運命の絆 (Unmei no Kizuna)
Jujutsu Kaisen © Akutami Gege
Unmei no Kizuna © Elliz Rokuou & Chisa Fuyuki
"Tidak bisa, harus ada wali yang lebih dewasa untuk mengurus semua administrasi sekolah."
Fushiguro menatap datar sebuah map yang terbuka di atas meja, ada kerutan samar pada keningnya. Ekpresi pemuda itu tak terbaca saat dia membaca setiap kata yang tercetak dengan huruf rapi, peraturan-peraturan sekolah yang menjadi pokok permasalahannya kali ini.
"Apa Itadori Yuji memiliki saudara atau wali lain?"
Kali ini perkataan pria paruh baya di hadapanya membuat tatapan Fushiguro berpaling, matanya menatap datar tanpa riak ketika dia beradu pandang dengan kepala sekolah yang masih memberikan senyuman sopan.
"Tidak ada, hanya saya walinya."
Fushiguro dapat mendengar hembusan nafas berat keluar dari bibir pria bersetelan rapih yang mulai memberikan tatapan iba. Kali ini ekspresi Fushiguro berubah ada ketidaksukaan pada wajahnya, dia segera mengalihkan tatapan ke arah lain, asalkan tidak melihat tatapan yang paling dihindarinya.
Alis Fushiguro terangkat sebelah menatap pohon bongsai yang berada di pojok ruangan tepat di atas meja yang berada di dekat jendela lebar. Langit biru dengan riakan awan putih menjadi background yang lumayan menghibur.
"Tapi kamu pun masih pelajar."
Pandangan menajam dengan ujung-ujung mata menyipit, kekhawatiran Fushiguro menjadi kenyataan, ketika hal paling krusial dalam hidupnya menjadi masalah yang tidak dapat diubah. Seandainya saja dirinya lebih dewasa, mungkin dia akan lebih mudah untuk melakukan segalanya. Pemikiran itu terbesit dalam benak Fushiguro. Sedikit menyalahkan umurnya yang menjadi halangan, halangan yang sulit untuk dicarikan solusi.
Fushiguro tahu, dia tidaklah bodoh untuk tidak mengerti hal itu, ada beberapa hal yang hanya dapat diselesaikan oleh orang dewasa. Salah satunya menjadi wali seseorang yang masih pelajar sedangkan dirimu pun seorang pelajar. Tanpa sadar kini usianya menjadi musuh terbesar Fushiguro.
"Atau walimu dapat mewakilinya."
Perkataan itu membuat Fushiguro seketika berpaling, ada kerutan ketidak nyamanan dalam ekpresinya.
"Akan saya pikirkan." Ucapan singkat Fushiguro berikan sebagai balasan. Dia dapat melihat sang kepala sekolah langsung tersenyum lebar. Melihat itu keinginan Fushiguro untuk segera meninggalkan ruangan semakin besar, dia mulai diserang perasaan tidak nyaman.
"Baiklah. Kamu boleh pergi."
Membungkukkan badan sebagai bentuk formalitas setelahnya Fushiguro beranjak bangun dari sofa panjang yang sejak tadi didudukinya, berjalan keluar ruangan dengan langkah pelan dan segera menutup pintu ketika dia telah berada di luar ruangan. Setidaknya walaupun dia kesal, Fushiguro tidak kehilangan kesopanannya.
Tarikan nafas terdengar ketika Fushiguro menyusuri lorong kelas dengan pandangan menerawang jauh, pemuda itu tidak menyangka usahanya kali ini sama sekali tidak membuahkan hasil, padahal Fushiguro sudah sengaja membolos sekolah demi dapat datang ke sekolah Yuuji.
Tetapi masih ada cara lain bukan? dia harus mencari solusi. Selama perjalanan menuju gerbang sekolah Fushiguro melangkahkan kaki dengan berat. Seberat pemikiran yang berputar di dalam kepalanya. Apa yang harus aku lakukan? Pemikiran itu terus-menerus muncul tanpa ada solusi yang pasti. Meminta bantuan Gojo adalah pilihan terakhir yang tidak ingin Fushiguro lakukan.
"Fushi-nii!" Suara riang yang tak asing masuk ke dalam pedengarannya, Fushiguro lekas berbalik. Dan dia langsung mendapati Yuuji tengah berlari kecil sambil melambaikan tangan ke arah dirinya.
