Antara Batagor dan Lumpia Basah
Chara: Akutagawa x Dazai
Day 3: bakwan/tahu tek-tek
Summary: Karena melanggar jam malam, barulah Dazai Osamu dapat bertemu Akutagawa Ryuunosuke. Melupakan soal batagor atau lumpia basah.
Antara batagor dan lumpia basah, Dazai Osamu tidak peduli yang mana pun itu asalkan ia dapat mengeluarkan sumpek yang menempeli tubuh.
Larangan keluar malam sudah menjengkelkan Dazai, hingga seolah-olah api menjilat-jilat ubun-ubun. Jangan tanya Dazai pula, mengapa ada hal se-nyata itu untuk siswa SMA kelas satu? Apalagi Dazai ini laki-laki yang tak pesakitan jua. Semua mungkin karena ibunya terlalu overprotektif. Belum lagi alasannya bertambah, di mana dunia tengah dilanda wabah covid-19 yang mengharuskan penjagaan jarak, penggunaan masker, mencuci tangan, apalah, yang memusingkan kepala saja.
"Malam hari ramai juga, ya …" gumam Dazai asal-asalan, selama ia sudah berucap. Gerobak menyebar di mana-mana. Harumnya saling bercampur yang tumpuk-menumpuk pun, tetap pandai memanjakan rasa.
Mata Dazai benar-benar seru dalam berkeliaran. Sejenak melupakan perihal batagor ataukah lumpia basah, lebih-lebih eksistensi dari bakwan sempat terpampang. Dazai akan menghampirinya, jika ia belum telanjur mendapati sosok yang paling familier bagi hati. Rambutnya menguraikan kelembutan dan mewujud panjang. Sepasang iris aquamarine itu terang jernih, seakan-akan memiliki rembulan tersendiri yang jua menciptakan langitnya sendiri–begitu indah di dalam seorang diri.
"Kak Akutagawa!" Sambil memanggil Dazai memacu kakinya untuk berlari. Tangannya turut melambai-lambai yang secara spontan, menghentikan Akutagawa Ryuunosuke menyendokkan tahu tek-tek ke dalam mulut.
"Dek Dazai, ya, kalau tidak salah?"
"Iya, Kak. Ternyata Kakak masih ingat, ya, hehehe … jadi malu." Tengkuk yang menegak Dazai elus-elus. Langsung duduk di samping Akutagawa tanpa basa-basi, seperti permisi yang raganya cenderung kaku.
"Pas lomba baca puisi, Dek Dazai mencolok banget. Terus itu benar, kah, kalau puisinya buat aku?" Jika tidak salah ingat, temanya adalah pengagum rahasia dan Dazai memperoleh juara tiga. Pipi Dazai lantas memerah malu. Kenapa Akutagawa bisa tahu? Dazai sangka-sangka ini adalah ulah Sakaguchi Ango serta Oda Sakunosuke, tampaknya.
"E-eh … aduh … be-benar, sih, Kak, itu buat Kak Akutagawa. Cuma, ya … aku mengagumi Kakak, karena karya-karya Kakak keren-keren banget. Enggak ada maksud aneh-aneh."
"Makna puisimu tersampaikan dengan jelas, kok. Justru aku enggak menyangka, ternyata ada yang membaca karya-karyaku di internet."
Lebih-lebih, ranah yang Akutagawa sentuh ialah fanfiksi yang karakternya didasarkan pada film, anime, atau seri atau apa pun. Karena di sampingnya merupakan Akutagawa, Dazai jadi memesan sepiring tahu tek-tek dengan gugup. Mereka masih terdiam yang sewaktu pesanan Dazai datang, dan ia mencobanya sedikit, binar-binar di matanya lebih memancar lagi yang tak sengaja jua menyalakan senyuman Akutagawa.
"Baru pertama kali makan tahu tek-tek?"
"Kak Akutagawa tahu dari mana aku baru pertama kali makan?"
"Ekspresimu. Dek Dazai benar-benar memiliki wajah yang jujur, ya. Rasa-rasanya aku bisa membaca apa pun di sana." Namun Dazai malah merengut, walaupun perkataan Akutagawa menunjukkan kemurnian dari pujian. Menyadari itu Akutagawa buru-buru minta maaf. Hendak menjelaskan apabila Dazai tak duluan membuka mulut.
"Kayak buku yang terbuka itu … bukannya membosankan? Enggak ada bikin penasaran sama sekali, 'kan, kalau begitu?"
"Meski ada yang bilang, menjadi penulis berarti menjadi peka terhadap sesuatu, sayangnya aku tidak selalu demikian. Kalau Dek Dazai mempunyai wajah yang jujur, jadinya aku bisa langsung tahu, deh, jika Dek Dazai kenapa-kenapa. Bukannya bagus? Andaikata ada sesuatu yang bisa kulakukan untukmu, kan, aku bisa langsung melakukannya tanpa perlu berpikir banyak."
"Jadi Kak Akutagawa mau tahu dan menolongku, kalau aku kenapa-kenapa?"
"Akan kulakukan sebisaku. Menjadi seseorang yang gampang dibaca pada akhirnya enggak terlalu buruk, 'kan?" Kali ini telunjuk Akutagawa mengarah pada gerobak yang menjual gorengan. Puluhan bakwan baru saja diangkut dari penggorengan yang harumnya menyenangkan.
"Awalnya Dek Dazai mau bakwan, bukan? Sebenarnya juga, seharusnya isian bakwan bukanlah sayuran, lho, melainkan daging. Dalam bahasa mandarin, 'bak' itu bermakna daging soalnya."
"Pernah Kak Akutagawa tulis, kan, di ceritamu? Boleh request enggak, kalau selanjutnya membicarakan batagor? Itu makanan favoritku, hehehe …"
"Boleh, tetapi jangan ditagih, ya."
Sekilas pula ada percakapan mengenai, kenapa Akutagawa menyukai tahu tek-tek? Rasa yang unik dari tahu setengah matang, menjadi alasan utama Akutagawa. Sementara Dazai itu sendiri, selain karena rasanya enak, yang makan dan membelinya adalah Akutagawa.
Asalkan di sana ada Akutagawa, kemudian misalnya Akutagawa menyantap makanan yang Dazai benci, Dazai pikir untuk sesaat ia bisa menyukainya. Ia ingin menikmati yang Akutagawa nikmati, dan terlepas dari perasaan pribadi itu yang kalau sesuatu dilahap bersama-sama … setidaknya kebersamaan-lah yang akan Dazai nikmati.
Tamat.
