NARUTO milik MK. Kalau punyaku, sekarang Sakura udah hamil anak ketiga sama Naruto. Mwehehe~
.
.
Romance-Chap 3
NaruSaku
Rated T
.
.
"Sebenarnya apa tujuanmu memisahkan mereka, Yukari?Aku heran kenapa kau, yang notabenenya sahabat Sakura mengajakku bekerja sama untuk menghancurkan hubungan mereka?"
Satu hari setelah penindasan itu, mereka berdua_Utakata dan Yukari memutuskan bertemu untuk mendiskusikan tentang rencana mereka.
Memilih salah satu cafe sebagai tempat menyusun rencana.
Yukari terdiam sejenak. Menatap jalanan dari balik kaca dengan pandangan datar nan dingin. Pancaran mata hitamnya menyorot suatu hal absurd yang sulit didefinisikan.
Lantas sudut bibirnya tertarik kecil ke atas. Membentuk senyum samar namun terlihat hangat tersirat. Namun sayang, Utakata tidak menyadari itu.
"Aku mencintainya."
Sudah diduga oleh Utakata, kalau kalimat tersebutlah yang akan keluar dari bibir gadis itu.
Mendengus atas kenyataannya, Utakata dilanda keheranan karena Naruto bisa membuat dua gadis sekaligus, tertarik. Apalagi Sakura, si Kembang Sekolah. Ia mengira mungkin pemuda culun itu menggunakan ilmu hitam untuk memikat mereka.
"Aku baru tau kalau seleramu sama buruknya dengan Sakura. Sebenarnya aku sudah menduga kalau ternyata kau menyukai lelaki kuper yang aneh itu. Tapi mendengar pengakuan langsung darimu, masih membuatku sedikit tercengang dan tidak percaya. Namun dengan begitu, kita sama-sama mendapatkan keuntungan yang imbang." Ungkap Utakata datar.
Jelaga hitam Utakata memandang lekat wajah putih bersih Yukari. Yang masih memalingkan wajah ke samping.
"Kau memang cantik, meski tidak secantik Sakura. Sayang, tipemu sangat aneh." Perkataan Utakata sukses membuat kekehan Yukari terdengar. Ia kemudian membalas tatapan Utakata. Menusuk jelaga hitam itu dengan sorot mata tak terbaca.
"Sudahlah, kita di sini bukan untuk membicarakan itu.
Kita harus bergerak secepat mungkin. Ku lihat hubungan mereka semakin dekat dan berkembang. Kita tak punya waktu berleha-leha," ujar Yukari.
"Baik. Jadi kapan?"
"Besok."
•
•
•
Sakura berdiri di depan sebuah pintu dengan satu parsel buah-buahan segar. Menekan bel, lalu tak lama kemudian sesosok wanita dewasa berambut merah panjang memenuhi pandangan Sakura.
Sakura mengira, wanita cantik ini adalah ibu Naruto.
"Wah.. ada gadis manis di sini! Cari siapa?" Ungkapan ramah itu ternyata berhasil meluluhkan kegugupan Sakura. Ia tersenyum lebar lantas memperkenalkan diri.
"Aku Haruno Sakura. Teman dekat Naruto di sekolah." Sebenarnya Sakura sedikit bingung harus mengatakan apa, statusnya dengan Naruto kan, belum jelas.
"Aku Kushina, ibunya Naruto. Baiklah Sakura-chan. Ayo masuk, Naruto masih di kamarnya." Dengan nada ramah dan ceria, ibu satu anak itu menuntun Sakura untuk masuk.
"Bibi baru tau kalau anak itu punya teman seorang gadis cantik. Ke rumah pula." Terdengar jelas kalau wanita yang terlihat awet muda itu begitu senang akan kehadiran Sakura meski baru pertama kali bertemu.
"Ah iya bi," ucap Sakura kikuk. Ia bingung harus membalas apa.
•
•
•
"Nah ayo, bibi antarkan,"
"Terimakasih bi."
"Tentu sayang." Dua perempuan berbeda usia itu mulai menaiki tangga menuju lantai dua. Sepanjang perjalanan diisi oleh celotehan Kushina dan sesekali Sakura menjawab singkat.
