Disclaimer: Haikyuu! adalah karangan Furudate Haruichi. Author tidak mengambil keuntungan materiil.

Warning: Iwaizumi x OC, timeline canon tapi tidak mencolok.

.

.

reality hits hard
Chapter 2: Ketidaktahuan

by Fei Mei

.


.

"Aku gak paham," tutur Iwaizumi dengan wajah serius.

Oikawa yang berjalan di sampingnya malah mendelik sebal. "Harusnya aku yang gak paham!"

"Eh?"

"Ngapain kamu jalan ke sekolah bareng aku? Harusnya Iwa-chan kan, jalan bareng Nacchan!"

Iwaizumi mengerjap. "Oh, tadi aku ada telepon ke dia, biar aku tunggu di halte. Tapi katanya dia kesiangan dan memintaku untuk pergi duluan denganmu biar gak telat latihan."

Oikawa manyun. "Pacarmu cuek ya…"

"Dia bukan fangirl seperti para mantanmu sih," ujar Iwaizumi setuju. "Dan kembali pada ketidakpahamanku."

"Apaan?"

"Yah, itulah, aku paham kalau kami masih canggung satu sama lain. Tapi rasanya dia cuek begitu, seakan masih tahap PDKT padahal sudah ada status," lapor Iwaizumi.

"Hmm, yah, lagian kalian memang pacaran tanpa PDKT, kan? Cuman sama-sama suka diam-diam, lalu jadian begitu aja."

Iwaizumi mengangguk. "Eh, Oikawa, waktu kamu pacaran sama mantan-mantanmu, kalian ngapain aja? Terutama di hari-hari pertama?"

Sontak saja si kapten memijit dagu dengan jemarinya. "Ehh…ngajak ke gym buat nonton latihan?"

"Lalu?" Iwaizumi sudah tidak menganggap hal itu penting karena dia sendiri telah melakukannya kemarin.

"Hmm, nganter pulang sampai rumahnya? Soalnya biasa mereka tuh, kalau bukan pulang sendiri karena aku masih pengen latihan, ya mereka nungguin sampai malem dan itu pun jarang."

"Semalam aku cuman anter sampai halte, apa gapapa, ya?" celetuk Iwaizumi. "Sebenernya aku pengen ikut naik bus biar bisa tahu rumahnya yang mana, tapi dia menolak dan bilang bahwa aku bakal pulang kemaleman…"

Oikawa mengangkat bahu. "Ya kalau dianya ngomong begitu, mungkin gapapa. Terus … hm, biasanya pacarku yang inisiatif deketin aku, atau ngajak makan bareng, atau ngajak main, atau dia duluan yang rangkul tanganku—eh, kayaknya pacarku agresif semua ya? Hahahaha~"

Sambil mendengar perkataan sahabatnya, Iwaizumi kepikiran sendiri. Memang benar, sejauh ingatannya, Oikawa selalu berpacaran dengan gadis yang lumayan agresif. Selalu para gadis itulah yang menembak Oikawa, lalu berinisiatif untuk melakukan hal-hal layaknya hubungan pacaran. Para gadis itu yang menembak, dan mereka jugalah yang mengakhiri hubungan dengan alasan Oikawa terlalu sibuk dengan voli.

Jadi Iwaizumi kepikiran, apakah Minami akan sama seperti semua bekas pacar Oikawa? Seingatnya, Minami bukan seorang fangirl dari siapa pun. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bahwa gadis itulah yang akan berinisiatif seperti untuk mengajak kencan atau merangkul tangan. Makanya, kemarin pagi itu, entah dia disambar petir darimana sampai bisa menembak Iwaizumi.

"Kalau nanti, pulang sekolah, aku pegang tangannya saat jalan bareng, dia bakal marah, gak, ya?"

"Ya mana aku tahu, Iwa-chaaan?" delik Oikawa. "Coba aja dulu, sih! Kalau dia gak suka, tinggal minta maaf, gitu!"

