Chapter I

Brak

Tadashi meringis. Punggungnya dengan sukses menabrak dinding belakang sekolah. Perih. Ia melenguh berharap ketiga orang dihadapannya puas dengan melihatnya kesakitan.

Sebuah kaki mendarat didinding hampir berserempetan dengan wajahnya. Tadashi membelalak. Kaget. Sedetik kemudian Ia menutup matanya, silau karena rambutnya ditarik dengan sangat tak bersahabat oleh orang dihadapannya. "Heh, lemah sekali." Ejeknya membuat gelak tawa kedua sahabat dibelakangnya.

"Lagipula. Kau ini mandi tidak sih? Bau sekali!." Tadashi meringis. Hatinya sakit. Sebau itukah?

Hingga detik selanjutnya perih dikepalanya hilang. Perlahan Tadashi membuka mata. Dilihatnya seorang anak laki-laki berambut blonde berdiri di ujung bangunan menatap sinis. Tadashi baru menyadari kalau sebuah tas tak dikenal telah tergeletak didepannya. "Hei! Apa urusanmu?!." Tadashi berkedip menyadari bahwa tas tak dikenal tersebut adalah milik anak blonde diseberang sana.

Si blonde berjalan mendekat. Auranya tak main-main. Cukup kuat untuk seorang anak kelas 6 SD, bisa dipastikan bahwa dia adalah calon Alpha. Tadashi menggigit bibirnya. Sungguh! Ada apa dengannya hari ini? Ini adalah hari pertama masuk ke kelas 6 dan tadi pagi waktu dirinya membuka pintu, mendadak seluruh kelas diam. Memandang kepada dirinya yang tak pernah mendapat perhatian seperti itu sepanjang hidupnya. Jam pertama datang dengan baik-baik saja. Ia memilih duduk ditempat yang tak terlalu mencolok. Menidurkan kepalanya dan berharap Ia tak akan menjadi sasaran anak-anak pembully. Menjalani kehidupan SD yang biasa. Namun, Ia salah. Pelajaran ketiga. Tiga anak berisik nan brengsek tiba-tiba mendatangi mejanya dan mengatakan bahwa dirinya bau.

"Oi!." Tadashi berkedip. Memandang kearah suara, pada anak lelaki berambut blonde. "Apa kau akan terus duduk disitu?." Lagi, Tadashi berkedip kembali. Memandang sekitar. Tiga anak yang membully-nya tak terlihat. Anak yang bahkan Tadashi saja tidak tahu siapa.

Beranjak. Tadashi langsung berlari mendekati si blonde.

Bak seekor anak anjing, Tadashi mengikuti anak blonde tersebut. Berjalan dengan menunduk. Menatap pada kaki jenjang dihadapannya, dan ketika kaki jenjang tersebut berhenti tanpa peringatan Tadashi menabrak punggung si empu, membuatnya melenguh kesakitan sambil memegangi hidung. "Kau…..?" Tadashi menatap blonde-diam.

Ah!

Tadashi sadar. Diam-diam merutuk didalam hati. Senyum terpasang dimukanya. Tangannya menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "A-aku ingin berterimakasih." Blonde merengut, menautkan kedua alisnya.

"Mmm- Namaku Tadashi. Tadashi Yamaguchi. Senang berkenalan denganmu." Tadashi menawarkan tangannya untuk berjabat tangan. Blonde memandang tangan tersebut tanpa tertarik untuk membalasnya. Blonde membalikkan badannya. Tadashi menggigit bibir bawahnya, dalam diam menarik tangannya kembali. "Kei." Tadashi menaikkan kepalanya-menatap punggung didepannya yang seolah terlihat sangat mature untuk anak seusianya.

"Kei Tsukishima." Sebatas itu dan Tadashi langsung merasa kupu-kupu berterbangan disekitarnya. Ia berlari dan berhenti tepat disamping Kei. "Terimakasih." Kei menautkan alisnya dan memandang kepada bocah yang berjalan disampingnya dengan senyum terpatri.