Naruto sedang push up saat mendengar suara ketukan dari pintu. Menghentikan rutinitas setiap harinya, ia kemudian segera berdiri menghampiri sumber suara.
"Sayang..., buka pintunya!"
"Baik bu," balas Naruto singkat.
Lantas ia memutar kenop pintu dan, ada yang sedikit aneh di sini. Ia mendapati ibunya terlihat sumringah dan apalah itu? Kerlingan jahil bercampur menggoda? Jadi, apa ibunya tersayang ini salah makan?
"Ibu kenap_"
"Hai!" Seorang gadis tiba-tiba saja keluar dari balik tubuh sang ibu. Ia sedikit terperanjat melihatnya.
"Ssakura-chan," sementara gadis itu hanya memamerkan senyum lebar merekahnya.
"Aku ingin menjengukmu," ungkap Sakura.Tadi di sekolah, Naruto terlihat pucat dan lemas. Ia jadi khawatir sebab Naruto tidak mau memberi tahukan kondisi tubuhnya. Apalagi satu hari setelah kejadian itu. Ia waswas juga.
"Terimakasih Sakura-chan. Sebenarnya aku sehat-sehat saja." Ujar Naruto.
"Apanya yang sehat?! Semalam kau muntah, pagi-pagi kau tidak bernafsu sarapan, tapi malah memaksakan ingin sekolah. Ibu tau kau berbohong Naruto."
Yah, Naruto gemas sekali dalam hati. Apa ibunya tidak mengerti ya, kalau anak lelakinya ini tidak ingin terlihat lemah di hadapan Sakura?! Tapi mau bagaimana lagi, blak-blakan dan suka mengomel sangat ibunya sekali.
"Benarkah Naruto?!" Sakura terlihat terkejut setelah mendengar ucapan ibu Naruto.
Menggaruk tengkuknya yang tak gatal, Naruto menjawab, "iya." Ia tak mungkin lagi mengelak, apalagi Sakura sudah terlihat percaya pada perkataan ibunya.
EH!!
Apa ini, Naruto mendapatkan tatapan tajam langsung dari ibu dan Sakura!
•
•
•
Naruto tak melepaskan barang sedetikpun Sakura dari pandangannya. Gadis itu sedang meletakan sekeranjang buah-buahan di meja belajarnya. Aneh juga sih, baru kali ini ada seorang gadis bertandang ke rumahnya, apalagi sampai masuk kamar. Tapi, ia tak menapik kalau rasanya,.. menegangkan dan senang.
Ia mengerjapkan mata salah tingkah saat Sakura berhasil memergokinya tengah memerhatikan gadis itu. Dan semakin gugup ketika emerald Sakura balik menatap matanya intens. Ditambah lagi, Sakura mulai melangkah mendekatinya, tanpa sedikitpun menggulirkan emerald itu dari mata biru Naruto.
Rasanya Naruto ingin menggali lubang saja.
Tubuh Sakura kini sudah berdiri di depannya. Diam tak melakukan apapun, sampai wajah cantik gadis itu mulai maju mendekati wajahnya. Sangat dekat, bahkan saking dekatnya hidung mancung mereka nyaris bersentuhan.
"Ternyata, kau sexy juga ya, Naru.."
Entah kenapa, instingnya membawa ia untuk merundukan pandangan, menuju dada bidangnya yang berkeringat. Dan, sial! Ia lupa berganti baju. Kaos tipis tanpa lengannya jelas mencetak ketat tubuh berkeringat ini.
Menaikan pandangan lagi, Naruto semakin gelagapan dan tersipu ketika mendapati tatapan nakal bercampur kerlingan genit Sakura.
Secepat kilat, ia menyilangkan kedua lengannya di dada. Mencoba menutupi bagian dada dari emerald nakal Sakura.
"Hei, tanganmu menghalangi pemandangan tau, kau malu yaaaaa... Ah, kau seperti perawan saja Naru.."
BLUSH!!
Wajah Naruto kontan memerah saat ucapan gadis itu meluncur manis dari bibir renumnya.
