Suasana malam di kosan putra milik pak Takeda itu cukup sepi, sesekali terdengar suara kendaraan lewat dari kejauhan. Wajar saja tempatnya yang sedikit masuk kedalam gang ditambah keberadaan hutan jati yang cukup lebat dan kebun pisang di sekitar gang tersebut membuat tak banyak orang yang memilih untuk melewatinya terutama pada malam hari.
Saat ini Suna Rintarou sedang menunggu sang sepupu yang katanya akan datang dan tinggal di kosan tersebut. Menghabiskan waktu dengan bermain handphone dan menyeruput segelas teh hangat untuk menghilangkan rasa dingin dan bosan, hingga tak sadar akan kehadiran seseorang yang berada di dekatnya sebelum dikagetkan akan suara halus nan lembut terdengar di gendang telinganya. "Suna belum tidur, lagi nungguin siapa ?", tanya Kita Shinsuke sang pemilik suara.
Suna yang mendapat pertanyaan darinya segera memperbaiki posisi duduk dan berdeham untuk menghilangkan rasa kaget serta gugup karena ini pertama kalinya ia berinteraksi dengan kita selain saat ditegur ketika ia mengompori atsumu dan oikawa yang sedang bertengkar. "Lagi nungguin sepupu sama temen-temennya kak, katanya mereka mau ngekos di sini", jawab Suna dengan pandangan tertuju pada handphone nya berharap sang sepupu segera sampai sehingga ia tak perlu berlama-lama dengan Kita.
Ia belum mau mati muda karena jantungnya yang berdetak dua kali lebih kencang dari biasanya. Ia masih ingin ngew—maksudnya menikaihi Kita dan membangun keluarga bahagia dengan 15 anak karena Suna ingin menyaingi keluarga halilintar katanya.Kita mengalihkan pandangannya pada jalan di depannya dan melihat sebuah sedan berwarna putih terparkir di depan pagar kosan, ia juga melihat sekitar lima pemuda turun dari mobil tersebut sembari mengeluarkan koper dari bagasi mobil. "Itu bukan ?",tanya Kita sembari menunjuk kearah para pemuda tersebut.
Suna yang mendengar hal itu langsung mengangkat kepalanya dan melihat sang sepupu yang masih sibuk membantu temannya menurunkan barang bawaan. Akhirnya harapannya terkabul "Eh iya!", Suna bergegas berdiri dan mengambil kunci gerbang dan berjalan menuju gerbang depan lalu membukakan gerbang untuk sepupu dan para temannya itu. Setelah membukakan pagar untuk mereka ia disambut pelukan hangat dari sang sepupu yang dibalas olehnya.
Kita yang masih berada diteras hanya berdiri menyaksikan interaksi Suna dan sepupunya yang sedang melepas rindu. Setelah itu ia melihat suna mengajak sepupu serta empat orang temannya untuk masuk dan tak lupa mengunci gerbang. saat sampai di teras Suna mengenalkan sepupunya serta teman-temannya. "Kak kit, kenalin ini Yamaguchi Tadashi sepupu gue pindahan dari Solo", kata suna sembari menarik pemuda berfreckles mendekat padanya "salam kenal kak".
pemuda yang bernama Yamaguchi itu mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan, Kita membalasnya dan ikut tersenyum "Aku Kita Shinsuke, panggil aja kak Kita", ujar Kita ikut memperkenalkan diri. Yamaguchi mengangguk ia pun melepas jabatannya dan langsung memperkenalkan teman-temannya "Yang di samping saya ini namanya Hinata, yang rambutnya hitam itu namanya Akaashi, yang rambutnya pirang itu Kenma, terus yang rambut abu-abu itu namanya Osamu", kata Yamaguchi sembari menunjuk teman-temannya.
"Salam kenal kak Kita", ucap mereka bersamaan Kita hanya mengangguk lalu tersenyum. "Sun anterin mereka ke rumahnya pak Takeda buat laporan, untuk koper sama tas kalian boleh ditinggal di sini biar aku jagain", pinta Kita "eh...nggak apa-apa nih kak ?, nanti ngerepotin lagi", kata Akaashi, ia merasa tak enak kepada Kita. "Haha... nggak ngerepotin kok, toh kalian juga nggak bakalan lama kan", jawab Kita sambil tertawa kecil.
Akhirnya mereka pun menurunkan tas mereka serta menata koper mereka di dekat pintu masuk. "Duluan ya kak", kata Suna yang lalu pergi meninggalkan Kita sendirian bersama barang bawaan milik anak baru tersebut. Kita hanya mengangguk lalu menyibukkan diri dengan membaca buku yang ia bawa sejak tadi. Setelah selesai membayar uang sewa dan Mendapatkan kunci kamar, Yamaguchi serta Suna dan teman-temannya kembali ke kosan putra, sesampainya mereka disana mereka segera mengambil koper dan barang bawaan lainnya untuk dibawa masuk kedalam. Kita dan Suna mengantar para penghuni baru tersebut menuju lantai atas.
