I love adult or sex stories, I always wanted to make it, and I managed to make it, as much as I could on this account.

I will never own all of the Naruto characters because they belong to Masashi Kishimoto, but to love them, will always be in my heart and mind.

NARUTO X HINATA

WARNING! Bagi kalian yang tidak terlalu nyaman dengan kalimat-kalimat vulgar, saya harap segera menyingkir, ada banyak cerita berkualitas yang bisa kalian baca—tentu saja bukan di sini.


Siang itu, Tokyo memasuki musim panas. Sekadar teh dingin atau minuman-minuman dingin lainnya tak akan pernah tercukupi oleh pasangan tersebut. Panas yang menyiksa, menyebabkan sebagian penduduk Tokyo mati karena kepanasan, sementara sepanjang hari memang menyerupai neraka. Peduli setan, jika seks hal terakhir yang harus mereka lakukan, tentu saja mereka akan melakukannya.

Namun bagi sebagian pasangan yang haus akan kebutuhan berahi, panas justru yang paling disukai.

Persetubuhan menjadi hal yang paling lumrah bagi beberapa pasangan, termasuk Naruto dan Hinata yang baru menempati apato paling atas dengan biaya sewa yang justru sangat mahal—paket lengkap atap yang luas untuk menjemur pakaian atau digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Dan tentu saja, bercocok tanaman menjadi hal yang paling tidak bisa dipilih, kecuali...

"Ya Tuhan!" perempuan itu mengerang, badannya menempel jendela sambil genggamannya meremas tirai yang barusan dipasang. "Apakah penismu makin besar?" pria di belakangnya tersentak, heran mendengar pertanyaan itu tersebut dari wanita yang dia gagahi siang ini. "Tidak apa-apa, aku suka yang besar-besar, termasuk diskonan."

"Aku kira kau lebih suka penis yang besar daripada diskonan."

"Jangan begitu, kalau banyak diskonan kita tidak akan mati kelaparan."

"Oh, benar juga ya," Naruto terkekeh, sementara tangannya memukul pantat Hinata sekeras yang dia inginkan. "Nanti malam kau mau berperan jadi apa?"

"Hnm," ketika penis itu didorong masuk, Hinata tak berkutik. Ia pura-pura tuli, atau memang karena keenakan? Ia tak pernah peduli, satu-satunya yang dia inginkan adalah tentang seks di siang hari yang panas ini. "Lebih masuk ke dalam, tolong! Ini terlalu enak, aku akan keluar sebentar lagi." Sudah sangat yakin dia barusan memerintahkan Naruto demikian. Namun apa jadinya pria itu malah berhenti menggerakkan pinggulnya. "Kenapa? Kenapa?"

"Kau belum menjawab pertanyaanku!" dengan tubuh telanjang, dia menghadap ke depan Naruto, lantas mendengar pria itu kembali bertanya. "Mau main apa nanti malam?"

"Rape me?" Hinata berpikir sejenak. "Aku sudah membeli pakaian sekolah di Akihabara, sampai sekarang aku belum memakainya."

"Boleh," ujar Naruto, dan tak dikira oleh Hinata bahwa suaminya justru terlihat antusias. "Apakah akan ada adegan seks di mobil? Ehm, tapi kita tidak punya mobil. Apakah diam-diam kita pergi ke kamar mandi umum dan melakukannya di sana? Tapi rawan sekali, karena bisa saja orang lain akan menuduhku sebagai pelaku perkosaan daripada suamimu."

"Ya ampun, kau tinggal menyeretku pulang ke rumah, dan melakukannya di sini," Naruto mendekap Hinata tiba-tiba. "Bisa kita lanjutkan sekarang? Kita pikirkan saja nanti apa yang harus kaulakukan kepadaku," dan selesai berbisik, suaminya pun mendorong dirinya ke atas sofa muatan satu orang. Saat sudah duduk dan memilih posisi dengan nyaman. Hinata membuka kedua kakinya lebar-lebar. Ia kembali merasakan penis besar suaminya memasuki vaginanya. Dengan gerakan yang luar biasa cepat, ritme yang mengerikan, Hinata lebih terpuaskan.


To Be Continued