"S-sakura-chan, a-akugantibajudulu" secepat ucapan Naruto, secepat itu pula sosoknya pergi berlari terbirit-birit setelah membawa satu buah kaos menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar pemuda itu.
Sementara Sakura, terkekeh melihatnya. Puas sekali ia menggoda Naruto. Tapi ia tak bohong, ternyata Naruto memiliki tubuh yang bagus untuk ukuran remaja laki-laki, otot yang tidak terlalu besar, tidak pula terlalu kecil, menghiasi kedua lengan kokoh Naruto, dan sulit dipercaya kalau Naruto memilik perut perkotak meski belum terbentuk sempurna. Tercetak jelas karena kausnya yang ketat ditambah lagi keringat.
Jika itu Utakata, Sakura takan aneh lagi. Sebab lelaki seperti Utakata pasti memiliki tubuh bagus agar citranya sebagai pangeran sekolah yang keren, tetap terjaga.
Tapi Sakura salah kira rupanya, ternyata Naruto pun yang notabenenya kutu buku, yang terlihat menghabiskan waktu untuk membaca, takan sempat atau tak akan membuang-buang waktunya untuk sekedar memperhatikan penampilan.
Namun ternyata, Naruto hanya tidak ingin memamerkannya saja. Selalu berpakaian rapih teratur, dan... ah, Sakura makin cinta.
Di sisi lain, Naruto yang terengah mencoba menghentikan debaran jantungnya yang menggila. Ia khawatir Sakura bisa sampai membuatnya jantungan.
Gadis itu memang sangat pandai membuatnya gugup setengah mati namun juga membuatnya senang sepenuh hati.
Entah kenapa setiap tindakan Sakura pasti berefek pada dirinya.
Sangat fantastis.
Ia melangkah mendekati cermin yang ada di kamar mandinya setelah jantungnya berhasil kembali berdetak normal.
Menatap pantulan diri di cermin, Naruto kembali tersipu ketika menyadari keadaan tubuh atasnya ini, dengan Sakura yang melihatnya.
Keringat nampak membajiri dan membasahi kaus ketat khusus olahraganya. Ia memang setiap hari akan menyempatkan berolahraga. Lima ratus push up yang selama hampir tiga tahun dijalaninya ternyata sudah menampakkan hasil memuaskan.
Mungkin orang-orang boleh melihat ia sebagai siswa kutu buku yabg kuper. Tapi Naruto merasa tak harus memamerkan penampilan. Baginya, itu tak perlu.
Entah kenapa pula Sakura bisa kepincut dengan penampilan culunnya di sekolah. Secara, gadis itu adalah kembang mekar sekolah yang gemar diperebutkan. Oleh pemuda-pemuda tampan dengan gaya keren selangit tentunya.
Puas menatap pantulan diri di cermin, Naruto pun memutuskan untuk mandi sejenak. Tubuhnya lengket, dan itu tidak nyaman.
•
•
•
"Jadi, sekarang sudah baikan? Masih mual? Majahmu memang tak pucat lagi sih"
"Aku sudah sehat."
"Benar ya?"
"Iya."
"Syukurlah." Nada kelegaan mengalun dari bibir tipis Sakura. Membuat Naruto terenyuh karena mendapat perhatian dari gadis itu.
"Sakura-chan tau dari mana rumahku?"
"Kiba. Dia temanmu kan?"
"Oh, iya." Tak aneh, karena Kiba memang beberapa kali pernah main di rumahnya. Satu-satunya siswa yang mau berteman dengan Naruto.
"Susah sekali mendapatkan alamatmu. Aku ada di ambang menyerah saat akhirnya Kiba datang karena penasaran melihatku menanyai hampir semua teman sekelasmu yang masih ada di kelas. Dan RRRIHA!! Aku mendapatkannya!" Bersama wajah riang gembira, serta mata berkilau bahagia, Sakura seperti usai memenanangkan pertandingan. Dan Naruto, hanya meringis mendengarnya. Merasa tak enak, karena tak secara langsung, hal tersebut disebabkan oleh dirinya yang kurang pandai bergaul, maka imbasnya seperti sekarang.
"Maaf Sakura-chan merepotkanmu." Ujar Naruto sesal.
