'Apa yang salah selama aku hidup?'
'Apa aku bisa hidup lebih baik dari hidupku sekarang kalau aku tidak membuat banyak kesalahan?'
Pikirku saat menatap langit-langit kamarku, saat ini aku berusaha untuk tertidur namun pikiranku masih melayang-layang bebas.
'Sebaiknya aku tidur, besok jangan sampai aku terbangun seperti kemarin'
Pikirku sambil membiarkan alam mimpi membawaku terbang bebas.
-0-
An Angel wish for him
Sudah terhitung dua hari aku tiba di rumah nii-san dan dia masih terlihat tidak menerima kehadiranku disini.
Aku sedikit sedih dengan kenyataan kalau nii-san membenciku dan okaa-san.
Walau aku tahu aku hanyalah adik tirinya tapi setidaknya aku ingin sekali membuatnya bisa menerimaku apa adanya .
Hari ini adalah hari kerja Nii-san, aku tidak tahu harus melakukan apa jadi aku pertama mulai memasak sesuatu untuk sarapan Nii-san.
'Hufh...hufh...'
Aku sedikit lelah saat membersihkan dapur setelah selesai masak untuk nii-san. Saat ku lihat jam dinding yang menunjukkan pukul 7.15 aku langsung berjalan kearah kamar Nii-san berharap ia telah terbangun dari tidurnya.
"Nii-san..."
Aku mengetuk pelan pintu kamar namun tidak mendapat respon apapun. Sedikit ragu aku mulai membuka pintu kamar, Nii-san masih tertidur pulas di kasurnya. Mungkin lelah dan stress akibat pekerjaannya membuat dia sulit bangun
Setelah membuka tirai jendela aku mulai membangunkan Nii-san.
"Nii-san... bangun, sudah pagi"
Aku berusaha selembut mungkin membangunkan Nii-san namun ia masih menolak untuk bangun.
Saat aku mencoba kedua kalinya Nii-san langsung terbangun dan membentakku dengan amarah yang terlihat jelas di wajahnya.
'N.. nii-san...'
Aku takut, Nii-san marah. Dia marah padaku
Tanpa sadar aku mulai menangis karena ini pertama kalinya aku di bentak.
Nii-san meminta maaf namun perasaan takut ku padanya masih belum hilang sama sekali seolah-olah aku menghadapi seseorang yang sangat membenciku.
Bahkan saat kami sarapan pagi, Nii-san masih tidak mau berbicara padaku bahkan saat ia siap berangkat kerja ia masih tidak berbicara padaku.
Aku sedikit sedih namun hal berikutnya yang Nii-san lakukan padaku membuatku sedikit terkejut. Ia mengelus kepalaku lagi dengan lembut dan tersenyum halus, ini kali pertamanya aku melihat sisi lain Nii-san yang belum ku lihat selama aku disini.
Seperginya Nii-san dari rumah aku hanya bisa terdiam menatap pintu yang telah tertutup.
Nii-san nampaknya terlalu banyak pikiran akibat pekerjaannya, aku semakin merasa bersalah karena merepotkan dia.
Yang bisa aku lakukan saat ini hanyalah membantunya dari rumah, dengan membersihkan rumah ini dan menyiapkan makanan dan menyambutnya saat dia pulang.
'Berhati-hatilah di jalan. Nii-san'
Ucapku dalam hati saat melihat melalui jendela suasana kota Tokyo yang ramai ini.
Bersih-bersih dan menyingkirkan pakaian kotor dari kamar nii-san adalah hal yang ku lakukan. Walau aku merasa sedikit bersalah karena masuk kedalam kamar nii-san tanpa seizinnya tapi aku harus melakukan ini demi mengurangi beban nii-san.
Waktu perlahan mulai berganti dan saat aku menatap ke jendela dimana suasana sore senja menandakan sebentar lagi malam akan tiba aku mulai menyiapkan beberapa hal untuk ku masak nanti.
Nii-san pulang sekitar jam 10 malam jadi aku masih punya waktu beristirahat dan membersihkan diriku sebelum belajar sebentar tentang topik ujian yang akan muncul di ujian masuk SMA nanti.
Malam pun datang dan jam terus berjalan, aku berusaha fokus ke pelajaranku namun hatiku masih tidak tenang.
