Naruto © Masashi Kishimoto
.
Teratai putih
.
Mempersembahkan
.
Tír na nÓg
.
Pair: Uchiha Sasuke X Hinata Hyuuga
Genre: Fantasi
Rate: T
Warning : tidak menjanjikan EYD, crackpair, typo(s), OOC
.
.
Tír na nÓg
.
.
Bunyi lonceng pintu terdengar di penjuru ruangan. Hinata memandang kagum pada tempat dia berada. Benar-benar seperti dalam series Game of Throne. Mulai dekorasi dan cara mereka berpakaian.
Di ujung terdapat beberapa orang berbadan besar yang sedang bergerombol dan meminum sesuatu. Ehm, bir? Hinata tidak tahu. Dia bergidik takut ketika pria-pria di sana memandang ingin tahu padanya. Buru-buru, Hinata mengejar Sasuke yang sudah ada di depan konter bar.
Hinata menempel erat pada Sasuke dan reflek meraih ujung baju Sasuke. Pria itu memandang heran pada Hinata.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Sasuke khawatir.
Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya. Namun, tangannya semakin erat menggenggam ujung baju Sasuke. Pria itu meraih minuman yang diberikan oleh pemilik bar. Dia menarik lengan Hinata dan menariknya lebih dekat. Sasuke membawa mereka duduk di salah satu meja yang kosong.
Tak lama, pelayan membawakan makanan ke meja mereka. Hinata menatap canggung ke arah makanan. Dia tidak terbiasa memakan roti dan daging. Dia orang asia yang terbiasa makan nasi.
"Uhm, Tuan Sasuke, kita ada dimana?" Tanya Hinata pada akhirnya.
Sasuke mengambil roti di hadapannya. "Penginapan."
"Maksudku, kita dimana?" Hinata menanyakan lagi dengan nada lebih bingung.
Sasuke menatap Hinata heran. Dia masih mengunyah makanan di mulutnya. "Desa Hujan." Tampaknya Hinata menerima jawaban itu. Sasuke melihat Hinata mulai mengambil roti di depannya.
"Hujan? Apa karena hujan terus turun?" tanya Hinata penasaran.
Sasuke membentuk senyum kecil. Dia mengambil gelasnya dan meminum cairan di dalamnya. Hinata tetap menatapnya penuh harap dengan tetap memegang roti di tangan. Menunggu pria itu menyelesaikan kegiatan meneguk minuman.
"Tebakanmu benar." Jawab Sasuke begitu dia meletakkan gelasnya di atas meja. Pria itu mengambil garpu dan mulai menusuk daging di piringnya.
Hinata menganggukkan kepalanya mengerti. Dia mulai mengalihkan pandangannya pada roti di tangannya. Memandang skeptis pada makanan itu. Sungguh, dia tidak terbiasa dengan roti, dan dia tidak terlalu menyukainya.
Tapi dia tidak sampai hati mengatakan perasaannya pada Sasuke. Pria itu sudah cukup baik padanya. Dia tidak mau merepotkan Sasuke. Kemudian, jika dia masih memiliki kesempatan untuk tidak bergantung pada pria itu, Hinata ingin mengambil kesempatan itu. Menolak roti untuk sarapan hanya akan membuatnya tampak seperti anak SD manja yang merengek untuk minta dibelikan es krim.
Tidak! Hinata bukan anak SD. Dia bahkan sudah mulai tidur sendiri sejak TK. Dia bukan anak manja!
Dengan keputusan itu, dia menggigit secara perlahan roti di tangannya. Karena pada dasarnya dia tidak terlalu menyukai roti. Dia hanya mengerutkan kepalanya. Mencoba menikmati tekstur roti yang aneh menurutnya. Sampai dia menangkap pandangan Sasuke padanya. Pria memandangnya penuh minat.
"Apa di sana tidak ada roti?" Pria itu menaruh tangannya di atas meja dengan tangan menyangga kepalanya.
Hinata menggelengkan kepalanya. Poni di dahinya bergoyang perlahan mengikuti kepalanya. "Ada. Hanya saja, aku tidak begitu..." Hinata ikut menatap mata pria di depannya. "Menikmati roti."