"Eeeh! Tidak kok..., itu salahku sendiri. Niat awalnya ingin memberi kejutan dengan tidak meminta langsung padamu, tapi... bukannya segala sesuatu itu perlu ada keringatnya. Dan aku cukup senang ternyata hasilnya sesuai. Lebih malah_disertai kerlingan genit Sakura dengan alis naik turun jenaka_aku jadi lebih tau dirimu Naru. Kau... ternyata pemuda tampan baik hati dan tidak sombong. Hihi..." Sakura tertawa lucu sementara Naruto kelabakan saat menyadari arti kata 'tidak sombong' yang Sakura maksud. Gadis itu menggodanya karena ia selama ini tidak mengumbar postur tubuh dan menutup apik di balik seragam rapihnya.
Naruto berusaha keras mendinginkan rasa panas di kedua pipinya, "A..aku lupa! Sakura-chan ingin minum?" Ia mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi Sakura hanya terkekeh kecil saat menyadari itu. Baiklah, ia akan berhenti menggoda lelaki tersayangnya...
"Aku tidak haus. Tapi aku sedikit cape sih. Badanku pegal-pegal sehabis menemani, Ino belanja, sebelum ke sini." Bibir renumnya mengerucut lucu. Teringat sahabat pirangnya yang sangat maniak shoping. Ino dengan bakat menghabiskan uang orangtuanya adalah sesuatu yang melekat erat di balik namanya.
"Sebentar Sakura-chan," bergumam sebagai balasan, Sakura masih fokus memijat betis jenjangnya. Pun ketika Naruto kembali dengan membawa satu benda yang mantap di genggaman pemuda pirang itu. Sampai_
"Aku masih punya persediaan krim pereda nyeri otot, Sakura-chan mau memakainya?" Sakura terdiam sejenak menatap botol berukuran sedang di hadapannya. Lantas tersenyum lebar karena tindakan Naruto.
"Terimakasih!_kemudian menerima uluran dari tangan Naruto_ tinggal mengoleskannya saja kan?" Tanya Sakura. Sebelumnya, ia memang tidak pernah menggunakan barang itu.
"Iya. Sebenarnya bisa juga untuk pijat. Agar lebih cepat hilang pegalnya," jelas Naruto.
"Aku payah kalau soal pijat-memijat," ungkap Sakura.
"Mau ku bantu?" Tawar Naruto. Tidak ada maksud apapun selain maksud menolong.
Sakura kembali tersenyum lebar. "Boleh!"
Memberikan lagi krimnya pada Naruto, Sakura lantas menyamankan posisi duduknya di sisi ranjang pemuda di depannya kini. Karena tidak ada kursi selain kursi meja belajar, tapi ia lebih memilih ranjang sebab empuk.
Naruto beralih duduk di sebelah Sakura yang mulai memiringkan tubuh menghadap ke arahnya. Menepuk bagian ranjang di antara mereka, memberi isyarat agar Sakura menaikan satu kaki ke atasnya.
"Tidak cukup Naruto, kakiku harus di tekuk kalau begitu.." ujar Sakura. Kalaupun ia harus meluruskan kaki, maka Naruto harus menyingkir atau kakinya menindih paha Naruto.
"Jika Sakura-chan merasa nyaman, boleh menumpukannya di pahaku kok." Naruto tak ingin dicap sebagai lelaki mesum yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Makannya ia memastikan Sakura keberatan atau tidak terlebih dahulu.
"Benar ya.. tidak apa?" Sebenarnya Sakura senang bukan main, apalagi sang pria yang menawarinya.
Naruto hanya mengangguk sebagai balasan. Kemudian dapat dirasakannya sepasang kaki jenjang mulai terjulur menyamping di hadapannya menindih kedua pahanya.
Mengeluarkan sedikit krim berwarna putih itu ke tangan besarnya, lantas meratakan yang kemudian segera ia usapkan pada otot betis kanan Sakura. Lalu mulai memijatnya perlahan.
Terdengar ringisan kecil Sakura, namun Naruto masih fokus pada pergerakan tangannya. Pun tak menyadari, kalau ringisan dari gadis di sebelahnya berangsur-angsur reda karena mulai sama fokusnya menatap wajahnya seperti ia berfokus pada pijatannya.
