Hitoshi termenung. Menatap kosong pada gumpalan hijau di pangkuannya. Sesekali jemari panjang itu bergerak, menyusuri tiap-tiap helai lembut yang ada di sana. Namun pikiran pemuda berwajah datar itu melayang, teringat akan perkataan seseorang beberapa saat lalu.
"Shinsou, kamu suka suka sama si rambut brokoli dari kelas A, ya?" tanya Monoma Neito tiba-tiba, tanpa angin tanpa hujan.
Hitoshi mendadak memberhentikan kegiatan menulisnya. Kedua alis saling bertaut, lalu mendengus singkat. "Izuku? Enggak, kita cuma temen."
Neito sontak tersenyum jahil. Seperti biasa, senyuman anak itu memang terlihat sangat menyebalkan. Belum lagi lidah licinnya yang senang sekali berkata tanpa filter, dan semua itu akan menjadi 3 kali lipat lebih menyebalkan bila menyangkut kelas A. Boro-boro anak kelas sebelah, Hitoshi saja terkadang ingin sekali meninju wajah songongnya.
"Beneran temen? Temen kok tapi mesra?"
"Hah?"
Neito tertawa seperti orang sinting. "Kemana-mana selalu berdua, makan siang berdua, jalan-jalan berdua. Yang kayak gitu cuma temen?"
"Dasar gila, seharusnya wajar kan? Aku dan Izuku memang roommate. Kita juga udah temenan dari kecil, terus apa yang salah?"
"Haduhh... Shinsou kamu ini benar-benar buta soal cinta ya." Lagi-lagi anak itu berceloteh tidak jelas. "Padahal sering meluk-meluk si brokoli, terus sinis kalo si manusia titisan setan (Bakugo) sama manusia dispenser (Todoroki) deket-deket sama dia. Gitu yang namanya temen?"
Entah kenapa, Hitoshi merasa tertohok. Dia memang sering memeluk atau melakukan skinship lainnya dengan Izuku, bahkan tidak jaran mereka saling mencium pipi. Tapi bukan kah itu wajar? Mereka sudah sering melakukan itu sejak kecil. Kalau soal Katsuki dan Shouto... entahlah, Hitoshi hanya merasa Izuku tidak seharusnya bergaul dengan 2 manusia songong itu. Apalagi Bakugo Katsuki yang dulu pernah mem-bully-nya.
"Kamu juga suka marah kalo si brokoli pake celana pendek di luar kamar kalian."
Uhh... kenapa Hitoshi tidak mampu menyangkal semua itu? Apa yang dikatakan Neito memang benar? Bahwa dia sebenarnya menyukai si brokoli kecil teman mainnya sejak zaman embrio, meski sekarang mereka berada di kelas yang berbeda? Hitoshi tidak pernah berpikir sejauh itu mengenai ia dan Izuku. Baginya, Izuku memang sudah seperti keluarga. Bocah yang harus ia jaga, yang tidak akan dia biarkan terluka oleh siapa pun, termasuk dirinya sendiri.
"Benar, kan? Akuin aja, Shinsou... ntar si ijo keburu direbut yang lain lhoo..."
Dan sejak saat itu, Hitoshi terus saja memikirkan tentang hubungannya dengan Izuku. Ia jadi overthinking.
"Hicchan, kamu gak nonton?"
"Hm?" Ah, Hitoshi tidak sadar dia sudah melamun. Ya memang sudah beberapa kali terjadi selama satu hari ini sih.
Izuku berdiri dari posisinya, tidak lagi berada di pangkuan Hitoshi. Pemuda berhelai hijau slytherin tersebut menyentuh rahang sang teman. "Kamu gak sakit, kan?"
Untuk sesaat lelaki itu tertegun. Lalu tersenyum kecil. "Enggak kok."
"Kalau gitu aku mau ke minimarket dulu, beli camilan biar nontonnya enggak bosen."
Hitoshi hanya balas mengangguk seadanya. Membiarkan si kecil hijau itu berdiri dan mengambil dompet, sebelum akhirnya pergi keluar dari kamar asrama mereka.
Hitoshi kembali melanjutkan tontonan—yang entah kenapa terasa sangat tidak menarik—dengan pandangan bosan seperti biasa. Keadaan sangat hening, hingga beberapa saat kemudian, ia mulai menyadari sesuatu.
"Oh shit!"
