Note : aku gatau apakah orang-orang bakal sadar sama updatean ini tapi aku gabisa berenti mikirin Atsumu x Sakura so here it is, a little continuation of their story.

Same disclaimer and warning as before!


"Aku diundang ke kamp pelatihan intensif di Tokyo."

Haruno Sakura mengangkat kepala, dengan mulut penuh ia menatap sang empu suara yang duduk tepat di hadapannya. Adalah Miya Atsumu, yang juga tengah memandanginya sambil bertopang dagu.

"Hm? Selamat kalau begitu." Sahut Sakura sebelum kembali berkutat dengan makanannya.

Atsumu mendecak. "Setidaknya bersikap terkejutlah sedikit, kamu ini sama saja seperti 'Samu."

Sakura menghela napas, ia menaruh sumpit yang digenggamnya di samping mangkuk makanannya. "Buat apa? Itu sama sekali bukan berita yang mengejutkan."

"Maksudmu?"

Sakura ikut menopang dagu. "Maksudku, kamu adalah pemain yang hebat, semua orang juga tahu. Dengan gelar best setter dan best server mu itu, sangat aneh kalau mereka tidak mengundangmu."

Atsumu menaikkan alisnya tinggi-tinggi. "Jadi kamu diam-diam menaruh kepercayaan yang tinggi kepadaku?" ia tersenyum lebar. "Terharu sekali~"

Sakura mendengus, namun sedetik kemudian sebuah senyum tulus terpatri di bibirnya. "Semangatlah, latihan yang benar. Ini merupakan kesempatan sekali dalam seumur hidup di mana kamu bisa bermain bersama dengan orang-orang hebat lain yang ada di Jepang."

Atsumu meringis, tangannya mencengkeram baju di bagian dadanya. "Hentikan! Kamu akan membuatku menangis!"

"Berhentilah bersikap dramatis, aku tidak jadi menyemangatimu." Cibir Sakura. Atsumu hanya tertawa mendengarnya.

"Nah, kalau begitu, kita harus memanfaatkan waktu yang tersisa dengan baik bukan?" ujar Atsumu setelah beberapa saat. Sakura mengernyitkan alisnya. "Kamu kan hanya pergi latihan, bukan pergi untuk selamanya."

Perempatan siku muncul di dahi Atsumu. "Ck, bukan begitu! Memangnya kamu tidak akan rindu denganku apa?"

"Memangnya kamu akan pergi untuk berapa lama?"

"Lima hari."

"Cuma lima hari, apa yang harus dirindukan dari kamu?"

Sudah lebih dari satu bulan berpacaran, sisi negatif yang harus dihadapi oleh Atsumu adalah ini; Sakura yang tidak pekaan dan berhati dingin, membuat Atsumu gemas bukan main. Walaupun begitu, kalau Sakura sudah menunjukkan sisi perempuannya, Atsumu bisa terbang sampai ke langit ke-tujuh. Manis banget.

"Mudah untuk berbicara sekarang, kita lihat apakah kamu masih bisa berpikir seperti itu nanti."

Sakura mendengus. "Yang ada malah kamu yang akan rindu denganku."

Atsumu menyeringai. "Kita lihat saja nanti."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Bagaimana perjalananmu?

Apa kamu sudah sampai?

Bagaimana latihannya?

Seperti apa para pemainnya?

Atsumu terkikik geli, kedua matanya fokus membaca setiap pesan yang masuk ke ponselnya. Lihat kan, perempuan itu berlagak sok kuat padahal dialah yang tidak bisa ditinggal sebentar olehnya.

Kedua ibu jarinya bergerak dengan cepat di atas layar ponselnya, mengetikkan balasan untuk sang kekasih tercinta. Seulas senyum tipis masih setia menghiasi bibirnya.

You

Tenang saja, semuanya berjalan dengan sempurna.

Ngomong-ngomong, lihat siapa yang rindu sekarang :P

"Uwoah! Miya punya pacar!"

"HUWAH!"

Atsumu buru-buru membalikkan badan, kaget setengah mati saat melihat Hoshiumi Korai berdiri tepat di sisi ranjangnya. Sial, ia lupa kalau mereka akan berbagi kamar yang sama selama masa pelatihan ini.

"Apa kau tidak tahu kalau melihat ponsel seseorang tanpa seizin pemiliknya itu tidak sopan?!" seru Atsumu, jari telunjuknya teracung dengan maksud untuk menuduh Hoshiumi.

Hoshiumi malah tertawa-tawa, sama sekali tidak peduli dengan Atsumu yang sudah memerah sepenuhnya; antara kesal dan malu.

"Uwahh… gadis macam apa yang mau denganmu, Miya?" Hoshiumi mengusap sudut matanya yang berair. "Pasti dia sudah gila. Atau malah kau yang memaksanya, iya kan?"

