Suara gesekkan dedaunan terdengar menenangkan, diikuti angin semilir yang menyejukkan. Burung – burung itu berkicau indah meramaikan suasana. Sorot cahaya matahari menembus kelopak mata membuatku tidak nyaman, perlahan aku melihat dedaunan pohon yang diterobos oleh sinar matahari.

"Ughh," rasa pening menghampiri dikala aku mencoba untuk bangun dan mencoba untuk menggerakkan badan dan duduk bersandar di sebuah pohon yang cukup besar. Itu tidaklah sia-sia, rasa yang sesaat menyerang sedikit mereda sembari menanyakan kepadaku sendiri apa yang telah kulalui sebelumnya. Kejadian yang sangat mencekam, pertarungan antara hidup dan mati, keselamatan tanah serta orang-orangnya. Aku melihat ganggang pedang yang berlapis emas itu dengan pandangan takut dan kecewa. Tanganku bergerak untuk memegangnya, bunyi kemercik logam berbunyi saat bersentuhan. Pikiranku kembali tenggelam kepada apa yang terjadi kepada diriku sebelumnya.

"Apa yang harus kulakukan…."


Setelah keluar dari dari barisan pohon, terdapat sebuah padang rumput yang di hiasi oleh bunga dan beberapa pohon rindang, itu terlihat indah hal yang jarang ku liat sebelumya. Di cakrawala terlihat sebuah dinding yang megah yang menunjukkan adanya peradapan, menuju kearah tersebut adalah tujuan pertamaku.

Aku langsung membalikkan badan takkala ada sebuah suara geraman kasar yang berasal dari belakang, serigala. Mereka berjumlah 3 dan… sebuah simbol berbentuk octahedron berwarna merah di pucuk kepalanya. Hal yang sama sekali tidak aku ketahui.

'Kenapa mereka memiliki simbol tersebut,' hal itu tidak ada sama sekali sebelumnya ketika aku melawan beberapa monster di perbatasan dataran hijau dan hitam. Tiba-tiba salah satu dari serigala itu melompat edepan dengan maksud menggigit, 'aku lengah!' jemariku langsung menggenggam gagang dan menariknya dari kediamannya. Mengaliri daya kehidupan sehingga pedang ini bercahaya pendar dan dengan cepat menebaskannya secara horizontal.

Ada satu hal lagi yang membuatku terkejut, serigala itu terbelah dan hancur menjadi kepingan kepingan cermin cahaya yang membuatku terpana, namun aku tidak akan jatuh kedalam situasi yang sama dua kali. Dua serigala sebelumnya juga langsung menerjang maju, dengan saat yang tepat keduanya ku tebas dengan serangan tunggal. Keduanya memiliki nasib yang sama seperti yang sebelumnya, menjadi kepingan cermin cahaya.

Aku menghela nafas lega, sebuah papan transparan muncul dengan beberapa tulisan seperti cor, exp dan drop, namun aku tidak memperdulikannya dan kembali meluruskan tujuan awal ku. Namun setelah beberapa menit aku melihat sekelompok monster berbentuk seperti bunga memiliki mulut dan gigi runcing serta memiliki ukuran tiga kali lipat dariku.

'Ini akan menjadi hari yang panjang…'

"Ayo kita selesaikan ini dengan cepat!"

Dengan cepat aku menerjang kedepan dan mencoba memotong lehernya namun itu tidaklah cukup, setelah menebasnya untuk yang pertama kalinya aku membalikkan tubuhkan dan menyabetkan pedangku ke monster tersebut. Dan satu hal yang juga baru ku sadari, saat kau memukulnya akan ada sebuah bar yang bertuliskan HP yang setiap saat jika terkena serangan akan mengurang. Saat aku menebasnya bar tersebut berkurang sangat cepat dan saat mencapai titik nol, mereka akan mati.


Gerbang ini begitu besar dan mungkin lebih besar dengan di ibu kota Centoria. Banyak orang yang berlalu-lalang dan mereka memiliki simbol octahedron berwarna hijau.

'Apakah itu yang menandai antara monster dan manusia? Namun kenapa aku tidak memilikinya juga?' ya, kenapa aku tidak memilikkinya, apakah itu menyatakan aku adalah seorang pendatang?

Melewati sebuah jalan yang besar itu banyak stands yang berdiri di samping jalan dan sejumlah toko yang berdiri, aku melihat-lihat dan berhenti depan food stand, aku tertarik apa yang di jual disana. Perutku pun berbunyi kecil dengan hanya melihatnya.

