NARUTO milik MK. Kalau punyaku, sekarang Sakura udah hamil anak ketiga sama Naruto. Mwehehe~
.
.
ROMANCE
NaruSaku
Rated T
.
.
"Sakura, kau bisa bercerita pada kami sekarang." Ino nas untuk diperbincangkan oleh murid-murid satu sekolah, tak lain karena hal tersebut berkaitan dengan pemu9da pirang berkacamata itu. Naruto.
Hampir seluruh siswa mungkin sudah memandang sebelah mata Naruto di sekolah, ditambah lagi fakta kedekatannya dengan Sakura tentu semakin membuat Naruto dianggap rendah dan sangat tak pantas untuk sahabat merah jambunya itu.
Tapi meskipun kenyataannya Sakuralah yang mendekati Naruto dan selalu menjadi pihak aktif, tak serta merta membuat pemikiran para siswa melunak akan Naruto. Mereka semakin menjadi-jadi dengan menuduh Naruto, kalau lelaki itu menggunakan ilmu hitam untuk memikat Sakura.
Untung saja ketika Ino mendengar gosip tersebut Sakura tak sedang bersmanya. Bisa kesetanan kalau sampai jidatnya itu tau.
Dan sekarang mereka, Ino juga Yukari tengah menahan gadis berambut merah muda itu. Sebisa mungkin membuat Sakura pulang ketika keaadaan sekolah sudah tidak terlalu ramai. Karena Ino yakin sedikit besarnya Sakura akan mendengar gosip apalagi tuduhan mengenai Naruto dari murid-murid yang berantai-rantai hendak keluar dari gedung sekolah.
Ino takut jika hal ini dimanfaatkan oleh para pendengki yang iri sebagai celah di mana mereka bisa menjatuhkan Sakura. Karena Sakura akan sangat lupa dan tidak peduli terhadap imagenya bila itu sudah berkaitan dengan Naruto. Begitupun dengan ia dan Yukari.
Pernah suatu waktu, Yukari mengalami tindak penindasan dari beberapa senior congkak. Sakura yang marah tak segan menampar salah satu satu dari dua senior itu. Yang tanpa disadari Sakura, Yukari maupun ia sendiri, semua itu sudah direncanakan.
Ternyata salah satu dari mereka sudah menyiapkan ponsel yang disembunyikan untuk merekam adegan brutal Sakura.
Dan membuat semuanya seolah-olah terbalik, di mana sang seniorlah yang menjadi korban penindasan Sakura. Karena dilihat dari segi manapun, sangat mendukung tuduhan itu. Dimana mereka, Sakura, Yukari dan dirinya lebih unggul jumlah. Ditambah lagi salah satu senior yang bertugas untuk merekam sama sekali tidak terlibat dalam video itu. Jadilah seakan-akan Haruno Sakura bersama sahabat-sahabatnya menindas seorang senior.
Yang kemudian video itu mereka sebar, juga beberapa foto sengaja ditempel di mading.
Hal itu cukup besar mempengaruhi reputasi mereka di sekolah. Terutama Sakura. Apalagi siswa-siswa yang memang pada dasaranya sudah iri pada Sakura semakin berani bertindak. Seperti meneror Sakura, bahkan yang terparah menyimpan bangkai atau surat-surat laknat di loker gadis itu.
Namun tak berselang lama, reputasi Sakura dan mereka berdua bisa kembali bersih berkat Utakata. Entah apa yang dilakukan lelaki itu sehingga dua senior tersebut mau mengakui rakayasa video yang mereka sebar.
Jadi, kali ini, Ino cari aman saja.
"Dia menghina Naruto. Karena bersamaku." Jawab Sakura datar. Jelas terlihat emosi Sakura kembali terpancing ketika mengatakannya.
Menghela nafas, Ino kembali berbicara, "Seharusnya kau bisa lebih menahan emosimu Sakura. Ingat kejadian satu tahun lalu!" Ucap Ino.
Sementara Sakura membuang muka dari mereka. Sadar kalau perkataan Ino memang benar.
"Aku mengerti perasaanmu Saku. Tapi ada baiknya kalian jangan terlalu mengekspos kemesraan di tempat umum," dan membuatku cemburu. Lanjut Yukari dalam hati.
