Inexperienced, heartless (uncertain), but even so, be beautiful

Sakura mengerang, tangannya berdenyut menyakitkan sementara deadline sudah marathon dibelakang. Ia menggenggam telapak tangan kanannya yang keram. definitely kecetit, shannaro!

"Kau tidak apa-apa, un?"

Sakura mendongak, menatap mata biru seniornya. Memberikan lelaki blonde itu senyum sebab menjadi anak magang berarti tiap-tiap pekerjaan, kelakuan dan aktivitas emosinya dinilai ketat, atau kau akan terkejut saat mendengar topik gosip senior. "Baik-baik saja senpai, ada apa memangnya?"

"Kau istirahat saja, un. Wajahmu pucat." Deidara-senpai menatapnya lekat. "Jangan dipaksakan kalau sakit."

"A-aku masih kuat, senpai!"

"Sudah istirahat saja Sakura. Deidara sudah cepat-cepat mencapai target untuk menggantikan pekerjaanmu." Konan-senpai berbalik dari meja kerjanya untuk memberikan Sakura senyum serba tahu super tipis.

Sakura merasakan detak jantungnya kehilangan satu degup. Ia memberikan Deidara senyum malu-malu. "Terima kasih senpai." lalu melipir ke ruang kesehatan.

Di ruang kesehatan, Sakura tersenyum-senyum, dadanya hangat karena kupu-kupu mengepak di sana.

Sakit tangannya sekarang bahkan tak terasa lagi.

Deidara-senpai keren sekali.

No Destiny would tie you and me.

"This alone won't be enough."

Keesokan harinya, Sakura masuk kerja dengan dedikasi baru.

Dan semangat yang membara.

Entah sejak kapan matanya sekarang selalu mencari sosok pirang seniornya, dan saat sudah melihatnya ia merasa seperti di re-charge. Uh oh, Sakura jatuh suka dengan seniornya. Jika Senior Seperti Temari dan Tenten tahu, habis sudah.

If I explain that properly, it should all work out.

Things, Money, Love, Words, I'm tired of putting myself out there.

Sebelum bekerja, kebijakan perusahaan mewajibkan mengadakan briefeing pagi untuk meningkatkan produktivias karyawannya, karena Pein-sama sedang mengurusi hal lain, meeting kali ini berjalan sedikit kendur.

Saat Tenten-senpai selesai mengutarakan keluhannya yang menjadi sebab mengapa ia tidak mencapai target kemarin, Deidara-senpai meraih ID card Sakura yang fotonya tertutup kunci loker. Apa yang ia lakukan coba?

Sebelum Deidara-senpai sempat melihat wajahnya yang terfoto memalukan, Sakura menepis lepas tangan jahil itu.

Saat sadar, tatapan semua seniornya tertuju pada mereka berdua. Bahkan Ino-senpai yang notabenenya paling galak tersenyum menggoda. Mereka bedehem-dehem.

Deidara mendongak, dengan salah tingkah berkata, "Bukan seperti itu un. Dia namanya Runoha ternyata.."

Alasan macam apa!? Tapi ternyata bukan fotonya yang mau ia lihat, Sakura lega.

Namun bukannya itu berarti ia sudah salah mengartikan tingkah Deidara?

Sakura menyangkal, itu karena ia baru tiga minggu disini dan belum terlalu hapal tiap tindak-tanduk seniornya.

Déjà vu, "What are you so unsatisfied with?"

"After saying all those selfish things, what more could you possibly want?"

Lagi, Deidara-senpai melakukan sesuatu.

Sakura sadar menyukai seorang penggoda memiliki resiko tinggi, tapi berharap bukan sebuah dosa kan?

"Hey Runoha, mengapa kau memakai gelangnya seperti itu?"

"Aku dapat dari perusahaannya memang sudah seperti itu, senpai."

"Hey Dei." Temari-senpai berbalik, menggeleng dramatis. "Kalau anak orang baper, tanggung jawab kamu."

Sakura menyangal dengan hasil sia-sia, sebab wajahnya mengkhianatinya dengan rona merah yang menyebar sampai leher. "A-aku ngga baper senpai!"

"But yet, I don't hate this situation."

Walau begitu, benak sakura tetap bertanya-tanya. Apa maksudnya?

Gelang kerjanya berakhir dengan Naruto yang memperbaikinya.

Dan Sakura menahan perasaannya untuk tidak marah kepada Temari-senpai sebab telah mengatakan hal-hal konyol yang entah mengapa terasa menyakitkan. Perasaannya hanya sebatas baper?

Just stop, "I'm sick of hearing those lines."