Iwaizumi mengangguk-angguk. Mungkin gadis pendiam dan pemuda kikuk bukanlah pasangan yang bagus.

.


.

Iwaizumi tidak pernah rewel soal mau makan siang dengan siapa. Kalau sedang bawa bekal dan malas keluar kelas, dia akan tetap di kursinya. Jika sedang tidak bawa bekal, dia baru akan ke kantin dan duduk makan entah dimana. Perihal dengan siapa itu tidak pernah ia pusingkan, karena tahu-tahu muncul saja Oikawa, atau Matsukawa, Hanamaki, atau anak kelas tiga lainnya untuk duduk di depan atau sampingnya. Tetapi kali ini, berkat dorongan—atau lebih tepatnya godaan rekan-rekannya, Iwaizumi datang ke kelas 2-6.

Sama seperti saat ia menjemput gadis itu kemarin, Iwaizumi hanya berdiri di pintu belakang kelas 2-6. Kemarin, dia memang beruntung bertemu dengan Watari yang menawarkan diri untuk memanggilkan Minami walau ditolak Iwaizumi. Kali ini, tampaknya Watari sudah tidak ada di kelas, sedangkan Minami malah tampak sudah siap membuka kain pembungkus bekal di meja, serta ada beberapa gadis lain yang duduk melingkar dengannya.

Tidak enak kalau tiba-tiba datang dan mengajak pergi, Iwaizumi berniat untuk pergi saja sendiri. Tetapi niatan itu tidak direalisasikan, karena seorang teman gadis itu menangkap sosoknya lalu menyenggol lengan Minami. Pacarnya langsung menoleh dan memasang wajah kaget. Teman-temannya menyengir dan mengatakan sesuatu. Dengan gugup Minami mengangguk dan bangkit, memasukkan kembali bekal ke dalam tas kecil, lalu setengah berlari menghampiri Iwaizumi.

"S-Senpai?" cicit Minami.

Iwaizumi mengaruk tengkuknya. "Aku, eh, tadi mau ajak kamu makan bareng. Tapi lihat kamu mau makan sama teman-temanku, jadinya kupikir gak jadi aja. Ternyata tadi temanmu lihat aku disini."

Minami mengangguk dan tersenyum kecil. "Mereka mengusirku untuk bisa makan bareng Senpai."

"Kalau begitu … " Iwaizumi berdeham, "mau makan bareng di atap?"

Lagi gadis itu mengangguk, jadi Iwaizumi memimpin jalan di depan.

Dibanding Iwaizumi, Minami itu pendek. Menyadari hal tersebut, sesekali Iwaizumi akan menoleh untuk melihat apakah pacarnya tertinggal di belakang. Daripada terus menoleh sesekali, Iwaizumi memutuskan untuk berjalan di sampingnya saja. Minami mungkin menyadari afeksi itu, jadi ia tersenyum di sudut bibirnya.

Tiba di atap, mereka segera duduk di suatu sudut, dan mulai membuka makan siang masing-masing. Bekal Minami adalah bekal rumahan sederhana, berbeda dengan bekal Iwaizumi yang merupakan bento yang ia beli dari kantin. Soal porsi? Mungkin makanan Iwaizumi tiga kali lipat lebih banyak daripada bekal pacarnya.

" … bekalmu, sedikit ya … " gumam Iwaizumi.

Sebenarnya dia tahu kalau Minami makan tidak banyak. Sesekali, walau murni tidak sengaja, ia melihat bekal yang dimakan gadis itu jika ia sedang makan di luar kelas, yang mana sangat jarang. Tapi kini saat ia lihat dari dekat, bekal itu malah tampak lebih sedikit dari bayangannya.

"Oh, iya, nanti siang kami ada pelajaran PKK, setelah itu aku akan ada klub memasak, jadi aku tidak perlu bawa bekal banyak hari ini," jelas Minami.