"Pernahkah kalian melihat dari sudut pandangku?! Kalian hanya menuntutku untuk terus bersembunyi sementara semua orang begitu leluasa memperlihatkan cinta mereka. Aku juga ingin seperti itu. Kalian sahabatku, seharusnya lebih mementingkan kebahagiaanku dari pada reputasi sialan ini!" Sakura terlihat termakan emosi sehingga tak mencoba lebih mendalami maksud ucapan Ino dan Yukari. Ego berhasil membuat Sakura tak mempedulikannya.
Ino yang mendengar itu sangat tercengang dan mulai merasa marah atas pandangan Sakura kali ini ternyata.
"Kau yang tidak mengerti kekhawatiran kami Sakura! Kau terlalu egois karena berpikir dengan kemauan hatimu saja. Kau bahkan tidak mengira kan, kami lebih mengkhawatirkanmu dibanding diri kami sendiri meskipun kita sama-sama berada di bawah tekanan orang-orang yang menghakimi atas video itu satu tahun lalu! Kau juga tak tau kalau Yukari hampir saja bersujud di bawah kaki senior itu agar menarik kembali semua tuduhan. Terutama pada dirimu yang memang sejak awal menjadi pusat sasaran atas rekayasa mereka. Sebelum Utakata berhasil menyelesaikan masalah itu dulu. Kini, seharusnya kau sudah faham seberapa besar kami mengkhawatirkanmu. Tapi nyatanya, tidak kan? " Suara Ino melirih di akhir.
Tersirat rasa kecewa dari mata biru Ino. Ia membeberkan semuanya, termasuk rahasia tindakan Yukari yang berusaha mereka sembunyikan dari Sakura. Karena sekarang Ino begitu jengah oleh semua ini.
"Ino sudah.." mengusap-usap pundak Ino, Yukari berusaha menenangkan sahabat pirangnya itu.
Sementara Sakura terdiam dengan keterkejutan yang begitu besar dirasakan. Tak sampai mengira akan fakta tersebut. Kini, ia merasa begitu bersalah dan bodoh karena tindakannya kali ini.
Mata emerald itu masih memandang nanar kedua sosok di depannya ini. Sekarang ia tau, siapa yang paling egois di persahabatan mereka. Namun bodohnya Sakura, masih berpikir wajar kalau dirinya yang terkekang oleh kepopularitasannya sendiri, dan menginginkan sedikit perhatian juga dukungan dari mereka. Sehingga ketika Ino memberi respon yang tidak sesuai harapan, begitu pula Yukari, ia sangat kalut lantas dengan mudahnya melemparkan kekesalan yang dirasa pada kedua sahabatnya. Jika saja Sakura bisa sedikit berpikir jernih, ia takan terlalu bodoh untuk menganggap saran Ino dan Yukari sebagai sebuah nasihat karena mereka begitu mengkhawatirkan dirinya.
"Ino.. Yukari... maaf. Maafkan aku," tidak ada kata lain yang bisa Sakura harapkan untuk memperbaiki keadaan ini. Serta rasa bersalahnya.
Yukari yang melihat Sakura menunduk tak berani menatap Ia dan Ino, hanya bisa menghela nafas karena sebesar apapun rasa sayangnya pada Sakura, ia takan menapik kalau gadis itu bersalah di sini.
Namun kaki jenjang Yukari melangkah mendekati sosok Sakura, meninggalkan Ino yang memalingkan wajah tak ingin menatap Sakura yang mematung dengan siratan sendu menguar dari tubuh itu.
Bediri tepat di hadapan Sakura, Yukari mencoba melarutkan kesedihan gadis itu dengan senyum menenangkannya. Kemudian berkata, "tidak apa Sakura. Aku bisa mengerti, begitupun Ino akan berusaha. Dan akupun minta maaf bila perlakuanku atau bahkan Ino terasa mengekangmu. Mungkin rasa khawatir kami terlalu berlebihan. Atau mungkin trauma itu masih ada, sehingga aku sendiripun begitu takut itu akan terulang. Ku harap kau juga mau mengerti Sakura." Ungkap Yukari halus. Di antara mereka, Yukari yang paling pandai mengontrol emosi dan berpikir jauh lebih dewasa dari Ino maupun Sakura.
Baik Sakura atau Ino, sama-sama berhasil meluruskan pandangan berkat perkataan Yukari.
Sakura menatap Yukari terharu. Ia begitu bersyukur bisa memiliki sahabat seperti mereka. Kemudian senyum kecil terbit dari bibir renum Sakura. Yang sukses menggetarkan hati Yukari dalam balutan kehangatan yang manis.
