Ketika matahari menunjukkan eksistensinya dari sela-sela perbukitan gunung Teikuo terlihat lebih indah dari kisah dongeng manapun. Sinarnya yang terang bersama langit biru cerah dan awan-awan tipis menghiasi. Hanya itulah yang diingatnya.

Ia pernah mendengar sebuah legenda dipedalaman langit nan jauh di atas sana. Tepatnya di kerajaan dewan takdir. Dan mereka -para dewan takdir- berkata bahwa hanya para silumanlah yang tidak bisa dikendalikan oleh takdir.

Suatu ketika salah satu siluman menjelma menjadi iblis menyerupai manusia raksasa. Mendatangi kerajaan langit dan memporakporandakan seisinya. Para penghuni langit berusaha keras menundukkan sang iblis raksasa.

Kemudian raksasa itu bisa dikalahkan dengan pedang cahaya, membelah tubuh sang iblis hingga berkeping-keping. Serpihan-serpihan tubuh iblis raksasa itu jatuh ke bumi membentuk batu-batu hitam yang berisi kekuatan negatif.

Di antara serpihannya terdapat jantung batu berkekuatan lebih tinggi yang keberadaannya sukar ditemukan. Tidak ada yang tahu kalau jantung batu tersebut membentuk menjadi seekor siluman sakti. Dan ia tinggal di pegunungan Teikuo. Berita itu sampai terdengar di kerajaan langit, sehingga pemimpin kerajaan tersebut memutuskan untuk menghancurkan gunung Teikuo tanpa pandang bulu.

Baginya, gunung Teikuo merupakan rumah dan tempat kelahiran. Jadi ketika mengetahui tempat tinggalnya telah dihancurkan, siluman itu murka. Ia mendatangi kerajaan langit untuk menuntut dendam.

Bersamaan dengan itu, langit tengah ditutupi oleh kegelapan.

...

..

Tiga ratus tahun setelah gunung Teikuo dihancurkan, pengendali takdir berjalan sesuai dengn semestinya. Saat ini kerajaan langit berada di tangan Nash Gold Jr sebagai rajanya.

...

..

KnB belong to Fujimaki T.

NijiAka, NashAka, MayuAka

AllxAka, slight AoKise

..

...

Tepat di depan gerbang kerajaan, seseorang melompat turun menapak mantap di atas permukaan tanah langit. Sebuah ekor hitam panjang dari belakang tubuhnya secara perlahan menghilang.

Dia memiliki surai hitam dan tubuh yang proporsional. Manik abunya berkilat tajam menatap gerbang kerajaan langit. Sebuah gedung tinggi berdiri gagah dari dlam gerbang. Terlihat megah, namun suram disaat bersamaan. Ada beberapa menara di sekeliling gedung itu. Sebuah ukiran bertuliskan 'Dewan Takdir' yang terukir di atas sana membuatnya mendengus kesal.

...

..

Sementara itu di dalam gedung berlantai puluhan tersebut tengah diadakan acara pelantikan. Semua penghuni langit calon dewa berkumpul, berbaris dengan rapi. Di barisan sayap kiri mengenakan seragam semacam hanfu berwarna hitam polos dibagian luar pakaian, serta putih di lapisan dalamnya dan begitu juga dengan yang berada di sayap kanan, bedanya pakian luar mereka berwarna merah. Mereka semua menghadap sebuah podium, tempat seorang pria tua yang merupakan orang kepercayaan Raja berada. Dia baru saja membuka upacara.

"Perhatian semuanya! Sekarang sudah seribu tahun perubahan penjaga di dewan takdir. Akademi takdir telah bertanggung jawab menyeleksi para dewa sebelumnya. Kalian telah mengalami penyelesaian yang ketat dari berbagai departemen. Namun, hanya yang paling bijaksana dan memiliki potensi terbesar saja yang akan naik jabatan menjadi dewa. Untuk itu kalian akan dibagi menjadi dua seksi dalam perjalanan spiritual kalian di sini, yaitu-"

Perwakilan Raja itu menoleh pada barisan sebelah kanan. Lalu melanjutkan, "Seksi langit yang terpilih dari keturunan dewa unggulan."