Berlanjut dari kejadian itu Tadashi dan Kei mulai berteman. Lebih tepatnya Tadashi yang selalu mengekori Kei. Rumah mereka pun tanpa tedeng aling-aling ternyata hanya terpaut empat rumah. Berada dalam kompleks yang sama dan mereka berada dalam kelas yang sama. Para anak yang kemarin membully Tadashi sudah tak menganggunya. Katakanlah bahwa Tadashi itu licik. Mengekori Kei untuk menghindari pembullyan. Setidaknya Kei walau dirinya tak pernah banyak bicara ketika disamping Tadashi, Kei tak pernah mengatakan untuk pergi dari sampingnya.

Tadashi yang selalu mengekori Kei terus berlanjut hingga mereka SMP. Tadashi bahkan belajar mati-matian untuk bisa mengikuti Kei yang akan memasuki SMP dengan grade tinggi didistriknya. Ia juga mengikuti Kei yang masuk klub volly walaupun dirinya sadar bahwa Ia tak bagus dalam hal olahraga. Namun, jangan namakan Tadashi jika Ia tak berusaha. Diam-diam tiap pulang sekolah Ia akan menghabiskan waktu dua sampai tiga jam untuk bisa memperkuat ototnya. Setidaknya dengan begitu Ia tidak akan dipandang rendah oleh orang lain dan bisa terus mengikuti Kei yang diidolakannya.

"Yamaguchi." Tadashi terhentak. Ia memandang pada Ibu Kei, Tsukishima Ayano. "A! Maaf Tante." Tadashi memberikan senyum tak enak. Ibu Kei membalas dengan kekehan pelan, "Sepertinya kau sedang banyak pikiran ya?."

Tadashi menggelengkan kepalanya cepat, "Tidak tante. Hanya terpikirkan ujian yang akan datang." Tadashi meringis, jujur saja dirinya pun tak tahu tadi dia melamunkan apa. "Oh. Benar juga. Ujian akan datang dua minggu lagi ya?." Tadashi mengangguk dan untuk itulah Ia berada dirumah Kei. Menginap untuk mengejar beberapa pelajaran yang Tadashi tak mengerti. Sehabis makan malam yang tenang Tadashi membantu Ibu Kei membersihkan piring kotor. Setelah selesai Tadashi naik ke kamar Kei ditemani sepiring puding ditangan. Kei sedang membaca buku di atas ranjangnya ketika Tadashi masuk.

"Yamaguchi?." Kei melirik Tadashi.

Tadashi membalas dengan gumaman sembari menutup pintu.

"Apa…" Kei tak yakin apakah akan melanjutkan pertanyaannya. "kau? apa secara tak sengaja menggunakan parfum?."

Tadashi mengerut. "Tidak." Ucapnya sembari menggelengkan kepala. Kei duduk mengikuti Tadashi yang sudah duduk terlebih dahulu di meja belajar. "Apa aku bau?." Tadashi tetiba teringat pada kejadian sewaktu dirinya dibully untuk pertama kalinya.

"Lupakan saja." Kei menggeleng dan mulai membuka buku.

Perihal bau Tadashi sudah pernah mengatakan hal tersebut pada kedua orang tuanya. Kedua orang tua Tadashi adalah beta sehingga saat Tadashi mengatakan hal tersebut mereka hanya mengernyitkan kening dan berkata 'tak ada bau apapun Tadashi'. Tadashi pun mempercayainya. Setidaknya jika kedua orang tuanya beta maka kemungkinan dirinya juga beta kan?

