THREE SHOT] EreMika slight EreHisu
AU / Semi Canon / rated-M
Disclaimer ; Hajiime Isayama
"Aku mencintaimu, Mikasa...,"
Penuturan Eren ditengah ciuman dalam yang ia berikan. Sementara Mikasa masih diam tak bergeming, tidak pula memberontak saat pria itu kembali melumat bibirnya.
Ada perasaan marah, karena Mikasa tahu bahwa pria itu hanya mempermainkannya. Siapa yang percaya dengan kalimat 'aku mencintaimu' sementara pria itu sendiri sudah memiliki istri? Cih, Mikasa merasa dongkol namun dilain sisi ada rasa kerinduan yang mencuat saat Eren kembali merengkuh tubuhnya, seperti dulu.
"Bohong."
Balasan dari Mikasa saat ciuman yang hanya dipimpin oleh Eren telah terputus. Bola mata zambrud itu menatap nanar Mikasa yang masih memasang wajah tegar.
"Maafkan aku." Eren menunduk, "aku yang salah. Aku yang tidak pernah jujur padamu sejak dulu,"
Tidak dipungkiri bagaimana rasa penyesalan yang Eren alami beberapa tahun ini. Rasa bersalah juga karena meninggalkan Mikasa yang begitu ia cintai.
"Aku memang bodoh. Kau mungkin bisa membunuhku sekarang, Mikasa! Aku tahu perbuatanku ini sangat keji bagi dirimu!" Pria itu mulai mengeluarkan cairan bening dari pelupuk matanya. Mikasa hanya diam menatap Eren yang mati-matian menyalahkan diri.
"Aku tidak tahu akan sesakit ini. Aku menyakitimu, tetapi secara tidak langsung aku juga menyiksa diriku sendiri. Aku tidak bisa ... tidak bisa tanpa kamu,"
Memang benar. Eren tidak pernah bisa jauh dari Mikasa. Hatinya akan selalu sakit jika melihat wanita itu mengabaikannya, memilih untuk menjauhinya. Eren tidak sanggup jika hal itu terus mendatanginya.
"Selama ini kau hidup dengan baik, Eren." Mikasa belum memberikan respon luluh. Masih mempertahankan egonya untuk tidak jatuh pada pria itu.
"Dengan Historia?" tanya Eren dengan nada sumbang. "Kau pikir aku bahagia dengannya?"
Mikasa mengangguk. "Bukankah memiliki anak adalah salah satu bentuk kebahagiaanmu?"
Ucapan wanita itu sukses membuat Eren bungkam. Membuat Mikasa menyadari bahwa ucapannya sama sekali benar dengan melihat reaksi Eren. Pria itu memang bahagia dengan semua yang ia miliki sekarang.
Lantas, untuk apa repot-repot datang kemari untuk menyatakan cinta sialan itu?
"Pulanglah. Kau hanya mempermainkanku di sini," Mikasa berangsur mendorong tubuh Eren yang sejak tadi menghimpitnya. Sementara Eren tidak berniat untuk menahan atau memakai tenaganya untuk tetap berada di sini.
Pria itu menunduk dalam, di kala Mikasa mulai meninggalkannya.
"Tahukah kau Mikasa? Bagaimana kehidupanku bersama Historia?"
Sungguh, Mikasa tidak ingin mendengar alasan apapun itu. "Aku tidak butuh alasan itu."
Namun, Eren tetap melanjutkan walau setengah mati Mikasa ingin menutup telinga. Bagaimana mungkin Eren Sialan itu ingin menceritakan masa bahagiannya dengan Mikasa yang rapuh? Brengsek!
"Dia tidak meminta apapun dariku selain cinta."
"Sialan!" Mikasa mendesis tertahan.
"Dia begitu menginginkan cintaku. Walau dia tahu aku tidak pernah bisa mencintainya,"
"Hentikan, Eren." Mikasa menyela cepat. Tetapi seakan tuli, Eren tetap berbicara dengan langkah yang semakin mendekat.