Lalu beralih menoleh pada barisan sebelah kiri. "Dan seksi bumi, murid yang paling pekerja keras. Yang telah melakukan perjalanan spiritualnya di dunia manusia."

Di tengah barisan berseragam hitam, seorang pemuda berhelai biru dongker menguap.

"Huft, kapan orangtua itu berhenti berceloteh?" gumamnya sambil membuang napas malas.

"Psst! kau tidak boleh berkata begitu, Aominecchi," bisik seseorang dari belakangnya.

Aomine, atau tepatnya Aomine Daiki dari seksi bumi itu mendengus. "Memangnya kau tidak bosan, Kise?"

"Yeah, lagi pula ini tidak sampai memakan setengah hari. Jadi bersabarlah." Sepasang manik kuning topaz milik pemuda bernama lengkap Kise Ryouta melirik jendela kastil. Tatapannya mengarah, menembus jendela pada aula yang dijadikan dapur besar di sana.

"Setelah ini selesai, Raja akan menghadiahi buah persik pada murid terbaik dan kita pasti akan mendapatkannya."

Seulas senyuman tipis terukir ketika mendapati sepasang manik biru langit mengarah padanya dari arah aula di luar sana.

Seorang pemuda -sebut saja dia Kuroko Tetsuya membalas senyuman Kise dengan tatapan datar. Lalu ia memutuskan arah pandangnya. Kuroko beranjak dari sana. Sebelum berlalu, ia sempat arahkan matanya pada puluhan pelayan wanita cantik hilir mudik bersiap menyajikan buah-buah persik terbaik untuk para calon dewa.

Namun, sebelum ia benar-benar berlalu, terjadi keributan kecil di sana. Dengar-dengar ada yang mencuri beberapa buah persik. Padahal buah-buah suci itu sudah siap dihidangkan. Mereka mulai ribut mencari siapa si pencuri tersebut.

"Akashi-kun," panggil Kuroko ketika kakinya berhenti melangkah tepat di luar aula dapur. Menemukan surai merah pemilik pemuda yang mengenakan bulu mantel putih di tubuhnya.

Akashi Seijuuro tengah mendudukkan diri dengan nyaman sambil menikmati pemandangan sunset di antara arakan awan.

Sebagai responnya, ia hanya melirik Kuroko sekilas.

"Kenapa malah bengong di sini? Upacara baru saja dimulai, kalau Nash-sama melihatmu tak menghadiri upacaranya, kau bisa dihukum." Kuroko bergabung, berjongkok disebelahnya. Mengikuti arah pandangan Akashi.

"Aku tidak peduli. Upacara itu tidak penting."

"Tentu saja itu penting. Bukannya, sebentar lagi kau yang akan dipilih menjadi penerusnya?"

Akashi menggeleng. Ekspresinya masam. Ketika ia ingin menjawab, sesuatu yang menarik membuatnya tak jadi berkata.

Hanya sekilas. Kalau tidak salah lihat, Akashi mendapati ada seekor monyet besar berwujud manusia melompat dari salah satu menara kastil memasuki jendela dapur.

Merasa penasaran, Akashi berdiri. Ia segera memasuki dapur. Kuroko mengekor. Keributan yang tadi rupanya tak kunjung mereda. Bahkan malah tambah parah. Para pelayan wanita masih kebingungan mencari pencuri. Beberapa panci yang seharusnya berisi buah persik terlihat berantakan. "Apa yang terjadi?"

"Ada yang mencuri buah-buahan itu, Akashi-kun. Kau sebaiknya kembali ke aula dan biarkan aku yang akan mengurus hal ini."