Leaving things unfinished is the one thing I hate.

Hari-hari kemudian berjalan seperti biasanya.

Mata Sakura tetap memindai sekitar ketika berada di area perusahaan. Mencari sosok khas seniornya yang berada di shift pagi sementara Sakura di shift malam.

Walau begitu, tiap pagi mereka tetap akan berpapasan. Waktu akhir kerja yang paling Sakura tunggu-tunggu. Bukan karena ia akhirnya dapat mengebut di jalan agar dapat segara tepar di rumah, melainkan untuk menikmati saat-saat ia sedang membersihkan kubik ruang kerjanya, ada tatapan tertentu yang mengamati tiap gerak Sakura.

Sakura cepat pergi menuju lobi dengan sekantung sampah untuk dibuang sebagai alibi. Senyumnya yang sudah tak dapat ditahan segerah merekah saat sudah tepat di depan tempat pembuangan.

"Shannaroo!" Tawanya menggaung di lobi.

Enough!

Even if you say this or do that,

Even if you say you 'love me', or ask me 'why'?

It's easy if it's just for fun, but doing this for real is too absurd.

Dua bulan dengan intensitas tarik-ulur yang sama membuat Sakura menginginkan lebih.

Lalu seperti keajaiban, Pein-sama memindahkan Deidara-senpai ke departemen lain yang non-shift, yang berarti ia akan berada di shift pagi terus.

Walau mereka sekarang bekerja berjauhan, setidaknya seling seminggu mereka akan sering bertatap muka, jauh lebih memuaskan dibanding hanya menikmati tatapan untuk 10 menit yang singkat.

Those thoughtless words, those flimsy (weighty) words.

Just how many times are you going to repeat them?

Sakura mencintai Pein-sama sebab sudah membuat Deidara-senpai sering berkeliling. Mengerjakan pekerjaan di sana-sini yang notabenenya adalah perintah langsung Pein-sama. Berbeda departemen bukan masalah besar sekarang.

Sakura selalu memastikan aktivitas kerjanya sempurna saat Deidara-senpai lewat. Meja rapih, rambut tidak kusut, postur duduk tidak membungkuk, dan hal-hal trivial penting lainnya.

Walau begitu, saat punggungnya pegal sebab duduk tegak terus-menerus itu ternyata menyiksa dan Sakura memberikan kredit untuk dirinya berupa duduk membungkuk untuk semeniiit saja, kemudian wuush, Deidara-senpai lewat.

Yang bisa Sakura lakukan kemudian adalah berpura-pura merenggangkan tubuh. Chaaa!

Even if I got my hopes up for this fixed game,

Even if these phrases are nothing but quotes,

Words that get my hopes up, let's make it all taboo.

Sakura pindah ke departemen lain untuk menggantikan seseorang yang tidak masuk. Tebak apa?

Ia berada di departemen yang sama dengan Deidara-senpai. Jantung sakura melompat-lompat.

Take a hint, please don't let it rain.

Sakura pernah sekali berada di sini sebenarnya, dan ia membuat kesalahan yang cukup fatal.

Kali ini, ia tidak akan membuat kesalahaan sekecil apapun itu.

Bukan karena takut perkataan Pein-sama yang menusuk, tapi untuk mengesankan Deidara-senpai.

Walau uh, tatapan Pein-sama memang membuat Sakuta Kapok sih.

"I hate talking in a roundabout way." (Feeling sluggish. Don't wanna talk.)

"Just give me the bare minimum. Just two characters."

Sakura menyukai tempat istirahat departemennya, tempat dimana ia dan senior-seniornya dan Deidara-senpai menghabiskan waktu istirahat bersama. Khusus untuk Sakura; apalagi setelah sekian lama.

Mereka biasa bercanda dan tertawa karena Deidara-senpai memang selucu itu. Tapi Sakura kehilangan selera humornya saat Deidara-senpai berkata dengan nada penuh teka-teki, dan Sakura mengerti dengan kesadaran yang ditarik penuh. "Sakura baperan ya, un."

Deidara mengatakan itu khusus padanya.

Otak Sakura gagal merespon, jadi ia hanya menggeleng sebagai respon. Jadi, Deidara-senpai tau aku suka padanya? Lalu apa maksudnya mengatakan itu saat ia tahu?

Sakura menemukan dirinya tetap tertawa dimenit berikutnya walau candaan senior-seniornya tidak ada satupun yang sekarang masuk ke telinganya.

Sebab yang Sakura dengar adalah decit ngilu di hatinya.

Walau Sakura tidak tahu apa penyebabnya.

Confused.

If you can't answer, please leave me alone.