Sakura sudah sering merenungkan diri untuk mencari alasan kenapa ia bisa sampai menaruh rasa pada Naruto. Bahkan di pertemuan pertama mereka, Naruto sudah berhasil mengambil atensinya. Apa jatuh cinta pada pandangan pertama itu benar adanya? Tapi mau apapun itu, Sakura tak peduli. Ia senang, gembira, bahagia dengan perasaannya. Itu cukup. Tapi, ia salah. Sakura ingin menyempurnakan kebahagiakannya, dengan membuat mereka sama-sama bahagia, itu terdengar sangat menyenangkan.
Dan, apakah sekarang waktunya untuk mengajak Naruto berdua menyempurnakannya?!,
"Aku ingin bertanya," Naruto menaikan pandangan saat mendengar ucapan Sakura tiba-tiba.
"Boleh" Balasnya.
Sakura nampak menghela nafas sejenak. Ia sangat gugup. Dan sedikit kebingungan memulainya, tapi ia memberanikan diri.
"Selama tiga bulan kita saling mengenal, dan selama itu pula aku selalu berusaha dekat denganmu, mencoba menarik perhatianmu, dengan harapan kau mau membalas perasaanku_menaikan pandangan, netra emerald Sakura kini berfokus di safir Naruto yang menenangkan_ Apa... aku berhasil?" Lanjutnya hati-hati. Keresahan jikalau mendapatkan kenyataan yang tak sesuai harapan, tentu menjadi momok menakutkan bagi Sakura.
Ia bahkan begitu gugup ketika melihat safir Naruto bergetar terkejut. Dan pijatannya pun berhenti.
Suasana kembali menghening, bersama Sakura yang menggulirkan pandangan ke bawah. Memainkan jemari tangan jenjangnya seolah dirasa lebih baik dibanding harus tetap menatap safir itu.
Sakura resah, takut, dan ia tak siap ternyata.
Seharusnya tidak sekarang. Mungkin Naruto sangat terkejut. Tapi ia sudah memikirkan ini semalaman. Termasuk segala kemungkinan antara ya, atau tidak. Jika ya, Sakura akan sangat bersyukur, namun bila ia mendapatkan kemungkinan terburuk, ia sudah memutuskan akan terus berusaha lagi. Selama Naruto tak keberatan.
"Bolehkah kau percaya kejujuranku kalau sekarang aku sedang berada dalam keraguan. Aku, meragukan perasaanmu. Maaf. Karena aku sendiri tak bisa menemukan hal apapun dariku yang bisa sampai membuatmu terlihat menyukaiku_"
"Jika kau meragukan perasaanku hanya karena kau merasa tak pantas untukku, buang pemikiranmu Naruto. Aku juga,.. tak tau kenapa aku menyukaimu. Aku hanya membiarkan semua perasaanku mengalir, tanpa perlu melawan arus. Dan ternyata, itu menyenangkan. Aku.. merasa semua ini begitu murni_ ia lantas kembali menatap safir Naruto dalam._ Tapi, jika kau masih ragu, tak apa. Asalkan biarkan aku terus berada di sisimu untuk meyakinkanmu. Kau, tak keberatan kan?," ujar Sakura halus.
Benarkah perasaanmu setulus itu?
Naruto memberinya senyum kecil yang hangat.
"Tidak. Berikan aku waktu semalam untuk meyakinkan diriku sendiri. Mau kan?"
Meski Sakura belum tau besok ia kan bahagia atau sakit hati, tapi sudah terlampau cukup membuatnya merasa lega. Senyuman lebar yang manis khasnya pun terbit dengan indah.
"Tentu."
•
•
•
Suara bel istirahat, nyatanya tak pernah semenegangkan ini bagi Sakura sebelumnya. Antara resah, gelisah, dan tak sabar.
Tanpa sadar, gelagatnya berhasil tertangkap oleh Ino, yang mengernyit merasa heran atas ekspresi sahabat merah mudanya itu.
"Kau kenapa jidat? Ingin buang ari besar?"
Sial Ino! Apa wajahnya seperti ingin mengejan?..