Melihat jam sudah menunjukkan pukul 9 aku mulai bersiap-siap memasak.
Cukup menyenangkan memasak dengan bebas karena hanya itulah hobiku
Aku memasak dengan tenang hingga tanpa sadar jam sudah menunjukkan pukul 10.
Semua sudah selesai, 'Nii-san sebentar lagi pulang' Pikirku sambil duduk di meja makan menunggunya dengan sabar.
'...'
Nii-san belum sampai namun aku masih terus menunggunya
'Nii-san...'
Sedikit perasaan kantuk mulai menyerangku, aku berusaha melawan rasa kantuk namun tanpa ku sadari aku tertidur di meja makan.
"urgh... Nii-san"
Aku tak tahu apapun yang ku tahu aku tertidur karena lelah.
-0-
Pagi datang dan aku uniknya bisa terbangun sendiri kali ini.
Saat aku menatap jam alarm yang menunjukkan pukul 08.00 saat itu juga aku langsung bangkit dari kasurku.
Berjalan kearah pintu dan menatap ke ruang tamu yang ternyata telah rapih duluan membuatku langsung sadar kalau bocah itu mungkin telah bangun duluan sebelum aku.
Saat aku tak melihat dimana dia berada, aku langsung beranggapan kalau anak itu mungkin di kamar mandi, agar tak berhadapan dengan dia aku mulai menyiapkan sesuatu yang hangat untuk di minum.
'Baru kali ini aku bisa terbangun jam segini'
Ucapku saat menyiapkan dua cangkir dan menuangkan teh yang telah aku masak.
Tepat saat aku selesai membuat teh dan meletakkannya di meja, seorang gadis remaja mungil cantik dengan rambut putih panjang terlihat keluar dari kamar mandi dengan pakaian rumah.
"N...N...Nii-san... m..maaf b..biar aku siapkan makanan sebentar"
Dia langsung panik ketika melihatku yang duduk menyeruput teh di meja, "Tunggu, Marina. Kemari"
Ucapanku langsung membuatnya terhenti dari ingin memasak sesuatu. Ia berjalan dengan gugup sedikit takut kearahku melihatnya seperti itu aku hanya menghela nafas panjang.
"Dengar, kau jangan terlalu kaku di depanku. Aku tahu aku pernah membentakmu tapi bukan artinya aku membencimu, apa kau mengerti?"
Marina hanya mengangguk dari wajahnya aku menduga kalau dia masih takut-takut padaku.
"Sini, duduk. Aku baru membuatkan teh untukmu"
Ucapku sambil mengarahkan teh kearahnya. Marina menuruti perkataan ku dan dia duduk di sebrang ku dalam diam.
Keheningan ini cukup aneh namun aku tidak membencinya.
Aku dan Marina tetap diam menyeruput teh dan setelah beberapa saat Marina dan aku mulai membuat sarapan dalam diam tanpa ada sepatah kata pun dari kami berdua.
"..."
Aku melirik kearah Marina yang duduk di sebrang ku dengan sarapan yang telah selesai kami buat berdua.
"Ada apa? Apa ada yang ingin kau katakan?"
Tanyaku namun Marina hanya menggelengkan kepalanya seolah ia ragu-ragu ingin mengatakan apa yang ingin dia katakan.
Aku mulai bersiap berangkat kerja dan Marina masih berdiri di belakangku diam tak bersuara saat aku selesai memakai sepatuku. Melihatnya tetap diam aku mulai merasa kesal dan langsung mendekatinya
"Apa ada yang mengganggu mu? Katakan, jangan terdiam seperti itu, aku tak akan pernah tahu ada apa kalau kau tak berbicara"
Ucapanku mungkin terdengar sedikit kasar namun karena lingkungan kerja yang selalu menuntut ku untuk seakurat dan se-efektif mungkin membuat kosa kata ku semakin berantakan
"T...tidak ada... n..."
"Oh? Ya sudah, kalau begitu aku pergi"
"uhum"
-0-
Di kantor seperti biasanya aku mengurus di bagian keuangan seperti pengeluaran dan pemasukan namun entah kenapa pikiranku tak bisa tenang.
'Haah...'