Namun saat beranjak SMP entah Ia masih mempercayai kedua orang tuanya lagi atau tidak. Beberapa kali kawan alphanya secara tak sengaja menyeletuk bau manis ketika Tadashi datang, dan karena hal itu pula Tadashi masih belum mau mengikuti tes hormonal walaupun orang tuanya sudah menyuruhnya berkali-kali. Dirinya terlalu takut untuk mengetahui gendernya disamping dirinya yang seorang laki-laki. Begitu dia mengikuti tes hormonal tentu seluruh sekolah akan tahu. Tadashi sendiri tak tahu apa yang dia takutkan. Namun, trauma akan dibully sepertinya telah memberikan bekas tersendiri dalam jiwanya. Oleh karenanya lah, maka saat ada pemeriksaan hormonal masal di sekolahnya. Tadashi terpaksa kabur karena tak mau gendernya diketahui oleh seluruh sekolah. Lagipula menurut yang Ia baca seorang omega akan mengalami heat ketika dirinya berusia 15/16 tahun, yah walaupun kadang ada beberapa yang mengalami heat lebih awal. Setidaknya menurut Tadashi Ia masih belum memerlukan supressant atau apalah itu namanya. Terlebih dirinya pun belum yakin 100% bahwa dirinya omega.

Pekan ujian datang, bagi Tadashi itu adalah pekan terburuk semasa hidupnya disamping pembullyan saat SD. Tubuhnya berat. Kepalanya pusing. Pil demam yang Ia minum tiap sebelum tidur sepertinya tak berefek. Alhasil Ia menjawab soal ujian dengan asal-asalan. Setidaknya Ia masih bisa menjawab soal soal teori dengan baik. Hanya soal hitung-hitungan yang nilainya hancur. Melihatnya saja sudah pening apalagi ditambah dengan demam hebat tak terlihat yang tengah dialaminya. Padahal dirinya harus bisa mengejar Kei.

Akhirnya disinilah Tadashi berakhir. Remidial akan diadakan seminggu lagi oleh karena itulah saat ini Tadashi kembali terperangkap di kamar Kei dan kembali mengerjakan soal-soal ujian yang salah dijawab oleh Tadashi. Untuk mengecek apakah ada yang terlupakan oleh dirinya kata Kei tadi.

Kei memandang Tadashi dengan was was. Dirinya sudah menyadari kesalahan yang ada dalam diri Tadashi. Sedari tadi Tadashi bernafas dengan sangat berat dan tubuhnya seolah ditiban beban berat, gelisah. Kei meneguk ludahnya. Tadashi selalu mengatakan bahwa dirinya adalah beta. Namun Kei juga tahu dengan jelas bahwa Tadashi masih belum mengikuti tes hormonal.

Dengan dalih ingin mengambil makanan ringan Kei keluar dari kamarnya. Bau manis yang menguar di kamar Kei sangat menggairahkan dan Kei tak yakin apakah dia akan memasuki kamarnya lagi setelah ini. Kei menurunkan kakinya menuju dapur. Berniat mengambil air dingin agar kepalanya jernih kembali. Orang tuanya sedang pergi dalam urusan bisnis oleh karena itulah tak ada camilan yang biasanya akan diantarkan oleh ibunya. Kei membuka lemari makanan didalamnya hanya terdapat beberapa bungkus keripik. Tak berniat untuk segera kembali kekamar Kei mengambil sebotol cola dan meneguknya. Rasanya Ia akan gila jika terus tinggal disana bersama Tadashi.

Tadashi bukannya tidak menyadari ada hal aneh dalam tubuhnya. Sedari tadi Ia merasa perutnya sangat mulas dan tubuhnya panas. Nafasnya berat dan kepalanya susah diajak bekerjasama untuk mengerjakan soal dihadapannya. Kei pun sepertinya mengetahui keanehan dalam dirinya makanya dia pergi. Tak bisa menahan terus menerus Tadashi mulai mengepak barang-barangnya kedalam tas. 'Mungkinkah ini yang dinamakan heat?' Tadashi menggelengkan kepala. Ia harus pergi. Hanya itu yang Ia pikirkan. Bagaimana jika dirinya memang benar-benar dalam kondisi heat? Akan berbahaya baginya jika terus bersama Kei. Bagaimanapun Kei adalah Alpha. Salah satu hirarki yang harus Ia waspadai. Tadashi terperanjat ketika pintu kamar Kei terbuka. Kei mengerutkan kening. Entah mengerutkan kening untuk bau manis yang menyergap indera penciumannya atau melihat Tadashi yang mulai mengepack barang-barangnya.