Akashi mendengus, tapi tetap pergi untuk kembali ke aula. Namun, sebelum kakinya melangkah, matanya menangkap sosok manusia monyet yang sempat dilihatnya tadi. Hanya sekelebat. Baru saja melewati pintu bagian dalam ruang dapur.

...

..

Usai acara upacara pengangkatan dewan-dewan takdir di aula, hampir semua peserta bernapas lega. Mereka semua digiring ke sebuah ruangan luas untuk mengistirahatkan diri mencicipi buah persik.

Salah satu yang paling terlihat bahagia adalah Aomine. Ia memakan rakus hidangan pembuka seperti orang yang kelaparan. Kise sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.

"Memalukan sekali kau ini. Seperti tidak pernah makan selama sebulan saja."

Aomine tak peduli. Sedangkan Kise memilih untuk menyapu pandangan keseluruh peserta. Maniknya berhenti pada seseorang dibarisan paling depan. Tempat calon dewa dari seksi langit. Yang terlihat congkak. Bersama dua babu di sebelah kanan kirinya. Mata Kise menyipit.

"Aku tidak sabar ingin mencicipi buah persik yang katanya bakal dihidangkan oleh para wanita-wanita cantik," kata seorang pemuda hitam dan bertubuh besar yang menjadi atensinya. Dia bernama Silver.

Duo babu disebelah kanan kiri sibuk mengipasi bos mereka. Dan salah satunya menyahut, "Iya, bos. Sebentar lagi wanita-wanita cantik itu akan datang kemari menghidangkan buah persik itu untukmu."

Tepat seperti apa yang dikatakannya. Dari salah satu pintu ruangan luas itu terbuka, menampakan pelayan wanita-wanita cantik yang berbaris rapi.

Kedua mata Silver berkilat senang. Di antara wanita-wanita itu yang terlihat paling cantik dan seksi adalah wanita yang memasuki ruangan duluan. Berada di barisan pertama. Bersurai merah muda panjang, kulitnya putih mulus dan yang paling penting memiliki dada montok.

Namun, senyuman Silver sirna begitu si wanita tersebut berjalan melewatinya.

"Geez! Kenapa dia melewatiku?! Cepat suruh wanita itu ke sini! Kita beri dia pelajaran."

"Baik, Tuan! Hei kau sini!" Salah satu babu yang punya tubuh kurus macam lidi berjalan menarik lengan wanita bersurai merah muda.

Wanita itu agak sedikit kaget ketika lengannya tiba-tiba ditarik. Untung saja nampan di kedua tangannya tidak sampai goyah. Meski sempat terkejut, wanita itu kemudian tersenyum. Merasa tidak masalah. Ia berjalan anggun menuju meja Silver. Masih dengan senyuman manisnya.

Silver berdehem. Ekspresinya songong. "Cepat letakan di atas mejaku!"

Wanita itu mengangguk ramah dan segera meletakkan nampannya dengan lembut di atas meja Silver. Membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai rasa hormat sebelum berlalu.

"Eits! Mau pergi kemana kau! Urusan kita masih belum selesai!" Baru saja si wanita hendak berlalu, lengannya segera disambar Silver, kasar. Sukses membuat si wanita memekik kaget untuk kedua kalinya. Bahkan wanita itu sampai terjatuh menabrak sisi meja Silver, menyebabkan makanan di sana tumpah tepat mengenai baju si pemilik meja.

"Ah, maafkan aku tuan!" Wanita itu buru-buru meminta maaf. Mencoba membersihkan kotoran di baju Silver namun segera ditepis. Silver menatapnya murka.

"Lihat, apa yang telah kau perbuat, heh?!" bentaknya keras. Semua pasang mata langsung tertuju padanya.

Tak ada hal lain selain membungkuk berkali-kali yang bisa dilakukan wanita itu sambil berkata maaf. Silver tak peduli. Ia menyambar buah persik yang menggelinding di bawah kakinya.

"Kau lihat ini?! Seharusnya kau layani aku dengan benar, jalang! Nih, rasakan ini!"

