Bip bip bip

Sebuah tangan terjulur dari dalam selimut, menggapai-gapai udara hingga akhirnya bertemu kontak dengan benda yang dicarinya.

Bip bip bi—klik

Tangan tersebut kembali hilang di balik selimut, diikuti dengan pergerakan kecil yang berasal dari dalam juga. Kemudian hening selama beberapa saat.

Seseorang menguap, selimut yang menutupi tubuhnya disingkap dengan perlahan.

Sakura mengusap matanya sembari menunggu kesadarannya kembali dengan sempurna. Ia memejamkan mata selama satu menit penuh sebelum bangkit dari ranjangnya—hanya untuk tertahan ketika merasakan lengan yang melingkari pinggangnya.

Ia menoleh ke kanan, mendapati sosok berkepala pirang yang masih tertidur dengan lelap.

Sakura menyingkirkan lengan tersebut dengan hati-hati dan beranjak dari tempat tidur. Ia mengambil sebuah ikat rambut di atas nakas dan mengikat rambut panjangnya dengan cepat.

Kedua kakinya melangkah ke arah jendela yang masih tertutup rapat oleh dua tirai berwarna biru gelap. Disingkapnya kedua tirai tersebut, membiarkan cahaya matahari perlahan masuk menyinari kamarnya.

Sakura menoleh ke arah tempat tidur, melihat pria pirang yang tadi menggeliat di bawah selimut dan mengerang pelan, terganggu dengan sinar terik yang mengusik tidurnya. Sakura tersenyum kecil melihatnya.

Wanita berambut merah muda itu kembali melangkah, masuk ke dalam kamar mandi, bersiap-siap untuk memulai harinya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sakura tengah memotong tamagoyaki saat ia merasakan keberadaan orang lain di belakangnya. Dan benar saja, tak lebih dari tiga detik kemudian, muncul dua tangan yang melingkari pinggangnya, dan juga badan tegap yang menempel di punggungnya.

"Selamat pagi, istriku yang cantik."

"Pagi, Atsumu."

Jemari pria itu menuntun dagunya ke samping, menghadap ke arahnya. Dan Sakura sama sekali tidak protes saat satu kecupan lembut mendarat di bibirnya.

"Apa masih banyak lagi? Mau kubantu?" tanya Atsumu, dagunya tersandar pada bahu Sakura.

"Tidak usah, aku sudah mau selesai. Kamu siapkan peralatan makan saja." Jawab Sakura.

"Hm… oke."

Tapi dia sama sekali tidak berpindah tempat, malah semakin menyamankan posisinya. Itu membuat Sakura kesulitan untuk bergerak. Ditambah dengan tangan kanan Atsumu yang secara perlahan naik ke atas dari posisi awalnya yang bertengger di perut Sakura—

"Atsumu." Tegur Sakura.

Tangan pria itu langsung berhenti bergerak. "Hehe… iya."

Sakura memutar kedua bola matanya, beralih untuk mengecek sup miso yang tengah dimasaknya saat ia merasakan satu kecupan basah yang mendarat di lehernya.

"A-Atsumu!" protes Sakura. Badannya berputar, tangannya terangkat untuk memukul Atsumu, namun pria itu sudah kabur terlebih dahulu.

Sakura menghela napas kasar, wajahnya merah bak kepiting rebus. Ia berusaha menenangkan jantungnya yang bergejolak sebelum kembali berkutat dengan masakannya. Padahal mereka sudah menikah—sudah berpacaran selama delapan tahun pula, hebat kan?—tapi Atsumu masih saja bisa membuatnya merasa seperti anak SMA lagi.

Ah iya, menikah. Masih baru kok, sekitar tiga minggu yang lalu.

Bukan pernikahan yang megah, hanya dihadiri oleh keluarga dan teman-teman terdekat mereka saja. Hari itu, merupakan hari yang paling membahagiakan nomor dua bagi Sakura.

Kenapa hanya nomor dua? Karena bagi Sakura, hari di mana Atsumu melamarnya adalah hari yang lebih membahagiakan lagi.