If you can't stop hesitating, please leave me.

Ah ya, sebukah konklusi datang padanya.

Sakura hanya anak magang naïf yang mudah dikerjai. Atau itu memang cara seniornya mengakrabkan diri karena Sakura termasuk orang yang terlampau diam.

Hari berikutnya ia menahan diri untuk tidak mencari sosok pirang yang rajin berkeliaran. Tidak lagi antusias saat mata mereka tidak sengaja berpandangan.

Sakura merasa terkhianati. Konyol sekali ya dirinya yang kemarin-kemarin?

The crucial words go in on ear, out the other. Just let it bring you peace of mind.

Minggu selanjutnya datang, Sakura memanfaatkannya untuk menata ulang perasaannya.

That Fuckface can fucking die in the fucking mud somewhere.

Sakura hampir membencinya.

Memikirkannya hanya untuk resolusi perasaannya. Tapi tetap, Sakura masih memikirkannya.

Jika bawa perasaannya ada hanya untuk dicemooh, lebih baik ia hapus.

Oh lihat saja, Sakura yang tersipu malu-malu sudah tidak ada untuknya.

Sakura akan memberikan dia tatapan datar terbaiknya nanti, shannaro!

If this sweet rain fell on you,

It'd make you want to hold up your umbrella wouldn't it?

Sakura tetap merasakan tatapan itu saat ia membereskan meja kerjanya. Masih bertatapa secara tidak sengaja (yang mana benar-benar tidak sengaja) saat ia lewat.

Bagian terbaiknya adalah Sakura berhasil mengatasinya se-emo mungkin.

Sakura pulang dengan besar hati sebab ia kira resolusi menuju move onnya berjalan sangat baik. Jadi ia melipir ke apartemen Ino sambil membawa ayam pedas keju sebagai bentuk perayaan. Ino tidak tahu alasannya, tentu saja.

"Pacarnya bukannya yang baju seragamnya berwarna pink?"

"Deidara-senpai punya pacar?" Sakura bertanya. Berharap Ino menganggap kejut di suara Sakura karena memang murni tidak tahu.

Sakura tahu dirinya berhasil karena Ino menjawabnya tanpa pikir panjang.

I wanted to change, pretending to be an adult.

Sakura tidak mendengarkan jawabannya, toh. Ia hanya mengkonfirmasi kebenaran.

Saat kebenarannya sudah ia dapatkan, mengapa resolusi move onnya terasa seperti omong kosong sekarang?

Benar-benar pecundang, konyol sekali. He's a fuckface after all, membuat anak gadis merasakan hal seperti ini.

Sakura mengambil se-pcs ayam pedas level 5. Bertanya mengapa hatinya masih bisa merasakan sakit sementara ayam dalam kunyahannya mampu membunuh lambung.

Lost. Irreparable.

Now, please don't stop raining.

Sebulan berlalu tanpa kejadian berarti. Status anak magang bergelang hijau berganti menjadi abu, dan sekali lagi, Sakura dipindah tugaskan ke departemennya.

Sakura senang ia berhasil mencegah dirinya mencekik mati sang atasan.

Ditengah kegiatan rutin sebelum bekerjanya, Sakura merasakan tatapan itu lagi.

Senang masih diperhatikan walau Deidara-senpai sendiri sudah punya pacar? bisik inner Sakura.

Sakura memutuskan tidak peduli.

Copy, Paste, Delete.

Dia bekerja tepat dihadapan Sakura. Hanya dipisahkan sehelai papan kayu pemisah kubik kerja.

Profesional adalah pekerja yang tidak membawa perasaannya dalam bekerja.

Dengan itu, eksistensi Deidara-senpai dalam otak Sakura musnah tenggelam oleh dalamnya samudera kerja. Fokusnya ambyar hanya saat sesuatu terjadi.

"Hei Karin apa yang—"

Ucapan Sakura terhenti ketika matanya bersinggungan dengan orbs biru untuk sekian sekon yang terasa amat lama.

Mata itu fokus menatap Sakura. "Hanya menguji un, tapi ternyata kamu paham."

Repeat. Breathe in. Breathe out.

Sakura tertawa, mencebik sedikit. "Kalau tidak, aku hanya akan berakhir sampai di tahap magang kan? Bagaimana sih senpai."

Mereka bercakap singkat sebelum kembali bekerja.

Benar-benar percakapan singkat yang normal.

Sebab fakta akan apa-apa saja yang menyangkut Deidara, Sakura putuskan untuk tidak peduli lagi.

So please,

I don't care anymore, it hurts right here (I want to stay here).

