Selamat Membaca, Semoga Kalian Semua Suka Cerita Saya.
.
Pewaris : T_AliceAlthea_T
Story Line by. JAS
Pairing : Alice Althea X Shu De Vancouver
Rate : T (For Teen)
Genre : Romance, Drama, Family
[Yang lain berkembang sesuai dengan ceritanya.]
Warning : OC, Typo's, EYD yang tidak sempurna, Penggunaan Kata-kata Kasar, dll berkembang sesuai dengan cerita.
.
Chapter 2 : Dari Mimpi jadi Nyata
"Apakah kau mencariku?" Dia bertanya.
"Apakah kau mencemaskanku?" Dia kembali bertanya.
"Apa yang sudah kau lakukan hah? Apa kau sebegitunya membecinku karena aku perempuan hah? Tolong jawab jangan diam saja!" Seakan belum puas Dia kembali bertanya dengan marah.
"Maaf." Ia mejawab dengan kepala yang menunduk.
"Cih hanya itu yang bisa kau katakan setelah semuanya berlalu." Dia berkata setelah itu berpaling untuk pergi.
Ryan hanya bisa menundukan kepalanya, jiana dan jian yang baru datang hanya bisa melakukan hal yang sama, sampai-sampai….*Negara Api Menyerang pftttt*
"Nona, apakah anda baik-baik saja?" Tanya Nia.
Semua melirik kearah dia dan berkata dalam hati "Kenapa kau tanyakan hal itu?". Nia yang merasa bersalah hanya bisa menundukan kepalanya dan mengeluarkan kata maaf sambil melihat ke arah semua orang yang ada di ruangan itu.
"Jika kau ingin jawaban jujur aku tidak baik-baik saja Nia, apakah kau bisa membantuku untuk memulihkan kondisiku?" Alice berkata sambil melihat Nia.
"Tentu saya akan melakukan apa pun untuk membantu anda nona." Jawab Nia
"Bisakah kau memanggilakan salah satu pelayanku yang Namanya Ari." Alice akhirnya meminta bantuan.
"Tidak perlu nona saya disini." Sahut Ari yang ternyata ada di tempat yang sama dengan mereka.
"Ah ternyata kau masih di sini." Alice menjawab.
"Ah nona apa ada lagi yang bisa saya bantu?" Tanya Nia
"Untuk sekarang bisakah kau keluar dan jangan izinkan siapapun masuk ke dalam ruangan ini. Kau faham?" Alice memberi perintah.
"Ya saya faham nona." Jawab Nia tegas.
Tanpa menunggu waktu lama Nia keluar dari ruangan itu. Ketika keluar Nia melihat ada ketiga majikanya, yaitu nyonya Jiana, tuan muda Jian, dan tuan Ryan.
"Maaf Tuan, Tuan muda, dan Nyonya. Nona muda saat ini tidak ingin siapapun masuk ke dalam ruangan ini." Nia menyampaikan pesan dari alice.
"Ah rupanya seperti itu, baiklah kami permisi. Kau juga bisa mengerjakan tugasmu kembali pelayan." Jiana menyahuti omongan nia.
Sementara didalam ruangan, Aria sedang berkutat dengan alat suntik sementara Alice sedang duduk dengan tenang di atas kasur dengan punggung yang disenderkan ke dipan.
"Nona Alice, saya sudah menyiapkan obat penenang yang akan membuat anda tidur untuk beberapa jam kedepan." Jelas Aria
"Aku tidak mau memakai itu Ria, aku mau lepas dari obat itu, seperti tiga tahun lalu. Kau tau bukan aku sudah menjalani SMA dengan cara home schooling selama satu setengah tahun, ditambah dengan kuliah tiga tahun kini aku sudah dua puluh tahun, aku sudah mau mulai terjun ke perusahaan keluarga, dan mungkin bisa membuat perusahaanku sendiri. Tapi bagaimana jika kondisiki seperti ini terus? Apa kata dunia jika pemimpin mereka merupakan seorang yang kecanduan obat penenang?" Seru Alice dengan emosi yang meluap-luap.
"Maafkan saya nona." Jawab Aria tenang.
"Ya tidak apa-apa, maafkan aku juga yang telah membentakmu." Balas Alice.
Tanpa menunggu lagi Alice berjalan ke luar untuk kembali ke kamarnya.
"Tuan maafkan saya, saya telah lalai menjaga nona Alice." Laki-laki muda itu mulai berbicara.
"Hah? memang kenapa lagi dengan dia?" Laki-laki tua itu menyahuti pembicaraan itu.
"Nona menghilang saat pulang sekolah siang tadi." Jawab laki-laki mud aitu.