Atsumu mencibir, kedua tangannya terlipat di depan dada. "Asal kau tahu saja, pacarku itu sangat cantik dan terkenal di sekolah, dan dia menyukaiku, tanpa paksaan sedikit pun." sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk sebuah seringai yang congkak. "Kalau iri bilang saja, Korai-kun. Tidak perlu menuduhku seperti itu."

"Eeehh?!"

Atsumu tersenyum lebar, menikmati kemenangannya yang berlangsung selama lima detik sebelum Hoshiumi bergerak untuk menerjangnya. Ia terlonjak kaget, tanpa basa-basi langsung berlari keluar dari kamar, yang tentu saja, tetap dikejar oleh Hoshiumi.

Ponsel yang sedari tadi masih digenggamnya bergetar, menandakan adanya pesan baru yang masuk. Atsumu tersenyum, ia mengecek ponselnya sambil terus berlari di sepanjang koridor. Tidak menghiraukan Hoshiumi yang terus-terusan berteriak memanggilnya.

Sakura-chan

Aku menyesal sudah mengkhawatirkanmu…

Atsumu berniat untuk langsung membalasnya kalau saja tidak ada Kageyama yang tiba-tiba muncul dari ujung koridor. Bosan dengan Hoshiumi yang masih setia meneriakkan "MIYA!" ia memutuskan untuk menggunakan Kageyama sebagai distraksinya.

"Tobio-kun!" Kageyama menatapnya bingung. "Oh, Miya-san?"

Atsumu mempercepat larinya dan menghampiri cowok bermata blueberry itu. "Korai-kun tiba-tiba menggila, tolong aku ya?" ia menepuk bahu Kageyama lalu berjalan melewatinya. "Terima kasih!"

Tak lama kemudian terdengar kasak-kusuk yang berasal dari Hoshiumi dan Kageyama. Atsumu tertawa kecil, dengan cepat berbelok ke arah ruang bersantai dan mengambil tempat duduk di salah satu bangku yang kosong.

Ia kembali menghidupkan ponselnya. Ternyata ada satu pesan lagi yang masuk, kurang lebih isinya hanya Sakura being Sakura (baca : menceramahinya).

Atsumu senyum-senyum saja, karena, kapan lagi gitu seorang Haruno Sakura bisa seperhatian ini padanya?

Ah, sekarang malah dirinya yang merindukan gadis itu. Mari berdoa semoga saja ia bisa bersabar sampai empat hari ke depan.

Dan ketika mereka bertemu lagi, Atsumu akan menceritakan segala hal tentang pelatihannya. Sakura juga bercerita tentang harinya selama tidak ada Atsumu, yang tentu saja, tidak ada bedanya dengan hari-harinya yang biasa—namun Atsumu tetap suka untuk mendengarnya bercerita.

.

.

.


Sucker


.

.

.

Sebulan kemudian, Turnamen Musim Semi akhirnya datang menghampiri. Sakura berdiri di antara teman-teman sekolahnya yang lain untuk mendukung tim bola voli mereka. Lebih spefisik; untuk mendukung pacarnya.

Ketika mereka bilang kalau Atsumu memiliki banyak penggemar, ia tidak mengira akan SEBANYAK INI?!

Sakura tahu kalau Atsumu—bersama dengan Osamu—itu sangat populer di kalangan penggemar voli, apalagi para penggemar wanita. Tapi ini… ini sudah di luar bayangannya!

Kemarin saat Atsumu mengajaknya untuk menonton pertandingan pada hari pertama, ada saja gadis-gadis yang mengenalinya. Serius. Jalan selangkah, ada lagi yang menyapa.

Atsumu itu sebenarnya nggak galak-galak banget sama penggemarnya, cuma saat mereka berteriak-teriak dan mengganggunya saja. Jadi kalau sekadar menyapa, ya… tentu saja akan ia balas dengan senyuman.

Lalu dengan Atsumu yang menjadi pusat perhatian, mau tak mau Sakura terkena imbasnya juga. Cewek-cewek itu bakal melihatnya dengan tatapan yang aneh lalu saling berbisik-bisik. Sakura sih tidak mau ambil pusing. Toh, Atsumu juga tidak tertarik dengan mereka-mereka itu.

Sakura pikir ini merupakan awalan yang bagus untuknya. Maksudnya, kalau hubungan mereka bisa bertahan sampai lama (feeling nya berkata begitu), dan Sakura sama sekali tidak ragu bahwa Atsumu akan menjadi pemain yang sangat hebat nantinya, maka bukankah perhatian publik akan semakin tertuju pada Atsumu? Sakura, sebagai pasangannya, juga pasti akan mendapatkan sorotan. Jadi lebih baik mulai membiasakan diri dari sekarang.

