"Hoy, dispenser berjalan. Katakan, aku gak salah lihat, kan?" pertanyaan tersebut keluar setelah nyaris 30 menit Bakugo Katsuki terdiam bersama sang teman sekelas, Todoroki Shoto.
Pun, Shoto masih tidak tahu harus berkata apa. Pikirannya masih berkabung, seakan menolak untuk percaya dengan apa yang ada di hadapan mereka saat ini. Seharusnya ini tidak terjadi. Ya, seharusnya memang begitu, seandainya saja manusia tukang ngamuk (Katsuki) itu tidak sembarangan meletakkan gelas hasil ramuan Kimia mereka.
Semua ini berawal sejak Aizawa-sensei memberikan tugas untuk membuat ramuan kimia, dan membentuk kelompok seenak hatinya saja. Hingga menyatukan Shoto, Katsuki, serta Izuku yang jelas sekali menimbulkan bencana. Pertama, hubungan antara Katsuki dan Izuku tidaklah berjalan baik semenjak mereka memasuki bangku SMP. Kedua, hubungan Katsuki dan Shoto juga tidak terlalu baik karena manusia jelmaan setan itu selalu saja mengajaknya ribut entah kapan dan di mana.
Jadi sudah jelas, bukan? Bagaimana nasib kelompok ini? Meski pun ketiganya merupakan juara kelas, tidak menutup kemungkinan hal buruk akan terjadi.
Dan benar saja. Katsuki sembarangan meletak ramuan——yang entah kenapa ia taruh dalam wadah gelas minum——di sembarang tempat. Alhasil, Izuku salah mengambil antara gelas berisi air mineral asli dengan gelas ramuan tersebut. Terlepas dari bentuk gelasnya yang sama, air ramuan tersebut juga entah kenapa memiliki warna bening bersih selayaknya air layak minum. Bagaimana tidak ketukar, coba?
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Izuku meledak, menjadi molekul-molekul kecil hingga kedua temannya mati kutu karena takut dibawa ke polisi? Oh tentu saja tidak.
Memang, tidak sampai menjadi molekul kecil. Namun yang terjadi sekarang juga tidak kalah gilanya. Air kimia yang merupakan ramuan perubah wujud——setidaknya itulah yang Aizawa-sensei katakan——telah berhasil membuat seorang Midoriya Izuku berubah menjadi sosok manusia jadi-jadian.
Bukan manusia jadi-jadian seperti siluman naga di Indosiar, tapi yang dimaksud adalah manusia setengah hewan. Lebih tepatnya setengah kelinci. Dengan sepasang kuping panjang tambahan yang Izuku dapati di atas kepalanya, serta ekor berbulu bulat hijau terhias manis di bokong si brokoli. Oh, jangan lupa, di wajahnya juga tumbuh beberapa helai kumis kelinci.
Katsuki dan Shoto awalnya nyaris pingsan, terlebih ketika mereka sadar, bahwa tingkah laku Izuku juga mulai tidak benar. Anak itu kesulitan berbicara bahasa manusia, dan lebih sering bergumam tidak jelas meski masih dapat sedikit dimengerti. Belum lagi kakinya juga tidak dapat berdiri. Ia terus saja merangkak persis seperti hewan.
"Bakugo... bagaimana ini?" Shoto berujar kikuk. Jujur saja, Katsuki sendiri juga tidak tahu harus apa. Dia yang biasanya suka meledak-ledak entah kenapa jadi agak kalem. Mungkin masih terlalu shok.
Sedang Izuku di depan sana, masih setia memainkan gumpalan benang jarut yang entah sejak kapan berada di kamar Shoto. Iya, mereka tadi mengerjakannya di sana.
Katsuki berdehem. Mencoba menghilangkan rasa gugup ini. "H-hoy Deku! Kau dengar aku?"
Izuku agaknya merasa familiar dengan panggilan tersebut. Sehingga ia pun menoleh, melirik polos pada kedua remaja 17 tahun di depannya. "Ngg?"
U-uh, kenapa Shoto dan Katsuki mendadak jadi salah tingkah?
Mereka akui—tidak, semua teman-temannya juga sudah mengakui bahwa Izuku memang memiliki paras yang manis. Sangat manis untuk ukuran laki-laki. Tubuhnya pendek, dengan tinggi hanya 166 cm, tidak terlalu berisi kecuali di bagian pipi dan emm... mungkin bokong? Entahlah, Shoto dan Katsuki baru menyadarinya ketika Izuku berjalan secara merangkak di hadapan mereka. Membuat bokong yang hanya berlapis celana pendek setengah paha itu terpampang kemana-mana.
"Bakugo, apa kita laporkan ke Aizawa-sensei saja?"
"Jangan bodoh, sialan. Yang ada kita bakal dihukum sama itu orang gila!"
Shoto menghela napas. "Terus ini gimana? Gak mungkin kita biarkan aja, kan? Kita juga gak tahu efek ramuannya sampe kapan. Bersyukur besok hari sabtu."
Katsuki mengangguk. Iris merahnya sedari tadi masih belum lepas juga memandangi sosok manusia jejadian yang asik memandang mereka polos. Jika situasinya normal, Katsuki pasti akan menggeplak kepala hijau itu keras-keras. Namun sekarang... kenapa dia mendadak tidak tega jika harus memukul si helai hijau itu?
"A-amam."
"Huh?" Baik Shoto maupun Katsuki saling mengerjap bingung. Ayolah, mereka mana paham bahasa manusia siluman, kan?