"Berkali-kali aku mencoba mencintai dia, selalu tidak bisa. Sama halnya dengan melupakanmu, aku tidak pernah bisa. Aku selalu mencintaimu, Mikasa dan itu tidak pernah tergantikan. Setiap malam aku merasa seperti orang gila karena membayangkan bahwa Historia adalah kamu. Dan saat menyadarinya, aku seperti dijatuhkan dari jurang yang tinggi, bahwa dia bukanlah kamu."
Kini Eren berdiri tepat di belakang punggung Mikasa. Masih menatap nanar penuh luka, begitupula di balik sana Mikasa yang sudah memecah tangisnya.
"Kau tidak pernah bisa tergantikan, Mikasa. Sejak dulu, sejak pertama kali bertemu aku sudah mencintaimu."
Ungkapan yang baru ini Eren utarakan selama berbelas-belas tahun lamanya. Begitu lama, sampai membuat Mikasa terperanjat dalam tangis diamnya.
"Dan aku yakin rasa itu tidak akan hilang selamanya. Sampai kapan pun, bagaimana statusku sekarang, aku tetap mencintaimu."
Malam berikutnya, Mikasa hadir di acara penyambutan kehamilan Ratu Historia. Acara megah itu diadakan tiga hari berturut-turut, mengingat betapa bahagiannya Historia saat ini.
Entah mengapa, Mikasa tidak memiliki alasan lagi untuk menolak. Apalagi hal langka yang tiba-tiba terjadi di depan pintu apartement Mikasa.
"Ayo pergi, brat! Rias sedikit wajahmu yang suram itu."
Levi Ackerman, kapten cebol namun perkasa itu dengan penampilan formalnya hadir dengan wajah masam menjemput Mikasa. Mikasa sendiri tidak bisa berkata apa-apa setelah Levi memaksanya untuk segera berganti pakaian.
Ada apa gerangan? Apa ada sesuatu yang membentur kepala kecil pria itu hingga tiba-tiba melakukan hal seperti ini? Menjemput Mikasa? Heh, aneh sekali, bukan?
"Jangan kegeeran. Aku di sini atas perintah seseorang." Levi mengutarakan jawaban atas pertanyaan Mikasa, saat mereka berjalan menuju istana.
Mikasa hampir ingin bertanya siapa gerang sosok pemberani yang berhasil menyuruh Levi untuk menjemputnya. Tidakkah itu keterlaluan, huh? Menyuruh seorang kapten bermulut pedas? Berani sekali. Tetapi, Mikasa mengurungkan niatnya karena tidak lama mereka telah sampai di depan istana. Teman-temannya sudah di sana, terkejut melihat kedatangan Mikasa apalagi bersama pria pendek di sampingnya.
"Kau datang bersama dia?" tanya Sasha saat berhasil menarik Mikasa dari Levi. Levi pun tidak ambil pusing dan berjalan berkumpul bersama squadnya.
"Entahlah. Tiba-tiba dia datang-"
"Menjemputmu?" potong Sasha heboh.
Mikasa mengangguk cuek sementara Sasha masih belum bisa menghentikan rasa terkejutnya. Siapa yang tidak terkejut melihat Levi menjemput seseorang? Parahnya orang itu adalah Mikasa.
"Tapi kenapa kau tiba-tiba ingin datang?" tanya Sasha sambil mengikuti langkah Mikasa menuju pintu kebesaran istana. Armin, Jean, dan Connie menunggu di sana dengan tatapan sama dengan Sasha.
"Ingin saja. Kenapa tidak boleh?"
"Tidak sih. Hanya saja... em, apa tidak apa-apa melihat Eren?"
Mikasa melirik Sasha dengan datar. Sementara ketiga pria di sana merutuki gadis kentang itu gemas karena pertanyaan yang barusan dilontarkan pada Mikasa.
"Tidak masalah. Toh, aku ingin melihat perkembangan sahabatku." Jawaban Mikasa pun diluar dugaan. Sasha sampai melongo.
"Perkembangan?" sahut Jean. "Kau mengira si titan itu masih anakmu ya?" Langsung disenggol oleh Armin.
Pria imut itu segera menarik tangan Mikasa untuk digenggamnya. Sambil memberikan senyum Armin berkata, "ayo kita masuk, Mikasa."
