"Hahh... hah..." Harry mencoba untuk mengatur napasnya. Namun semua itu terasa sia-sia. Tenaganya benar-benar terkuras habis setelah melarikan diri sejauh dan secepat mungkin dari dua saudara kembar Weasley yang nyaris memperawaninya di koridor sekolah.
Harry sudah hilang akal sejak seragam kaosnya dibuka dan dadanya dijilati oleh George. Belum lagi tangan nakal Fred yang terus mencoba menusuk-nusuk belahan pantatnya yang masih terbungkus celana. Hell, Harry akui percintaan sesama jenis itu sudah bukan hal tabu lagi di dunia sihir. Tapi tetap saja, dicumbu oleh temanmu sendiri itu terasa aneh, oke?
Saat ini, remaja bermanik emerald kebiruan tersebut berjalan mengendap-endap di lorong sekolah yang tampak sangat sepi.
Sial, dia masih tidak habis pikir kenapa orang-orang di sekitarnya mendadak jadi aneh.
"Mr. Potter, apa yang kau lakukan?"
Deg! Itu suara Profesor Snape!
Dengan secepat kilat ia menoleh, mendapati sang guru ramuan tengah menatapnya curiga. Damn, kenapa harus Snape yang muncul?!
"Em... nothing, sir."
Oh Tuhan, jelas sekali ia tengah berbohong. Memang, ia akui jika dirinya sangat lemah dalam berbohong.
Severus sendiri tampak memasang raut masamnya. Oke, orang tua yang satu itu memang selalu bertampang masam jika berhadapan dengan Harry, tapi kali ini lebih masam 3 kali lipat!
"Bukan kah kau seharusnya mengerjakan detensi yang kuberikan?" suara bariton khasnya mengalun dengan penuh kecaman.
"A-aku seda-"
"Kau belum mengerjakannya, benar?"
Harry hanya mampu menelan ludah.
"Ck. Apa kau harus selalu diawasi agar dapat mengerjakan hukumanmu?" Severus mendecih. "Ikut aku ke ruanganku. Kuberi kau waktu 1 jam untuk menyelesaikan hukumanmu, Mr. Potter."
Tanpa banyak bicara lagi, Severus segera beralih dan berjalan meninggalkan Harry yang masih setia bertampang cengo.
KESIALAN APA LAGI INI?!
MAMAKKK, ANAKMU MAU LANGSUNG KAWIN AJA UDAH, HARRY CAPEK SEKOLAH MAK!!
Begitulah isi hati seorang Harry James Potter saat ini.
Meski begitu, ia tetap saja mengikuti langkah kaki sang profesor. Meski diiringi dumelan di setiap langkahnya.
"Kerjakan sekarang. Aku tidak akan memberi penambahan waktu."
Harry merengut. Ingin sekali rasanya mengutuk guru kampretnya yang satu ini. Tapi apa boleh buat, Harry kan anak baik-baik, mana berani dia begitu.
/pret
Harry akhirnya duduk di sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan Severus. Ia mengerjakan di satu meja yang sama dengan sang guru. Membuat perasaannya tidak enak karena mata elang itu terus saja mengawasi setiap inci tubuhnya.
15 menit mengerjakan. Severus bangkit dari duduknya. Tubuh berbalut pakaian serba hitam itu mendekat kepada yang lebih muda, menunduk dan memperhatikan setiap kata yang tertulis dalam kertas.
Mungkin, bukan hanya kata yang ia perhatikan.
"Apa yang kau gunakan, Potter?"
Jujur, Harry sedikit merinding. Pasalnya, bibir Severus berada tepat di samping telinganya, hanya berjarak 1 cm. Jelas saja bila napas dan suara yang lebih dewasa itu terasa sangat jelas di kulitnya.
"A-apa maksud anda, Profesor?"
Severus mengendus bagian telinga hingga tengkuk sang murid, entah apa yang ingin ia cari.
"Kau menggunakan potion love. Siapa yang akan kau rayu, murid nakal?"
Harry semakin merinding. terutama ketika tangan Severus sudah menjalar hingga ke bagian perutnya. Ia juga mengecup telinga Harry sensual.
Oh tidak, jangan lagi.
Ketika Harry mencoba memberontak, tangannya justru tidak sengaja mengenai benda keramat yang berada diantara kedua kaki sang guru.
Besar dan mengembung.
Oh demi rambut kriwil-kriwilnya Sirius, Harry belum pernah merasa setegang ini sebelumnya. Rasanya ia ingin menguburkan diri sesegera mungkin.
Setelah diam cukup lama, Severus akhirnya kembali membuka mulut. "Sepertinya hukumanmu harus kutambah, Mr. Potter."
Gulp!
"A-aku ti-tidak—"
"Aku tidak membutuhkan alasan, Mr. Potter." Pria berambut sebahu itu mendekat, mengurung Harry yang masih terduduk sambil berkeringat dingin.