"Tsuki,.." Tadashi meneguk ludahnya. "sepertinya aku harus pergi." Ucap Tadashi sembari menormalkan nafasnya. Kei menutup hidungnya mulai pening dengan bau yang seolah-olah menggodanya itu. Tadashi menggigit bibirnya.

Seperti ribuan beban dijatuhkan pada punggungnya. Tadashi bahkan tak sanggup berdiri dengan baik. Memaksakan untuk berdiri. Ia berjalan membungkuk. Memeluk tasnya didada. Keringat dingin keluar dari tiap pori tubuhnya. Mulutnya bergumam hanya tigameter, hanya tigameter. Dibalik ketidakberdayaan Tadashi, saat ini Kei tengah berusaha mempertahankan kesadarannya. Tiap langkah yang diambil Tadashi justru berakibat pada Kei yang makin gelap mata, dan saat Tadashi benar-benar disampingnya. Berusaha meraih knop pintu. Saat suara cklek itulah Kei akhirnya kehilangan kesadarannya. Insting Alphanya sudah mempengaruhi dirinya sepenuhnya. Tangannya meraih pergelangan tangan Tadashi. Cukup kecil untuk ukuran dua pergelangan tangan yang dengan mudah di rengkuh oleh satu telapak tangan Kei. Mata Tadashi membelalak. Sudut-sudutnya berair saat Kei mulai mengendus tubuhnya. Seolah manis yang menguar diudara saja tidak cukup untuk Kei. Ia ingin memiliki tubuh lemah yang tengah diapitnya itu. Ketika gigi-gigi Kei mencapai tengkuknya saat itu Tadashi melawan. Mendorong Kei hingga kawan nya tersebut jatuh. Tadashi merosot saat mata nyalang Kei memandangnya dengan mendesis. Kei dengan kasar menyeret Tadashi yang masih mengontrol detak jantungnya ke ranjang. Tadashi meringis. Inilah yang dia takutkan dalam seumur hidupnya jika orang-orang tau dirinya omega. Bahkan kawannya saja bisa hilang akal. Segitu maniskah bau seorang omega? Pikiran Tadashi berkecamuk. Tadashi kira dirinya tau kenapa diantara semua orang hanya dia-si omega itu sendiri-yang tidak bisa mencium bau masing-masing. Karena bila mereka mampu. Mungkin para omega akan gila akan dirinya masing-masing. Mengurung diri dalam kamar dan bermasturbasi setiap hari. Jauh lebih buruk dari seorang NEET.

Tadashi mulai kehilangan nafas ketika Kei menciumnya dengan brutal. Tangan Tadashi menekan dada Kei. Berusaha menyadarkan empunya. Namun, hal tersebut sia-sia.

Kei tanpa sabar membuka pakaian Tadashi. Mengecap seluruh tubuh yang tengah menggelinjang dibawahnya. Melenguh antara kenikmatan dan tidak rela sahabatnya melakukan hal tak senonoh pada tubuhnya. Kei berhenti pada tonjolan didada Tadashi. Menjilat bibirnya dan mulai memainkan puting Tadashi. Naik turun jilat dan gigit hal itu sudah cukup membuat bagian bawah Tadashi terbangun. Terlebih pada bagian belakangnya. Cairan hangat keluar, seolah disitu memang bisa untuk mengeluarkan bayi. Tangan Kei mulai membuka celana kain Tadashi. Memainkan bolanya dan menaik-turunkan alat vital Tadashi. Precum mulai menyembul diujung penis Tadashi menandakan bahwa tubuh Tadashi menyukai apa yang Kei tengah lakukan. Walau pada dasarnya hati Tadashi tak menyukai perlakuan itu. Menjijikan. Itulah yang terlintas dalam pikiran Tadashi.