Saat ini, sekolah mereka sedang melawan tim dari SMA Karasuno. Sakura ingat dengan seorang pemainnya, Kageyama Tobio, merupakan salah satu dari sekian orang yang mengikuti pelatihan intensif di Tokyo bersama dengan Atsumu. Kemarin juga Atsumu yang memberitahukannya saat mereka sedang menonton pertandingan Karasuno.

Kelihatannya, si Kageyama Tobio ini digadang-gadangkan sebagai setter yang jenius, dan dia juga cukup hebat dalam melakukan servis. Sakura bukan seorang ahli dalam urusan voli—ia rela mempelajari hal-hal tentang voli demi Atsumu—tapi ia tahu kalau skill cowok itu mirip dengan kekasihnya, dan itu membuatnya merasa kompetitif secara tiba-tiba. Bagaimana pun juga, ia datang ke sini untuk mendukung pacarnya, dan menginginkannya untuk menang.

Bicara soal Atsumu, ini merupakan kali pertamanya Sakura melihat pertandingan cowok itu secara resmi. Dan, wow… ia tidak bisa berkata-kata.

Sakura baru menyadari kalau Atsumu itu ternyata kereeeennn banget saat lagi bertanding. Serius. Seperti, karismanya meningkat sebanyak seribu persen.

Tetapi Atsumu juga bisa terlihat sangat mengerikan di dalam waktu-waktu tertentu, seperti saat servis pertamanya diganggu oleh dua orang cewek yang berseru dengan kencang. Niat hati ingin menyemangati, malah tatapan mematikan yang didapat. Sakura merasa kasihan pada mereka, tapi setelah itu ia dikejutkan dengan manik cokelat Atsumu yang sudah menatap tepat ke arahnya; melemparkan senyum padanya. Bayangkan saja, sedetik yang lalu cowok itu terlihat seperti akan membunuh seseorang dan detik selanjutnya langsung tersenyum manis kepadanya. Menyeramkan.

Sakura juga tidak dapat memungkiri rasa bangga yang ia dapatkan setiap kali Atsumu mencetak skor dengan servis nya. Karena, sungguh, servis nya itu sangat keren. Setiap kali pemain lawan tidak bisa menerima servis nya dengan benar, Sakura akan selalu mendapatkan perasaan puas saat melihatnya, kalian mengerti kan?

Meskipun ia juga sedikit merasa kasihan pada libero lawan yang menjadi target Atsumu, juga si botak yang berisik itu. Belum lagi dengan sorakan yang diberikan oleh sekolahnya. Sakura merasa malu pada teman-temannya sendiri saat mereka mulai menyoraki para pemain yang hendak melakukan servis, bahkan pemain mereka sendiri juga kena. Ugh.

Sejujurnya, Karasuno ini tim yang hebat kok. Serangan cepat milik Kageyama dan si nomor sepuluh yang menjadi trademark dari sekolah mereka itu terlihat sangat keren.

Tapi Atsumu… Atsumu benar-benar—bagaimana mengatakannya ya? Dia benar-benar terlihat berbeda dari biasanya. Auranya berbeda, seakan berteriak; aku akan memenangkan ini! Tapi tidak hanya itu saja, yang membuat Sakura terkejut adalah bagaimana Atsumu terlihat benar-benar menikmati pertandingan ini, seperti tengah kelaparan, haus akan sesuatu. Sakura bisa merasakan itu semua dari tempatnya berdiri.

Detik itu juga Sakura sadar, bahwa dia; Atsumu, benar-benar jatuh cinta terhadap voli.

Mungkin lebih besar dari rasa cintanya terhadap Sakura.

Sakura yakin cowok itu akan lebih memilih voli daripada dirinya. Tidak masalah sih, karena Sakura juga punya kesukaannya sendiri. Dan pasti nanti akan ada saatnya di mana mereka harus mengesampingkan diri satu sama lain demi mengejar hal yang jauh lebih penting. Seperti karir misalnya.

Sebelum pertandingan dimulai, Atsumu berkata bahwa dia akan memenangkan pertandingan ini untuknya. Karena, pertama kali ditonton sama pacar gitu? Ya harus jaga muka lah, harus kelihatan keren. Selama pertandingan berlangsung juga Atsumu berkali-kali menatap ke arahnya, seakan mengingatkan dirinya bahwa dia sungguh-sungguh akan menang.

Jadi, ketika tiupan peluit terakhir dibunyikan, dan skor terakhir jatuh ke dalam genggaman SMA Karasuno, Sakura hanya tersenyum kecil.

Kali ini, Atsumu tidak lagi menatap ke arahnya. Mengangkat kepalanya saja pun tidak. Lihat, bahkan dia sekarang malah menjelekkan dirinya sendiri.