"Hah! astaga anak itu tambah beban saja." Tampaknya laki-laki tua itu sedikit geram.
"Hah… baiklah aku mengerti, kau sekarang boleh istirahat dan suruh pelayan dan pengawal di pos mu untuk beristirahat dulu." Perintah laki-laki tua itu.
"Tapi bagaimana dengan nona tuan?" Tanya laki-laki muda itu lagi.
"Dia, ah sudahlah lupakan palingan dia mati. Siapa juga yang membutukan anak bodoh dan dungu seperti dia." Jawab laki-laki tua itu.
"Baik tuan, kalau begitu saya permisi." Pamit laki-laki muda itu.
"Ya." Jawab laki-laki tua itu singkat.
Setelah keluar dari ruangan laki-laki tua itu, laki-laki muda itu berjalan menuju pintu utama sambil bergumam.
"Kenapa tuan seperti itu, setahu aku nona tidak bodoh dan dungu, nona anak yang sangat cerdas bahkan melebihi tuan muda."
"Ah… tapi aku tidak akan bisa mengatakan hal itu di depan tuan, pasti aku di pecat nanti. Huhhhh… aku hanya bisa berharap dan berdoa, semoga nona baik-baik saja dan cepat kembali nona, kita semua merindukanmu." Gumam penjaga itu.
Tanpa disadari laki-laki muda itu sudah sampai di pintu utama, setelah itu laki-laki muda itu kembali berjalan menuju pos yang berada beberapa meter dari pintu utama, sesampainya di pos itu, ia memberitahukan semua percakapannya pada orang-orang yang ada di pos itu, dan sesuai dugaan semua orang yang ada di pos itu hanya bisa bergumam kesal, karena mendengar berita itu.
Ketika Alice berjalan keluar tanpa sengaja, Alice berpapasan dengan ayahnya Ryan. Namun seperti orang yang tidak kenal. Alice dengan santainya tetap berjalan sambil melihat ke arah depan.
"Ah sepertinya kau sangat membenciku." Seru Ryan.
"Tapi jika aku boleh mengutarakan pendapatku, kau sangat konyol aku tidak melakukan apa-apa tapi kau membenciku." Kembali Ryan berseru.
*Sumpah deh pas sy revisi ini sejujurnya sy lupa ini mau di bawa kemana alurnya, tp walau lupa pas baca bagian ini sy gedek parah deh sama si Ryan, dan btw nama Ryan itu nama temen sy, mohon maaf bagi yang merasa wk. Mohon maaf juga karena sy lupa sama alur cerita ini, tapi sy akan usahakan tetep seru kok, tenang ada draft wk peace*
"Hah kau tidak melakukan apa-apa?" Tanya Alice.
"Ya." Seru Ryan mantab.
"Biar ku ingatkan AYAH, kau tahu apa tentang diriku?" Tanya Alice.
"…" Ryan terdiam.
"Astaga kau tidak tahu apa-apa soal anak perempuanmu satu-satunya ini, astaga kau belagak anakmu ada banyak padahan cuma dua." Alice berucap sarkastik.
"Aku sedang sibuk mengurus kakakmu Jian." Jawab Ryan dengan tegas.
"Oke oke kalau seperti itu jawabanmu. Mari ganti pertanyaannya, apa kau tahu berapa banyak pengawal dan pelayan yang kau siapkan untukku?" Alice kembali bertanya.
"Tentu aku tahu, aku yang menyiapkan semuanya untumu." Jawab ryan cepat.
"Dan kau juga tahu bahwa kepala pelayan dan kepala pengawal yang sangat bertanggung jawab terhadap aku?" Alice kembali memperjelas pertanyaannya.
"Ya aku tau." Ryan menjawab dengan sangat cepat untuk ini.
"Lalu kenapa kau melarang semua orang untuk mencariku, dengan alasan yang sangat tidak masuk akal hah! Jawab ayah." Seru Alice dengan penuh emosi.
Ryan terkaget dari mana Alice bisa tahu mengenai hal itu, padahal ia sudah mewanti-wanti semua orang untuk tidak buka mulut.
"Aku bisa jelaskan Alice." Ryan berkata dengan panik.
"Tidak perlu anda jelaskan, saya sudah faham. Apa lagi kalau bukan karena saya tidak bisa seperti kakak yang selalu nomor satu bagi anda, namun saya hanya berharap satu hal. Jangan sampai apa yang sudah anda perjuangkan diambil kembali oleh pemilik aslinya." Alice berkata dengan
Alice pergi menginggalkan Ryan sendiri, namun baru beberapa langkah Alice jatuh tengkurap dengan nafas yang menderu tak teratur.