"Fushi-nii datang?"
Senyum sumringah itu hadir setiap kali sosoknya terlihat dan itulah yang membuat Fushiguro sangat menyayangi Itadiori Yuuji.
"Kenapa tidak memberi tahu aku? Apa ada masalah?"
Bibir Fushiguro tertarik alami membentuk senyum simpul, tangannya secara refleks terulur ke arah puncak kepala Yuuji yang tengah memberikan tatapan penuh kekhawatiran pada dirinya. Lembut, itu yang dapat Fushiguro rasakan saat tangannya bersentuhan dengan rambut milik Yuuji.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya ada urusan sedikit."
Fushiguro tidak suka bohong, jadi dia memberikan jawaban logis yang memang apa adanya walaupun tidak semuanya terungkap. Karena dia memang datang untuk mengurus sesuatu.
"Benarkah?" Ekspresif mungkin itu yang dapat Fushiguro tangkap ketika kekhawatiran di ekpresi Yuuji bercampur menjadi satu dengan gurat ketidakenakan akan sesuatu yang menganjal, "Bukan karena aku? Aku takut Fushi-nii dipanggil ke sekolah karena kenakalanku."
"Memangnya Yuuji berbuat salah?"
Kali ini Fushiguro melihat Yuuji menaruh sebelah tangannya di area bawah dagu, memasang pose berpikir keras. Wajah imutnya menjadi jauh lebih lucu ketika guratan di kening terlihat jelas.
"Tidak." Butuh waktu lebih dari sepuluh detik untuk Fushiguro mendapat jawaban tegas serta gelengan kuat di kepala.
"Lalu kenapa takut?"
Senyum Yuuji menular pada dirinya, Fushiguro terkikik geli saat Yuuji tersenyum lepas.
"He, he, he. Terus sekarang Fushi-nii sudah mau pergi?"
"Iya. Aku harus kembali ke sekolah."
"Hu..um… begitu. Baiklah."
"Nanti Fushi-nii akan datang lagi menjemputmu sepulang sekolah."
Rengutan muncul di bibir Yuuji menambah kesal manis di wajah polosnya, "Aku sudah besar Fushi-nii, bukan anak kecil lagi." Rengekan khas, serta ekpresi marah yang dibuat-buat membuat Fushiguro kembali terkikik geli akan tingkah imut Yuuji.
Jelas terlihat jika Fushiguro sangat merasa terhibur, "Tapi bagiku kamu masih anak kecil" Fushiguro berkata sambil mengangkat sebelah tangannya memberikan gestur tinggi badan yang hanya sebatas pinggangnya.
"Aku tidak sekecil itu!"
Sekali lagi rengekan Yuuji kembali membuat Fushiguro tesenyum lebih lebar, "Sudah sana kembali kekelasmu." Fushiguro memberikan isyarat dengan gerakan matanya, meminta Yuuji untuk segera kembali mengikuti pelajaran yang di tinggalkan pemuda itu untuk menemui dirinya.
"Hu'um, dadah Fushi-nii!"
Senyum masih melekat pada wajah Fushiguro saat dia membalas lambaian tangan Yuuji yang mulai berlari menjauh. Hingga Yuuji hilang dari pandangan senyum di wajah Fushiguro menghilang sepenuhnya. Perlahan tatapan Fushiguro beralih ke arah map kuning yang dia bawa dalam dekapan sejak dia keluar dari ruangan kepala sekolah. Matanya menajam dengan sudut-sudut meruncing, ada hal yag harus dia pikirkan baik-baik saat ini.
Sebelah tangan menyanggah dagu, pandangan lurus ke arah depan menembus kaca bening berframe besi yang mengelilingi tiap tepian jendela. Fushiguro menatap keluar kelas yang menampilkan pemandangan lapangan luas dengan beberapa siswa tengah berolahraga. Letak kelasnya yang berada di lantai atas membuat dia dapat leluasa menatap ke arah pemandangan luar tanpa tertutupi oleh pohon- pohon.
Dari arah depan sayup-sayup terdengar suara guru yang sedang mengajar di depan kelas. Bukan maksud Fushiguro untuk mengabaikan hanya pemikirannya yang masih bimbang untuk mencari jalan keluar.