Mulut Kei mulai turun. Beralih dari puting menuju pusar Tadashi. Turun kembali dan mulai menjilati penis Tadashi. Sembari tangan kirinya memainkan nipple kanan Tadashi, tangan kanan Kei mulai melakukan penetrasi pada lubang belakang Tadashi. "Hnn- Kei." Tanpa sadar Tadashi memanggil Kei dengan nama depannya. Tangannya meremas kepala Kei, berharap Alpha dihadapannya berhenti melakukan hal tersebut.

Namun, yang dirasanya saat ini jutru adalah dua jari yang menerobos masuk. Bergerak seperti gunting, dua jari tersebut terus melakukan kerjasama untuk melebarkan lubang diantara pantatnya tersebut.

Tadashi meringis.

Seolah terkena setruman elektrik, Tadashi menggelinjang hebat. Didalam sana. Didalam sana seolah terdapat spot yang seharusnya tak pernah ditemukan. Lenguhan keras terus dilontarkan Tadashi setiap Kei berhasil menekannya. Kei menjilat bibirnya-puas. Puas dengan hasil yang dia peroleh. Saat ini tubuh kawannya sedang dalam posisi terlemahnya dan yang berkuasa akan tubuh itu adalah dirinya. Kei. Tsukishima Kei sang Alpha.

Sejak mereka kecil Kei memang sudah mencium bau-bau menyegarkan disekitar Tadashi. Hanya saja saat itu bau citrus asam lah yang dominan. Bisa dibilang mungkin itu adalah bau dari seorang omega yang belum matang. Lalu ketika Tadashi dan dirinya beranjak dewasa. Saat masa puber ini bau Tadashi seolah-olah makin menggoda dan dia membencinya ketika alpha lain bisa dengan mudah mencium bau tubuh Tadashi juga. Ketika SMP bau tubuh Tadashi semakin menjadi. Tidak kuat. Namun cukup menyejukkan. Cukup manis dan lezat untuk disantap oleh para alpha. Saat mereka menyeletuk manis dengan tanpa sadar bersamaan dengan datangnya Tadashi, disaat itu pula ingin rasanya Kei menarik Tadashi dan mengurungnya untuk dirinya sendiri. Katakan saja bahwa Kei itu serakah. Tak rela membagi bau menyegarkan tersebut dengan orang lain.

"Yamaguchi." Kei menjilat daun telinga Tadashi. "Aku akan memasukkannya." Mata Tadashi membelalak. Tangannya meremas sprei dan bantal dibawahnya dengan erat. Kakinya bergerak hendak kabur. Matanya nyalang ketika Kei mulai meletakkan alat vitalnya dibelakang Tadashi. Tangan Kei semakin mengerat. Tak rela jika orang mangsa dihadapannya itu kabur. Detik selanjutnya, kepala Tadashi seolah blank. Kei memasuki dirinya dalam sekali dorongan. Seolah ada awan yang mengganggu proses berpikirnya. Tadashi tak bisa berbuat apapun. Tubuhnya merasa aneh. Ada yang aneh. Seolah-olah tubuhnya penuh. Pandangannya buram ketika Kei mulai menarik-ulur tubuhnya. Tadashi pasrah. Lebih tepatnya Ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Ia ingin melarikan diri. Namun tubuhnya tak bisa diajak kompromi. Seharusnya Ia tak datang kerumah Kei. Itulah yang Ia pikirkan saat itu. Jelas Ia sudah memprediksi bahwa mungkin saat ini dia tengah menerima heat. Namun dengan bodohnya Ia menampis semua kenyataan itu. Dirinya ini memang pecundang. "Hehh-hnn…" Tadashi meringis, namun bukannya cibiran yang keluar namun justru erangan lain yang membuat Kei diatasnya semakin bersemangat.