Semua orang terkesiap melihat Silver memukul kepala wanita itu dengan buah persik, sehingga membuat si wanita mengaduh jatuh terduduk sambil menunduk takut.

"Kuberi pelajaran biar kautahu rasa!" Silver menciptakan senjata berupa palu besar ditangannya. Tidak ada yang berani menghalangi, kecuali ...

Trang!

Ketika senjata Silver mengayun, sebuah pedang berlaras pendek menangkisnya. Tatapan Silver menjadi lebih tajam.

Adalah Kise Ryouta. Bergerak cepat, menjadi tameng untuk melindungi wanita yang duduk gemetaran dibelakangnya. Sebuah senyuman datar terukir. "Tidak seharusnya kau memukul seorang wanita. Itu namanya tidak gentle, tuan Silver yang terhormat."

Silver mendengus jengkel. Senjatanya diangkat kembali untuk menyerang Kise. Pergerakannya begitu cepat, sehingga membuat si kuning tak sempat menangkis. Kise terlempar mendapati serangannya.

Silver mendebas sinis. Menatap Kise rendah. "Peduli setan. Mau wanita atau pria, sama saja."

Ia berbalik, tak menyadari sebuah tendangan telak mengenai punggung, mengakibatkan dirinya tersungkur menabrak meja lain.

Aomine Daiki menurunkan kakinya. Ia baru saja menendang punggung Silver. Berdiri tepat membelakangi Kise dan si wanita merah muda.

"Hanya pengecut yang berani memukul wanita," katanya sambil membuang biji buah persik dari mulutnya.

"Diam kau!" Muka Silver merah padam. Tak terima atas apa yang diperbuat Aomine. Ia berdiri. Auranya berubah hitam pekat. Sebuah palu dengan gagang panjang terbentuk kembali di kedua tangannya.

Trang! Trang!

Aomine menangkis serangan-serangan dari Silver hanya dengan potongan besi meja yang berserakan dibawahnya. Gerakan Aomine begitu cepat dan lihai. Silver melangkah mundur. Dia tidak menduga kalau lawannya kuat.

Akibat keributan tersebut, acara penjamuan menjadi lebih meriah. Orang-orang dalam aula itu bukannya meredakan keributan tersebut malah bersorak. Sebagian mendukung Silver, dan sebagian lagi menyemangati Aomine. Tampaknya mereka merasa terhibur dengan tontonan gratis itu.

"Semangat, Dai-chan! Hajar dia sampai babak belur!" Bahkan si wanita merah muda yang sempat jadi korban kini berdiri sambil berteriak-teriak heboh mendukung Aomine.

"Ya benar! Ayo pukul dia, Aominecchi!" Kise pun tak mau kalah.

"Halah, berisik sekali mereka itu," gumam Aomine sambil mengupil.

Silver menggertakan giginya dengan kesal ketika serangannya tak mengenai satu pun tubuh sang lawan. Bahkan Aomine seperti tak berniat bertarung dengannya. Hal itu semakin membuatnya marah. Ia merasa direndahkan.

Sebagai seorang keturunan dewa unggulan, Silver tak akan membiarkan harga dirinya turun begitu saja. Apalagi oleh salah satu orang dari seksi bumi, yang sebagian besar tak memiliki kekuatan sihir seperti kebanyakan orang-orang dari seksi langit seperti dirinya. Silver tidak terima!

"Heh, kalian berdua!" Ditunjuknya duo babu yang sedari tadi ikut-ikutan jadi penonton. Silver mulai memerintah, "Cepat panggilkan pasukan hitam sekarang!"

Tak ingin melihat bosnya marah, dua orang tersebut segera melakukan panggilan sihir dengan kekuatan mereka untuk men-summon para prajurit hitam.