"Baik, aku akan belajar dari kesalahanku kali ini. Dengan lebih memahami kalian_mata Sakura tidak hanya terfokus pada Yukari, tapi juga pada Ino_dan, terimakasih atas semuanya. Ino, Yukari." Ujar Sakura.
Tatapan Ino melunak, merasa bersalah juga membuat sahabat merah mudanya itu terlihat menyesal dan sedih. Ino pun menghampiri kedua gadis berbeda warna rambut itu. Lantas tersenyum pada Sakura.
"Aku berharap banyak dari ucapanmu itu Sakura. Dan harus kau tau, kami begitu menyayangimu." Ungkap Ino tenang. Yang dibalas dengan anggukan Sakura dan senyum lebar khas Sakura.
Entah siapa yang memulai, namun mereka tak peduli karena memilih meresapi pelukan mereka bertiga dengan hati yang jauh lebih baik. Inilah persahabatan ketiga gadis itu.
"Ya, aku pun sangat menyayangimu."
Hanya saja, tatapan Yukari berangsur dalam menuju ruang terkelam suatu ambisi yang membuat ia, keluar dari Yukari yang baik hati.
Pelukan mereka terlepas ketika mendengar sebuah keributan yang diduga berasal dari luar.
Ino yang pertama menyadari kalau keribuatan itu berasal dari lantai bawah, tepatnya dari lapangan basket.
Kemudian keduanya menyusul Ino yang berlari keluar. Dan sesaat setelah itu, mereka, terutama Sakura sangat terkejut ketika mendapati sekumpulan siswa yang belum pulang tengah mengelilingi satu sosok yang Sakura kenal.
Di sana, Naruto terlihat pasrah namun masih mencoba menangkap setiap bola yang dengan sengaja dilemparkan keras pada dirinya. Karena tidak hanya satu orang yang melemparkan bola basket, melainkan ada sekitar lima siswa, sehingga Naruto pun tak sanggup menangkap itu semua. Ia kewalahan sehingga beberapa bola membentur kepala dan tubuh Naruto dengan keras.
Sakura pun sekejap mata langsung pergi untuk turun menuju lapangan basket itu.
Sangat kesal, jelas Sakura rasakan. Terutama karena ia sudah mengira alasan siswa-siswa tadi melakukan hal itu pada Naruto. Sebab, Utakata ada di sana. Menjadi pelempar yang terlihat sangat menikmati penderitaan Naruto.
Kemudian diikuti Ino. Tapi tidak dengan Yukari yang masih bergeming dengan aura kebencian memandang kepergian Sakura dan Ino.
•
•
•
"Hentikan!" Sakura berseru marah. Masih dengan deru nafas yang belum teratur, Sakura menghampiri kumpulan siswa itu yang sudah berhenti dan kini menatap Sakura diam.
Sementara Ino memutuskan untuk tidak masuk ke dalam lingkaran itu. Ia berdiri tak jauh dari mereka.
Sakura mendorong dua siswa agar memberikannya jalan. Tak sedikitpun melirik mereka bahkan Utakata yang terdiam memandang kehadirannya.
Sakura begitu tercengang ketika melihat kondisi Naruto yang kini tertunduk di hapadannya. Ia lantas merendahkan tubuh dengan setengah duduk di depan pemuda yang sangat disayanginya itu.
Jemari lentik Sakura mulai menyusuri wajah penuh lebam Naruto, membawa pandangan Safir itu untuk menatap emeraldnya.
Rasa marah bercampur sedih mengisi hati Sakura yang tersayat ketika dengan jelas, ia melihat aliran darah mengucur dari hidung Naruto. Kacamata yang retak, lebam keunguan memenuhi sebagian besar wajah Naruto, dan... tatapan sendu di balik kacamata yang sudah tak sempurna itu.
"Naruto..." tenggorokan Sakura tercekat ketika mengucapkan nama orang terkasihnya. Netra emerald Sakura meredup dengan kilatan sendu membayang di sana. Seakan begitu mengerti dan merasakan kesakitan Naruto. Kenapa harus seperti ini?
Sakura yang frustasi tidak membiarkan Naruto menghentikan jemari lentiknya untuk menyeka darah segar yang mengalir memanjang dari hidung Naruto. Membiarkan cairan merah itu berpindah mengotori kulit tangan serta ujung seragam Sakura. Dan bertambah frustasi ketika darah itu tidak berhenti mengalir. Kemarahan yang sudah menggumpal, lantas membuat Sakura beranjak menghampiri Utakata.