Disambut dengan rengekan heboh Jean karena merasa rivalnya mendapatkan Mikasa bertambah satu.
"Armin tidak usah mencari kesempatan ya!"
Eren mengedarkan pandangannya pada setiap penjuru ruangan yang telah terisi banyak tamu undangan. Setiap detik ia berharap bahwa ada sosok Mikasa di sana, setidaknya. Mungkinkah wanita itu akan datang? Eren tidak begitu yakin.
"Eren," panggilan Historia membuat lamunan Eren buyar. Pria rambut coklat gelap itu menoleh pada istrinya.
"Aku baru melihat Mikasa. Aku tidak menyangka dia datang ke acara kita."
Sontak Eren menoleh pada objek yang saat ini Historia tujukan. Benar saja. Di ujung sana ada Mikasa tengah berdiam diri bersama teman-temannya yang nampak asyik berbincang.
Bisa dikatakan Eren bahagia karena kedatangan Mikasa. Tetapi bisa dikatakan ia sedikit jengkel karena kehadiran seseorang di samping wanita itu.
Armin.
Bukannya cemburu, tetapi Eren merasa panas saja saat melihat sahabat kuningnya itu berdekatan dengan Mikasa. Eh, atau sebut saja Eren berlebihan. Armin juga sahabatnya bukan? Wajar saja ia berada di sana bersama Mikasa. Untuk apa Eren merasa panas?
"Hah!"
Tanpa sadar Eren mengeluarkan desahan yang menandakan ia sedang kesal saat ini. Membuat perhatian Historia teralih padanya.
"Ada apa sayang?"
"Tidak ada."
Eren kini benar-benar cemburu. Bukan pada Armin kali ini, melainkan si kapten pendek yang tiba-tiba datang menghampiri Mikasa. Entah apa yang pria itu inginkan sampai harus berpindah tempat berdekatan dengan Mikasa.
Rasanya ingin menjauh dua pria itu, tetapi menyadari acara akan dimulai beberapa detik lagi membuat niat Eren urung. Pria itu terus menatap tajam area Mikasa berada, tidak peduli dengan sambutan yang masih menggema dari penasehat istana.
"Dia milikku, sialan!" Ia mengumpat dalam hati ketika melihat Armin tersenyum lembut pada Mikasa. Begitu pula Levi yang terus menatap wanita itu.
Mikasa menyusuri koridor istana seorang diri. Setelah menghabiskan waktu agak lama bersama teman-temannya di dalam, ia merasa agak bosan dan memilih untuk keluar.
Niatnya hanya ingin menuju taman luas istana, tetapi niat itu gagal karena Mikasa harus berhadapan dengan sosok yang kemarin mampir di apartementnya.
"Kau berniat pergi?" Terdengar suara agak sinis dari bibir Eren. Pria yang masih berpakaian rapi layaknya raja itu tanpa segan untuk menarik tangan Mikasa, membawanya pergi dari koridor sana.
"Hei, lepas Eren!" pinta Mikasa terkejut saat tiba-tiba Eren menarik tangannya kasar. Sampai di mana ia semakin terkejut karena penghentian terakhir mereka berada di kamar pribadi milik sang raja.
Eren menutup pintu lalu menguncinya.
"Ada apa denganmu?" cerca Mikasa yang tidak mengerti maksud tujuan Eren membawanya kemari.
"Apa kau sengaja memperlihatkannya di depanku?"
Pelontaran Eren lantas membuat Mikasa mengerutkan kening. Semakin tidak mengerti dengan pria di hadapannya ini.
"Kau membuatku cemburu, Mikasa." Eren melanjutkan dengan nada lirih.
Barulah Mikasa menyadari bahwasannya Eren tersenggol hanya karena dirinya bersama Armin dan Levi tadi.
Sial. Begitu saja pria itu cemburu? Bagaimana dengan perlakuannya yang diberikan pada Mikasa selama ini?
"Bahkan itu tidak sebanding dengan perbuatanmu bersama Historia, Eren." Mikasa memasang wajah sinis. "Kalian bahkan bercinta di kamar ini. Tidakkah itu lebih keterlaluan?"
