Banyak hal yang kita lakukan bersama. Diawali drama melankolis selayaknya film yang ada di bioskop. Terima kasih untukmu yang kini telah menyabotase pikiranku. Kamu memang jahat. Setidaknya biarkan aku bernafas dulu sejenak.
Sore...
Aku tak pernah berpikir jika dinding yang ku bangun akan runtuh. Pagar yang kukunci rapat akan terbuka. Ruangan yang berantakan itu kamu tata rapi lagi. Terima kasih untukmu telah menjadi salah satu obat dari rasa sakitku.
Selamat untukmu.
Harapan yang pernah kita ucapkan bersama. Janji yang pernah kita buat bersama. Cita yang pernah kita gantung bersama. Aku yakin semua akan terwujud satu persatu dengan berbagai cara. Mari lakukan yang terbaik bersama-sama!
Selamat untukmu, lagi.
Semoga tangan kita kembali bertaut. Semoga kesabaran kita memangkas waktu dan jarak. Seperti kamu yang selalu berucap 'aku rindu' setiap waktu. Menekan rasa. Memperkuat hati. Karena aku juga disini merindukanmu. Selalu.
Selamat untukmu, sekali lagi.
Pagimu,
Manusia hanya bisa berusaha. Tuhan akan memberi sebuah harga untuk usaha yang telah diperjuangkan. Manusialah yang memutuskan memilih berani menghadapi atau lari dari kenyataan.
Kalian tak akan pernah tahu jika tidak mencoba. Kalian tak akan pernah tahu jika tidak bertanya. Kalian tak akan pernah tahu jika tak berani untuk melakukan.
Sebuah rasa perlu diperjuangkan. Ucapkan dengan lantang dan lupakan akan apa yang akan kalian terima. Lebih baik daripada hanya melihat dari jauh dan rasa itu perlahan berubah menjadi sebuah rasa sakit.
Sebuah luka perlu diobati dengan obat yang tepat. Tapi jika luka itu tak kunjung sembuh tanyakan pada diri sendiri. Apakah diri ini sudah menerima luka itu dengan tersenyum ikhlas? Sebanyak apapun yang datang membawa obat untuk luka itu. Tidak akan ada yang bisa mengobati, justru yang akan terjadi adalah membuat luka baru pada orang yang tulus.
Salah satu kisah cinta dari berjuta-juta kisah cinta di seluruh dunia.
.
.
.
[end]
Untukmu yang sedang membaca ini. Semoga senantiasa diberi kebahagiaan.
Untuk kalian yang sedang membaca ini. Tulis apa yang kalian pikirkan dari cerita ini di kolom review.