Saat itu suasana lantai satu sepi dan lumanyan gelap, wajar saja sudah jam sebelas malam kebanyakan penghuni kosan sudah tertidur bahkan sudah berpetualang ke alam mimpi.Yang tersisa hanyalah mereka bertujuh dan anak-anak kuliah yang begadang untuk mengerjakan tugas di lantai dua.Saat mereka melewati ruang santai lantai dua yang terlihat terang diantara ruangan lain kita berhenti sejenak di depan pintu masuk dan membukanya sedikit. "Kuroo, Daichi kalian belum tidur ?", Kita bertanya pada dua pemuda yang sedang duduk bersila di meja dekat tv, "belum kit, bentar lagi", jawab pemuda jabrik dengan poni yang menutupi bagian kanan mata dan dahinya.
"Yaudah, tapi jangan sampe larut nggak baik", ucap Kita yang hanya ditanggapi anggukkan dari kedua pemuda itu, Kita lalu menutup pintu ruang santai. "Ayo..", ajak Suna untuk melanjutkan perjalanan. Setelah mengantarkan para penghuni baru tersebut Kita pamit kembali ke kamarnya, sedangkan Suna tetap tinggal untuk membantu sepupunya menata barang.
"Kenapa lo rela pindah ke sini padahal budhe lagi sakit-sakitan ?", tanya Suna sembari menata buku-buku milik Yamaguchi di meja belajar. "Hahhh..., aku juga gak tau mas, ini juga permintaan dari ibuk padahal sekolah di solo juga banyak yang bagus-bagus". Yamaguchi menatap sendu kearah baju-baju yang ia masukkan ke dalam almari, ia masih tak setuju dengan keputusan sang ibu dan kakek neneknya. seolah mereka ingin pergi jauh dari kota kelahirannya.
"Budhe emang nggak bilang apa-apa selain nyuruh lu sekolah di sini ?", Suna bertanya dengan tatapan bingung "Nggak, ibuk nggak bilang apa-apa selain itu Simbah sama eyang juga, seolah ada yang mereka sembunyiin dari aku". Yamaguchi duduk di tepi ranjangnya setelah selesai memasukkan semua pakaian dalam alamari. "Lo nggak dikasih apa-apa gitu sebelum pergi ?". Suna menatap yamaguchi heran "Hmm..., cuman kotak perhiasan isinya tusuk konde", jawab Yamaguchi lalu mengambil tasnya yang ia letakkan di dekat nakas.
Diambilnya sebuah kotak beludru berbentuk persegi berwarna merah maroon tersebut dan menyerahkannya kepada Suna. Suna memandangi kotak tersebut cukup lama hingga memberikannya kembali ke Yamaguchi. "Umur Lo berapa sekarang ?", Suna bertanya dengan tatapan datar. "Enam belas tahun", jawab Yamaguchi dengan pandangan bingung ia tujukan pada sang sepupu. "Hahh..., Lo harus inget apa yang gue omongin, sebenernya gue kurang setuju sama keputusan Simbah sama eyang tapi, apapun yang terjadi lo nggak bakalan bisa lari dari 'mereka' yang bisa Lo lakuin cuman lawan, kendalikan, dan akhiri semua.
Kalo Lo nggak mau berakhir sama kayak kakak Lo", jelas Suna. Yamaguchi yang mendengarnya hanya terdiam sedetik kemudian ia membuka mulutnya "Tapi kenapa harus aku mas ?", tanya Yamaguchi dengan raut muka lelah "Karna Lo 'spesial' ya gue juga sih tapi cuman Lo yang bisa ngakhirin semuanya". Suna tersenyum sembari menepuk pundak sang sepupu. "Udah malem, Lo tidur gih gue mau balik ke kamar". Suna berdiri dari duduknya dan melenggang keluar dari kamar Yamaguchi— setelah menutup pintunya, meninggalkan Yamaguchi yang masih terdiam di pinggir ranjang. Yamaguchi menghela nafas lelah lalu membaringkan tubuhnya di kasur.
Sebenarnya Yamaguchi ingin sekali menolak permintaan sang ibu serta kakek neneknya ia tak mungkin meninggalkan ibunya yang sakit-sakitan dan kakek neneknya yang sudah sesepuh itu, Meskipun di sana masih ada beberapa pelayan dan asisten rumah tangga untuk membantunya merawat mereka akan tetapi ia tetap khawatir. Setelah kematian sang kakak dan hilangnya sang ayah membuat ibunya harus meneruskan bisnis keluarga untuk menghidupi mereka bertiga. Hal itulah yang membuat sang ibu begitu sibuk sehingga tidak dapat memperhatikan kesehatannya alhasil ibunya berakhir jatuh sakit dan saat ini bisnis keluarganya diurus oleh adik dari ibunya yang merupakan ayah dari Suna rintarou.