Semua penghuni aula itu seketika menghentikkan sorakan. Mereka terdiam. Beberapa mulai merasa waswas. Bahkan tatapan malas Aomine segera berubah menjadi serius. Semua orang tahu bahwa pasukan prajurit hitam adalah kumpulan ksatria langit yang kejam dan memiliki sihir hitam berbahaya.

Hanya para dewa-dewa pemilik sihir tertentu saja yang boleh memanggil mereka. Kebetulan Silver merupakan keturunan salah satu dewa terkuat, jadi ia bisa memanggil pasukan tersebut sesuka hatinya.

Tepat ketika kumpulan asap hitam membentuk pasukan prajurit hitam, satu persatu orang-orang di sana mulai meninggalkan ruangan luas itu.

"Gawat. Aominecchi, sebaiknya kita juga harus kabur." Kise mulai merasa firasat buruk.

"Keh, kenapa harus ikutan kabur. Kita bahkan bisa mengalahkan mereka." Meski berkata begitu Aomine sabenarnya juga agak merasa khawatir. Terlebih Silver memanggil banyak prajurit hitam.

"Kalian semua, serang dua orang itu untukku!" Seru Silver sambil menunjuk Aomine dan Kise.

Tak membutuhkan banyak waktu, para prajurit yang telah terbentuk sempurna dengan mengenakan sebuah armor hitam dan sabit sebagai senjatanya mulai menyerbu.

Aomine dan Kise tak memiliki pilihan lain untuk angkat kaki bersama orang lain yang kini berebut keluar dari ruangan itu. Mereka tengah dikepung.

"Hei, hei! Tunggu dulu!"

Ketika mereka berdua tengah memasang kuda-kuda siap bertarung, seseorang datang dari arah jendela. Ia melompat turun dengan membawa sebuah tongkat arang sepanjang dua meter. Sepasang manik abunya menyapu seisi ruangan yang tampak begitu berantakan. "Wah, lihat ini? Ada keributan. Daritadi aku mengamati kalian di atas jendela sana. Daaan, kulihat kalian ribut hanya karena buah persik?"

Orang itu berjalan melewati para prajurit dengan santai. Menjadikan dirinya pusat atensi dari sisa penghuni ruangan tersebut.

"Berani sekali. Siapa kau?!" Silver menunjuknya tidak suka.

Sedangkan si pemilik manik abu-abu bertongkat itu menyeringai. "Yeah, aku tidak mengira. Setelah memakan banyak buah persik di dapur, lalu mendapati tontonan begini, rasanya tidak asik kalau tidak ikut bersenang-senang, yakan?"

Ia masih berjalan menuju kearahnya. Melewati Aomine dan Kise yang bergeming dengan tatapan bingung. Sama-sama berpikir, siapakah orang tersebut?

Si pusat perhatian memutar tongkatnya sebelum kemudian meletakkannya dibahu. Lalu tangan satunya lagi menunjuk Silver. "Kau?! Entah kenapa aku merasa kesal melihat wajah songongmu. Rasanya ingin sekali kuhajar."

"Hah?" Silver menaikkan sebelah alisnya heran. Wajahnya mengeras. "Cih, tidak peduli siapapun kau, semuanya serang dia juga! Habisi mereka bertiga!!"

Alis pemuda bermanik abu itu menukik tajam. Wajahnya ikut mengeras. Tongkatnya digenggam lebih erat, memberikan sebuah sihir sehingga membuat tongkat abunya menyala layaknya arang yang diberi bara api. Diayunkannya tongkat itu untuk menghajar para prajurit hitam yang mulai menyerang.

Para prajurit itu langsung lenyap menjadi serpihan abu. Hal tersebut sempat membuat prajurit lainnya terdiam membeku.

Silver menggeram jengkel. Para prajurit yang mengetahui kemarahan Silver pun langsung kembali bergerak menyerang mereka bertiga.

Tak membutuhkan serangan balasan dari Aomine dan Kise, si pemuda bertongkat telah bergerak cepat. Menghabisi semua prajurit hitam dengan ayunan tongkatnya yang membara merah. Gerakannya begitu cepat dan lincah.