Perayaan un-official dikontraknya Sakura dirayakan sebulan kemudian.

Dari anak magang terbaru sampai karyawan yang akan habis kontraknya minggu depan ikut datang merayakan. Ketidakhadiran Pein-sama (yang sejak awal memang tidak diundang) menjadi momok seru untuk digunjingkan. Mulai dari lubang bekas piercing di telinganya yang keriput sampai cara tatatpnya ditiap briefing pagi.

Bahkan anak baru yang cukup kikuk, yang baru beberapa hari masuk kerja, Hyuuga Hinata, tak luput dari pembicaraan.

"Yang tidak datang akan dijadikan pembicaraan pokoknya!" Deklarasi Ino-senpai keras-keras.

"Sakura sini sesi pemotretan dulu! Calon pengantin prianya sudah datang nih, hehey."

Dan oh, tentu saja senior-seniornya tidak akan tinggal diam tentang topik godaan yang itu. Sakura hanya membalas, "Ih apa siih shannaro!" Sementara Deidara yang baru datang tak merespon apa-apa.

Sebelum Kiba bilang, "Tapi Deidara sudah punya pacar kan?"

Mereka serius akan membahas ini?

Sakura melihat dari ujung matanya kalau Deidara mengawasi reaksinya. Ah ya, dia belum tahu kalau Sakura tahu tentang statusnya. Jadi ia hanya memberi senyum miring dengan mata yang disipit-sipitkan, hanya agar senyumnya terkesan natural.

Sakura harap wajahnya tidak malah nampak seperti topeng noah.

"Kalau Sakura mau dipoligami sih tidak apa-apa, un." Deidara tertawa. Sakura masih tersenyum.

"Nanti pas serumah mau ngapain, Dei?"

"Bersih-bersih kamar—"

Itu bahkan sudah tidak lucu lagi. Bibirnya yang sekarang melengkung kebawah ia sembunyikan dibalik gelas, menenggak air putih banyak-banyak.

Even if this is just a fixed game,

Even if it's just a set phrase,

I'll put an end to this habit of running away.

Malam itu mereka semua tertawa, bahkan Sakura yakin setengah kotak tertawanya sudah rusak. Rasanya Sakura tidak peduli lagi jika orang-orang melihatnya tertawa sampai gigi taringnya terlihat jelas. Ia tidak peduli terhadap penilaian Deidara akan prilakunya yang so un-lady like.

Dan ternyata, Sakura bukan satu-satunya yang bawa perasaan ke Deidara, cerita Temari-senpai. Mengerling pada Shion.

Entah kenapa Sakura menjadi paham, kasihan juga pada Sakura II.

Walau saat di puncak acara rasanya Sakura ingin mengubur diri saja di lubang Alice.

"Sakura." Panggil Ino-senpai. "Bodoh tahu tidak."

Itu bukan nada sebuah pertanyaan.

Sakura hanya menunduk dalam malu, mengangguk. "Iya kak."

Ia hanya salah table manner astaga.

Sakura melakukannya dengan tangan kiri sih. Ugh.

Akhir yang bagus. Good grief. Bad ending untuk reputasinya dimata mantan-crush sih.

Masalah table manner yang error terlupakan (Sakura yakin mereka akan membahasnya dibelakangnya nanti sih) dan Sakura tertawa lagi.

Farewell fuckface.

It's raining again today.

I'll close my umbrella, and go home in the rain.


(カワキヲアメク - Minami)


A/N: Naruto belongs to Masashi Kishimoto, tapi cerita based on true story kampret ini murni milik saya.

... termasuk plot tentang jatuh suka saya yang terdzalimi :(

kampret emang si deidara hiks, ja-jadi izinin saya curhatnya disini ya? huhu, pura-pura tsuyoi itu capek un, butuh banyak chakra haha

but eits! untuk pecinta angsty boleh berhenti di sini, dan untuk para happy ending-lovers ada bonus berupa omake untuk kalian~ promise kalau omakenya super fluff lol, suami saya juga akhirnya bikin debut dific ini~ *peluk sasori

karena aish... kisah DeiSaku (dan SasoSaku; sebab saya Sakura!Sentris garis keras) tidak semiris cerita cinta saya yang bahkan belum dimulai hhh—

btw, Kawaki wo Amekunya Minami recommended buat yang mau ngegalau tapi pengen sambil nge-rock lol

song fic isnt my thing, but the song is.

and well, here we go!


Omake


"Bagaimana reaksinya setelah hanya tinggal kalian berdua, Sakura-san?"