Harry tidak mampu berkata. Bahkan ketika bibir plum kebanggaannya bertemu dengan bibir tipis sang guru, ia masih diam 'tak berkutik.
Severus mengangkat tubuh yang lebih kecil darinya untuk berdiri, dan menukar posisi mereka, sehingga kini Harry berada di pangkuan pria tersebut.
Kedua lengan kecil Harry berada di antara dadanya dan dada Severus, sesekali meremas kuat kemeja hitam yang selalu digunakan gurunya, terutama ketika pria itu mulai bermain dengan lidah.
Di sela-sela ciuman mereka, Severus berujar, "Kau tahu... menggunakan ramuan tanpa izin merupakan pelanggaran... dan kau hahh... harus menerima hukumanmu... anak nakal."
Tak ada balasan yang keluar dari mulut Harry selain lenguhan beserta desahan kecil yang tidak pernah dapat ia tahan. Harry bahkan nyaris kehilangan kesadarannya bila peliharan besar milik Severus tidak menusuk pantat sekalnya dari balik celana.
Setelah ia sadar, ia segera mendorong kuat tubuh yang lebih besar dan keluar dari ruangan tersebut sambil terus berlari secepat yang ia bisa.
Sialan, kenapa semua peristiwa ini terjadi secara beruntun? Pertama Malfoy, lalu si kembar Weasley, dan sekarang gurunya sendiri?! Guru yang paling ia benci?!
Karena semua kejadian itu ia terpaksa merasakan sesak di bagian selatannya. Oh God, ini buruk. Sangat buruk. Hari ini ia sudah 3 kali nyaris kehilangan keperawanannya, dan itu membuat Harry hampir gila!
Melihat ruang kesehatan berada di ujung sana, Harry pun tanpa ragu segera memasukinya. Ruang kesehatan hari ini tampak sangat sepi. Tidak ada pasien sama sekali. Bagus, ia bisa menenangkan dirinya untuk sementara.
Prank!
Harry terlonjak. Jantungnya nyaris berpindah ke lambung. Ternyata ruangan ini tidak kosong, ia baru menyadari sosok lain yang berada di pojok ruangan tengah menunduk mengambil barang yang baru saja ia jatuhkan.
Jika dilihat dari postur dan seragam asramanya, Harry tahu siapa orang ini.
"Cedric?"
Yang dipanggil menoleh. Ah, ternyata benar, itu Cedric Diggory. Seniornya yang berada di asrama Hufflepuff. Pangeran Hogwarts yang terkenal ramah dan memiliki banyak penggemar.
"Harry?" Cedric sepertinya sadar kemana arah pandang Harry saat ini, ia pun berdehem. "A-ah maaf, aku sedang mencari plester dan tak sengaja menjatuhkannya."
"Biar kubantu."
Cedric tidak menolak. Karena jujur saja, ada banyak obat yang sekarang berceceran di lantai akibat ulahnya barusan.
"Thanks."
Cedric membereskan botol-botol obat dengan cepat. Sesekali menggosok hidungnya ketika mencium sesuatu yang aneh.
Aroma apa ini? pikirnya. Ini bukanlah aroma aneh yang menjijikkan, malah aroma ini terasa sangat menggoda. Ia bahkan tidak tahu harus mendeskripsikan seperti apa. Yang pasti, aroma ini sangat manis.
Cedric tidak bodoh untuk menyadari bila aroma ini baru muncul setelah kehadiran Harry.
"Kamu menggunakan parfum yang bagus, Harry."
"Thanks. Sejujurnya ini parfum Ron, aku hanya meminjamnya." Menghabisinya mungkin, ralat remaja tersebut dalam hati.
"Dia punya selera yang bagus."
"Begitulah."
Tidak lama, mereka pun selesai membereskan masalah obat. Harry dan Cedric berdiri sebelahan, memandang lemari obat di hadapan mereka dengan puas.
"Harry."
Menatap bingung, "Ya?"
Telunjuk Cedric seolah memberi tahu sesuatu. "Bulu matamu jatuh."
Harry sedikit mengerjap kaget, namun tangannya sejara reflek mencari dimana letak keberadaan bulu mata yang jatuh itu.
"Bukan di situ... em sini." Lengan kekar Cedric bergerak maju, mengambil sehelai bulu mata lentik yang jatuh pada bagian bawah kelopak matanya.
Di saat itu pula, Cedric tiba-tiba merasakan sesuatu. Jantungnya mendadak berdetak lebih cepat dari biasanya. Indera penciumnya seolah diblok oleh aroma manis yang kini ia tahu berasal dari parfum Harry. Belum lagi perutnya seolah diisi oleh ribuan kupu-kupu. Ia juga mendadak merasa terhipnotis, entah dengan apa.