Sepengetahuan Fushiguro, Itadori Yuuji tidak memiliki sanak saudara lain selain Itadori Wasuke. Orang tua Yuuji sudah meninggal sama seperti dirinya. Sehingga hanya Itadori Wasuke lah yang selama ini mengurus semua keperluan sekolah Yuuji, sedangkan untuk dirinya Gojo lah yang mengurusnya. Itu yang Fushiguro tahu sebelum dia di kejutkan oleh kedatangan seorang pria berpakaian rapih dengan rambut kuning dan kacamata bundar mengiasi wajah tegasnya. Belum lama ini orang itu juga beberapa kali menemui Fushiguro dan Yuuji di apartemennya.
"Kakak?" Dengusan kasar teralun pelan dari belah bibir yang menarik satu sudut bibir membentuk cibiran kesal. Selama ini Fushiguro tidak pernah sekalipun mendengar jika Yuuji memiliki seorang kakak bahkan dari kakek Wasuke sendiri. Lalu kini tiba- tiba orang yang mengaku sebagai suruhan sang kakak datang. Fushiguro tidak akan membiarkannya, dia tidak akan membiarkan Yuuji di bawa oleh orang mencurigakan itu.
"Menyerahkan Yuuji pada mereka. Yang benar saja."
Kehadiran orang yang kini mengaku sebagai kakak dari Yuuji jugalah yang membuat Fushiguro secara langsung meminta kepada kepala sekolah Yuuji untuk menjadi wali sah dari Yuuji setelah Itadori wasuke tiada. Tetapi ternyata hal itu tidak semudah apa yang Fushiguro pikirkan, usianya lah yang menjadi penghalang. Dia yang masih bersekolah tidaklah legal di mata negara untuk menjadi wali murid terlebih dirinya sendiri pun masih harus memiliki wali tersendiri.
"Apa aku harus benar-benar meminta bantuannya." Fushiguro mendengus saat lagi- lagi hanya meminta pertolongan Gojo lah satu-satunya jalan.
"Fushiguro Megumi!"
Tersentak kaget pada namanya yang di ucapkan secara keras, "Psst… kamu dari tadi dipanggil." Hanya lirikan melalui ujung mata yang Fushiguro lakukan saat salah satu teman sekolahnya berbisik tepat dari arah samping kanan tempat duduknya.
"Beraninya kamu melamun saat pelajaran ku. Jawab soal di depan."
Menarik nafas singkat lalu Fushiguro secara perlahan bangkit dari duduknya, berjalan tenang melewati beberapa siswa yang menatapnya dengan berbagai macam ekspresi. Tanpa gerakan berati Fushiguro mengambil kapur dan menorehkan jawaban di papan tulis berwarna hijau tua.
Tanpa berbicara Fushiguro meletakkan kapur ketempat semula setelah dia berhasil mengerjakan apa yang diperintahkan guru. Tatapannya datar saat sang guru berdehem singkat sebelum menyuruhnya kembali ketempat duduk.
"Kembali ketempat mu."
Mengangguk patuh, Fushiguro berjalan kembali kebangkunya mengabaikan tatapan kagum dari bebapa gadis yang menatap ke arah dirinya. Menyebalkan.
Bel yang berbunyi nyaring menandakan usainya jam pelajaran, tanpa menunggu kelas sepi Fushiguro bergegas meningalkan sekolah tepat sang guru melewati pintu kelas.
Suara riang serta tawa anak-anak terdengar menggemaskan saat seorang pemuda berdiri tegak tak jauh dari gerbang sekolah dasar. Senyum tersemat tipis walau begitu terpancarkan tulus yang dalam. Fushiguro terlihat sangat terhibur menyaksikan beberapa anak- anak yang berjalan melewati dirinya untuk meninggalkan sekolah.
"Fushiguro Nii- san!"
Bibir menyunggingkan senyum lebih lebar tatkala melihat binar kebahagiaan di mata yang beberapa hari lalu selalu di rundung kesedihan. Yuuji berlari menerjang dirinya dengan pelukan senang.
"Fushi-nii sudah lama menunggu ku?"
Gelengan pelan Fushiguro berikan, dan dibalas senyuman lebar dari Yuuji, "Ayo pulang." Mengulurkan tangan tepat ke hadapan Yuuji yang langsung menerimanya dengan senyum merekah.
"Kita mau makan apa?"