"Tidak. Pig. Aku mau ke perpustakaan. Daaah.." berdiri dari kursi, ia lantas berjalan ke luar kelas. Meninggalkan dengkusan bosan Ino, dan tatapan misterius Yukari.
"Sekarang. Mulai."
"Baik."
Balas seseorang dari sebrang sana. Yang kemudian, senyum miring Yukari pun, tercipta.
•
•
•
Telapak kaki kecilnya seperti dilem tak bisa bergerak. Sakura hanya berdiri diam di bibir pintu perpustakaan dengan tampang gelisah dan memerah. Tentu saja karena fakta kalau ia akan mengetahui jawaban tentang kelangsungan hubungan mereka, sebentar lagi.
Naruto memang hebat. Lelaki itu mampu mengobok-obok hatinya semudah membalik telapak tangan.
Huft...
Meyakinkan hati, Sakura lantas memantapkan langkah untuk masuk ke dalam. Tak lupa memberi salam kepada petugas perpustakaan yang sedari tadi menatap aneh dirinya.
Tujuan utamanya adalah meja tempat biasa Naruto membaca.
Baru sekarang Sakura sedikit mensyukuri Naruto yang selalu memilih meja khusus baca paling belakang. Biasanya ia selalu menggerutu karena tidak bisa cepat-cepat menemui Naruto. Salahkan juga perpustakaan sekolahnya yang teramat luas.
Rak demi rak yang berjejer seolah menjadi detik-detik hitungan mundur baginya. Dan mereka seakan mengolok-olok Sakura. Oh, Naruto membuatnya gila. Sejak kapan rak buku raksasa itu bisa mengejek. Berdecitpun dia tak mampu. Tuh kan...
Ternyata perpustakaan hari ini terbilang sepi pengunjung. Dilihat sepanjang ia berjalan, hanya ada sekitar satu atau dua orang yang mengisi meja di antara dua rak. Dan kebanyakan dari mereka adalah siswa siswi langganan perpustakaan, yang kerap ia lihat bila ingin menemui lelaki tersayangnya. Seperti biasa, mereka memang selalu memiliki fokus yang tinggi, sehingga tak terganggu dengan suara derap langkah kakinya, ataupun kehadirannya.
Begitupun Naruto dan...
Seorang gadis.
Berciuman.
Mata emeraldnya terbelalak sempurna dengan pupil bergetar tak percaya. Sakura harap ini hanya halusinasi. Namun ketika decapan mereka terdengar, apa kini ganti pendengarannya yang bermasalah?!
Di sana, Naruto terlihat menapakan telapak tangannya di tembok, di antara tubuh gadis berambut indigo itu, yang mengalungkan kudua lengan jenjangnya erat pada leher kokoh Naruto. Ditambah pula satu kaki gadis itu melingkari pinggang Naruto. Dan... bibir mereka yang saling bertubrukan.
Tatapannya menyendu serat akan kekecewaan, rasa sakit yang mendalam seolah menyekat tenggorokan dan menyesakan pernafasan. Rasa ini, Sakura membencinya. Apakah Naruto kini sedang memberinya jawaban itu? Mencoba membuatnya mengerti kalau malam tadi Naruto sendiri gagal meyakinkan hati? Atau sebenarnya, ia yang sedari awal sudah gagal membuat perasaannya mengerti kalau Naruto sama sekali tak mungkin yakin dengan hubungan tidak jelas mereka.
Semua seakan berputar tanpa henti. Meremas perasaan Sakura. Menimpukinya oleh rasa sakit yang lantas bersahabat erat dengan hatinya.
Sekarang ia putuskan harus segera pergi. Terlampau cukup baginya untuk kisah cintanya. Naruto sudah mendorongnya, dan ia pun tak ingin terlalu menjadi manusia tak tau diri jika masih mencoba ingin tetap bertahan.
Membalikan badan, langkah kakinya mengerti kalau kini ia butuh tempat sepi untuk melepas segala belenggu kesakitan hati.
Bagus! Setelah mendapat gelar menyedihkan karena kisah cintanya yang tak sesuai harapan, sekarang pula ia harus menyandang gelar manusia munafik karena terus berpura-pura ceria sepanjang perjalanannya menuju atap.