Ketika ia mendekat, menempelkan bibirnya dengan Harry, di situlah ia sadar. Aroma Harry benar-benar memabukkan. Dan bibirnya— oh Tuhan, bibirnya sangat kenyal dan manis!
Jujur saja, sebagai sosok yang terkenal akan ketampanannya, Cedric sudah pernah berciuman dengan beberapa gadis sebelumnya. Namun ketika ia merasakan bibir seorang Harry James Potter, pemuda yang baru ia sadari memiliki rupa manis, barulah ia menyadari semua bibir gadis-gadis itu tidak ada apa-apanya dibandingan si anak emas Gryffindor ini.
"Cedrichh... w-what are you— mmhh!"
Harry tidak mampu berkata. Cedric mengurungnya dengan lemari obat yang menempel pada punggung.
Bibir bawahnya digigit, diemut, dan dijilat. Seperti kejadian sebelumnya, Harry tidak dapat menahan desahan sialan ini. Mulutnya tanpa sadar terbuka, membuka celah bagi lidah sang senior untuk masuk dan bersilahturahmi.
Rambut coklat keemasan Cedric ditarik kuat. Sensasi ini benar-benar membuat kakinya terasa seperti jelly.
Dan seperti kejadian sebelumnya juga, Harry langsung tersadar ketika Cedric mulai meremas kedua bokongnya. Ia pun langsung mendorong dada Cedric untuk segera menyingkir.
"M-maaf, aku harus pergi."
Oh Merlin, kenapa semua orang sangat bernafsu padanya hari ini? Ada apa dengan mereka semua? Harry tahu ia tampan, tapi kenapa engkau mengirimnya laki-laki tampan semua? Kenapa bukan gadis cantik yang sexy? Kenapa?!
Dalam perjalanan menuju asramanya, Harry baru sadar. Alasan dibalik semua kejadian aneh hari ini pasti karena parfum itu! Parfum sialan milik Ron yang menyerap ke tubuhnya!
Demi Tuhan, jika Harry bukanlah anak beriman kuat (berkat ajaran Sirius) ia pasti sudah kehilangan keperawanan—maksudnya keperjakaannya—hari ini!
Ketika ia membuka pintu kamarnya, Harry sontak mendesah lega karena tidak ada siapa pun di sini. Sekarang ia bisa mengurung diri sambil memikirkan bagaimana cara menghilangkan efek ramuan sialan ini.
Tiba-tiba, seekor burung hantu hitam datang melalui jendelanya. Turun dan mejantuhkan sesuatu ke atas ranjang Harry. Setelah itu pergi begitu saja.
"Apa ini?" Harry bergumam. Dilihatnya sebuah botol kecil berisi cairan sewarna putih yang entah kenapa tampak seperti memiliki manik-manik di dalamnya, dan sebuah kertas kecil.
Mr. Potter, maaf atas kelancanganku padamu. Minumlah ramuan itu untuk menghilangkan efek ramuan cinta tipe D dimana orang-orang akan selalu bernafsu bila mencium aromamu.
Jangan lupa selesaikan detensimu. Balas surat ini dan ceritakan semuanya. Ku harap kau memiliki alasan bagus sehingga 50 poin dari Gryffindor tidak akan terbuang sia-sia.
- Severus Snape
"Hey Potter!"
"Apa lagi, Malfoy?!"
"Soal kejadian kemarin, m-maaf. Aku rasa aku sudah gila karena menciummu. Dan oh, tolong jangan ceritakan masalah itu ke siapa pun!"
"Tidak akan."
"By the way, bibirmu cukup manis."
"Sialan, kamu mengejekku?!"
"AKU MUJI LHOO!"
.
.
"Harry—"
"—Potter."
"Fred? George?"
"Kami minta maaf—"
"—Untuk kemarin."
"Tak apa, aku sudah melupakannya."
"Tunggu! Tolong jangan ceritakan—"
"—Masalah itu ke Mom. Dia akan histeris dan mengira kami memperkosamu—"
"—Walau memang begitu. Ah maksudku nyaris."
.
.
"Hey, Harry, wait!"
"Cedric jika kamu mau minta maaf soal kemarin, aku memaafkannya dan tolong lupakasan saja kejadian itu."
"O-oke. Tapi—"
"Apa?"
"Apa minggu ini kamu kosong?"
.
.
"Jadi kamu meraciknya karena takut tidak ada yang mau menjadi pasanganmu di pesta dansa? Kamu gila Ronald Weasley!"
"Hey! Aku sudah berusaha keras membuatnya selama dua bulan! Tapi lihat, malah kamu yang didekati!"
"Ya! Dan berkatmu, aku didekati oleh 5 pejantan di Hogwarts!"
"Congrats. Aku bersyukur tidak jadi memakainya."
"Bangsat!"
.
.
.
END