"Jangan lupakan bahwa aku terpaksa melakukan itu!"
"Dan jangan lupakan bahwa aku dan Armin hanya sahabat. Kau pasti tahu itu sejak awal, tidak seharusnya kau cemburu!"
Mikasa berdecih lagi, "bahkan kita tidak memiliki hubungan apa-apa. Tidak wajar kau cemburu seperti itu."
Kemudian ekspresi Mikasa mendadak berubah ketika Eren mendekati wajah tampannya namun menyampaikan sarat emosi di sana.
"Kalau begitu kau ingin kita membuat hubungan?" Pria itu mengeluarkan nada menantang.
Hubungan gelap adalah hal yang dimaksud sang raja paradis ini. Jika memang Mikasa membutuhkan sebuah kepastian atas dasar cemburunya, maka Eren akan membuatnya. Ia akan membuat seolah-olah mereka berada di dalam suatu hubungan. Dengan begitu Eren bisa menyalurkan seluruh perasaannya pada wanita itu.
"Gila!"
"Sudah kubilang kau yang membuatku gila, Ackerman." Kini Eren benar-benar menghimpit tubuh langsing Mikasa dengan tangan kekarnya. Pertama kali memanggil nama belakang Mikasa, membuat wanita itu merinding seketika.
Dia tahu saat ini Eren tidak main-main. Tidak lagi bisa ia tolak seperti kemarin. Kali ini Eren tidak akan melepaskan apa yang harusnya menjadi miliknya. Tidak akan.
"Kau sudah punya istri, Eren!"
"Persetan dengan itu! Aku menginginkanmu!" Suara Eren semakin tegas membuat Mikasa terperanjat. Tatapannya terkunci tanpa bisa terlepas dari zambrud milik pria itu.
"Jujurlah padaku, Mikasa. Apa kau juga menginginkanku?" tanya Eren dengan wajah semakin dekat.
Mikasa belum menjawab.
"Mikasa, kau bilang kau mencintaiku 'kan? Kau ingin bersamaku 'kan?" Eren semakin mendesak untuk Mikasa menjawab.
"Aku akan menjadi milikmu." Perlahan tangannya terangkat menuju wajah halus milik Mikasa. Mengusapnya lembut setiap inci dan berakhir di bibir penuh wanita itu. Eren menatapnya memuja.
"Katakan Mikasa, katakan kau menginginkanku..."
"Eren,"
Suara yang lama tak terdengar. Suara lembut Mikasa yang sejak dulu menyerukan namanya kini terdengar kembali.
"Aku ingin kamu. Kamu milikku."
Mikasa hampir tidak berkutik ketika Eren mulai mencumbuinya. Bibir pria itu telah menempel sempurna di atas bibir merahnya, melumatnya bergantian dengan tidak sabar. Mikasa membiarkan lidah pria itu masuk, mengabsen seluruh benda di sana. Dirinya pun tidak kalah untuk membalas ciuman itu, sebagai rasa ingin memiliki pria itu. Mikasa menekan tengkuk pemuda Yeager itu untuk memperdalam ciumannya.
"Eren..."
Desahan tiba-tiba terucap saat ciuman itu turun menuju leher putih Mikasa. Bibir Eren menciptakan banyak decakan yang membuat Mikasa geli. Ciuman-ciuman kecil itu terus turun sampai pada belahan dada Mikasa yang sebagian masih tertutupi oleh gaun hitamnya. Sejenak Eren berhenti, memandangi lekuk tubuh Mikasa yang masih berbalut gaun pesta.
"Bisa kubuka gaunmu?" tanyanya dengan sopan namun tetap saja tanpa menunggu jawaban Mikasa, pria itu lebih dulu membukanya dengan cepat.
Mana letak kesopanannya, huh?
Dan kini tubuh Mikasa hanya berbalut celana dalam dan bra hitam transaparannya. Membuat wanita itu agak merinding, karena dinginnya udara malam sekaligus... pandangan pria di depannya yang seakan ingin memakannya.