Dengan mata sedikit terbelalak, Hitoshi langsung turun dan segera berlari keluar. Ia mencari sosok sang roommate, semoga saja anak itu belum terlalu jauh. Sial, sangat sial.
Dia lupa mengingatkan Izuku untuk berganti celana dulu sebelum keluar!
Izuku selalu suka mengenakan celana pendek di kamar. Benar-benar pendek dan hanya mampu menutupi bokong bulatnya saja. Bahkan dengan kaos putih kebesaran yang dia pakai, Hitoshi sangat yakin bila Izuku tampak seperti tidak mengenakan celana. Sialan, jika begini bisa-bisa kaki Izuku menjadi tontonan para lelaki kurang belaian!
"IZUKU!"
Sang pemilik nama menoleh. Merasa heran kenapa Hitoshi harus berlari-lari seperti orang dikejar setan begitu?
"Hicchan? Ada apa?"
Hitoshi terpaku. Benar saja, manusia jelmaan brokoli ini terlihat seperti tidak pakai celana. Paha mulusnya terekspos dengan sangat jelas. Bahkan ia yakin, beberapa anak yang sedang lewat juga ikut memperhatikan kaki Izuku.
Mau nyuruh ganti celana pun, tanggung banget. Tepat di depan mereka saat ini sudah ada minimarket, yakali mereka harus balik lagi ke asrama. Akhirnya, dengan menghela napas lelah, Hitoshi pun melepaskan jaketnya dan melilitkan benda itu pada pinggang kecil Izuku.
"Lain kali ganti celana dulu. Aku udah bilang berapa kali coba?"
"E-eh?" Astaga, Izuku baru sadar dia masih mengenakan celana rumah. "Ma-maaf, aku beneran lupa!"
"Hahh... udahlah, ayo masuk."
Meski hanya mampu menutupi bagian belakang saja, setidaknya itu masih lebih baik. Hitoshi pun menarik lengan Izuku memasuki minimarket tersebut.
Percayalah, sepanjang perjalanan pulang, pemuda berambut serba ungu itu tidak henti-hentinya merangkul pinggang sang teman. Sambil menatap sinis pada siapa pun yang terciduk memperhatikan paha Izuku.
"Izuku."
"Hm? Kenapa, Hicchan?"
Hitoshi mengeratkan pelukannya pada tubuh Izuku. Wajahnya mendekat, mencium dalam pipi ber-freckles tersebut hingga menimbulkan suara basah. Lalu ia pun berbisik, "mau mandi bareng."
Sontak saja wajah Izuku memerah. Kenapa tiba-tiba Hitoshi ngajak mandi bareng coba? "Eh? Hicchan kenapa? Gak biasanya..."
"Kepengen aja. Terakhir kali kita mandi bareng waktu kelas 3 SD. Kamu gak mau?"
"Emm bukan begitu... e-emangnya Hicchan gak pa-pa? Kita kan udah gede."
Hitoshi hanya mengangkat bahu acuh. "Gak pa-pa, kan aku yang ngajak."
Meski awalnya terlihat ragu, namun Midoriya Izuku pada akhirnya tetap mengangguk. Dia memang pribadi yang sulit menolak, bukan?
Dan di sinilah mereka sarang. Duduk berdua dalam satu bathup yang sebenarnya hanya untuk satu orang. Maka dari itu Izuku duduk di antara kedua kaki Hitoshi, punggung kecil itu saling bersentuhan dengan dada berotot milik Hitoshi. Lagi, tangan yang lebih besar memeluk pinggang yang lebih kecil.
"Izuku, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Tanyakan saja, Hicchan."
Dagu ditumpukan pada kepala berhelai hijau. "Menurut kamu, aku ini orang yang seperti apa?"
"Eh?"
Izuku mengerjap dua kali. Sebenarnya ada apa dengan Hitoshi hari ini? Dia bertingkah begitu aneh. Dan apa pula maksud dari pertanyaan itu? Kenapa dia tiba-tiba menanyakannya?
"Emm aku tidak tahu kenapa Hicchan bertanya begitu tapi... menurutku Hicchan orang yang baik. Dari dulu Hicchan yang selalu nemenin aku atau bantuin aku kalo lagi dijahilin sama Kacchan. Terus, Hicchan juga orangnya berpendirian teguh. Walaupun datar banget kayak papan triplek, dan suka jahilin aku juga pake quirk-mu, tapi Hicchan tetap jadi orang-orang yang aku sayang."
Hitoshi berdehem ria. Pelukannya semakin erat, dan sekarang kepala itu mulai bertumpu pada bahu sempit si hijau. "Orang-orang?"