Sakura menarik napas panjang, sebelum berseru dengan kencang. "Hey, pemain nomor tujuh!" Atsumu tersentak, ia langsung mengangkat wajahnya dengan raut yang setengah masam dan setengah terkejut. Sakura tersenyum lebar melihatnya. "Bagiku, kamulah yang terbaik hari ini!"

Cowok berambut pirang itu menganga, bersama dengan anak-anak Inarizaki lain yang juga sama terkejutnya dengannya. Tidak percaya bahwa Haruno Sakura bisa bersikap begini. Karena yang biasanya aktif dalam hubungan mereka itu ya, Atsumu. Sampai-sampai yang lain eneg melihat tingkahnya.

Sakura mengepalkan tangan kanannya, lalu menjulurkannya ke arah Atsumu. Atsumu mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat dan mengangguk kepada gadis berambut merah muda tersebut.

Yang tidak mereka ketahui ialah; Atsumu hampir saja menangis di hadapan semua orang akibat merasa terharu bukan main.

.

.

.

.

.

.

.

.

Malam harinya, Atsumu dan Sakura berdiri bersampingan di bawah cahaya rembulan sambil menatap langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang.

"Tidak perlu berlebihan, masih ada Turnamen Inter-High dan Musim Semi yang selanjutnya."

"Ya tapi tetap saja, kalah di pertandingan pertama itu sangat….ugh….apalagi kamu menontonnya secara langsung…"

"Hah… sudah berapa kali kukatakan kalau aku tidak masalah? Yang penting kamu sudah bermain dengan hebat hari ini."

"Tapi tetap saja kalah kan?"

"Tapi tetap hebat."

"Kalau masih kalah, ya berarti masih kurang hebat."

"Ck, Atsumu."

"Ck, Sakura."

Rasanya Sakura ingin menonjok wajah tampan cowok itu, demi menghapus seringaian congkak yang saat ini tersungging di bibirnya. Dia terlihat sangat puas karena telah berhasil menggodanya.

"Menang atau kalah itu hal yang biasa, kamu tidak perlu membuatnya menjadi suatu masalah yang besar." Sakura melipat kedua tangannya di depan dada. "Juga, berhentilah mencari masalah dengan tim lawan! Kamu bisa dibenci nanti."

Atsumu mencebikkan bibir. "Aku memang sudah dibenci sejak SMP." Bisiknya.

Mengabaikan sungutannya tersebut, Sakura menatap Atsumu dengan intens dan berkata dengan tegas. "Tapi, aku setuju kalau kamu wajib menang apabila kalian bertemu dengan SMA Karasuno lagi nanti! Habisi mereka!"

Atsumu menatap gadis itu dengan setengah kaget sebelum akhirnya tersenyum lebar dan berkata; "Tentu saja!"

Satu hal yang tidak boleh dilupakan ialah; Haruno Sakura sama tidak sukanya dengan kekalahan seperti Atsumu. Gadis itu juga bisa menjadi sangat pendendam di waktu-waktu tertentu, sama seperti Atsumu. Intinya, mereka berdua itu memiliki banyak kesamaan, dan mungkin kesamaan itulah yang membuat keduanya menjadi sangat cocok untuk satu sama lain.

Jadi, ketika Atsumu berhasil memenuhi ucapannya sendiri dengan mengalahkan SMA Karasuno di tahun berikutnya, dalam turnamen yang sama, dan di tempat yang sama pula, Sakura menjadi orang yang berteriak paling kencang. Dan kali ini, Atsumu lah yang menjulurkan kepalan tangannya dari dalam arena, yang tentu saja, juga dibalas oleh Sakura dari tempatnya berdiri di dalam tribun penonton.

.

.

.


Sucker


.

.

.

Saat hari kelulusan tiba, Atsumu dan Sakura tidak banyak berinteraksi bersama. Mereka hanya saling menyapa dan melakukan sedikit obrolan ringan, seperti; "bagaimana perasaanmu hari ini?" yang dijawab keduanya dengan 'biasa saja'.

Mereka mengambil gambar bersama teman sekelas dan rekan-rekan seangkatan yang lain, tetapi tidak mengambil gambar berdua.

Kenyataannya, Atsumu dan Sakura sama-sama tidak merasa biasa saja.

Mereka sudah lama memikirkan tentang hal ini; hari di mana mereka mau tak mau harus berpisah, demi mengejar sesuatu yang lebih penting, dan mereka sangat tahu akan hal itu. Tapi dengan mengetahui bukan berarti dapat membuat itu semua menjadi lebih mudah untuk dihadapi.

Sakura akan lanjut kuliah. Sementara Atsumu sudah seratus persen yakin untuk melompati masa kuliah dan langsung maju mengejar karir di bidang bola voli. Seperti yang dikatakan Sakura, cowok itu benar-benar jatuh cinta terhadap voli.