Sinting! Bahkan ini pertama kalinya Eren menyadari bahwa lekuk tubuh Mikasa sangatlah indah. Dia tidak membandingkan, namun percayalah tubuh Mikasa lebih menggoda daripada istrinya. Eren semakin ingin menelanjangi tubuh itu namun masih menahan diri. Ia harus pelan-pelan membawa Mikasa terbuai akan usapannya. Tidak ingin tergesa-gesa yang khawatir akan membuat wanita itu menolak.
Perlahan Eren menuntun Mikasa menuju kasur besarnya. Membawa wanita itu untuk berbaring di sana dengan dirinya yang berada di atasnya.
"Kau bilang aku milikku 'kan?"
"Malam ini. Setidaknya aku ingin menikmatimu." Ucapan yang tidak pernah terdengar dari mulut Mikasa, sukses membuat Eren terkejut. Menikmati? Apakah Mikasa sedang berada dalam mode mesum saat ini?
"Aku tidak tahu kau secepat ini berubah pikiran. Bahkan kukira kau akan menendangku tadi." ungkap Eren masih memandangi wajah cantik wanitnya.
"Kau ingin aku melakukan itu?"
"Tentu saja tidak!"
Mikasa mengulum senyum miring, "kalau begitu tuntaskan malam ini. Selagi aku ingin, jangan buat aku berubah pikiran."
Dengan segera Eren mengangguk. Takut jika Mikasa kembali ke Mikasa yang selalu menolaknya seperti kemarin, kini Eren tidak akan menyia-nyiakannya. Malam ini mereka harus saling memiliki. Persetan dengan pesta di luar, malam ini mereka akan berpesta sendiri di kamar.
"Shit!"
Eren kesusahan membuka pakaiannya yang terbilang terlalu ramai. Kancing jubahnya yang memakan banyak kancing, lalu jas kebesarannya yang juga terlalu banyak pernak-pernika tidak jelas, membuat Eren mengumpat bahwasannya menjadi raja tidak seenak yang orang pikirkan. Pakaiannya saja sudah membuat ribet!
Sedangkan Mikasa terduduk memandangi Eren yang masih melepas jas hijau tuanya. Mikasa menatap perawakan Eren yang berubah menjadi lebih dewasa. Rambut pria itu telah dipangkas lebih pendek dari penampilannya dulu. Membuat aura rajanya semakin menguar di sana. Lalu, beralih pada tubuh Eren yang semakin berbentuk dari waktu ke waktu. Pria yang selesai melepas jas serta kemejanya itu memperlihatkan otot-otot perutnya yang menonjol, yang pasti akan membuat kaum hawa menginginkannya. Hah! Mikasa jengkel karena Historia yang lebih dulu merasakan perut seksi itu.
"Mikasa?"
Panggilan lembut Eren membuat Mikasa menatap pria itu.
"Apa?"
"Aku sudah tidak memakai baju."
Benar saja. Eren di hadapannya kini benar-benar telanjang bulat. Membuat wajah wanita itu memerah karena melihat sesuatu yang pertama kali ia lihat.
"Kau malu?" tanya Eren dengan senyum miringnya.
"Harusnya kau yang malu. Pede sekali membuka baju di depanku."
Eren tertawa kecil lalu mengecup ujung hidung wanita itu.
"Ini menandakan bahwa aku siap untuk menjadi milikmu, Mikasa. Lakukan sesuka hatimu padamu, kali ini."
Mikasa sama sekali tidak tahu bagaimana cara bercinta. Saat Eren menyuruhnya, Mikasa mendadak bingung sendiri karena memang dia belum berpengalaman dalam hal ini. Menonton video biru saja belum pernah. Jadi, bisa dikatakan Mikasa nol dalam hal ini.
Sementara Eren mengetahui itu hanya bisa tertawa. Sedikit merasa bersalah karena mengira Mikasa mengerti mengenai hubungan seks yang harusnya sudah dimengerti oleh orang dewasa. Tetapi nyatanya wanita itu sama sekali gaptek masalah ini.
"Jangan tertawa!" decih Mikasa dongkol melihat Eren yang terus mengejeknya.
"Kukira kau mengerti. Armin tidak memberikan buku tentang biologi padamu memangnya?"