Pertanyaan dari dirinya membuat kerutan muncul di wajah Yuuji, anak itu terlihat berpikir keras hanya karena pertanyaan mudah darinya.
"Bagaimana kalau Fushi-nii buatkan kari?"
"Mauuuu!" Nada khas anak kecil mengalun lucu membalas pertanyaan Fushiguro, membuat pemuda itu berbinar senang ketika dia memperhatikan wajah imut Yuuji.
Setelahnya perjalanan mereka dipenuhi oleh senandungan Yuuji yang menyenandungkan kata acak menjadi alunan sebuah lagu. Langkah kaki pun terayun riang terlihat Fushiguro dan Yuuji sangat menikmati perjalanan pulang mereka.
Bias cahaya mentari sore mengiringi langkah Fushiguro dan Yuji menuju apartemen tempat mereka berdua tinggal. Sebuah plastik berisi makan malam mereka tergenggam di salah satu tangan Fushiguro sedangkan tangan yang lain dengan lembut mengenggam lengan mungil Yuuji.
Sesekali terdengar celotehan Yuuji yang bercerita tentang kesehariannya di sekolah, teman yang melakukan hal konyol, kakak kelas yang menyukai hal mistis sampai anak itu yang dipaksa untuk mengikuti salah satu ekskul olahraga.
Fushiguro masih mendengarkan dengan senyuman tak lepas di wajahnya, hingga tatapannya terfokus pada sosok tinggi yang bersandar nyaman pada mobil sedan hitam mengkilap. Tubuh atletis terbalut sempurna oleh kemeja bercorak serta jas putih bersih. Kedua kancing bagian atas dibiarkan terbuka hingga memperlihatkan kulit putih bersih tanpa cacat.
Seketika Fushiuro menghentikan langkahnya, tanpa sadar gengaman tangannya pada pergelangan tangan Yuuji mengerat. Tatapan mata Fushiguro menajam beberapa mobil berbaris rapih menutupi jalan sempit menuju apartemennya.
Matanya fushigurro semakin menajam saat tatapan dirinya beradu pandang dengan mata di balik kaca mata bundar gelap. Fushiguro membawa Yuuji ke balik tubuhnya saat sepasang kaki beralas pantofel hitam berjalan mendekat. Beberapa orang yang sejak tadi berdiri di samping kanan kiri orang itu pun mengikuti tepat di belakang tubuh sang pria.
"Keputusanmu. Sudah mencapai hari akhir."
Fushiguro tahu maksud dari perkataan singkat pria yang kini hanya berjarak beberapa langkah dihadapannya. Orang itu yang meminta Fushiguro untuk menyerahkan Yuuji, dia hanya diberi beberapa waktu untuk bersama Yuuji sebelum dia harus menyerahkan Yuuji. Seandainya Fushiguro bisa menjadi wakil resmi dari Yuuji mungkin dia akan lebih mudah untuk tidak membiarkan orang yang mengaku bawahan dari kakak Yuuji membawa Yuuji pergi.
Fushiguro menggigit bagian dalam muutnya sambil mencari cara untuk melarikan diri, sampai kapanpun dia tidak akan menyerahkan Yuuji pada orang itu. Tidak akan pernah.
"Serahkan Yuuji padaku."
"Tidak akan." Nada tegas dan tatapan tajam yang serupa Fushiguro berikan sebagai jawaban, tubuhnya semakin menutupi Yuuji menyembunyikan anak lelaki itu dengan sempurna di balik tubuh. Gestur protektif yang terlihat sangat jelas.
"Dasar bocah tidak tahu diri." Umpatan datang dari beberapa sosok yang berbaris rapih di balik sosok pria berjas putih. Tubuh kekar dengan wajah sangar menatap dirinya tajam bagai mangsa yang siap kapan saja untuk diterkam. Satu, dua, tiga. Hitungan mulai Fushiguro lakukan sambil diam-diam memperhatikan berapa jumlah musuh yang ada di hadapannya.
"Jangan salahkan aku jika harus menggunakan kekerasan."
Tanpa sadar Fushiguro bergerak mundur selangkah, tetapi mata pemuda itu masih tetap waspada menatap ke arah depan.
"Serang."