Dalam desahannya Tadashi terisak. Berusaha meredam. Ia membenamkan mukanya dalam bantal Kei. Namun, bau alpha-lah yang justru masuk ke inderapenciumannya. Membuat tubuhnya semakin panas. Tadashi terkekeh. Gila. Bahkan saat seperti ini saja dirinya masih merasa terangsang. Saat kawannya memperkosa dirinya. "Tadashi." Tadashi terkejut. Kei memanggil dirinya dengan nama depannya? Rasa hangat membayangi punggungnya. Isakannya terhenti. Kecupan-kecupan ringan yang diberikan Kei diatas bahunya seolah berusaha menenangkan dirinya.

Tak ingin terlena dalam emosi, Tadashi menahan dirinya untuk tidak melihat kawannya itu. Menelan mentah-mentah emosi yang saat ini tengah memuncah kacau. Membenamkan mukanya kembali pada bantal yang menjadi satu-satunya pondasi tubuhnya saat ini. Kembali terisak. Tadashi membayangkan akan wajah Kei yang dikendalikan oleh insting alpha miliknya. Jika ia tak kerumah tsuki… pasti… Hiks. Isakan bercampur desahan lolos dari mulutnya. Otaknya terus memutar kata jika. Benar. Ini salah dirinya. Harusnya Tadashi memang tak datang kerumah Kei.

Kei merendahkan tubuhnya. Menyalurkan hangat dadanya pada punggung Tadashi, menyesap bau manis yang terus menguar. "Tadashi." Kei merendahkan suaranya menjilat telinga Tadashi. Dibawah sana Tadashi bisa merasakannya. Kei didalam tubuhnya semakin memanas. Berdenyut dan seolah siap membuatnya –Tadashi mengerang– hamil –Tadashi membelalak–. Benar. Jika dirinya Omega maka dirinya bisa hamil. "Sial." Rutuk Tadashi.

Tangannya meraih ujung ranjang Kei. Kakinya bergerak maju berharap usahanya akan bisa melepaskan dirinya dari cengkraman Kei. Namun. Yang dibayangkan adalah bayangan. Hanya sebuah awang-awang. Kei semakin mengeratkan pegangannya dalam pinggang Tadashi. Semakin Tadashi intens untuk melepaskan diri, semakin erat pula pengangan Kei ke pinggang Tadashi. Tangan Tadashi turun kebawah meraih tangan Kei yang melingkari pinggangnya. Berusaha melepaskan.

"Tsuki-"

"Uh." Air mata berderai.

"Tsuk-hnnn-emhh-tsuki….." Air mata meleleh di pipi Tadashi. Tadashi terisak. Tanganya menuju jemari Kei yang seolah terpatri dipinggangnya. Berusaha melepaskan jari-jemari Kei.

"Ahnn Tadashi." Kei membenamkan kepalanya dalam ceruk leher Tadashi. Menyesap bau manis yang tak hilang-hilang. Tadashi terus memanggil nama Kei. "Aku ingin membuatmu hamil Tadashi." Gerakan dibawah sana semakin instens. Tadashi membelakak.

"No!." Tadashi mengerahkan seluruh tenaganya untuk memanggil Kei. "Umhh.."

Hanya saja.

"KEI!."

Terlambat. Saat Tadashi memanggil Kei dengan keras, dan saat Kei berhasil meraih kesadarannya. Kei telah melepaskan sperma dalam tubuh Tadashi. Saat itupula puncak emosi Tadashi meredup. Tenaganya habis. Perutnya terasa hangat dan penuh. Ketika bunyi plop memasuki indera pendengarnya. Tadashi bisa merasakan cairan hangat mengalir pelan dari lubang belakangnya. Samar-samar Tadashi bisa melihat Kei yang memanggilnya dan memandangnya dengan tatapan berkecamuk. "Maaf, Tsuki." Dan saat itu juga Tadashi mulai kehilangan kesadarannya.

"KEI!." Kei terpelenjat. Matanya menatap kebawahanya. Pada eksistensi yang telah kacau penampilannya. Nafasnya terengah-engah dengan berat. Saliva yang keluar dari sudut bibirnya dan punggung yang bergetar. Saat Kei berusaha bernafas bau manis menguar. Ia memandang pada tubuh mereka yang menyatu. "Tsuki… hhh." Kei melepaskan persatuan mereka dengan cepat. Membalikkan tubuh Tadashi. "O…OI!." Kei bahkan seolah tak bisa bicara. Ini perbuatannya kah?

