.
.
Bab 2
.
.
Subkamp tinggal selemparan batu jauhnya. Kau tahu tempat itu bebas jangkauan monster. Terlebih lagi, di sana bantuan Kamura akan segera menjemput Hamon.
Pikiranmu berubah haluan. Dari memikirkan cara mengamankan sang pandai besi, ke rute menyusul saudaramu secepatnya. Sebegitu paniknya, kau tidak memeriksa keadaan di sekitar tenda.
Nyaris kau membayar mahal atas kelengahan itu. Jika Hamon tak berteriak, sebuah bom telah meledakkan tubuhmu.
DUAR!
Ledakan bom mementalkanmu dua meter.
"Jun!"
Hamon berlari, berniat membantu. Kau melarangnya.
Dirimu menyiapkan bom kilatan.
Namun kemudian hening.
Kau pun memeriksa lingkungan. Langit luas tidak dapat menyembunyikan apa pun, sehingga kau yakin, sang predator sudah lewat.
" Yang barusan itu Bazelgeuse. Situasi sudah di luar kendali. Sebaiknya kaususul Ken," saran Hamon. Sebersit rasa bersalah menggambari wajah lelah itu.
Kamu mengkhawatirkan keamanan Hamon, namun beliau memang benar. Jika monster barusan menemukan Ken, kembaranmu itu dalam masalah besar.
"Bom sinyal darurat dan bom pengusir monster lengkap di dalam tenda," katamu.
Mendapat anggukan, kau tidak pergi sebelum menenangkan Hamon untuk yang terakhir. Langkahmu gontai mendekati area tempat Ken memisahkan diri.
Degup jantungmu tidak wajar. Ya, memang selalu begitu dalam perburuan, namun kali ini, firasat yang begitu gelap menggentayangi batinmu.
Jejak Rajang nyaris terhapus seutuhnya jika tidak ada tetesan darah di sepanjang sungai. Salah satunya terluka. Semoga itu bukan kembaranmu.
Ketika perhatianmu mulai mengabur, kali ini kamu menoleh ke atas. Dan kebetulan itu berhasil menyelamatkan nyawamu.
Siluet monster burung menukik ke bawah, mengirimkan selusin bom yang meledak saat menyentuh tanah. Kau lompat tepat waktu.
Ah, ini dia pelakunya, batinmu.
Dan di sanalah monster itu, berdiri di atas dua kaki: wyvern dengan tubuh penuh benjolan merah, siap meledak. Jadi ini yang namanya Bazelgeuse. Tak heran Hamon gentar saat mengucapkan namanya.
Monster ini tahu di mana kemahmu berada. Jika kau melepasnya, Hamon tidak aman. Apa yang akan kaulakukan? Memburunya? Atau mengecohnya dan menyusul Ken?
"Tugas pemburu adalah memburu," rapalmu. Itu petuah andalan Fugen, kata-kata yang sudah sering kaudengar dari masa kecilmu.
"Memburu untuk melindungi. Itulah perbedaan mendasar kita dari para monster."
Benar. Lebih baik fokus pada tugasmu. Lagipula, jika Bazelgeuse tak dibasmi, yang berada dalam bahaya bukan hanya Hamon, tapi semua orang di Lava Cavern, termasuk Ken.
Kau menyiapkan insect glaive kebangganmu. Perburuan dimulai.
Seperti biasa, setelah mengumpulkan ekstrak, kau bermanuver kian kemari. Sembari menyerang, kau menaksir kebolehan lawan.
Hm. Di luar penampilan mengerikan itu, ternyata ia tak terlalu lincah. Serangannya juga gampang diprediksi.
Bukan berarti pertunjukan ini mudah. Sesuai pengalaman, tantangan sesungguhnya muncul saat wyvern itu terbang.
Benar saja. Tidak lama, monster berberondong merah itu melayang.
Kau mempersiapkan diri untuk sebuah pertarungan udara. Dan dengan satu lompatan, babak baru berlangsung.
Monster itu berusaha menyeruduk. Kau pun mengubah arah. Sekejap kemudian, kamu telah berubah haluan. Bazelgeuse kaget, sabetanmu diterima mentah-mentah.
Kau mengulangnya tiga kali, berharap mahkluk itu jatuh. Sayang, ketika kakimu kembali memijak tanah, monster itu masih di atas sana. Dan kali ini, sebagai mekanisme pertahanan terakhir, ia menyerakkan nyaris semua bomnya di sekitarmu.
Ledakan bom itu berbahaya. Kau pun menjauh dengan bantuan wirebug.
Saat kau kembali siap bertarung, lawanmu telah tiada. Persis seperti di kemah.
Bedanya, kali itu sang predator tidak benar-benar menghilang.
Kau mendengarnya meraung di belakangmu. Teror mengisi perasaanmu karena kau tahu. Semua sudah terlambat.
Kau melindungi kepalamu, bersiap menerima pembalasan sang penakluk.
.
BAM!
.
Rasa sakit tak terperi menjalar dari punggung ke seluruh tubuh. Bagai diseruduk seratus Kestodon, ditambah tersengat api Magnamalo. Kamu bahkan tidak sadar tubuhmu terlempar ke atas bebatuan panas.
Langit berubah merah. Entah menggambarkan hari baru, atau ajalmu.
Tak jauh darimu, hewan buas itu terbang mendekat, siap menghujankan dengan ledakan pamungkas.
Refleks, tanganmu merogoh kantong perbekalan.
SIIIIIIING!
Ledakan bom cahaya menyambar angkasa, dan burung ganas itu pun jatuh.
Kau mengerahkan tetes keringat penghabisanmu untuk memasang perangkap. Dengan tebaran debu penenang, Bazelgeuse berhenti meronta.
"…"
Tidak sampai sedetik, tubuhmu rebah di samping burung yang terlelap itu. Kelopak matamu menjadi berat.
Sekali lagi, kauaduk isi tas pinggangmu. Kamu tersenyum. Untunglah yang terlupa hanya minuman energi, bukan bom cahaya tadi.
"Jun…!"
Suara langkah orang mendekat.
"Jun!"
Matamu sempat menyaksikan Ken. Ia menggendong seseorang. Tubuh orang itu bersimbah darah.
Belum sempat bertanya, matamu tertutup sepenuhnya. Kamu tidak tahu bahwa keadaanmu tidak lebih baik dari gadis berambut hijau pada bahu saudaramu.
.
.
Bersambung