Sasuke menatapnya lagi. Ah pandangan itu. Pria itu tidak mengatakan apapun. Namun, Hinata mulai berpikir itu pandangan penuh minat yang sama. Hinata tidak ingin memusingkannya. Jadi dia mulai menggigit roti di tangannya.
Hinata benar. Pria itu tidak mengatakan apapun lagi dan mulai meneruskan makan. Jadi, Hinata juga mengikutinya dengan melanjutkan kegiatan makannya yang tertunda. Setelah menghabiskan roti dengan enggan, Hinata mulai memakan daging yang ada di atas piring. Daging tampaknya menjadi pilihan yang lebih menyenangkan daripada roti.
.
.
Tír na nÓg
.
.
Setelah Sasuke membayar makanan untuk mereka. Pria itu menariknya keluar dari penginapan. Membawanya ke sebuah tempat yang dia yakini tempat untuk menjual baju. Sasuke bertanya tentang sebuah mantel pada penjual.
"Jika kau tidak menyukai sesuatu, kau harus mengatakannya. Paling tidak, kau bisa mengatakannya padaku. Jangan memaksakan sesuatu pada dirimu sendiri." Pria itu berucap lagi.
"Aku akan terbiasa. Memakan roti tidak akan membuatku mati." Ucapnya tenang.
Penjual kembali dengan beberapa mantel di lengannya. Sasuke meraih satu, dan Hinata terkejut ketika Sasuke meletakkan mantel pada bahunya. Pria itu menghadapkan tubuh kecil Hinata padanya. Tampak menimbang kecocokan mantel dengan sosoknya yang mungil sebelum meraih mantel lain.
Hinata hanya memandang heran pada pria di depannya. Ini agak membingungkan baginya. Terdiam menunggu pria di depannya selesai dengan menjadikannya semacam manequin hidup. Sampai Sasuke menganggukkan kepalanya ketika sebuah mantel merah marun dengan bordiran halus di pinggirannya tersampir nyaman di bahunya.
"Aku ingin kau mengatakannya padaku ketika kau mulai tidak nyaman akan sesuatu." Sasuke menyentuh bahunya. Memandang lurus pada mata lavendernya. "Kita akan menjadi teman seperjalanan. Aku tidak ingin kita menjadi canggung dan tidak nyaman."
.
.
Tír na nÓg
.
.
"Tuan..."
"Ya?"
Pria itu berjalan selangkah di depannya. Meskipun demikian, Hinata tidak merasa Sasuke meninggalkannya. Itu lebih tampak seperti Sasuke sedang menuntunnya dan berjalan mengikuti tempo kaki kecil Hinata. Beberapa kali Hinata terjatuh, namun Sasuke tetap tahu meskipun mereka tidak berjalan beriringan. Sasuke akan datang dan menolongnya kembali berdiri.
"Apakah kita akan kembali ke penginapan yang tadi?" Tanya Hinata perlahan.
"Kurasa iya."
Hinata terdiam. Dia tidak nyaman duduk di dalam tempat makan penginapan. Penghuni penginapan tampak tidak ramah di matanya. Mereka tampak garang dan membuat Hinata ketakutan. Terutama prianya. Tak segan-segan mereka memberikan pandangan tak sopan padanya. Hinata dididik dan dibesarkan dengan sopan santun yang selalu dijunjung tinggi. Lingkungannya juga bukan merupakan lingkungan toxic karena dia dikelilingi oleh orang-orang yang juga sopan. Lingkungannya tahu apa itu adat istiadat bersosialisasi dengan pantas antar manusia.
Gadis Hyuuga tidak sadar dengan sekitarnya hingga tubuhnya menabrak seseorang. Hinata agak terhuyung. Sebuah lengan langsung terasa menangkap tubuhnya. Hinata sontak mengarahkan pandangannya pada sang penolong. Sasuke sedang memandangnya.
"Jangan melamun!" Sasuke berkata dengan lembut.
Hinata berkedip kebingungan. Dia merasakan Sasuke menata tubuhnya agar bisa berdiri tegak lagi. Meskipun tangan Sasuke masih menopang bahunya.