Jika sedang tidak memegang makan siangnya, Iwaizumi pasti sudah menepuk dahi sendiri. Kemarin ia cukup ngebet agar Minami mau ikut ke gym menyaksikan aktivitas klub voli, ia lupa bahwa gadis itu adalah anggota klub memasak.

"Uh, kemarin … kamu ikut aku, kamu bolos klub?" tanya Iwaizumi hati-hati.

"Eh? Enggak kok!" jawab gadis itu sambil tersenyum. "Kami tidak ada kegiatan klub setiap Jumat. Walau begitu, sebagai gantinya, tim yang terdiri dari beberapa anak akan bergilir untuk belanja bahan masakan tiap Jumat itu, karena biasanya diskon terbesar tiap pekan ada di hari Jumat!"

Iwaizumi mengangguk paham, sambil matanya tak luput dari pemandangan bagaimana wajah Minami tampak cerah saat membicarakan klubnya. Ace klub voli putra SMA Aoba Johsai ini mencatat dalam hati, bahwa selain membaca, Minami Natsuki senang mengikuti klub memasak.

Sadar dipandangi senpainya, Minami langsung gugup seketika. Melihat itu, Iwaizumi tersenyum kecil.

"Kupikir, kamu hanya suka baca, ternyata kamu juga suka masak?" cetus Iwaizumi.

Dengan agak salah tingkah Minami mengangguk. "Sebenarnya aku lebih tertarik membuat kue, tapi membuat lauk juga sering terasa menyenangkan, apalagi kalau rasanya enak."

Iwaizumi mengangguk. "Jadi … itu sebabnya kamu suka 'Hansel dan Gretel'?"

Minami agak tersedak. "Ap—eh?"

"Enggak, sori, eh, erm … aku beberapa kali melihat buku yang kamu baca, kayaknya kamu paling suka buku adaptasi dongeng 'Hansel dan Gretel'."

"Oh … erm, aku kaget senpai tahu …"

Entah karena makan di atap itu terlalu panas atau apa, tapi Iwaizumi bisa merasakan pipi dan telinganya menghangat. "Sudah kubilang kemarin, bahwa aku suka kamu. Kurasa wajar kalau aku tahu satu-dua hal mengenai orang yang kusuka. Ah, apalagi … karena aku sering memerhatikanmu…"

"Ah—oh."

Berbeda dengan Iwaizumi yang menahan diri agar tidak merona lebih parah dari sekarang, Minami malah tampak makin tidak nyaman. Bahkan Iwaizumi sendiri bisa melihat bahwa gadis itu menggigit bibir dan menggenggam sumpitnya dengan gugup.

"Minami, sori, aku—"

"—Iwaizumi senpai," gumam Minami, menolak untuk melihat pada kakak kelasnya. "Maaf, aku tidak tahu apa-apa tentang senpai …"

.


.

Oikawa mengerjap. Sekali, dua kali, tiga kali, sampai akhirnya dia menyerukan 'hah' cukup keras dan menggema sampai mungkin semua orang di gym saat itu menoleh padanya. Iwaizumi yang agak panik langsung menusuk pinggang sahabatnya agar diam—oke, 'hah'nya berhenti tapi sebagai gantinya terdengar 'sakit Iwa-chan!' yang tidak kalah kerasnya.

"Iwa—Iwa-chan, Nacchan bilang dia gak tahu apa-apa soal kamu?" tanya Oikawa mengonfirmasi, kali ini dengan setengah suara.

Iwaizumi mengangguk. "Bukankah itu wajar? Soalnya, kami memang gak dekat, terus aku gak pernah ngomong tentang diriku sendiri ke orang lain?"

Si Setter manyun. "Tapi kalau suka kamu, seharusnya ya dia cari cara untuk tahu tentang gebetannya, lah. Kayak curi denger dari orang lain, kek, tanya langsung, kek, apa gitu. Fansku pada begitu semua loh. Mereka tanya," Oikawa mengubah suaranya menjadi centil seakan meniru suara perempuan, "Oikawa-san suka kukis vanilla, gak? Oikawa-san suka warna apa? Senpai suka cewek rambut panjang atau pendek?"