"Besok aku akan meminta Armin mempraktekannya kalau begitu."
Disambut dengan gelengan kepalan tidak sudi oleh Eren.
"Tidak. Aku yang akan mengajarimu kali ini. Kuyakin kau akan mengerti dalam satu jam."
"Oh ya?"
Eren mengangguk mantap. Di susul dengan posisinya yang awalnya berada di samping kini bergerak menindih Mikasa. Kedua tangannya menahan seluruh bobot tubuhnya, untuk tidak menindih langsung wanita itu.
"Kau pernah bertanya mengenai cara membuat anak 'kan?" tanya Eren dengan suara pelan. Tentu ingatan itu tidak akan pernah hilang dari otaknya.
"Kita akan mempraktekan cara membuatnya." Karena sejak itu Eren berjanji akan memgajari Mikasa tentang hal itu. Dan saat ini ia menepatinya. Langsung membawa wanita itu pada praktek tanpa harus memberikan materi lebih dahulu.
Eren tidak memulai dengan ciuman. Pandangan mereka terus bertemu, sementara tangan Eren yang bekerja di sana. Tangan hangatnya menyentuh paha Mikasa, mengusapnya dengan gerakan sensual sampai membuat sang empunya bergelinjang geli. Eren hanya tersenyum puas melihat wajah memerah Mikasa saat tangannya berhasil menerobos masuk celana dalam mini wanita itu. Mengusapnya dengan gerakan sama, semakin membuat Mikasa menggigit bibir bawahnya dengan rupa mengundang nafsu.
Perlahan celana dalam itu merosot ke bawah karena ulah tangan Eren. Sampai kain itu benar-benar jatuh ke bawah, barulah tangan Eren lebih leluasa menjelajah di sana.
"Basah.. kau sudah basah.." Eren berguman, masih memadang Mikasa yang tidak karuan di sana.
"Lalu bagaimana..."Jawaban Mikasa yang tertahan semakin membuat senyum Eren mengembang geli.
"Itu pertanda kau menerima sinyalku."
Kini tangannya tidak lagi sekedar mengusap area sensitif itu, melainkan menuntun miliknya yang telah mengeras untuk masuk ke dalam ruang hangat sana. Sementara Mikasa yang terkejut saat merasakan benda keras menghantam tubuhnya, hampir berteriak jika Eren tidak segera mengunci bibirnya dengan ciuman panas guna mengurangi rasa kaget serta sakit yang akan dirasakan Mikasa di awal.
"Sa-kit.." Mikasa merintih di dalam ciuman yang diberikan Eren. Tubuh Eren bergerak mengguncang miliknya agar segera masuk di sana. Begitu sempit sampai Eren sendiri kasihan melihat wajah Mikasa yang menahan perih.
"Apa terlalu sakit?" tanya Eren dengan rasa cemas. Tak menyangka bahwa akan penyatuan ini akan terasa sakit dipihak Mikasa. Jangan tanya bagaimana mengapa Eren baru menyadari hal ini. Selama bercinta dengan Historia, Eren sama sekali tidak memedulikan bagaimana keadaan wanita itu. Pikirannya hanya dipenuhi oleh nafsu tanpa berlandaskan cinta. Itu yang sejak dulu Eren lakukan pada istrinya.
Berbeda dengan Mikasa. Wanita yang ia cintai. Eren begitu memerhatikan jelas bagaimana perasaan yang dirasakan wanita itu. Ada niat untuk melepas penyatuan itu, namun Mikasa menahannya.
"Jangan dilepas. Aku akan menahannya."
Kemudian Eren berangsur untuk memelankan gerakannya. Dengan lembut ia menekan miliknya, dengan memberikan akses lebih untuk menahan rasa sakit dengan menyuruh wanita itu mencakar atau menjambak rambutnya.
"Eren..."
Milik Eren yang kini masuk dengan sempurna di sana, membuat Mikasa merasa lega. Rasa sakit yang kemudian berkurang itu terganti dengan nikmat saat pinggul pria itu mulai bergerak, menyesuaikan miliknya di dalam sana. Kembali keduanya berciuman dengan panas, bertukar saliva dengan guncangan tubuh yang semakin tidak manusiawi.