Yamaguchi menegakkan tubuhnya lalu mengamati kamar barunya. Meskipun tidak seluas kamar lamanya namun kamar ini cukup luas untuk ditempati dirinya sendiri. Interiornya yang minimalis dan fasilitas yang cukup lengkap, terdapat satu AC yang terletak diatas almari pakaian, dan kamar mandi pribadi di samping pintu masuk. Sepadan dengan harga sewa nya yang cukup mahal untuk kantong pelajar, puas memperhatikan interior kamarnya Yamaguchi beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan membasuh mukanya. Setelah itu ia mengganti pakaiannya dengan kaos putih polos dan celana pendek hitam selutut, selesai mengganti pakaian Yamaguchi membaringkan tubuhnya di kasur dan terlelap saat itu juga. Namun Yamaguchi tak tau bahwa ada sepasang mata yang mengawasinya di sudut kamar.
*
Gelap...
itulah yang yamaguchi lihat pertama kali, ia mendudukkan diri di atas kasur dan melihat sekeliling. Seingatnya ia tak mematikan lampu kamar, tapi kenapa kamarnya menjadi gelap gulita seperti ini. Ia pun bangun dan meraba dinding untuk mencari saklar lampu namun saat ia mencoba menyalakan lampu kamarnya tak merespon apapun. "Mungkin mati lampu.." batinnya mencoba berpikir positif. Ia pun segera mencari handphone miliknya, namun naasnya handphone miliknya lowbat. Yamaguchi pun menghela napas lalu berjalan menuju jendela setidaknya sinar dari rembulan dapat membantu menyinari kamarnya walau sedikit. Namun...
sreekkk...
"Aaaaahhhh...". Saat ia membuka tirai yang menutupi kaca jendela ia melihat sosok kurus dengan wajah hancur sehingga tidak diketahui wajah aslinya dan darah segar menutupi sebagian besar kaca jendela. Yamaguchi berjalan mundur hingga menabrak pintu, Yamaguchi mencoba kabur sayangnya pintu terkunci dan sosok yang berada di jendela itu mencoba masuk dengan memukul kaca jendela berkali-kali.
Krakkk...prangg...
Yamaguchi segera membalikkan badannya kearah jendela. Dilihatnya makhluk tersebut merangkak mendekatinya dengan darah yang menetes dari tubuhnya. Seketika suhu ruangan berubah menjadi sangat dingin, yamaguchi menahan napas tubuhnya bergetar hebat. Ia ingin berteriak namun tak ada suara yang keluar dari tenggorokannya makhluk itu semakin dekat samar-samar ia mendengar kata yang dikeluarkan dari makhluk tersebut "Kowe kudu tanggung jawab apa sing wis ditindakake bapakmu" (kau harus bertanggung jawab apa yang telah ayahmu lakukan). Yamaguchi tertegun ia tak menyangka bahwa ayahnya berhubungan dengan makhluk tersebut, sampai tak menyadari bahwa makhluk tersebut berada tak jauh dari dirinya. Saat makhluk tersebut hendak menggapai tubuhnya tiba-tiba makhluk tersebut berteriak hingga menyadarkan Yamaguchi.
"ARRRGGGGHHHH..." . Makhluk tersebut berubah menjadi abu dan menghilang ditiup angin.
*
"Aaaahhh...hah...hahh...hahh...". Yamaguchi menatap sekitarnya kondisinya tak jauh berbeda dengan apa yang ia mimpikan hanya saja lampu kamar masih menyala. Yamaguchi melirik kearah jendela yang masih ditutupi oleh tirai berwarna abu-abu. Saat ia menggeser tirai tersebut dilihatnya kaca jendela yang masih utuh tanpa ada retak sedikitpun. Ia mengusap mukanya lelah dan mengambil handphone nya yang tergeletak diatas nakas. Pukul 05.14 pagi tertera dilayar handphone nya.
Ia kembali menghela nafas lalu mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Dilihatnya pemandangan luar jendela yang mulai terang meskipun matahari belum menampakkan wujudnya. "Mimpi, tapi kenapa rasanya nyata sekali", batinnya sembari menatap kearah jendela.
hai gimana aneh ya alurnya ?, maaf kalau masih miskin diksi dan kalimat jawanya yang masih salah. soalnya aku pake translate sih hehe. sampai sini dulu ceritanya kalau mau ngasih kritik atau saran bisa ditulis di komentar ya.terimakasih (• ω •)