"A-amam!" sekali lagi Izuku berujar tidak jelas. Masih dengan kosa kata yang sama.
"A-amam? Apa maksudnya?" Alis Shoto menaik bingung.
Izuku tampak tidak menyerah. Ia terus saja mengatakan hal serupa. Namun melihat respon dua manusia lemot di depannya ini, entah kenapa dia jadi sedikit kesal. "Mmmam! A-amam!"
"Hahhh? Bicaralah yang lebih jelas, Deku!"
Izuku berjengit. Terlebih melihat tatapan yang Katsuki berikan, membuat ia menciut. Anak itu pun berjalan merangkak mendekati Shoto, bersembunyi di balik tubuh yang lebih besar sambil meremas kain kemejanya. "Enyam!"
"Hm? Seram maksudmu?" Ah, sepertinya kali ini ia tepat sasaran.
"HAAAHH?! KAMU BILANG AKU SERAM?!" amuk sang manusia ledakan yang ikut mendengar pembicaraan barusan. Yaa... walau sebenarnya Shoto sangat ingin menyetujui Izuku, namun ini bukanlah saat yang tepat.
"Sudahlah Bakugo. Nah, Midoriya, kamu tadi mau bilang apa?"
Izuku kembali menatap si pemilik iris heterochromia. "Mmam! A-amam."
Oke, sepertinya Shoto tampak tertekan. Terlihat dari alisnya yang saling bertaut dengan mimik wajah serius, berusaha memahami maksud dari si hijau.
Tiba-tiba saja terdengar bunyi gerumuh. Sangat jelas hingga membuat Shoto dan Katsuki saling melirik Izuku.
"Oh! Jangan-jangan maksudmu, makan ya?"
Mata bulatnya tampak bersinar cerah. Ahh... akhirnya mereka paham juga.
"Ne, Bakugo. Kenapa kamu gak buatkan dia makanan?"
"Haaah?! Kamu memerintahku?!"
"Ck, bukan gitu. Gimana pun juga, kita yang membuat Midoriya jadi kayak gini. Setidaknya kita harus bertanggung jawab," balas Shoto tegas. Dia lelah berhadapan dengan Katsuki yang sangat suka mengamuk itu. Ayolah, apa dia tidak lelah? Shoto yang dengar saja capek.
Dengan sangat enggan, Katsuki mendecih. Tapi ia tetap berdiri dan berjalan menuju dapur milik Todoroki muda. Mencari bahan masakan yang sekiranya dapat diolah.
"Um!" Izuku berbunyi lagi. Kali ini sambil menusuk-nusuk pipi Shoto dengan jari telunjuknya.
"Kenapa?"
Bukannya menjawab, anak itu justru tersenyum lebar. Membuat kedua kuping panjangnya sedikit turun, dan jangan lupakan ekor yang bergerak lucu.
Blush!
Shit, kekuatan macam apa ini? Kenapa Shoto merasa pipinya memanas?
"Um? Ote?"
"Aku gak pa-pa." Bohong, aku kena serangan jantung, nih! batin Shoto menjerit.
Puk. Telapak tangan Izuku kembali jatuh pada pipi kanan Shoto. Sang pemilik pipi hanya diam terpaku. Ketika kulit tangan halus itu mulai mengelus-elus, Shoto merasa akan mimisan saat itu juga.
"Oto aiyomu!" Lagi, senyum secerah malaikat itu kembali ditujukan pada Shoto. Sial, jantungnya sudah tidak sanggup lagi.
Dengan wajah memerah bak tomat, Shoto mengangkut Izuku ke dalam gendongannya. Digendong ala koala, meski berwujud siluman kelinci. Rona merah di pipinya sedikit bertambah karena begitu ia memegang bokong sang brokoli. Duh, jadi ingin meras.
Mencoba berpikir jernih, ia pun membawa Izuku ke dapur. Didudukkannya di atas meja yang berada di sana, membuat Katsuki mengernyit bingung.
"Kenapa dibawa ke sini?"
"Terserah aku dong. Itu kamu masak masih lama?"
"Hoy, aku baru 5 menit di sini ya! Jangan ngadi-ngadi! Kucolok nih matamu pake piso!"
"Dih, kok nyolot? Rumah rumah siapa coba?"
"Rumah bapakmu!"
"Anaknya bapakku siapa?"
"Kaminari!" jawab Katsuki asal dan sudah mulai kesal.
"Heh, kamu pikir bapakku kawin silang?!"
"Ya siapa tahu?! Bapakmu gak mau punya anak dispenser makanya narik Kaminari jadi anak angkat!"
"Mana ada! Bapakku emang bajingan tapi dia gak suka ngangkat anak sembarangan! Apalagi sejenis Kaminari yang nyentrik!"
Terlalu asik bertengkar, membuat kedua pemuda jangkung tersebut tidak sadar bahwa Izuku sudah berjalan merangkak di bawah kaki mereka. Merangkak pelan bak kucing—padahal kelinci—sambil mengelusi kepala dan tubuhnya pada kaki Shoto juga Katsuki.
Merasakan lembutnya sapuan dari helai rambut serta bulu kuping dan ekor kelinci, membuat Bakugo Katsuki dan Todoroki Shoto mendadak terdiam kaku. Melihat Izuku yang bertingkah semakin tidak wajar, membuat jantung anak-anak itu jadi tidak karuan.
Bahkan mereka tidak sadar, burung kakak tua peliharaan mereka mulai berdiri senang di bawah sana.
"H-hoy Deku! Kamu lagi birahi ya?!"
.
.
.
TBC