Eren mulai terbakar nafsu lebih tinggi, menyadari bahwa milik Mikasa mulai menerimanya di dalam. Tubuh mereka terus menempel satu sama lain, dengan bibir yang terus bertautan. Ranjang kebesaran milik raja itu ikut bergoyang mengikuti irama kedua insan itu.
Sampai di mana Mikasa merasakan sesuatu yang keluar merembes pada bagian perutnya. Orgasme pertama Eren yang ia lakukan pada Mikasa. Membuat pria itu berhenti sejenak untuk menikmati cairannya yang kini mengalir sempurna di dalam tubuh Mikasa.
"Begitu cara membuat anak?"
Eren mengangguk dengan mata terpejam.
"Kini kau mengerti bukan?"
Giliran Mikasa yang mengangguk di sana.
"Lalu apa?"
"Pembelajaran tentang membuat anak selesai. Kini giliranku untuk menjadikanmu milikku." Ucapan Mikasa yang sukses membuat Eren membuka matanya. Lalu detik itu juga, wanita itu berhasil menukar posisi Eren yang semula di atas kini jatuh menimpa kasur.
Mikasa menduduki perut berotot itu dengan mata yang mengisyaratkan sorotan mengundang nafsu. Begitu seksi, sial!
"Kau kira aku begitu bodoh untuk tidak mengetahui ini ya?" tukas wanita itu dengan senyum sinis.
Eren masih dalam kebingungannya sendiri.
"Maksudmu?"
Perlahan tubuh Mikasa merosot ke bawah. Entah apa yang ia lakukan, setelah itu Eren hanya bisa terperanjat hebat saat sesuatu tajam menyentuh miliknya.
Perlahan Eren menengok ke bawah, dan mendapati surai hitam itu berada di antara pahanya yang terbuka lebar.
Wajah Mikasa muncul setelah itu dengan senyum kemenangan.
"Aku sudah tahu tentang cara membuat anak sejak dulu, bodoh."
Oh, jadi wanita itu membohonginya? Shit! Eren merasa dipermainkan sekarang.
Penyatuan itu berlanjut setelah Mikasa selesai memberikan sebuah kejutan yang tidak pernah Eren sangka sebelumnya. Wanita itu memanjakan miliknya, membuat Eren terus mengerang nikmat di sana.
Kini Eren kembali berada di atas tubuh Mikasa. Tubuhnya keduanya kembali berguncang gila dengan suara yang saling mendesahkan nama satu sama lain.
"Kau begitu nikmat Mikasa..." desah Eren serasa mengulum payudara bulat milik Mikasa secara bergantian.
Pelepasan ketiga kali yang kini membuat keduanya ambruk di atas kasur. Eren menidurkan tubuhnya dada empuk Mikasa dengan napas tersenggal. Dari sini ia bisa mendengar suara detak jantung wanita itu yang berpacu cepat.
"Apa kau menikmatinya?"
"Tentu."
"Dengan istrimu?"
pertanyaan Mikasa lantas membuat Eren mengangkat wajahnya. Berpindah posisi menyamping agar lebih leluasa memandang wajah lelah itu.
"Percaya tidak jika setiap kali melakukannya, aku selau membayangkan wajahmu di sana?"
"Bagaimana bisa?"
Eren tersenyum miris. "Fantasiku selalu memunculkan bayanganmu. Bahkan saat bercinta, aku selalu memikirkanmu."
Telapak tangan Eren berangsur nakk menyentuh wajah Mikasa dan mengusapnya lembut.
"Oleh karena itu aku sangat bahagia saat fantasiku terwujud sekarang. Aku bersamamu disini, merasakanmu, membuktikan bahwa aku sangat mencintaimu, Mikasa."
"Eren..."
"Tolong terus seperti ini." Mikasa memandang rupa memohon milik Eren.
"Tolong tetap bersamaku walau seperti ini keadaanya. Tolong jangan berhenti mencintaiku, karena bagiku kau adalah nafasku, Mikasa."
Itulah arti dari kehadiran Mikasa selama ini bagi Eren.
END
makasih yang sudah baca sampai sini