"Oh, maafkan aku."
Sasuke mempelajarinya. Tampak tidak yakin dengan jawaban Hinata. Namun, tangannya mulai melepaskan bahu Hinata begitu pria itu yakin bahwa Hinata mampu menopang dirinya sendiri dan tidak segera jatuh ke tanah begitu dia melepaskan tangannya.
"Ada apa denganmu?"
"Aku baik-baik, Tuan."
Sasuke memandangnya skeptis. Benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan Hinata. Hinata juga sadar, bahwa kata-katanya terdengar sebagai kalimat kosong tanpa arti. Lebih mengarah kepada kebohongan daripada kebenaran. Hinata tahu, Sasuke menyadarinya.
"Tampaknya itu bukan hal sebenarnya. Dapatkah kau mengatakan kepadaku yang sejujurnya?" Tanya Sasuke kembali.
Hinata memandang sekitarnya. Mereka masih ada di pasar. Di pinggir jalan tepatnya. Orang-orang disana berjalan melewati mereka. Ngomong-ngomong, Hinata tidak pernah berada di sekitar banyak orang seperti saat ini. Apakah pasar selalu seramai ini?
Pandangannya kembali pada Sasuke yang masih menunggu jawaban darinya. Pria itu masih memandangnya. Hinata mengingatnya. Sasuke ingin dia berkata jujur.
"Aku ... tidak nyaman."
"..."
Ah Sasuke kembali tidak menjawab. Hinata menghela napasnya kesal.
"Orang-orang itu memandangku," Hinata memainkan tali mantelnya. "Orang-orang di tempat kita makan tadi."
Sasuke menganggukkan kepalanya.
"Tetaplah dekat denganku. Jangan menjauh dariku hingga kau keluar dari pandanganku." Suara Sasuke datang dengan instruksi keselamatan untuknya.
Hinata menganggukkan kepalanya. Sasuke kembali berjalan. Hinata langsung berlari mengejarnya. Begitu jarak mereka telah lebih dekat ke penginapan, reflek Hinata mendekatkan tubuhnya ke Sasuke. Dia masih tidak nyaman dengan pandangan lapar dari para pelanggan penginapan padanya.
Sasuke membawa mereka ke meja bar. Mendekat kepada pria paruh baya. Dengan mengecualikan keberadaan Sasuke dan diri sendiri, Hinata menganggap pria ini sebagai orang dengan wajah paling ramah dari semua manusia di dalam ruangan. Sasuke berbicara dengan pria itu. Mendengarkan transaksi untuk kamar yang akan mereka gunakan malam itu.
Selagi menunggu Sasuke, Hinata mengedarkan pandangannya. Tidak ada yang berubah, kecuali orang-orang di dalamnya telah berubah. Hanya tinggal beberapa. Yang mana di antara mereka terdapat sekelompok manusia tidak sopan yang tadi menatapnya. Yatta, mereka menatapkan!
Krak...
Hinata mencari suara itu. Bunyinya sangat keras di telinganya. Agak panik melihat sekelilingnya karena tidak menemukan sumber bunyi yang mengganggu telinganya. Hinata tidak menemukannya. Bahkan semua orang di sekitarnya tidak tampak terganggu. Mereka tetap melanjutkan setiap aktivitas mereka.
Krak...
Bunyi itu lagi.
Hinata menatap langit-langit. Berharap menemukan sumber suara. Namun, dia menemukan sesuatu yang di luar ekspektasinya. Tali lampu penerangan hampir terputus. Hinata terkejut. Tali tambang yang terbuat dari serat kayu hanya tersisa beberapa helai.
Sebelum Hinata dapat bereaksi, tali itu putus. Menimpa sekelompok orang yang tidak disukai Hinata. Sekelompok orang yang menatapnya dengan pandangan menghina dan tidak senonoh. Meja telah hancur berserakan. Gelas bir pecah dan menyebar ke segala penjuru. Kumpulan pria itu terpuruk. Lampu tepat menimpa beberapa dari mereka. Darah mengalir keluar dari anggota tubuh mereka. Terutama pada kepala mereka yang tampak bocor.