Menatap tajam jelaga hitam Utakata, Sakura kemudian berkata, "Jika alasanmu melakukan ini pada Naruto karena aku, maka jangan tanya kenapa aku bisa membencimu!" Sakura berujar marah. Tak ada lagi sisa keramahan yang selalu nampak Sakura berikan pada pemuda jangkung itu. Sakura terlalu kecewa atas apa yang dilakukan Utakata kali ini.
Entah sejak kapan rasa sesak mulai menyapa hati Utakata. Membuat tenggorokannya tercekat oleh rasa sakit yang akhir-akhir menggerogoti sisi baik Utakata, hingga memunculkan keegoisan dalam diri untuk memiliki gadis itu.
Namun meskipun demikian, tak serta merta memupuskan angan Utakata untuk mendapatkan pembalasan tulus dari Sakura tanpa terkecuali. Ia sangat ingin dicintai dan mencintai. Namun apalah daya, ia tak bisa memakasakan hati Sakura agar membalas cintanya, jadi ia putuskan dan tak peduli bila hanya raga gadis itu yang dirinya miliki meski tidak dengan hatinya. Egois bukan? Ya, karena itulah Utakata sekarang.
Mencengkram kedua sisi pundak kecil Sakura dengan erat, Utakata menatap emerald itu tajam dan dalam.
"Kau tidak boleh membenciku! Aku seperti ini juga karenamu, kau yang memaksaku untuk melakukannya. Jadi sekarang cukup diam dan lihat aku berusaha memperjuangkan hubungan kita!" Utakata tak mempedulikan ringisan Sakura akibat cengkraman tangan besarnya di tubuh gadis itu.
"Kau egois! Melakukan cara yang salah tak akan merubah apapun dari keaadaan ini. Malah, perbuatanmu yang seperti ini semakin meyakinkanku kalau kau, ternyata tidak pantas untukku." Ucap Sakura sengit. Tak gentar meskipun tatapan Utakata menajam dengan sorot marah berkali-kali lipat lebih besar setelah ia berucap barusan. Serta mengeratkan cengkramannya sampai-sampai kedua kaki Sakura tak sepenuhnya menapak. Hingga secara spontan, Sakura memekik nyeri.
"Kau menyakitinya. Lepaskan." Suara datar Naruto seolah menyadarkan Sakura. Ia lupakan sejenak rasa sakit di kedua sisi pundaknya untuk menoleh melihat Naruto yang masih terlihat limbung namun berusaha untuk berjalan menghampirinya.
Utakata mendecih remeh mendapati pemuda culun itu kini menatapnya tak gentar. Mau sok jagoan eh?
Melepaskan cengkramannya pada Sakura, Utakatapun lantas melangkah pula menuju Naruto.
Sakura yang langsung jatuh terduduk segera dihampiri oleh Ino dengan panik.
"Sakura, mana yang sakit?!" Sakura hanya menggeleng. "Tidak. Aku baik-baik saja." Ia tak ingin membuat Ino khawatir.
"Wah.. wah. Ternyata, bola saja tak cukup ya. Tak apa, aku katakan padamu_secepat kilat Utakata menarik kerah kemeja Naruto_jauhi Sakura atau ku pastikan nyawamu sendiri yang akan menjauhimu!" Peringatan keras Utakata nyatanya tidak sedikitpun membuat Naruto gentar. Ia balas memandang mata Utakata tenang, seolah ancaman dan meskipun kerah kemejanya kusut, bukan apa-apa bagi pemuda itu.
"Berikan alasan logis kenapa aku harus menuruti ucapanmu." Ujar Naruto.
"Cukup sadar di mana seharusnya kau menempatkan diri. Masuk akal bukan? Kau yang seperti ini_melepaskan kerah kemeja Naruto dari cengkraman tangan besarnya, pandangan Utakata jelas menatap rendah Naruto_apa pantas untuk seorang Haruno Sakura?" Lanjut Utakata seraya berdecih remeh.
Membenarkan kacamatanya yang sudah retak, Naruto hanya tersenyum kecil mendengar perkataan badboy sekolah ini. Sudah terlalu biasa. Jadi, mengikutsertakan hati dalam hinaan orang-orang macam Utakata, terlalu merepotkan bagi Naruto.