Aku mendesah saat melihat total pengeluaran kantor ini yang sangat berlawanan dengan pemasukan, di bulan ini kantor mengalami defisit dan ini terus terjadi selama 2 bulan berturut-turut.
Yang aku takutkan jika ini berlanjut maka perusahaan ini bisa saja gulung tikar.
'Apa yang harus aku lakukan?'
Pikirku, namun setelah mempertimbangkan bagaimana perusahaan ini memperlakukan kami, aku mulai ragu ingin membantu perusahaan ini.
'Saham juga anjlok dan ini di perparah dengan staff kami yang semakin sedikit. Jika ini terus berlanjut akhir dari perusahaan ini hanya tinggal hitungan bulan'
"Apa kau baik-baik saja?"
Rekan kerja di sebelahku tiba-tiba berbicara padaku setelah aku mendesah panjang akibat laporan keuangan ini.
"Murata-san, apa yang kau lakukan jika tiba-tiba keluargamu menyuruhmu menampung keluarga mu yang tak pernah kau temui selama bertahun-tahun?"
"Huh? Apa kau mengalami hal itu?"
"Kurang lebih ya"
"Jadi? Apa yang salah? Apa kau tidak suka dengannya?"
"Bukan masalah tidak suka"
"Lantas?"
"..." Aku terdiam sejenak menatap jendela sebelum mendesah berat. "Aku sudah beberapa tahun tak pulang ke rumah. Karena perselisihan dengan keluargaku, jadi, tiba-tiba aku mendapatkan informasi kalau aku punya adik perempuan tiri dan dia datang..."
Murata-san hanya diam mendengarkan ku berbicara
"Jadi, aku sedikit tersinggung soal hal mendadak ini. Terlebih lagi anak itu harus tinggal bersamaku"
"Apa kau merasa terganggu dengan dirinya?"
"... entahlah, aku tak tahu"
"Jadi? Apa yang menjadi masalah dengan dia? Apa dia merepotkan mu?"
"... Bukan merepotkan juga sih, lebih tepatnya aku hanya sedikit aneh saja."
"hehehe"
"Apa ada yang lucu?"
"Bukan, hanya saja baru kali ini aku melihatmu berekspresi seperti itu"
"Hey apa kau menghinaku!"
"Hehehe... Dengar, Yakusawa-san. Terkadang memang sulit menerima seseorang di lingkungan nyaman mu. Tapi bukan berarti kau harus terlalu waspada dengan dia, cobalah buka sedikit penjagaanmu dan lihat sekeliling mu, mungkin saja kau akan menyadari sesuatu"
Ucap Murata-san sambil tersenyum namun entah kenapa pandangan matanya terlihat menatap kearah lain yang aku tak tahu apa itu.
Aku kembali menyandarkan diriku sepenuhnya di kursi kerjaku sambil menghela nafas yang entah ke sekian kalinya dalam sehari.
"Mungkin kau ada benarnya"
Murata-san kembali melanjutkan pekerjaannya setelah mengangguk setuju denganku, sementara aku hanya diam menatap layar monitor dengan tumpukan pekerjaan yang masih banyak
'Apa mungkin dia takut denganku karena aku terlalu menjaga jarak dengannya?'
Pikirku saat membayangkan seseorang tertentu
Jari-jari ku membawa tanganku kembali ke keyboard dan kembali bekerja menyelesaikan apa yang ada. Aku terus bekerja hingga waktu berjalan tanpa aku sadari sama sekali
'...'
Pikiranku kembali terbayang dimana dia tertidur menungguku pulang, terdengar sepele namun melihat hal itu untuk pertama kalinya entah kenapa perasaan hangat menyelimuti pikiranku.
Aku tak ingin pulang larut
Aku harus menyelesaikan pekerjaan ini
Itulah yang terucap di kepalaku berulangkali
Siang hari berganti senja dan senja pun mulai berganti malam. Suasana terang lampu menyinari ruangan kantor ini, aku sendirian yang lain sudah pulang duluan karena pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk membuat ku harus sedikit lebih lama disini
'...'
"Jam 10? lumayan cepat juga hari ini"
Pikirku saat melihat jam, normalnya aku baru selesai mengerjakan ini jam 11 malam namun entah kenapa aku bisa menyelesaikannya lebih cepat dari biasanya.