Waktu itu, sama seperti saat mereka bertemu lagi setelah terpisah selama empat tahun lamanya. Candle light dinner di apartemen Atsumu, dan setelah mereka selesai, pria itu pun melamarnya. Tidak ada kata-kata romantis yang berlebihan, Atsumu langsung berbicara ke intinya, dengan ekspresi yang sangat lembut namun juga sangat yakin.

Setelah jawaban positif terlontar dari mulutnya, Atsumu membawanya berdiri, dan menyandarkan kepalanya ke dadanya, sama seperti saat dulu.

Mereka kembali berdansa dengan lambat, namun kali ini ditemani dengan lantunan lagu Love Me Tender yang mengiringi keduanya.

Dan malam itu, juga diakhiri dengan sebuah kecupan panjang di bibir, yang menyegel cinta mereka untuk selamanya.

Itu terjadi di bulan Desember tahun 2018, dan mereka menikah pada bulan Februari di tahun 2019. Sekarang sudah memasuki awal bulan Maret.

Setelah pertemuan kembali mereka di tahun 2017, Sakura merasa seperti mengalami déjà vu. Semuanya terasa sama seperti dulu, ia dan Atsumu akan melakukan hal yang sama seperti saat mereka SMA dulu.

Sakura akan menonton Atsumu yang bertanding di dalam arena. Sakura akan berdiri paling depan di dalam tribun penonton, melihat semua gerak-gerik Atsumu dengan jelas. Sakura yang berteriak dengan kencang saat Atsumu sukses mencetak angka, Atsumu yang selalu menoleh dan tersenyum ke arahnya setiap kali ia mencetak angka.

Semua itu dilengkapi dengan kepalan tangan keduanya yang terulur dari masing-masing tempat; salam kemenangan mereka yang masih berlaku hingga sekarang.

Setelah menikah, mereka sukses pindah ke Osaka, membeli sebuah rumah dua lantai di wilayah Chuo. Atsumu masih setia menjadi pemain di dalam tim MSBY Black Jackals, sementara Sakura bekerja untuk sebuah perusahaan elektronik di bagian finansial.

Untuk saat ini, hidupnya sudah terasa lengkap, Sakura bisa merasa puas hanya dengan semua ini.

Tapi mungkin tidak juga? Sebagai seorang istri, dan wanita dewasa, tentu saja Sakura ingin hamil dan memiliki anak, mungkin setelah itu baru ia bisa merasa puas sepenuhnya dengan kehidupannya. Karena semuanya sudah lengkap, ia memiliki pekerjaan, memiliki tempat tinggal, memiliki suami yang luar biasa seperti Atsumu, dengan tambahan malaikat kecil yang hadir di dalam kehidupan mereka.

Perfect.

Saat Sakura menyajikan masakannya di meja makan, ia menemukan Atsumu yang sudah duduk di salah satu bangku dengan senyuman yang kelewat manis terpatri di bibirnya.

Sakura mendengus pelan, mengabaikan pria itu dan duduk di hadapannya.

Mereka mengucapkan 'selamat makan' dengan serempak dan menikmati makanannya dengan tenang.

"Enak." Kata Atsumu.

Sakura mendengus lagi. "Iyalah, kan aku yang masak."

Atsumu menyengir, memilih untuk kembali berkutat dengan makanannya.

Tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan makanan mereka, karena Atsumu dan Sakura sebenarnya merupakan tipe pemakan yang cepat, dan pemakan yang banyak juga. Mungkin karena latar belakang keduanya yang gemar berolahraga, jadi membutuhkan nutrisi yang banyak pula.

"Hari ini mau ngapain?" tanya Atsumu setelah menyelesaikan makannya.

Sakura bergumam. "Hm… bagaimana kalau membuat cookies yang kemarin ingin kamu coba itu?"

"Oh, iya! Yang itu!" Atsumu langsung duduk dengan tegak, kedua manik cokelatnya bersinar. "Ayo kita lakukan!"