"Adakah yang bisa saya bantu?" wanita tersebut berujar kepadaku. Hey, tentu saja aku ingin salah satu yang ada di food stand yang kau miliki.


Aku duduk di pinggiran fountain ditengah kota dengan memakan tiga dire wolf skewer yang ku beli tadi, sedikit hambar namun rasanya menyenangkan. Setidaknya dapat memenuhi kebutuhanku. Beberapa orang melihatku dengan pandangan aneh, mereka seperti membicarakan sesuatu sambil menatap kearah ku namun kemudian mereka berlalu begitu saja. Aku tidak memperdulikan hal itu dan melanjutkan aktifitas yang tertunda karenanya.

Setelah ini aku akan mencari tahu jalan untuk kembali, mungkin ke perpustakaan akan menjadi hal baik karena yang menyimpan segala sesuatu tentang kota ini. Tapi dimana? Sangat mustahil untuk mencarinya seorang diri, bertanya mungkin akan mempercepatnya. Setelah selesai memakannya, aku berjalan menuju dua orang yang tengah berbicara tidak jauh dariku bermaksud untuk menanyakan letak perpustakaan.

"Permisi, bolehkah aku bertanya?" sesaat setelah aku berbicara mereka langsung mengalihkan pandangannya kearah ku, mereka melihatku dengan tatapan terkejut.

"Seorang NPC?"

"Mungkin saja itu sebuah quest."

"Tapi tidak ada sebuah quest yang muncul di pusat kota selama dua minggu di luncurkan, apakah ini sebuah bug?"

Aku melihat mereka seperti beradu argumen untuk menebak siapa diriku, aku juga mendengar mereka menyebutku sebagai NPC, apa itu…. Perdebatan mereka juga terus berlangsung membuatku tidak enak. Aku akn mencoba mendapatkan perhatian mereka kembali

"Ano..." dan itu berhasil mereka kembali mengalihkan perhatian mereka kepadaku.

"Ah... Tentu saja nona, apa yang bisa kami bantu."

"Apakah kau bisa memberitahukan kepada ku dimana letak perpustakaan dikota ini?" mereka sedikit kebingungan saat aku bertanya soal perpustakaan.

"Maafkan aku, tapi sepertinya tidak ada perpustakaan dikota ini," apa!? Mana mungkin di kota sebesar ini tidak memiliki sebuah perpustakaan.

"Apakah itu benar?

"Itu benar, aku tidak pernah mendengar ada perpustakaan di sini."

Jawaban temannya itu membuatku sedikit lesu, perpustakaan adalah kunci untuk mencari tahu jalan pulang bagiku namun sepertinya itu akan menjadi abu.

"Baiklah terima kasih," aku langsung berbalik dan mencoba mencari tahu sendiri tentang perpustakaan itu sendiri. Ketika aku menjauh dari mereka berdua aku mendengar sedikit tentang percakapan mereka.

"Mungkin kau benar, itu adalah sebuah bug."

"Bahkan tidak muncul pop-up quest-nya."

"Kau benar. Nahh lupakan itu sekarang…"

Sekarang aku harus memikirkan jalan lain untuk kembali ke tempat asal ku. Itu mungkin akan membutuhkan waktu yang lama tapi aku pasti akan kembali.

'Aku pasti akan kembali,' dengan senyum masam aku kembali berjalan tanpa tunjuan. Mungkin aku akan mencarinya sambil berpetualang seperti yang orang-orang itu lakukan.


Aku menemukan sebuah teater pertunjukan yang terbuat dari batu, banyak orang yang berkumpul dan mendengarkan seseorang di panggungnya. Sepertinya mereka tengah menyusun strategi untuk mengalahkan suatu monster. Beberapa orang disana melihatku dengan tatapan aneh yang hampir sama saat aku pertama kali masuk ke kota ini. Mereka sedikit berbisik tetang apa yang mereka lihat, sekalipun orang-orang yang didepan menjelaskan sebuah strategi tersebut diam sesaat saat aku memasuki teater ini.

"Lihat perlengkapannya, itu seperti high tier. Pasti sangat mahal."

"Tentu saja, itu mungkin sebanding dengan jutan cor."

"Wanita itu seorang NPC? Kenapa bias seorang NPC berada di teater ini, dia bukanlah seorang player."

"Mungkinkah itu sebuah bug?"