Untuk Sakura sendiri, sebenarnya ia tidak masalah mau kuliah di mana saja, malah kalau tetap di Hyogo atau sekitarannya akan jauh lebih baik. Tapi kedua orang tuanya menginginkannya untuk berkuliah di Tokyo, Universitas Tokyo lebih tepatnya, dengan alasan bahwa universitas tersebut akan mampu untuk mengasahnya menjadi pribadi yang lebih cemerlang lagi di masa depan (dan jangan lupakan reputasi kampus itu sebagai kampus terbaik di Jepang). Dan betapa 'beruntungnya' ia, Sakura telah dinyatakan lolos seleksi masuk ke perguruan tinggi tersebut.

Atsumu? Dia akan tetap di sini; Hyogo.

Memang sih, Hyogo ke Tokyo itu tidak jauh. Kalau naik kereta cepat paling cuma empat jam. Tapi yang namanya kuliah dan kerja itu… sudah pasti sibuk. Maju ke tahap selanjutnya dalam kehidupan, berarti semakin sedikit waktu yang kau miliki. Mereka tidak bisa sebebas seperti saat di SMA.

Ketika acara selesai, dan mereka berdua berjalan beriringan dengan jemari yang berada di dalam genggaman satu sama lain, barulah Atsumu dan Sakura memutuskan untuk membahas lebih dalam mengenai masa depan mereka.

"Aku mendapatkan banyak panggilan dari klub voli profesional yang ingin merekrutku." Merupakan kalimat pertama yang diucapkan oleh Atsumu, sekaligus suara pertama yang terdengar di antara mereka.

Sakura menatapnya senang. "Itu bagus, apa kamu sudah menetapkan tujuanmu?" Atsumu mengangguk. "Ada satu yang membuatku tertarik, mungkin aku akan ke sana."

"Begitu…"

Atsumu memejamkan matanya sejenak, lalu menghela napas panjang. "Kalau kamu, bagaimana?" tanyanya tanpa menoleh kepada sang lawan bicara, tidak menyadari bahwa genggaman tangannya mengerat secara bertahap.

Tapi Sakura menyadarinya. Ia melirik sekilas kedua tangan mereka yang saling bertautan, sebelum menatap wajah Atsumu dengan bingung. "Kamu kan sudah tahu rencanaku."

Atsumu mendecak pelan. "Bukan itu, maksudku, setelah itu bagaimana? Apa kamu akan lanjut bekerja di sana? Atau….atau bagaimana?"

Sakura memperhatikan ekspresi lelaki itu dengan saksama selama beberapa saat, sampai suara kekehan geli tiba-tiba menyeruak keluar dari dalam mulutnya. Atsumu buru-buru menoleh, sedikit kaget dengan respon yang ia terima. Apa pula yang lucu?

"Kenapa tertawa?" sungut Atsumu.

"Hahaha! Aku baru sadar ternyata kamu sedang risau sekarang." Jawab Sakura di sela kekehannya.

"Eh?!"

Sakura tersenyum kecil. "Menurutmu bagaimana?" Atsumu hanya menatapnya aneh, tidak berniat untuk menjawab. Sakura menggelengkan kepalanya, masih setia dengan senyuman yang melekat di bibir. "Kamu pikir, aku rela meninggalkan semua ini?"

Langkah mereka terhenti. "Sangat sulit sebenarnya untuk meninggalkan tempat ini. Maksudku, lihatlah ini semua! Hyogo benar-benar indah," Sakura memberikan gestur lewat kedua tangannya. "Tapi mau bagaimana lagi? Kita harus terus maju."

Atsumu masih menatapnya dengan bingung, tidak mengerti dengan apa yang berusaha ia sampaikan. Untungnya, Sakura adalah orang yang cukup penyabar—setidaknya untuk hari ini.

"Tapi, itu bukan berarti kalau aku tidak akan kembali! Karena, tentu saja aku akan kembali lagi ke sini!" seru Sakura dengan senyuman lebarnya.

Atsumu membelalak. "Benarkah?!"

"Tentu saja, boke! Kamu pikir aku sanggup meninggalkan ini semua untuk selama-lamanya? Terlalu banyak kenangan indah di sini!" Sakura melipat kedua tangannya di depan dada. "Lagipula aku kasihan padamu, pasti sangat menyiksa kan, jauh dariku?"

"Hah?! Mana mungkin!"

"Hee… padahal tadi wajahmu jelas sekali terlihat tersiksa."

"Kamu berhalusinasi."

"Masa?"

"Ck, kenapa jadi membahas ini?!"

Sakura tertawa. "Iya, iya. Bercanda kok."