Sakura menggeleng lemah, rambut merah mudanya yang ditata braided bun terayun lembut. "Ia segera memborong antiseptik, alkohol, dan pil ilegal yang dapat menghilangkan ingatan secara berkala." Ia menatap suaminya yang malah mendengus bangga, melipat tangannya penuh kepuasan diri. "Beruntung aku memiliki kebiasaan membaca label obat sebelum meminumnya. Masih bertanya-tanya dari mana dia mendapatkannya."

"Aha, itu rahasia, sweetheart." Deidara menatap Sakura balik. "Karena jika kau tahu, habis sudah un."

"Selalu seperti itu, bermain rahasia." Emerald menajam. "Tunggu saja sampai kau tahu chatt wassap dari siapa saja yang ku arspikan."

"Oh no. Kau tidak akan berani, Sakura Iwa."

"Woah woah woah! Panas sekali ya disini permisa." Mei Terumi selaku pembawa acara yang sedang membawakan tema movie nostalgia berceletuk cepat. Kru di belakang panggung sudah memberi aba-aba juga sebab disamping pasangan ini adalah pasangan paling romantis untuk dapat memenangkan awards, mereka juga dapat menjadi sangat menyeramkan saat sudah beradu argumen. Tidak pernah ada permainan fisik; mungkin kecuali untuk make up sexnya...

Mei cemberut, mungkin ia harus secepatnya mencari suami ideal impiannya. "Bagaimana jika kita undang bintang tamu lain yang bisa bikin panas dan dingin secara bersamaan?"

Penonton wanita berteriak kecil, jika Mei sudah seperti ini, wanita itu tidak akan berbohong.

"Pria tampan ini juga mengambil peran penting dalam film 'Securam Kisah Cinta Pegawai Hitam-Putih' loh~" Ia mengedip inosen. "Di movie kedua, ia juga menyabet tempat Deidara sebagai pemain terfavorit."

Seperti sudah tahu siapa yang diundang, penonton yang memakai lipstik dan heels segera meleleh oleh imajinasi mereka.

Sakura mengelus lengan Deidara yang memasang wajah kecut. Mereka berbisik-bisik seakan sedang tidak menghadiri sebuah talkshow, melainkan sedang berada didunia mereka sendiri.

"Come in, Akasuna Hot Sasori!"

Dan pria berambut merah yang ditata silked back melangkah masuk dengan kaki panjang yang masih berbalut setelan kerja hitam lengkap dengan vest merah gelap yang memang menjadi warna identitasnya.

Teriakan penonton mengeras saat imajinasi mereka menjadi nyata.

Sasori menghampiri mei, menyalami tangannya kasual. "Apakah aku terlambat? Jadwal hari ini agak sedikit padat, maaf."

"Aw, tipikal pebisnis muda." Mei mengerling genit, memeluk lengan Sasori untuk mengantarnya duduk. "Silahkan duduk sebelum kita berbincang mengenai cinta lokasimu dengan Saku—"

"Haruno Sakura.."

Perkataan Mei tidak ada yang masuk ke otak pria Akasuna itu untuk diproses sebab saat pandangannya terkunci dengan orbs emerald, dunianya seakan terhenti.

"Iwa Sakura, Akasuna-san." Dedidara berdiri, menjulurkan tangannya. "Lama tidak bertemu. Dan tolong segera palingkan pandanganmu dari istriku."

Sasori menyambut tangan Deidara. Menyalaminya dengan intensitas tekanan yang sama. "Ya, sayang sekali janur kuning sudah melengkung sebelum aku bahkan belum berjuang untuk mendapatkannya."

"Ahaha." Deidara mengeluarkan tawa yang dapat membekukan studio. "Itu karena dia ditakdirkan memang hanya untukku."

"Ah ya, tidak ada yang tahu umur kan?"

"Teme—!"

"PEMIRSA!" Mei muncul secara close up di depan kamera, "Kami akan kembali setelah yang satu ini, stay tune!"

Jika talk show yang menjelma menjadi medan pertempuran antar dua lelaki tampan ini masih sanggup dilanjutkan itu juga.

Mei menyalahkan Tsunade yang mengemukakan ide gila hanya untuk rating tinggi.

Walau bertemu dua hottie dalam sehari memang menyejukan hati sih haha~


KOK MALAH JADI SERUAN OMAKENYA SIH WKWKWKWK

ah sudahlah... tapi keknya sekuel seru ya? *kabur sebelum bertanggung jawab

feel free untuk me-review! flame juga bole, mumpung saya lagi masokis, tapi jangan kejam-kejam, kokoro saya belum sekuat itu, sekarang aja masih basah sama betadine lol

thats it, thanks for reading, mwah!