"Orang itu hebat juga."

Mendapati bantuan cuma-cuma dari pemuda asing tersebut, tentu membuat Aomine dan Kise jadi merasa agak lega.

"Yeah, tapi dia dari seksi mana ya? Rasanya aku tak pernah melihatnya di sekeliling kerajaan langit?" Kise bergumam sambil mengamati betapa lihainya si pemilik tongkat sakti itu.

Tak membutuhkan banyak waktu, semua prajurit hitam telah lenyap menjadi abu, menyisakan ruangan yang penuh dengan serpihan meja dan tembok yang runtuh di sana sini.

Pemuda pemilik tongkat itu mendengus puas. "Kalian tahu siapa aku?"

Kakinya menapak salah satu meja kecil yang masih utuh. "Catat ini dalam kepala kalian baik-baik!"

Dia memutar tongkatnya untuk diketuk dengan mantap di atas serpihan puing hingga debu-debu disekitar ujung tongkat yang menancap itu beterbangan. "Selama sepuluh ribu tahun ke depan kalian harus ingat bahwa namaku adalah-!"

Brak!

Suara pintu menggebrak terbuka, sekaligus memotong ucapannya. Dia menoleh kebelakang.

Akashi memasuki ruangan. Menyergit heran melihat kekacauan di sana, tapi pandangannya langsung terpusat pada pemuda si pemilik tongkat yang kini menatapnya kesal.

"Kau! Si pencuri buah persik, kan?!" Matanya menyipit. Akashi yakin orang itu adalah pelaku pencurian buah persik di dapur. Akashi daritadi mengejarnya. Sempat kehilangan jejak dan rupanya orang itu membuat kekacauan lagi di sini. Dan lagi dia terlihat seperti orang biasa. Padahal Akashi yakin yang dikejarnya bukanlah manusia.

Si pemilik tongkat memanyunkan bibirnya sebal. Ia mengetukkan tongkatnya lagi. Kali ini lebih keras. Lalu melanjutkan pengenalannya tanpa memerdulikan kedatangan Akashi. "AKU ADALAH-!"

"Banyak bacot! Rasakan iniii!" Kalimatnya dipotong lagi. Silver menjadi pelakunya. Pemuda bertubuh hitam bongsor itu melesat cepat. Berniat mmukulkan tongkat palunya sebagai serangan balas dendam.

Namun, pemuda itu gesit melentingkan tubuhnya ke atas, sehingga membuat serangan Silver terarah pada Akashi.

Tak sempat menghindar, Akashi menggunakan lengannya untuk melindungi diri, akan tetapi ...

Palu sihir milik Silver berbenturan dengan sebuah tabir pelindung. Berbentuk kaca transparan. Itu bukan sihir milik Akashi.

Akashi berbalik dan kedua manik merahnya membola mendapati sosok pemuda jangkun berhanfu hitam. Sosok itu menunduk menyembunyikan wajahnya di antara helai abu-abu. Tangannya terangkat terbuka membentuk segel sihir. Dia pemilik pilar yang melindungi Akashi.

"Kamu tak apa?" tanyanya tertuju pada Akashi dan masih menunduk.

Setelah bisa mengendalikan diri dari acara kagetnya, Akashi mengangguk kecil. Memberi jalan untuk pemuda tersebut melewatinya.

"Grr! Siapa lagi kau?" Silver menggeram lebih jengkel lagi.

Barulah pemuda itu mengangkat wajahnya, mempelihatkan kedua iris abu yang tampak datar, namun tajam disaat bersamaan.

..

...

TBC

..

...

Ui, ui, ada yg ngrasa g asing sma crita ini?

yup, klo ada yg mrasa bgtu, brati anda prnh nonton the tales of wukong :)

Yeah ini ver.KnB-nya. Ane tetba pngn bkin, tpi g persis bgt sma filmnya.

Mga ska ...