Atsumu merengut, menatap gadis itu dengan wajah tertekuk. "Jadi setelah lulus, kamu akan bekerja di sini?" Sakura mengangguk. "Aku tidak punya niat untuk menetap di Tokyo."

"Bagaimana dengan Osaka?" tanya Atsumu tiba-tiba, ekspresinya kembali netral.

Sakura memiringkan kepalanya. "Ada apa dengan Osaka?"

"Aku lebih suka Osaka daripada Tokyo." Jawab Atsumu. Sakura bergumam pelan. "Hm… kalau dipikir-pikir, aku juga suka Osaka."

"Kalau begitu, ayo tinggal di Osaka." Ucap Atsumu yakin.

"….kamu baru saja mengajakku untuk tinggal bersama?"

"Iya, kenapa?"

"Tidak, itu… tiba-tiba sekali."

"Tidak mau?"

"Bukan! Maksudku, ini kamu mengajakku tinggal bersama tepat setelah aku lulus?"

"Tidaklah, kita menikah dulu."

"Oh?" Sakura terlihat berpikir sejenak. "Kedengarannya bagus."

"Oke." Atsumu meraih telapak tangan Sakura dan kembali mengaitkan jemari mereka yang terlepas semenjak langkah keduanya terhenti.

Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, Atsumu dan Sakura kembali melanjutkan perjalanan mereka.

Ketika keduanya telah sampai pada suatu perempatan, di mana mereka harus berpisah dan melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing dengan seorang diri, barulah Sakura terpikir; apa tadi itu Atsumu melamarnya?

Tapi ia tidak jadi-jadi bertanya, karena pada hari-hari selanjutnya, Atsumu sibuk mengajaknya jalan-jalan dengan alasan 'untuk membuat kenangan yang banyak', membuatnya terlena dalam suasana sehingga ia terus melupakan topik yang ingin dibicarakan.

Tidak apa-apa sih, karena Sakura benar-benar menikmati waktunya bersama dengan Atsumu. Mereka bersenang-senang seakan esok dunia akan hancur. Mereka juga mengambil gambar yang banyak. Biar nanti kalau rindu bisa diredakan sedikit dengan melihat foto-foto lama mereka, kata Atsumu.

Saat hari perpisahan mereka berdua tiba, Atsumu mengantar Sakura ke stasiun kereta. Orang tuanya tidak ikut, karena mereka harus bekerja. Lagipula, semalam Sakura sudah puas menghabiskan waktu bersama dengan ayah dan ibunya, jadi tidak masalah.

Di Tokyo nanti, Sakura akan tinggal bersama dengan nenek dan kakeknya yang memang berasal dari Tokyo. Gadis itu tidak membawa banyak, hanya satu koper kecil berwarna merah saja. Dia lebih terlihat seperti akan berlibur daripada pindah ke tempat lain.

"Kamu yakin tidak ada yang ketinggalan?" tanya Atsumu seraya memandangi koper gadis itu.

"Tidak kok. Santai." Jawab Sakura. Namun sedetik kemudian kedua bola matanya membesar. "Eh, kayanya ada deh."

Atsumu menatapnya heran. "Apa?" Sakura menyeringai. "Hatiku."

Atsumu kaget.

Haruno Sakura, ngegombal?!

"Kamu lagi sakit ya?" tanpa menunggu jawaban, Atsumu langsung mengangkat tangan kanannya ke dahi Sakura, yang dengan cepat ditepis oleh gadis tersebut. Sakura mendengus. "Tenang saja, ini hanya terjadi sekali dalam seumur hidup, kamu tidak perlu khawatir."

"Ah, tidak, tidak… lebih sering juga tidak apa-apa."

"Malas, ah. Itukan sebenarnya kebiasaaan kamu, aku tidak mau ikut-ikut."

"Ehehehe…"

Sakura tersenyum. Dipandanginya wajah Atsumu dengan teliti. Lelaki ini sangat tampan, dan Sakura sangat menyukai tawanya. Apa ya? Atsumu itu benar-benar terlihat bahagia saat dia tengah tertawa. Dan Sakura juga, merasa bahagia saat ia bersama dengannya.

"Ne, Atsumu," Panggil Sakura. Cowok itu langsung menatapnya dengan tampang tak berdosa. "Kuharap kamu mengganti gaya rambutmu saat kita bertemu lagi nanti."

"Eehh?!" Atsumu langsung terlihat tersinggung, tangannya terangkat untuk menyentuh helaian rambut pirangnya. "Memangnya apa yang salah dengan ini?"

"Itu masih terlihat keren untuk sekarang, tapi kalau kamu mempertahankannya hingga ke tahun-tahun yang akan datang, kamu akan terlihat ketinggalan zaman." Jelas Sakura. Atsumu meringis mendengarnya.