"Hinata..."
Hinata berjengit. Sontak menatap Sasuke yang memandangnya dengan khawatir. Sasuke tidak tampak seperti seseorang yang baru saja melihat lampu penerangan jatuh. Hinata menyapu pandangannya pada seluruh ruangan.
Semuanya normal.
Lampu penerangan masih terpasang dengan nyaman di tempatnya.
Orang-orang masih melakukan hal yang sama dengan yang tadi.
Hinata kebingungan.
Benar-benar kebingungan.
Apakah aku berhalusinasi?
Itu tampak terlalu nyata. Sangat nyata jika hanya menjadi halusinasi.
"Kau baik-baik saja?" Suara Sasuke kembali memasuki telinganya.
Hinata mengambilkan tatapannya kepada Sasuke. Menggelengkan kepalanya. "Bisakah kita menjauhi lampu itu?" Kepalanya mengarah pada lampu yang tadi dilihatnya.
Sasuke mengikuti arah pandangan mata Hinata. "Kenapa?"
Hinata melangkah lebih dekat. Meraih lengan Sasuke. Bayangan atau bukan, Hinata masih ketakutan dengan apa yang tadi dilihatnya.
"Aku takut benda itu akan terjatuh."
Sasuke mengerutkan keningnya heran. Dia memandang lampu itu lagi. "Tampaknya itu tali yang kokoh. Tidak mungkin begitu saja akan terjatuh menimpa seseorang," Ujarnya menenangkan. Hinata menggelengkan kepalanya. Sasuke menghela napas paham. "Baiklah. Kita akan menjauh," Senyum kecil terpasang di wajah manis itu. Sasuke mengayunkan kunci kamar pada Hinata. "Ayo kita naik ke atas."
Hinata mengangguk. Sasuke menuntun Gadis itu. Tangannya masih melingkari lengannya.
Ketika langkah kakinya menapaki tangga pertama. Hinata mengalihkan pandangannya kembali pada lampu penerangan. Mata peraknya membulat besar. Lampu itu sungguh-sungguh melayang jatuh.
BRAKKKKK
Suara keras terdengar ke segala penjuru ruangan. Hinata diam mematung. Teriakan dari para pelayan perempuan terdengar dengan keras.
Itu... sama dengan apa yang tadi dilihatnya. Keadaannya sama.
Hinata menggigil ketakutan. Terdiam karena keterkejutan.
"Hinata..,"
Tubuhnya digoncang perlahan. Matanya menemukan onix Sasuke yang melihatnya terkejut.
"Apa yang telah kau lihat?" Suara Sasuke tegang.
.
.
To be Continued
.
.
A/n:
Ah nikmatnya liburan...
Ini proyek sampingan sebenarnya. Tadi termasuk cerita favoritkan setelah "Bulan itu Indah Sekali, bukan?" dan "Namamu adalah mimpiku"
Aku kurang suka sama pasangan seusia, hanya ada beberapa. Sasuke x Hinata dan Shikamaru x Sakura adalah salah satunya...
Thanks buat temen setiaku yang udah ngasih ide dan membuatku menemukan plot untuk cerita ini. Karena awalnya ide cerita ini munculnya tiba2 dan langsung aku posting setelah selesai, cerita ini tidak memiliki plot yang kuat dan dasar cerita sangat lemah menurutku. Bahkan aku gak tahu harus kuapakan ini cerita, karena bener-bener mentah.
Baru beberapa hari ini, aku menemukan plot yang cukup bagus dan menemukan peran untuk Hinata kita tercinta...
Yuk balas review!
Aihime29, Awalnya Hashisaku ya kalo gak salah? Duh aku lupa hahahaa
Restia32, gracias #sendloveandhug
Guest, ayo tebak kerjaan Sasuke yukkkkk. Betul! Seratus buat kamu, ini pindah dimensi...
Yamanaka Emo, nih udah dilanjut. Maaf banget kalo lamaaaaaa
Aku minta maaf atas kekurangan fic ini,dan aku menerima kritik dan saran dari para readers…
Arigatou, minna-san…
Sign,
Teratai putih