Ryan yang melihat itu pun tanpa fikir panjang langsung mendekati Alice, kemudian membalikkan tubuhnya dan meletakan kepala Alice di pahanya, Ryan melihat muka anaknya sudah tak karuan peluh membasahi wajahnya, dan nafas yang tak teratur.
"Tenang Alice, Tarik nafas yang dalam lalu hembus kan perlahan." Perintah Ryan.
Alice melakukan itu, namun tak lama setelah nafasnya kembali teratur, nafas Alice kembali tidak teratur lagi.
Tanpa berfikir panjang Ryan berjalan, bukan lebih tepatnya berlari ke dalam rumah untuk membawa Alice ke rumah sakit.
Kenapa mesti masuk rumah dulu, karena Ryan mau ambil kunci mobil dan dompet, serta menyuruh istri dan anak pertamanya untuk menyusul nanti.
Ryan mulai menjalankan mobil, Alice duduk di sampingnya, nafasnya masih tidak teratur dan parahnya lagi Alice pingsan sekarang, Ryan yang sudah hilang akal menambah kecepatan mobilnya, untungnya kondisi jalanan saat itu lengan karena bukan jam sibuk.
Seketika sampai di rumah sakit pun Ryan seperti orang kesetanan, yang memanggil dokter dan suster.
"Dokter! Mana dokternya?!" Ryan bertanya dan marah di saat yang bersamaan.
Ryan yang membawa Alice ala bridal style, masih berteriak mencari dokter yang akan menangani putrinya itu, jujur Ryan sangat panik karena deru nafas Alice sangat tidak teratur, Ryan sangat takut terjadi apa-apa pada putri satu-satunya ini.
"Tenanglah tuan, jika anda panik maka pasien tidak akan tertolong." Kata dokter yang tiba-tiba datang dengan membawa banker atau tempat tidur yang ada rodanya.
"Kau dokter di sini?" Tanya Ryan masih dengan wajah panik.
"Ya. Dan saya dokter pribadi dari anak anda." Jawab dokter itu
Tapi, tiba-tiba. *Ada badai topan menyerang Konoha… Canda Konoha.*
Alice yang ada di gendongan Ryan mulai kejang-kejang, Ryan yang panik mulai tambah panik, kebetulan juga Jian, Jiana, Aria, dan Ari baru saja sampai dan melihat Alice kejang-kejang seperti itu.
Jiana sudah tidak kuat melihat putri satu-satunya seperti itu pun hampir pingsan, namun Ari dengan sigap memwaba ibu dari majikanya untuk duduk di salah satu kursi yang tersedia.
"Dokter! Dokter! Tolong selamatkan anak saya." Ryan yang panik akhirnya kembali berteriak ke dokter tadi.
Dokter itu dengan santainya, mendorong bankar hingga kepala bankar merapat ke dinding ruma sakit.
"Dokter…" Gumam Jiana dari kejauhan hingga tak terdengar oleh siapapun.
"Ah ya saya belum memperkenalkan diri, saya dokter, ah tidak lebih tepatnya salah satu professor dibagian psikologi, nama saya Samuel Aldrixson. Tuan bisa panggil saya dokter sam atau prof sam. Senyaman anda saja tuan." Jelas Professor Sam.
"Nah tuan bisa menyerahkan Alice ke saya sekarang." Pinta Sam pada Ryan.
"Tunggu ayah, mana mungkin semuda ini bisa jadi professor, sungguh tidak masuk akal tuan Sam." Jian berkata dengan nada mengejek.
"Ah anda pasti tuan muda Jian, mohon maaf Tuan muda saya saat ini sedang tidak dalam tugas dan saya datang ke rumah sakit ini hanya untuk mengambil barang saya yang ketinggalan, tapi karena melihat Alice dibawa kesini, mau tidak mau saya harus bertugas, karena yang bisa menangani nona Alice hanyalah saya Tuan muda." Jelas dokter yang bernama Sam itu dengan tenang.
"Ah untuk masalah usia anda bisa tanyakan nanti pada adik anda, nah tuan Ryan, bisa serahkan Alice ke saya sekarang." Sam kembali berbicara, setelah membuat Jian terdiam.
"Ah baik." Ryan tanpa basa basi lagi langsung menyerahkan Alice ke Prof. Sam.
Dokter atau yang akan author panggil prof mulai sekarang itu dengan sigap mengendong Alice dan menaruhnya di bankar, dengan perlahan Prof. Sam mulai memanggil-manggil nama Alice.