Mereka terus terusan menyebutku seorang NPC dan menyebut kata bug setelahnya, memang apa itu bug, serangga bukan?. Apa karena aku tidak memiliki simbol octahedron seperti mereka? Sepertinya diskriminasi masih terjadi dimana pun itu.

"Baiklah cukup tentang buku manual dari Beta-Player, sekarang kalian bentuklah sebuah tim. Kita akan menentukan posisi strategi setelah kalian memberitahu kami, itu akan sangat bermanfaat." Orang berambut biru itu kini turun dari panggung, setelahnya orang orang disini ramai untuk mendiskusikan siapa saja yang akan di tim mereka. Aku ingin ikut dalam ekspedisi ini namun tidak ada yang menawari ku masuk kedalam grup mereka, mungkinkah ada hubungannya dengan kata NPC yang mereka sebutkan kepadaku?

"Ahh… hey, maukah kamu bergabung dengan tim kami?" seketika itu aku menegang, suara itu… tidak mungkin salah ini…

"Apa kau tidak melihatnya, dia hanya seorang NPC. Jadi tidak mungkin dia bisa ikut bersama kita." Itu juga… aku langsung menoleh kea rah suara itu berasal, disana berdiri dua orang yang sangat familiar, seorang laki laki yang memakai pakaian serba hitam dan perempuan yang memakai jubah coklat meski ditutup tapi yakinlah aku dapat mengenalnya.

"Bagaimana kau tahu?"

"Apa kau tidak melihatnya? Dibawah Healt Bar miliknya ada tulisannya, disana juga tertera nama. Bodoh."

"Ohh aku baru tahu itu."

"Jadi kau selama sebulan kau berada disini tidak tahu hal itu?"

"Kirito… Asuna…." Aku berbisik kecil kepada diriku sendiri, aku sedikit terharu lega karena bertemu orang yang kukenal disini. Tapi mereka seakan tidak tahu aku dan mereka sedikit lebih muda dariku…?

"Apa kau mengatakan sesu-uahhh kau menangis!?" namun sepertinya Kirito mendengarku berbisik dan melihatku dengan keadaan yang menyedihkan, Asuna kemudian memukul kepala belakangnya.

"Kau yang membuatnya menjadi seperti itu, bodoh."

"Berhentilah menyebutku bodoh, lagipula aku tidak melakukan apa-apa kepadanya."

Aku tersenyum, mereka masih sama seperti sebelumnya namun aku tidak mengetahui alasan mereka tidak mengenaliku. Tapi itu bukanlah sebuah masaah sekarang aku akan mencari tahu sendiri soal itu, yang terpenting mereka ada dan itu membuatku nyaman. Aku mengelap sedikit airmata ini dengan lengan pakaianku.

"Baiklah, aku akan bergabung kalian."

"Ehh apa?" mereka terlihat terkejut dengan jawabanku, seperti tidak mempercayai apa yang baru saja aku katakan.

"Apakah hal itu bisa dilakukan?"

"Akan kucoba saja dahulu." Kirito kemudian sedikit mendekat kearahku dan melakukan gestur aneh di udara. Suara bel mengejutkanku dan disana muncul sebuah persegi transparan yang bertuliskan,

Notification

Kirito has invited you to join the party.

Do you want to join?

Yes | No

"Jika kamu mau bergabung dengan tim kami maka tekanlah tombol Yes disana."

"Kau serius ini bisa dilakukan!? Aku tidak pernah mendengar hal ini."

"Sudahlah, Aku hanya mencobanya, Asuna."

"Kau!?"

Aku tersenyum melihat interaksi mereka, itu membuatku merasa hangat, andaikan aku… ahh apa yang aku fikirkan. Dengan segera aku menekan tombol Yes disana, dan di pandanganku muncul 3 buah bar yang masing masing memilikki namaku, Kirito, dan Asuna. Saat itu mereka kembali terkejut dan termenung, apakah mungkin mereka juga melihat bar yang muncul seperti punyaku?

"Ahh! Itu berkerja."

"Kau benar, ini mengejutanku." Ahh memang benar mereka melihat bar bar itu, Asuna kemudian maju dan berdampingan dengan Kirito.

"Kalau begitu, perkenalkan. Namaku Asuna."

"Dan aku Kirito!" Kirito menyambungnya dengan percaya diri. Saat itulah senyumku semakin melebar.

"Perkenalkan…

.

.

.

… Namaku Alice!"


The End of Chapter