Satu orang berpakaian seragam hitam maju memberikan beberapa pukulan yang bisa dia hindari dengan gerakan cepat, sekali lagi pukulan datang dari arah kanan Fushiguro menangkisnya dengan punggung tangan lalu memberikan tendangan yang langsung membuat pria bertubuh kekar itu terdorong beberapa langkah kebelakang.
"Kurang ajar!"
Meludah dengan noda darah di atas tanah, melihat ekpresi tidak terima dari pria di hadapannya membuat seringai muncul di wajah Fushiguro. Walaupun terlihat tidak tangguh tetapi Fushiguro memiliki sedikit kemampuan bela diri yang pernah dia pelajari sesaat semasa dia mengikuti ekskul taekwondo di sekolah.
Kali ini serangan itu datang lebih banyak dari sebelumya, tiga orang bahkan lebih mulai datang menyerang tidak peduli dengan dirinya yang semakin kewalahan menghadapi mereka secara bersamaan. Fushiguro bahkan telah beberapa kali terkena pukulan di area wajah dan tubuhnya karena tidak dapat menghindar.
"Fushi-nii! Awas!"
BUK
BRAK
Serangan itu datang secara tiba-tiba dari balik tubuhnya. Seorang bertubuh besar dengan balok kayu di tangan memukul punggungnya hingga Fushiguro tersungkur di atas tanah. Masih tidak cukup, pria itu segera menarik belakang baju seragamnya dan serta merta melempar tubuhnya yang sudah tidak berdaya hingga berbentunturan dengan tembok pembatas apartemen.
"UHUK."
Liur bercampur darah segar mengalir deras menuruni sudut bibir yang robek. Setelah Fushiguro mendapat serangan yang tidak berperasaan secara bertubi- tubi.
"FUSHIGURO NII- SAN!"
Fushiguro berusaha memusatkan pandangan pada Yuuji yang berlari mendekatinya dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"FUSHI-NII."
Lirihan beserta air mata mulai menuruni pipi gembil dengan lemak bayi yang masih tersisa. Perlahan sebelah tangan Fushiguro terangkat mengelap aliran air mata yang membasahi wajah Yuuji.
"Jangan nangis." Fushiguro tidak dapat menyembunyikan getaran dalam suaranya, rasa perih di bagian tubuhnya membuat ringisan tidak dapat di hindari.
"Yuuji percayalah pada Fushi-nii kan." Menatap dengan senyum yang menenangkan, Fushiguro berharap Yuuji tidak terlalu merasa bersedih dan khawatir.
"Hikz.. iya…..hikz."
Saat mendapatkan jawaban disertai sesunggukan, Fushiguro langsung membawa Yuuji kedalam gendongannya dengan gerakan tak terbaca dia segera berdiri dan melangkahkan kaki menjauh dari orang-orang yang sejak tadi menyerang dirinya.
"Berengsek! Tangkap mereka!"
Fushiguro beraling tatapannya beradu pandang dengan mata di balik lensa hitam, hanya sesaat setelahnya Fushiguro segera memfokuskan pandangan ke arah depan tanpa mempedulikan orang-orang yang menyerangnya tadi mulai berteriak marah dan mengikutinya dari belakang.
"KEJAR MEREKA! JANGAN SAMPAI LOLOS!"
Fushiguro memacu kedua kakinya untuk terus berlari, melewati pertokoan sepi menuju jalan raya yang agak ramai. Pemuda itu sengaja mencari jalan ramai agar para pengejarnya mengalami kesulitan. Dengan gesit Fushiguro melewati beberapa pejalan kaki yang berlalu-lalang dengan Yuuji dalam dekapan pemuda itu.
"YA! JANGAN KABUR!"
"BERHENTI!"
Tanpa menghiraukan teriakan yang masih bersusul-susulan di belakang tubuhnya Fushiguro terus memacu langkahnya. Deru nafas terdengar kencang beradu dengan langkah kaki yang berderap cepat. Lari dan terus berlari. Fushiguro menggertakan gigi saat dia merasakan genggaman erat pada belakang bajunya. Dia mengerti Yuuji pasti merasa sangat takut saat ini. Demi Yuuji, Fushiguro tidak akan menyerah dia akan membawa Yuuji bersamanya apapun yang terjadi.
Pandangan Fushiguro menyipit, tempat yang sepi berada di ujung gang membuatnya menentukan pilihan. Melirik kebelakang untuk memastikan pengejarnya tak mampu mengikuti mereka Fushiguro memutuskan untuk bersembunyi.