Gantian Iwaizumi yang manyun. " … Minami bukan fangirl-ku, Shittykawa …"

"Ya siapa tahu, sih," balas Oikawa. Ia mengambil bola voli di sampingnya, bersiap untuk kembali latihan. "Iwa-chan, menurutku pribadi, kalau dia suka kamu, setidaknya dia akan berusaha mencaritahu tentangmu."

Pemuda penggila Godzilla itu merenung. Dia tahu perkataan Oikawa benar. Tapi ia sendiri juga tahu bahwa Minami itu gadis pendiam yang tidak bakal mengeluarkan kata-kata kalau tidak ditanya. Tidak butuh menjadi pribadi yang dekat dengannya bagi Iwaizumi untuk tahu bahwa Minami suka warna biru langit, atau suka makan cupcake, atau perihal gadis itu tidak terlalu suka pelajaran ekonomi. Eh, itu malah membuatnya berpikir jangan-jangan ia seperti penguntit, ya?

Tapi, tampaknya Minami juga berusaha membuka diri sebagai pacar. Ini baru hari kedua, tapi dengan hubungan mereka yang hampir tak pernah ada sebelumnya, Minami tidak sedingin itu padanya. Bahkan tadi, mungkin maksudnya biar tidak terlalu merasa bersalah setelah mengatakan bahwa dirinya tidak tahu apa-apa tentang pacarnya, gadis itu menanyakan kalau Iwaizumi ingin dibuatkan bekal untuk besok.

Yah, mungkin karena memang masih awal.

.


.

Kegiatan klub voli hari itu selesai lebih cepat daripada biasanya, bahkan matahari belum terbenam. Sebenarnya ini bukan hal baru, karena Pelatih Irihata memang menetapkan bahwa jika ada latih tanding dengan dua sekolah pada hari yang sama, maka pelatih tidak mau membuat pemainnya kelelahan lebih dari itu, apalagi jika besoknya masih ada kegiatan klub. Ia tidak melarang jika masih ada anggota tim yang masih ingin tinggal untuk berlatih, terutama mereka yang tidak kebagian main hari ini, tapi kedua pelatih mengimbau tim mereka untuk pulang dan beristirahat.

Oikawa yang lebih dulu selesai berganti baju, memutuskan untuk menunggu Iwaizumi di luar ruang klub. Ia agak terkejut begitu ia membuka pintu dan hendak keluar. Pasalnya, ternyada ada seorang gadis yang bersandar di dinding luar ruangan itu. Jika tidak tahu apa-apa, Oikawa sudah bakal menyapa gadis itu dengan manis, tapi anak itu sudah ada yang punya, dan Oikawa penasaran akan sesuatu, sehingga ia segera keluar dan menutup pintu sebelum Iwaizumi melihat ada siapa disana.

"Nacchan, tungguin Iwa-chan, ya?" tanya Oikawa ramah setelah menutup pintu.

Minami mengangguk gugup, menolak bertatap mata dengan senpainya. "Tadi saya ke gym, Pelatih Mizoguchi bilang semuanya sudah ke ruang klub, jadi saya kemari. Lalu tadi, eh, sebelum Oikawa senpai keluar, eh—"

"Kindaichi dan Kunimi?" tebak Oikawa sambil mengingat siapa yang tadi keluar sebelum dirinya. "Kindaichi itu yang rambutnya kayak bawang."

Anggukan gugup itu muncul lagi. "Sepertinya yang itu. Erm, tadi saya bertanya pada mereka kalau Iwaizumi senpai masih di dalam, dan mereka bilang iya, jadi saya memutuskan untuk tunggu disini."

"Heee~ pengen pulang bareng, ya?" goda Oikawa.