Dipanggilan yang entah keberapa kali akhirnya Alice mulai membuka matanya, Alice mulai melihat sekelilingnya, dan akhirnya dia sadar sepenuhnya.
"Maaf." Satu kata itulah yang pertama Alice keluarkan dari mulutnya ketika dia sadar.
Bruk.
Terdengar suara jatuh, dan ternyata Prof. Sam yang jatuh terduduk di samping bankarnya Alice.
"Ah dasar, padahal dia sendiri yang bilang jangan panik, tapi pas Alice sadar dia sendiri yang lemes kayak gitu." Jian ngomel pake batin.
"Maaf." Kembali terdengar suara Alice.
Kini Sam sudah berdiri lagi.
"Apakah Aria ada disini?" Sam bertanya dengan suara sedikit lantang.
"Ya tuan saya disini." Jawab Aria.
Semua orang yang ada di tempat itu kaget, pertama Prof. Sam itu professor di usia muda, lalu dia tahu nama Ryan, Jian, dan kini dia tahu nama Aria. Sungguh mengherankan.
"Kenapa kau tidak memberikan obat penenang hah!" Seru sam dengan lantang, dan kentara sekali marahnya.
"Maaf tuan Sam nona Slice berkata 'Aku tidak mau memakai itu Ria, aku mau lepas dari obat itu, seperti tiga tahun lalu. Kau tau bukan aku sudah menjalani SMA dengan cara home schooling selama satu setengah tahun, sitambah dengan kuliah tiga tahun kini aku sudah dua puluh tahun, aku sudah mau mulai terjun ke perusahaan keluarga, dan mungkin bisa membuat perusahaanku sendiri. Tapi bagaimana jika kondisiku seperti ini terus? Apa kata dunia jika pemimpin mereka merupakan seorang yang kecanduan obat penenang?' seperti itu tuan." Jelas Aria mengulang perkataan Alice.
Aria menjawab dengan sedikit ketakutan, dan ternyata Ryan, Jian, dan Ari melihat itu wah dalam hati mereka sangat terkejut kepala pelayan yang tak kenal takut itu sedang ketakutan sekarang. Jika kalian semua bertanya kemana Jiana, dia masih lemas dan masih duduk di kursi yang agak jauh lebih tapatnya kursi yang dekat sama pinta masuk rumah sakit, jadi gak kedengeran deh.
Ah kini hanya tersisa Sam yang sedang menatap Alice tajam, seolah-oleh hewan buas yang bisa menerkan kapan saja.
Sementara Alice hanya bisa memalingkan wajahnya dan menutup mata agar tidak melihat tatapan membunuh itu.
"Hah… oke aku terima alasanmu, tapi kenapa efeknya sampai separah ini?" Sam bertanya ke Aria.
"Maaf Tuan saya kurang tahu." Jawab Aria sambil menundukkan kepalanya.
"Kali ini bukan satu, tapi dua sekaligus." Tiba-tiba Alice berkata.
"Hah… itu yang menyebabkan syok berlebih?" Tanya Sam pada Alice.
"Kemungkinan besar iya." Jawab Alice.
"Prof, aku datang kesini untuk menyerahkan tesis…ku." Tiba-tiba ada laki-laki muda yang masuk ke ruangan itu.
*Apa saya belum jelasin kalau mereka semua udah pindah ke ruangan Prof. Sam? Kalau belum dari percakapan di atas saya udah kasih tau ya hehehehe*
"Ah… maaf sepertinya saya masuk di situasi yang kurang tepat. Kalau begitu saya permisi." Pamit laki-laki muda itu.
Bruk.
Terdengar suara jatuh lagi, namun kini Alice yang terjatuh ketika ingin bangun dari tempat tidurnya alias bangkar itu.
Kini semua mata tertuju padamu~~~ eh salah maksudnya tertuju pada Alice, bahkan pemuda atau laki-laki muda yang baru datang pun memperhatikannya.
"Perkenalkan dia asistenku, namanya-" Ucapan Sam belum selesai.
"Tidak usah diberi tahu, Ari!" Ternyata ucapan Sam dipotong oleh Alice yang sekalian memanggil Ari.
"Ya nona saya disini." Jawab Ari tegas.
"Kita pulang sekarang." Perintah Alice tegas juga.
"Mohon maaf nona sakit mental, anda tidak boleh pulang sekarang." Celetuk laki-laki muda itu.
"Sialan kau apa maksudmu mengatai adikku seperti itu hah?!" Jian berseru marah.
"Ah… kau tidak tahu ya? Memang kenyataan itu pahit ya hihihi…" Laki-laki muda itu berkata sambil cekikikan sendiri.
.
.
.
.
.
Bersambung