Seketika bulu kuduk Izuku berdiri semua. Napas hangat yang sengaja Hitoshi hembuskan pada area lehernya terasa sangat menggelikan. "Hi-Hicchan?"
"Tepatnya siapa 'orang-orang' yang kamu maksud, Midoriya Izuku?"
Hii... Izuku benar-benar tidak tahu apa yang tengah terjadi saat ini. Namun aura Hitoshi mendadak terasa sangat mencekam. Jantungnya bahkan sudah berdetak tidak karuan sejak tadi. Lebih tepatnya sejak Hitoshi mulai menjilati kulit leher milik Izuku.
"Hm? Siapa, Izuku?" suara itu juga terdengar 3 kali lebih berat dari biasanya.
"E-eh a-ano... itu..." Duh, kenapa Izuku jadi gagap begini? "Emm... yang aku maksud... Mama, Papa, t-terus..."
"Terus?"
"Emhh... Ka-Kacch— ahh!" Izuku spontan berteriak kecil begitu gigi-gigi Hitoshi mulai menusuk permukaan kulit lehernya. Sungguh, ada apa dengan si ungu itu?
"Kacchan?" Hitoshi menggeram di sela-sela gigitannya. Tidak lama, karena ia fokus untuk membuat tanda di sana.
"Engghh... Hi-Hicchan berhenti... shh..." Izuku kalang kabut. Pikirannya tidak dapat berjalan lurus sekarang, apalagi tangan besar milik sahabatnya mulai menjalar mengelus area dada Izuku.
"Jadi kamu menyayangi Kacchan, hm?"
"I-iya—ahhh! Ta-tapi aku juga sayang Hi-Hicchan..." Ia tahu tidak ada yang bertanya, namun entah kenapa Izuku merasa seperti harus mengatakan itu.
"Heh? Benarkah?"
"U-um!"
"Lalu siapa yang lebih kamu sayang? Aku atau si Kacchan jelek itu?"
Izuku menggeliat tidak nyaman. Pasalnya jari-jari Hitoshi sudah mulai memaini puting susu kemerahan miliknya. Sungguh, ini sangat menggelikan. Meski ia tidak ingin munafik bahwa perlakuan tersebut juga memberikan rasa nikmat bagi si hijau.
Tiba-tiba saja rahang Izuku tertarik kebelakang. Dan dalam sepersekian detik, bibirnya telah bertemu dengan bibir tipis milik pemuda berhelai ungu. Hitoshi terus mencumbu bibir manis itu, dengan satu tangan menahan tengkuk dan satunya lagi setia pada puting susu.
"Ahh... hahhahh..."
"Katakan Izuku, siapa yang lebih kamu sayang?"
Bagaimana Izuku bisa menjawab bila puting susunya kini sedang dikulum oleh Hitoshi? Bahkan tangan pemuda jangkung tersebut juga sudah berpindah untuk memainkan burung pipitnya.
"Hi-Hicchan... a-aku lebih sayang... Hi-Hicchan... Ahhh!"
Masih dalam kulumannya pada puting merah Izuku, Hitoshi diam-diam menyeringai senang. Ia semakin gencar mengocok kejantanan kecil milik si hijau, dan semakin kuat menyusu pada dadanya. Seolah-olah ingin memeras susu beneran.
Tidak membutuhkan waktu lama sampai akhirnya Izuku mengalami puncak. Anak itu langsung ngos-ngosan dengan tubuh lunglai.
Hitoshi kembali menciumi bibir manis milik sang brokoli. "Jangan tidur dulu, Izuku sayang. Sekarang gantian, kamu harus manjakan punyaku juga."
"EEEHH?"
Mungkin Neito benar. Benar akan Hitoshi yang menyukai sahabat kecilnya sendiri. Benar akan Hitoshi yang menginginkan Izuku. Dan benar akan Hitoshi yang tidak suka bila Izuku bersama yang lain.
Karena pada dasarnya, Izuku memang ditakdirkan untuk dia. Untuk Shinsou Hitoshi seorang. Dan tidak ada yang dapat mengubah fakta tersebut.
Hai hai, sedih banget kapal ini sangat langka di Indo ಥ‿ಥBtw untuk sebutan Hicchan itu aku terinspirasi dari lapak sebelah hehe, gemes banget kalo misal Deku beneraj manggil gtu buat akang Shinsou (っ. ᴗ .)っ