Tadashi tersenyum pelan membuat Kei secara tak sadar melelehkan air panas dari matanya. Matanya nanar. Emosi berkecamuk pada dirinya.

Dirinya…

Bagaimana bisa dia melakukan hal seperti ini?

"Oi… Tadashi." Kei menangkup wajah Tadashi. Tadashi bernafas dengan berat. Matanya setengah menutup dan wajahnya memerah. "Maaf, Tsuki."'

Kei yakin bahwa Ia tak pernah merasa sepanik ini terhadap Tadashi seumur hidupnya.

Kawannya itu, walau tak secerdas dirinya namun tak pernah melakukan tindakan yang tidak perlu. Yang selalu mengomel jika Kei memberikan komentar kasarnya. Yang selalu disampingnya saat ini justru terlihat sangat kacau.

Kei hendak menepuk pipi Tadashi. Jika Ia tak menyadari bahwa ada cairan panas yang keluar dari tubuh belakang Tadashi.

Kei terperangah. Apakah Ia mengahancurkan tubuh kawannya sendiri?

Kei bodoh!. Rutuknya.

Kei segera mengangkat tubuh Tadashi. Bau manis Tadashi, keringat dan deru nafas berat dari teman masa kecilnya itu bercampur menjadi satu. Kei perlahan meletakkan Tadashi dalam bak mandi. Membuka keran air. Mengisi bathub dengan air hangat. Dengan perlahan Kei membersihkan tubuh Tadashi.

Pikirannya berkecamuk. Rasionalnya memikirkan kenapa hal tersebut bisa terjadi. Bukankan Ia seperti binatang?

"Menyedihkan." Ucapnya.

Tadashi mengerang ketika tangan Kei tepat di dada Tadashi. Bau manis langsung menguar. Sontak membuat Kei untuk menutup sebagian wajahnya. Pikiran mengenai Tadashi adalah omega langsung menyeret otaknya kebagian bawah Tadashi. Wajahnya pucat pasi. Tak perlu aba-aba Ia langsung membersihkan bagian tersebut. Berharap spermanya masih belum terlalu jauh lari. Dirinya tentu tak akan memaafkan dirinya sendiri bila sahabatnya ini hancur. Tidak akan.

Kei tak perlu mencari penjelasan mengenai alasan mengapa kamarnya sangat berantakan. Sisa sperma diatas sprei. Baju Tadashi yang sudah kusut dengan beberapa bagian kancing yang hilang. Juga tas yang diletakkan dengan semena-mena. Kei memandang pada Tadashi yang tengah tertidur pulas di ranjangnya(yang tentu telah diganti seprainya).

Baju Kei jelas kebesaran ditubuh Tadashi. Membuat Kei sedikit terkekeh. Dengan cepat Kei meletakkan baju-baju kotor itu dalam ruang laundry. Menilik jam dinding yang jarum panjangnya tepat berada di pukul 10 malam. Selesai menggantung baju-baju diruang jemur, Kei naik keranjang. Duduk bersandar pada ujung ranjang. memulas pelan rambut Tadashi yang masih tertidur pulas. "Hei Tadashi."

Tadashi bergeliat mendekati Kei. Tangannya memeluk paha Kei. Kei bisa melihat bahwa Tadashi menarik nafasnya sesaat setelah mendekatkan dirinya pada diri Kei. "Apa bau-ku menenangkanmu?." Kei tau bahwa bau alpha bisa membawa ketenangan bagi omega yang sedang mengalami heat.

"Tadashi." Kei memandang gusar pada kawan kecilnya. "Hei." Kei tidak ingin membangunkan Tadashi. Namun entah mengapa sisi lain hatinya juga ingin Tadashi mendengarkan apa yang akan Ia katakan saat ini.