Minami tampak salah tingkah. "Enggak, itu, eh, saya cuman … yah, habis dari klub memasak, mungkin masih sempat lihat klub voli, begitu…"

Oikawa sempat tersenyum dan ingin menggoda pacar sahabatnya lebih lagi, tapi ia tahu lama kelamaan Iwaizumi bakal menendang bokongnya lagi. Selain itu, Oikawa memang penasaran akan suatu hal.

"Nacchan, kamu tahu gak, warna kesukaan Iwa-chan itu apa?" tembak Oikawa.

"E-eh?" Minami terkejut, tampaknya tidak menyangka dilempar pertanyaan itu. "Erm … hijau?"

"Biru dongker," koreksi Oikawa. "Makanan kesukaannya?"

"Erm … itu, daging?"

Oikawa melipat tangan di depan dada dengan serius. "Yang benar adalah tofu. Olahraga apa yang Iwaizumi Hajime sukai selain voli?"

Minami tampak makin salah tingkah, terlihat jelas ia tidak nyaman. "Aku—aku tidak tahu—"

"Jogging." Lalu Oikawa menghela. "Aku paham kalian baru pacaran sejak kemarin, tapi kalau memang suka dia … kapan ulangtahunnya?"

Oikawa Tooru adalah penggila wanita, dengan maksud adalah ia menghormati dan menyukai setiap kaum hawa. Saking sukanya, ia menjadi hapal tingkah laku tiap perempuan. Dan melihat Minami yang seperti ini, Oikawa bisa tahu bahwa Nacchan sedang berusaha menahan tangis. Yang ia tidak paham adalah, kenapa gadis itu tampak seperti sedang ditindas? Maksudnya, jika memang tidak tahu apa-apa tentang pacarnya, Minami seharusnya bertanya. Jika memang suka, seharusnya Minami mengorek lebih jauh tentang hal mengenai gebetannya.

Ada yang aneh. Entah Minami Natsuki yang aneh, atau memang Oikawa-nya saja yang tidak pernah berhadapan langsung dengan gadis kuper yang sangat pendiam.

"Naccha—"

"Ah—oi, jangan di depan pintu—Minami?" Iwaizumi membuka pintu dengan terkejut. Awalnya ia terkejut karena ada sahabatnya yang berdiri di depan pintu, lalu sekarang ia kaget karena pacarnya ada di sana juga. Ia menjadi bingung ketika melihat raut takut gadis itu.

"Iwa-chan—"

"Minami? Kamu kenapa—"

"—Aku! Eh, habis dari klub memasak, pengen lihat klub voli, pelatih bilang kalian disini," jawab Minami cepat.

"Yaaa~h, hari ini aku pulang sendirian lagi dong?" keluh Oikawa, dengan nada yang benar-benar berbeda dari saat ia melempar pertanyaan-pertanyaan pada Minami.

"Hah? Bareng aja, gapapa, kan, Minami?" tanya Iwaizumi.

Masih dengan wajah takutnya, gadis itu mengangguk cepat. Tetapi Oikawa masih bisa melihat betapa takut dan tak nyamannya gadis itu. Yah, dalam kondisi seperti itu, mana berani juga Minami bilang bahwa ia tidak ingin pulang bareng sahabat pacarnya, kan?

"Aku gak mau jadi nyamuk di antara kalian, lagian masih sore begini aku pengen jajan dulu, dah!"

Lalu Oikawa pergi, diiringi tatapan garang Iwaizumi. Sosok Oikawa semakin jauh, dan Iwaizumi kembali bingung dengan ekspresi pacarnya. Gadis itu sudah tidak setegang tadi, tapi setidakpekanya si Ace, Iwaizumi bisa melihat kalau Minami sempat seperti takut pada Oikawa. Aduh, Iwaizumi tidak siap kalau nanti dihadapkan pilihan antara sahabat masa kecil atau pacar sendiri!

.


.

Bersambung

.


.

Review?