"Poni kamu terlihat sama seperti Justin Bieber," lanjut Sakura. "Aku tidak suka Justin Bieber."

"Justin Bieber…?"

Pengumuman akan tibanya kereta yang hendak ditumpangi Sakura dalam beberapa menit terdengar ke seluruh penjuru stasiun. Atsumu dan Sakura spontan terdiam, manik cokelat dan hijau berlarian ke sana kemari. Keduanya masih diam saat pengumuman telah selesai diumumkan. Sampai akhirnya Sakura tertawa kecil dan memecahkan keheningan yang memekakkan di antara mereka.

"Jadi… ini dia, huh?" ucap gadis itu dengan lemah. Matanya sendu menatap Atsumu.

Atsumu menarik sudut bibir sebelah kanannya ke atas, namun tidak terdapat sedikitpun kebahagiaan di sana. "Ini dia." Setujunya, dengan suara yang sama lirihnya.

Mereka bertatapan cukup lama, sampai Atsumu mengikis jarak di antara mereka dan membawa Sakura ke dalam dekapannya. Lelaki itu menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang ada di dalam pelukannya ini, aroma yang akan ia rindukan.

"Berjanjilah padaku," Atsumu menghirup satu tarikan napas lagi. "Berjanjilah kamu akan kembali." Pupusnya.

Sakura mengeratkan pelukannya. "Aku berjanji." Ucapnya dengan nada yang tegas.

Atsumu melepaskan dekapannya, menatap paras Sakura yang masih sangat cantik, dan masih sangat ia kagumi dari dulu. Seulas senyum tipis hadir di bibirnya.

Sakura ikut tersenyum. Karena, Atsumu itu benar-benar menular, kau tahu? Sulit untuk menolaknya.

"Aku mencintaimu." Tutur Atsumu. Senyum Sakura melebar, menampakkan deretan gigi putihnya. "Aku mencintaimu." Balas perempuan itu.

Saat suara kereta yang mendekat mulai terdengar, Atsumu menempelkan bibirnya pada kening gadis itu. Keduanya memejamkan mata, meresapi momen-momen terakhir ini. Setidaknya, momen terakhir untuk 'saat ini'.

Ketika keretanya sampai, dan momen mereka berakhir, Sakura bergegas membawa kopernya masuk ke dalam transportasi tersebut. Mereka bertatapan melalui jendela, dengan senyum yang masih setia melekat di bibir. Masing-masing tangan terangkat untuk melambai, hingga akhirnya kereta melaju dan menghilang dari pandangan dengan cepat.

Atsumu masih berdiri di tempatnya, menatap ruang kosong yang tadinya terisi oleh sosok Sakura.

Ia berdiri sampai sekitar sepuluh menit, hanya diam menatapi tempat yang sama.

Hingga akhirnya beranjak tanpa suara saat pengumuman lainnya terdengar.

.

.

.


Sucker


.

.

.

Selama masa-masa LDR tersebut, Atsumu benar-benar terfokus pada profesi yang kini digelutinya. Ia masuk ke dalam tim MSBY Black Jackals, yang bermarkaskan di Higashiosaka, Osaka. Atsumu bertemu dengan Bokuto Kotaro, mantan ace SMA Fukurodani yang menurutnya sangat extra, dan menjadikan mereka berdua sebagai rekan satu tim. Setelahnya, ia akan berlatih dengan giat, tanpa kenal waktu.

Ia cukup senang dengan timnya yang sekarang, ia senang dengan posisi yang dimilikinya, ia senang dengan apa yang didapatkannya pada saat ini. Tapi, kadang kala, saat semuanya telah berakhir, matahari telah tenggelam dari tempat persinggahannya, dan ia hanya seorang diri merenung dalam diam, Atsumu menemukan pikirannya melayang ke satu sosok perempuan yang memang dari dulu selalu sukses memporak-porandakan dirinya.

Pada saat seperti itu, ia akan membuka galeri ponselnya, menjelajahi foto-foto lama mereka dan kemudian tersenyum layaknya orang idiot. Ada satu foto yang menjadi favorit nya, yaitu Sakura yang sedang berpose mencium pipinya, dengan latar belakang kembang api yang menyala di gelapnya langit malam. Lalu, kalau rasa rindunya menjadi semakin tak terbendung, ia akan mencoba menghubungi Sakura. Gadis itu tidak selalu bisa menjawabnya, tapi ketika dia bisa, mereka akan berteleponan hingga berjam-jam.

Biasanya percakapan mereka selalu diawali dengan ini:

"Kamu lagi ngapain?"

"Lagi nugas."

"Oh…"

"Kalau kamu?"

"Mikirin kamu."