Hei! Tapi setidaknya ia perlu diberi apresiasi sebab berhasil membuat tawa di atas luka. Betul kan.
Hiks!
Satu isakan lolos ketika pintu atap sempurna tertutup.
Ia akan melepaskan semuanya. Lelah, kecewa, sakit, termasuk gelar munafiknya. Ia akan membebaskan mereka sekarang. Biar tangisan membisikan pada awan, agar meminta ijin pada udara, kalau ia butuh ruang untuk membiarkan segala rasa di hatinya terbang melayang meski belum mampu menyingkirkan itu semua dari sekelilingnya.
Berdiri menjulang di tengah lantai atap, seakan benar-benar membiarkan hembusan angin bermain-main dengan bulir airmatanya. Yang terus berjatuhan. Susul menyusul. Tanpa henti. Terus berlanjut.
Tapi, ternyata ia malu. Ia malu pada dunia karena membiarkan bukti kelemahan hatinya terlihat. Cukup bumi tempatnya berpijak sudah merasakan kelemahan itu. Tidak dengan langit. Ia lantas telungkupkan wajah, menumpukan kening di lutut dalam rangkuman kedua lengan kecilnya.
Kembali menangis. Terisak dan sakit.
•
•
•
Naruto merasa tak tenang dalam duduknya. Kejadian di perpustakaan tadi membuatnya harus menerka-nerka alasan gadis tak dikenal itu bisa tiba-tiba menciumnya. Terkadang ia tidak mampu berpikir jernih sebab tersandung amarah ketika ia harus mengingat ciuman itu.
Bahkan gadis itu lantas pergi setelah kalimat menyebalkan yang dilontarkan dengan mudahnya.
Pantas saja kaku, ciuman pertama ternyata. Jika kau ingin lebih handal, datang padaku dan dengan senang hati aku akan mengajarkannya.
Menggeram marah saat lagi-lagi suara feminim perempuan berambut indigo itu terus terngiang dalam pikirannya.
Akan tetapi, seolah tertegun, ia melupakan satu hal.
Bel tanda istirahat berakhir sudah sedari tadi, dan kini ia sedang mengikuti pelajaran meski tidak mendengarkan.
Sakura-chan!
Naruto lupa kalau seharusnya tadi ia mengatakan jawabannya. Tapi karena pikirannya dipenuhi insiden beberapa saat lalu, ia lupa akan hal itu.
Masih ada istirahat kedua. Aku akan mengatakannya.
Naruto sangat yakin alasan kenapa hatinya tiba-tiba bersemangat.
Istirahat kedua memang ada. Tapi orang yang dicarinya tidak ada.
Naruto sudah mencoba bertanya kepada salah satu teman sekelas Sakura, meski harus meringis kecil karena ia sedikit mendapatkan tatapan mencemooh itu lagi dari orang-orang. Dan yang ia dapat, bahwasannya Sakura ternyata tidak masuk kelas sejak istirahat pertama. Kebingungan serta merasa heran, karena tidak biasanya Sakura seperti ini. Sempat tersirat dugaan kalau mungkin Sakura membolos. Tapi ia meralat lagi pemikiran itu.
Naruto kemudian pergi menuju ruang UKS dengan kecemasan kalau ternyata dugaannya benar, Sakura mendadak sakit. Dan tak mengatakan apapun pada kelas.
Namun ia salah. Tidak ada Sakura di ranjang UKS.
Kemudian tujuannya kini adalah kantin. Berharap Sakura ada di sana. Sedang makan siang dengan tenang.
Tapi lagi-lagi, ia tak menangkap sosok berhelaian merah muda itu tengah menyendok makanannya.
Pemikirannya kembali pada kemungkinan kalau Sakura membolos. Jadi ia putuskan untuk menelfon gadis itu.
Hanya saja, yang ia dengar bukan suara ceria Sakura, melainkan suara wanita dewasa yang mengatakan kalau nomor yang ditujunya sedang tidak bisa dihubungi.
Naruto tidak tahu saja. Sakura masih di atap. Masih bersedih dan meratap, tanpa air mata lagi.
TBC
Jumpa lagi di chap selanjutnya.