"Apa kau berbicara untuk dirimu sendiri? Siapa yang seharusnya sadar diri di sini. Membuang-buang tenaga bahkan sampai menindas orang lain, hanya untuk mendapatkan pengakuan dari seseorang yang bahkan tidak ia hiraukan?! Kau sangat menyedihkan Utakata." Ucap Naruto kalem. Sedikit menyeringai ketika safirnya mulai merasakan Utakata sudah terpancing emosi.
"Kau!!!"
BUGH!
Utakata tercengang ketika pukulan mautnya berhasil Naruto tahan.
Dan pemuda pemilik safir menawan yang terhalang kacamata retak itu, memberi senyum miring kepada Utakata. "Kau boleh menang karena jumlah, tapi satu yang harus kau ingat,... air yang tenang, jangan disangka tiada berbuaya." Lantas Naruto melepaskan kepalan Utakata dari telapak tangannya. Meninggalkan tinju Uatakata melayang di udara tanpa tenaga. Serta, tatapan tak percaya di wajah beberapa siswa yang melihatnya. Termasuk keempat siswa yang melempari bola pada Naruto tadi.
Utakata yang masih mematung, segera tersadar saat sepasang lengan kecil menghempas uluran tangan Utakata dari hadapan wajah Naruto.
"Jangan buat aku semakin marah padamu Utakata!" Peringat Sakura tajam.
Lantas ia menarik Naruto untuk meninggalkan tempat itu, bersama Ino yang mengikuti mereka berdua dari belakang.
Tak terkira seberapa dasyatnya kemarahan Utakata kali ini. Rasa sakit, amarah, kekecewaan dan merasa kalah bercampur menjadi satu. Membentuk sebuah rasa benci yang berbuntut dendam.
Kepalan tangan Utakata mengerat kencang. Tak peduli jika kuku-kukunya sendiri melukai telapak tangan.
Siswa-siswi yang sedari tadi menonton pertunjukan, segera pergi untuk pulang ketika semua itu sudah selesai. Sedikit mendesah kecewa karena bagian terbaik saat Naruto ditindas serta drama cinta segitiga mereka berakhir seperti pada umumnya.
Seseorang menepuk pundak Utakata pelan. "Aku tidak akan memintamu untuk menyerah, Bung! Tapi, aku juga takan berpura-pura terus mendukungmu kalau ternyata peluangmu untuk bersama Sakura kali ini, cukup kecil. Melihat bagaimana sikap gadis itu padamu dan pada siswa culun tadi." Ujar salah satu pemuda dari keempat siswa itu.
Yang lainnya hanya mengangguk setuju.
Sementara Utakata menahan kekesalan, karena di satu sisi, apa yang dikatakan temannya itu memang benar adanya.
"Ya. Tapi, mau sekecil apapun peluangku, aku akan tetap berusaha mendapatkan Sakura. Apapun caranya." Balas Utakata datar nan dingin.
"Baiklah. Lakukan semaumu, dan jika kau butuh bantuan kami lagi, kami akan selalu ada membantu. Pasti.
Aku akan pulang. Sampai nanti kawan." Setelah memberi tepukan persahabatan pada pundak kokoh Utakata, pemuda itu kemudian segera pergi diikuti ketiga yang lainnya. Dan Utakata hanya bergumam sebagai balasan.
Jelaga hitam Utakata masih menatap lurus ke depan, termenung dalam pikiran berkecamuk tentang si kembang sekolah itu. Tak menyangka sedikit pun, ia bisa sampai pada tahap penyesalan dan ambisi kuat untuk memiliki Sakura.
Keheningan melingkupi sosok Utakata. Siswa yang tersisa mulai meninggalkan sekolah sehingga yang terlihat hanya dia seorang yang kini ada. Berdiri di tengah-tengah lapangan basket dengan pikiran semrawut dan hati yang mulai kosong mendingin.
Namun,
"Kenapa kau bisa sampai gegabah dengan menindas Naruto?"
Sebuah suara feminim menggema memecah keheningan. Utakata jelas tau pemilik suara itu.
"Kau tau aku sudah begitu muak pada orang itu. Cih.., tapi tenang saja Yukari, pujaan hatimu itu tidak apa-apa. Aku hanya memberinya sedikit peringatan. Dia tak akan terbunuh dengan cepat kan?, jika sekedar mendapat beberapa lebam di tubuhnya?! " Ucap Utakata sengit.