"Bolehkah aku sedikit rakus?." Tadashi menggeser tubuhnya. Melepaskan pelukan pada paha Kei. Kei menurunkan tubuhnya. Berbaring tepat disamping dan menghadap Tadashi. Tangannya memfigur wajah Omega yang tengah pulas tidur tersebut. "Aku memang telah merusakmu." Kei menarik nafasnya. Manis dari tubuh Tadashi membawa kedamaian dalam pikirannya.

"Tapi bolehkan aku juga menjagamu?." Kei merengkuh tubuh kecil itu dalam dekapannya. Perlahan menutup matanya dan berharap bahwa pagi tak perlu datang.

Pukul dua pagi Tadashi membuka matanya. Hangat menyapa tubuhnya walau udara malam cukup dingin. Matanya memandang keatas. Rambut Blonde Kei menutupi setengah wajahnya. Tadashi tersenyum kecil. Ketika Kei tidur dirinya seperti seorang anak kecil. Lelap dan tak bisa diganggu. Tadashi menggeser tubuhnya. Berniat melepaskan dirinya dari dekapan Kei. Kei mengerang. Sanggup membuat jantung Tadashi berdetak lebih cepat. Berusaha tidak membangunkan Kei, Tadashi bergerak sepelan mungkin. Jika Kei bangung, sungguh Tadashi bersumpah. Jangankan bicara. Bergerak saja sepertinya adalah hal yang tak mungkin untuk dilakukan.

Dengan pelan dan hati-hati Tadashi mengeluarkan dirinya. Dingin merayapi kakinya ketika menginjak lantai kayu rumah Kei. Tadashi meraih jaket dan tas yang telah diletakkan Kei diatas meja belajar. Seolah Kei sudah mempersiapkan kepergian Tadashi. Perlahan namun pasti Tadashi membuka pintu kamar Kei. Turun kelantai bawah dan menuju pintu utama. Tadashi tak perlu memikirkan bagaimana bila dia tak mengunci pintu rumah Kei. Pasalnya Kei pernah memberikan kunci rumahnya. Entah dulu karena apa Tadashi pun sudah lupa alasan Kei memberikan kunci duplikat rumahnya sendiri. Tadashi berjalan pelan. Suasana kompleknya sepi. Tak ada eksistensi manusia satu bayangan pun. Ah. Tentu saja kecuali dirinya yang saat ini tengah merengkuh tasnya dengan erat.

Perlahan Tadashi membuka pintu rumahnya. Sepi. Orang tuanya jelas telah tidur. Dengan cepat Tadashi naik keatas. Menuju kamarnya. Menutup pintu dengan tidak halus dan meletakkan jaket juga tasnya dengan asal. Ketika melewati cermin sebadan disamping tempat tidurnya. Tadashi sadar. Pakaian yang tengah Ia pakai adalah milik Kei. Tadashi menarik nafas, bau alpha dari baju Kei menenangkan jiwa omeganya. Namun, egonya tak membiarkan dirinya terlelap dengan biauan itu. Sehingga ia melepaskan pakaian milik sahabatnya itu. Gerakannya tidak akan berhenti dan lancar saja jika pemandangan yang Ia lihat dikaca saat ini tidak membuatnya shock. Yah. Jika saja. Karena saat ini bercak merah memenuhi indera penglihatannya. Bercah yang memenuhi tubuhnya. Sudah dipastikan bercak yang diberikan Kei padanya tadi malam. Memikirikannya Tadashi bergidik.

Meringis. Perasaan malu, sedih juga takut memenuhi rongga dadanya. Ia menutup kembali pakaian yang ingin dilepasnya itu. Tak sanggup berlama-mana menikmati pemandangan diatas kaca miliknya. Ia menghela nafas. Beranjak menuju ranjang dan segera membalut tubuhnya dengan selimut. Tadashi memejamkan mata. Kejadian hari ini membuatnya lelah. Dalam diam dia berdoa. Berharap, agar pagi tak pernah datang.