"Yuuji kamu tidak apa- apa?" Dengan perlahan Fushiguro menurunkan Yuuji yang sejak tadi menyembunyikan wajah pada pundaknya, berjongkok menyamai tinggi badan mereka. "Yuuji." Nada lembut Fushiguro gunakan agar yuuji mau menatap kearah dirinya.
Perlahan wajah Yuuji mendongak, air mata masih membasahi pipi melihat itu Fushiguro menyunggingkan senyum maklum, "Tidak apa-apa kita sudah aman."
"Ta… pi Fushi-nii… terlu..ka."
Elusan pada tepi bibirnya yang robek membuat Fushiguro tersadar akan rasa perih yang terlupakan.
"assh…" Ringisan pelan langsung di tutupi dengan senyuman menenangkan. "Tidak apa- apa. Aku baik- baik saja ini hanya luka kecil. Yuuji tidak ada yang sakit kan?"
Gelengan pelan yang Yuuji lakukan sudah cukup membuat Fushiguro membuang nafas lega, "Syukurlah."
"Disini kalian rupanya."
"Shit!"
Tanpa sadar Fushiguro mengumpat, saat dia mendapati pria tinggi yang dia ketahui bernama Nanami Kento berdiri menjulang di hadapannya. Fushiguro buru-buru bangun dan kembali membawa Yuuji kedalam dekapannya. Kewaspadaanya semakin meningkat kala orang-orang berseragam hitam mulai berdatangan dan kembali membentuk brikade agar dirinya tidak punya kesempatan untuk lari.
Sialan!
Dalam hati Fushiguro berteriak kesal mentap tajam sosok yang masih menatap datar ke arah dirinya. Diam-diam Fushiguro melirik celah kecil yang mungkin dapat dia gunakannya sebagai kesempatan untuk melarikan diri.
"Tidak ada tempat untuk melarikan diri."
Fushiguro menatap dengan ujung mata meruncing ketika pria di hadapannya dapat membaca jalan pikirannya.
Sial. Bagaimanapun dirinya harus bisa kabur. Fushiguro masih menatap tajam ke arah depan, walaupun seperti itu dekapannya pada tubuh Yuuji semakin mengerat. Gigi Fushiguro saling beradu membuat geraman marah penuh ketidaksukaan. Kali ini Fushiguro mulai memberikan perlawanan sebagai pertahanan diri.
"Fushiguro Megumi. Serahkan adikku."
Nada britone tetapi sangat halus menyebutkan namanya, Fushiguro mengalihkan pandangan dia melihat orang- orang berseragam jas hitam berpindah tempat membuka jalan tepat di tengah-tengah. Sesosok pemuda berjalan mendekat. Baju kimono dengan corak unik berkibar, warnanya yang merah mencolok sangat kontras di kegelapan gang yang minim penerangan. Senyum di wajah pemuda tidaklah ramah dengan tarikan di salah satu tepi bibir membentuk seringai tipis, tetapi tetap tidak melunturkan pesona dari pemuda yang memiliki wajah sangat mirip dengan Yuuji.
Fushiguro bahkan berpikir jika Yuuji dewasalah yang kini berdiri tepat di hadapannya. Fushiguro masih tidak bergerak saat sebuah tangan terulur memegang wajahnya tepat di bawah dagu.
"Ikutlah bersamaku."
Berkedip dua kali, Fushiguro semakin dibuat terpanah ketika wajah yang berjarak dekat dengannya menyeringai dengan ekpresi yang sulit diartikan.
Glosarium:
Kari atau yang dikenal di indonesia sebagai kare adalah nama untuk berbagai jenis hidangan berkuah yang dimasak dengan rempah-rempah hingga mempunyai cita rasa tajam dan pedas.
Author Note:
Terima kasih kepada Putriknanti dan Zelda yang telah mereview chapter pertama dari Unmei no Kizuna.
Karena review dari kalian saya yang malas ini jadi semangat untuk melanjutkan.
Fic ini merupakan karya kolaborasi saya dengan Chisa jadi kalau ada gaya penulisan yang berbeda di setiap chapternya harap dimaklumi.
Kritik dan saran diharapkan untuk membuat fic ini jadi lebih baik lagi. Sampai jumpa di chapter berikutnya.