Sementara Yukari masih dengan tampang datar. Kesimpulan Utakata ternyata begitu salah. Namun, itu yang diinginkan Yukari. Rahasia sebenarnya, cukup disimpan sampai pada waktu yang tepat untuk ditunjukan.
"Ternyata kau belum mengerti juga.."
"Apa maksudmu?"
"Kau tidak berpikir, kalau tindakanmu kali ini bisa saja benar-benar membuat Sakura membencimu? Dan yang pasti, semakin mendekatkan mereka." Jelas Yukari tenang.
Menyerap perkataan Yukari, Utakata lantas tersentak karena baru sadar sekarang. Lagi-lagi kebodohan kembali Utakata lakukan. Karena dengan begitu, sudah bisa dipastikan Sakura akan sangat khawatir pada Naruto, lalu membuat hubungan mereka mengerat. Serta tidak memikirkan kemungkinan kalau Sakura membencinya, ia merasa semakim bodoh kini.
"Tenang saja. Aku sudah menyusun rencana untuk memisahkan mereka. Mungkin terdengar klise, namun aku yakin ini akan berhasil." Ujar Yukari. Seringai licik telah terpatri di bibir tipisnya.
"Apapun itu, ayo kita lakukan. Asal Sakura bisa kembali padaku dan meninggalkan Naruto."
Jangan berharap lebih Utakata, karena aku tidak akan membiarkan semua ini berjalan seperti yang engkau inginkan.
•
•
•
Mengambil kotak P3K, Sakura kemudian duduk di samping ranjang UKS. Di mana Naruto kini terduduk menghadap Sakura.
Sementara Ino sudah pulang beberapa saat yang lalu. Sakura yang meminta. Ia tau kalau hari ini jadwal Ino latihan balet.
Dengan telaten, Sakura membersihkan sisa-sisa darah yang sudah mengering di sekitar area dagu dan bibir Naruto, menggunakan kapas yang dibasahi air putih.
Karena kursi yang didudukinya lebih rendah dari tinggi ranjang UKS, jadilah kini ia berdiri agar memudahkan tangannya mengobati Naruto.
"Aku harus mengompres lebam-lebam ini. Tapi aku tak menemukan apapun lagi selain kotak P3K. Sebaiknya kau ku obati saja di rumahku. Aku akan memapahmu, ayo kita pulang."
Sakura sudah bersiap mengalungkan tangan besar Naruto di pundak mungilnya, namun gelengan Naruto menghentikan itu.
"Bisakah aku di sini sebentar lagi? Kepalaku sedikit pusing." Jelas Naruto parau.
Naruto berbohong, rasa pusing ini begitu menyiksa. Bahkan pandangannya masih dirasa berputar. Beberapa lemparan bola berhasil mengenai kepala Naruto dengan keras. Alhasil, rasa pusing yang kini diderita Naruto tak tanggung-tanggung parahnya.
Namun Naruto tak ingin membuat Sakura semakin khawatir. Dengan melihat perlakuan Sakura tadi pada Utakata, cukup membuat Naruto mengetahui seberapa marah dan sedihnya gadis itu karena melihat kondisinya.
Tapi sayangnya, raut sedih Sakura kembali muncul. Bercampur rasa bersalah. Persis seperti yang ia lihat di taman siang tadi. Hanya saja, keadaan ini lebih buruk, begitupun dengan perasaan gadis berhelai merah muda itu kali ini.
"Kau pasti sangat kesakitan sekarang. Dan itu karena ku. Jika saja aku tidak terlalu egois ingin terus bersamamu, mungkin hal ini tak akan terjadi. Kau tidak akan terus mendapatkan tekanan dari orang-orang yang tidak bisa menerima keputusanku. Maafkan aku..."
Pandangannya memburam oleh genangan air. Ia sendiri sakit melihat Naruto kesakitan, namun Sakura begitu menderita karena harus terus melawan arus dan menuruti ego sedangkan di sudut terdalam hatinya, meronta-ronta ingin berhenti. Ingin melihat Naruto terbebas sehingga tidak perlu mengalami hal-hal seperti ini. Dan yang membuat derita Sakura semakin dalam, adalah ketidakmampuan diri mengakhiri meskipun dirinya memegang mutlak kunci itu. Kunci kebebasan semua kesakitan Naruto. Sakura sangat egois, ia mengakuinya.