Saat aku bergerak pulang, langkah kakiku sedikit terhenti di depan sebuah toko. Toko roti yang masih buka
'... Perlukah aku...'
Aku berpikiran kalau memberikan dia hadiah kecil mungkin bisa membuatnya sedikit terbuka denganku, tapi apa ini saja cukup?
"Selamat datang, tuan. Apa ada yang bisa kami bantu?"
Ucap seorang pramuniaga wanita yang menyambutku saat masuk kedalam toko.
"Uh... Aku mau lihat kue ini, apa ini di sukai gadis remaja saat ini?"
Aku langsung bertanya padanya, entah kenapa pertanyaan ku justru membuat dia menatapku dengan tatapan aneh.
"M...maaf pak, apa anda berpacaran dengan gadis SMA?"
Oh jadi itu... Dia menatapku ragu-ragu kemungkinan berpikiran kalau aku memiliki pacar remaja yang sangat jauh dari usiaku.
"Bukan pacar nona, tapi dia adik Perempuanku. Aku mencari hadiah untuknya"
"Oh!"
Nona itu langsung bersemangat dan menyeretku memilih roti yang tepat menurutnya.
Jujur aku tak mengerti sama sekali mengenai itu, tapi aku memilih ikut saja keinginan yang menurut nona ini adalah yang palingan terbaik.
Selesai belanja hadiah kecil untuknya, aku berjalan ke parkiran mobil dimana aku parkirkan tadi.
aku berusaha menjaga roti ini agar tidak rusak.
'Kuharap dia suka ini'
Pikirku saat menatap roti dalam kotak yang ku siapkan untuknya.
Saat tempat tujuanku terlihat, aku memarkirkan mobil dan berjalan kearah istanaku.
Tempat dimana aku menghabiskan waktuku sendirian selama beberapa tahun
"Aku pulang"
Ucapku saat masuk ke rumah.
"Selamat datang, Nii-san"
Ucap suara lembut yang datang dari dalam rumah, sosok gadis remaja mungil cantik dengan rambut putih panjang terlihat di depanku. Dia mengenakan baju rumah dilapisi apron biru yang membuatnya terlihat sangat cocok dengan pakaian itu.
Gadis itu tersenyum kaku terlihat masih takut-takut padaku.
Aku mendekat kearahnya setelah melepas sepatuku, saat aku sudah di depannya aku meletakkan satu tanganku di kepalanya dan mulai mengelus pelan rambutnya yang halus.
"Hyah"
Pekikan kecil terdengar saat aku mengusap rambutnya, wajahnya memerah saat aku tersenyum padanya.
"Terima kasih karena menyambutku. Ini hadiah untukmu karena kau lulus SMP, maaf kemarin aku sedikit kasar padamu. Aku hanya bingung harus berbuat apa, bukan artinya aku membencimu, jadi jangan terlalu sungkan denganku"
"hua...hua..."
Marina memerah mengangguk dalam diam saat aku mengelus kepalanya. Entah kenapa perasaan nostalgia mulai masuk ke ingatanku seolah-olah aku pernah melakukan ini.
"Ayo kita masuk, aku lapar"
Ucapku dengan lembut padanya berusaha bersikap sebaik mungkin padanya.
"Y...Ya! A...a...aku sudah... m..membuat sesuatu!"
Marina langsung salah tingkah dan berlari ke ruang tamu dimana ia menyiapkan makanan yang telah di masaknya, melihatnya dari kejauhan aku tak bisa menghentikan senyuman di wajahku.
Memang benar aku senang hidup sendirian namun bukan artinya aku ingin selalu sendirian.
Itulah perasaanku yang sesungguhnya.
"N...Nii-san..."
Di meja makan Marina menatapku dengan gugup.
"HM?"
Dia menatapku langsung sebelum ia merilekskan ekspresi wajahnya dan menunjukkan senyuman sebenarnya darinya.
"T...Terima kasih, Aku senang Nii-san tidak membenciku"
Aku tersenyum memejamkan mataku membiarkan teh hangat ini menghangatkan tubuhku.
"Tidak, itu tidak masalah"
"..."
"hehehe...hehe"
Kami berdua tertawa lepas di meja makan menikmati malam ini dimana Marina adik tiriku bisa mengekspresikan dirinya lebih bebas