"Tentu." Sahut Sakura. Ia bangkit dari duduknya dan membereskan meja makan. Atsumu ikut membantu dan membawa tumpukan peralatan makan tersebut ke wastafel dapur.

Selanjutnya, mereka saling bekerja sama dengan Sakura yang mencuci piring, dan Atsumu yang mengelap benda-benda tersebut dan menaruhnya ke tempat yang benar.

Bicara soal cookies, kalian harus tahu bahwa Atsumu memiliki bakat di sana. Serius, dia memiliki bakat dalam hal panggang-memanggang.

Semuanya berawal saat pria itu membawa sebuah brownies hasil buatannya sendiri di dalam salah satu kencan mereka, sekitar dua tahun yang lalu. Hal itu berlanjut dari kencan yang satu ke kencan yang berikutnya. Kuenya bervariasi, tapi Atsumu paling sering membawa cookies.

Itu manis, menurut Sakura. Ia tidak pernah menyangka Atsumu yang 'seperti itu', bisa memiliki hobi yang manis begini. Sakura pikir semua orang juga akan mengalami kesulitan untuk memercayai bakat terpendam yang dimiliki oleh seorang Miya Atsumu ini. Ha.

"Ne, Atsumu." Panggil Sakura di sela-sela cuciannya, kedua iris emerald nya masih terfokus dengan tugas yang tengah dijalaninya sekarang.

"Hm?" sahut Atsumu, sama fokusnya seperti Sakura.

"Kalau kita punya anak nanti… siapa namanya?" tanya Sakura out of the blue.

Atsumu kaget, tapi ia dengan cepat menjawab; "Atsura."

"Atsura?" Atsumu menghentikan kegiatannya, menoleh ke kanan dan menatap Sakura dengan percaya diri. "Atsura. Atsumu, dan Sakura." Jelasnya dengan bangga.

Sakura hanya menatapnya datar, sama sekali tidak terkesan dengan idenya.

"Eh, kenapa?" Atsumu menatap wanita itu bingung. Sakura mendengus—entah sudah yang keberapa kalinya hari ini. "Sangat tidak kreatif."

"Heee…"

Sakura kembali melanjutkan kegiatannya, mengabaikan Atsumu yang melempar tatapan tersinggung kepadanya.

Ia tidak berniat untuk melanjutkan pembicaraan ini, tapi satu pemikiran yang masuk ke dalam otaknya membuatnya bersuara lagi. "Bagaimana kalau kembar?"

Atsumu langsung menatapnya dengan semangat, seakan sudah lupa dengan opini Sakura yang barusan. "Benar juga!"

"Kalau begitu, hm…" Atsumu benar-benar terlihat seperti tengah berpikir keras. "Kalau begitu, Atsura dan Atsuru!"

Sakura meringis. "Kamu… maksa banget ya…"

"He? itu nama yang bagus kok!" bela Atsumu. Sakura menggelengkan kepalanya. "Sudahlah, tunggu saja sampai kita punya anak nanti."

Atsumu mencebikkan bibir. "Pokoknya nama Atsura harus dipakai." Bisiknya pelan.

Sakura tidak menanggapinya, kembali larut dalam kegiatannya.

Selama sepuluh menit ke depan, mereka hanya fokus dengan tugas masing-masing. Suasananya hening, kecuali untuk suara percikan air dan benda-benda yang saling bersentuhan.

Untuk kategori pasutri baru, Atsumu dan Sakura sama sekali tidak terlihat seperti itu. Tapi kembali lagi, mereka adalah pasangan yang sudah berpacaran selama delapan tahun. Jadi ya, tidak usah heran lagi dengan ikatan yang mereka miliki ini.

After all, they are suckers for each other, right?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Fin


Aaaaand finish! this is the true, actual ending.

Terima kasih buat yang sudah menyempatkan untuk membaca, mem-favorit, follow dan me-review cerita ini, really, it means a looottttt for me.

Tolong nantikan crossover-crossover yang lainnya ya! (walaupun ngaret)

Please leave your thoughts on this fict if you have any!