" Aku terlalu menyayangimu, maafkan aku karena aku tidak bisa berhenti untuk egois." Akhirnya genangan di mata Sakurapun meluruh perlahan. Ia menunduk merasa jahat dan tega.
Suasana mengehening selama beberapa saat. Hingga Naruto mengatakan sesuatu yang sangat mencengangkan Sakura
"Aku... tidak keberatan." Tiga kata namun mampu membuat Sakura terhenyak bukan main. Bola matanya membulat tak percaya.
"N..naruto..," Sakura tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia lantas menghambur memeluk tubuh lelaki di depannya ini, sangat erat. Dan hatinya semakin membuncah bahagia saat Naruto balas memeluknya.
•
•
•
Masih di UKS.
Sakura memutuskan kalau Naruto tidak ingin di obati di rumahnya, maka ia pun akan menemani pemuda itu di UKS.
Butuh perjuangan ekstra pula untuk mendapatkan persetujuan dari Naruto. Naruto keukeuh menolak karena tidak ingin membuat Sakura menunggu sementara ia akan tertidur untuk menghilangkan rasa sakit di kepalanya. Mereka sempat berdebat tadi, tapi akhirnya Sakura mendapatkan jalan tengah.
Ia akan ikut tidur saat Naruto juga akan tidur.
Tapi sayangnya, Sakura berbohong saat mengatakan ia juga akan tidur. Karena pada kenyataanya, ia kini bangkit dari ranjang UKS untuk menghampiri Naruto yang sudah tertidur di ranjangnya. Duduk di kursi, seraya memandangi wajah damai Naruto.
"Kau memang tampan. Hanya saja, orang-orang terlalu sombong untuk melihatmu lebih dekat." Gumam Sakura. Ia memainkan rambut pirang acak-acakan Naruto, lantas tersenyum kecil karena begitu menikmatinya.
Jemari lentiknya menyusuri lekuk wajah tan Naruto. Meraba hidung mancungnya kemudian berakhir di tulang pipi pemuda tersayangnya ini. Mengelus pelan, Sakura mulai memainkan bulu mata lentik Naruto yang tidak tertutup lensa kacamata seperti biasanya.
Kembali terkikik kecil senang saat bulu mata itu menggelitik ujung jari putih Sakura halus.
Kemudian, tatapan Sakura berangsur sendu. Selama ini, Sakura merasa belum harus membawa hubungan ini dalam sebuah ikatan yang jelas. Mungkin menantikan Naruto untuk melakukannya duluan, adalah hal terakhir yang akan terjadi dari mereka. Maka dari itu, cukup menanti pembalasan dari Naruto atas perasaannya, ketika dirasa ia sudah mantap, barulah Sakura yang akan bergerak. Meskipun, semua ini sudah cukup bagi Sakura.
Sebelum Sakura terbiasa, ia merasa aneh saat harus melakukan banyak hal untuk menarik lawan jenis. Ketertarikannya pada Naruto membuat Sakura jadi tau bagaimana lelahnya berjuang demi mendapatkan pengakuan. Namun, Sakura senang melakukannya.
Dulu, bahkan sampai sekarang Sakura begitu terbiasa diperjuangkan. Banyak pemuda yang ia tolak, bukan karena sombong, akan tetapi karena memang ia tidak bisa balas menyukai.
Begitupun Utakata. Sebenarnya Sakura menyesal sudah terlalu keras pada pemuda itu tadi. Ia sangat kecewa karena Utakata berani melakukan hal itu pada Naruto. Tapi..., ketika ia mulai menyadari betapa lelahnya terus berharap dan berjuang demi sebuah perasaan yang ada, apakah semua ini juga dialami Utakata?
Sakura merasa bersalah pada pemuda itu sekarang.
Namun, Sakura sudah terlalu menyukai Naruto sehingga tak mungkin baginya menyediakan tempat lagi untuk Utakata.
Pemuda berambut pirang ini, adalah pilihan Sakura. Seorang lelaki pertama yang bisa membuat deguban jantungnya berdebar tak karuan. Bahkan hanya dengan kehadirannya saja bisa sampai menerbangkan ribuan kupu-kupu di perut Sakura.
"Aku mencintaimu." Bisik Sakura halus. Lantas mendaratkan kecupan di dahi pemuda yang masih terlelap itu.
TBC
Sampai nanti di chap selanjutnya.