Yah, begitulah. Terkadang Atsumu akan menemaninya mengerjakan tugas, berperan sebagai moral support nya. Sebagai gantinya, Sakura akan mendengarkan segala keluh kesahnya dengan baik, memberikan masukan di bagian-bagian tertentu. Dia memang selalu seperti itu, Sakura; pendengar dan penasihat yang baik.

Ketika musim semi tiba, di mana kuncup-kuncup bunga sakura mulai bermekaran dengan indahnya, Atsumu akan mengamati prosesnya dengan sabar. Menikmati pemandangan yang disajikan dari alam tersebut sebelum bunganya berguguran, dalam hati mendamba akan kehadiran sosok Sakura yang 'asli' bersama dengan dirinya saat ini.

Kemudian ia akan kembali memandangi foto mereka berdua, tersenyum seperti orang idiot lagi dan membuat seluruh rekan setimnya bergidik ngeri.

Ia jadi sedikit tidak waras sepertinya. Seiring dengan berjalannya waktu yang dihabiskan tanpa sosok Sakura di sisinya, Atsumu terus bertambah gila.

Karena itulah, pada saat mereka bertemu kembali, setelah empat tahun lamanya, Atsumu merasa ia memeluk gadis itu dengan terlalu kencang. Tapi, ia pikir itu bukan merupakan suatu masalah, mengingat Sakura lah yang berlari menerjangnya dan berhambur ke dalam pelukannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Atsumu! Kamu benar-benar mengganti gaya rambutmu! Hahaha!"

Sekarang, di usia 22 tahun, Atsumu terlihat jauh lebih dewasa dan matang. Dan sangat tampan. Dan tinggi. Dan keren. Dan gagah. Dan berotot—seksi…

Sakura terdiam saat menyadari ke mana arah pikirannya membawanya.

Tapi serius, Atsumu yang sekarang itu; gaaaanteng banget. Parah.

Awalnya Sakura tidak terlalu sadar dengan perubahannya, tapi saat ia benar-benar memperhatikan Atsumu, benar-benar dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, Sakura kaget bukan main.

Iya benar, Atsumu itu udah ganteng dari dulu. Tapi Atsumu yang ini…..pokoknya benar-benar lebih, lebih, lebih dan lebih tampan. Sejuta persen.

Mungkin itu karena rambutnya? Sakura pikir Atsumu terlihat lebih cocok dengan gaya rambutnya yang sekarang, jadi mungkin saja, rambutnya merupakan faktor yang besar untuk penampilannya.

Dankalianharusmelihatbisepnyakarenaitusangat—ARRGHH!!!

"Kan kamu yang minta," sahut Atsumu dengan sebelah tangannya yang menyisir rambutnya. "Samu bilang dia juga setuju dengan pendapatmu, dia juga menyuruhku untuk menggantinya… jadi, ya beginilah."

Sakura menyengir. "Hehe, aku suka yang sekarang."

Atsumu tersenyum lebar, kedua pupil cokelatnya menjelajahi setiap jengkal tubuh Sakura dengan rakus.

Berkebalikan dengan Sakura, Atsumu sudah menyadari adanya perubahan yang dialami oleh gadis itu sejak awal. Sakura, tentu saja masih sangat cantik, bahkan mungkin lebih cantik lagi dari yang dulu. Tapi fitur wajahnya masih tetap sama seperti yang ia ingat. Rambutnya juga lebih panjang, saat ini sudah mencapai pinggangnya.

Sebenarnya gadis itu tidak banyak berubah, tapi kita bisa merasakan perubahan sekecil apapun yang ada pada dirinya. Bagaimana cara mengatakannya ya? Aura yang menyelimutinya itu terasa berbeda, secara keseluruhan seperti memancarkan kedewasaan. Aura wanita dewasa? Entahlah. Intinya Sakura juga, benar-benar terlihat dewasa sekarang.

"Kalau aku, suka kamu dari yang dulu sampai sekarang, hehehe…" kata Atsumu. Sakura menonjoknya pelan di bahu, tapi seulas senyuman lebar tetap sukses mampir di bibirnya.

Malam harinya, mereka mengadakan dinner date di apartemennya Atsumu. Tampaknya ia sudah menjadi kaya raya sekarang. Tapi Atsumu bilang ia merasa sedikit sia-sia, karena nantinya ia akan membeli rumah lagi di Osaka, rumah yang untuk mereka tinggali berdua itu. Tentu saja ia masih mengingat janjinya!

Lalu ketika semuanya telah selesai, Atsumu mengajak Sakura untuk berdiri dan menyandarkan kepala merah mudanya ke dadanya.

Tidak ada apa-apa. Hanya dua sejoli yang melakukan slow dancing di ruang tengah, dengan lantunan lagu It's Been a Long, Long Time yang mengiringi mereka.

Malam itu diakhiri dengan satu kecupan panjang di bibir, yang menyegel cinta mereka untuk selamanya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

To be continued