A R C A N E

Part 3 : 1st Mission


Baekhyun mendesah kesal. Ia pikir jika Richard menempatkan seorang wanita untuk selalu berada di sekitarnya, ia akan lebih leluasa melakukan ini-itu. Kenyataannya, kehadiran succubus wanita itu semakin mempersulit keadaannya, bahkan mempermainkannya dalam kasus yang lebih buruk. Hal yang seringkali nyaris membuatnya naik pitam adalah tingkah kasar SuA yang tak henti-hentinya sengaja menendang, memukul, dan menghinanya secara verbal maupun fisik.

Sama halnya dengan malam ini, ia ditugaskan menjadi pengedar narkoba jenis ekstaksi. Beberapa pil ekstaksi dikemas di dalam kotak jam tangan sebagai kedok yang tak begitu cerdas menurut pandangan Baekhyun.

Baekhyun tak habis pikir, pradigma Richard Park dan SuA yang tak berujung akan selalu menekan jiwanya demi mendapat sesuatu yang lebih berguna darinya.

"Jangan pernah mengecewakan Richard meskipun hanya setitik kesalahan." SuA membuka kunci pintu mobilnya dengan senyum meremehkan.

Baekhyun sedikit-banyak tak menduga ia harus menjadi seorang gembong narkoba kartel Fraksi Merah. Di dalam kepalanya, ia terus mengutuk SuA sebab wanita itulah penyebab pergerakan Richard Park tak terdeteksi radarnya. Berkali-kali wanita itu sengja mencoba membuatnya kesal hingga pada batasan tertentu ia merasa muak—Baekhyun menertawakan presepsinya sendiri ketika Richard pertama kali menitah wanita itu untuk mengawasinya.

Baekhyun berjalan melewati bangunan kios-kios yang tutup lewat dari jam sebelas malam dalam diam. Bayang-bayang atap dan tubuh bangunan kios membantu topi yang ia kenakan menutupi wajahnya. Dibalut dengan jaket kulit berwarna hitam, celana kulit sintetis berwarna hitam, dan sepasang sepatu musim dingin, Baekhyun telah mirip dengan kriteria komunitas kriminal.

Baekhyun membuka selembar kertas dari sakunya. Perjanjian transaksi kali ini bertitik di sebuah gang dekat pasar Myeongdong dan SuA mengatakan bahwa ia harus mengantarkannya langsung kepada perwakilan pelanggan tetap Fraksi Merah.

Baekhyun membentuk sebuah gagasan sederhana, pelanggan itu pasti memiliki kekuasaan yang harus dilindungi, maka dari itu ia memilih menerima transaksinya melalui keroco-keroco tak penting dan mengawasi pergerakan mereka dari tempatnya—seperti Park.

Baekhyun tak akan ambil pusing. Di misi pertamanya kali ini, Baekhyun harus mendapat perhatian lebih dari Richard jika ingin terlepas dari jeratan succubus SuA Kim.

Seolah-olah pergerakannya sebagai mangsa hanya berada di dalam jangkauan jaring-jaring mahkluk itu, Baekhyun tak akan mengulangi kesalahannya dalam berasumsi. Baik pira atau wanita sekalipun, anggota Fraksi Merah adalah orang-orang yang tak seharusnya ia remehkan. Sekali saja pertahanannya lengah, ia akan kehilangan segalanya.

Di tengah-tengah gang sempit, Baekhyun dapat melihat sekitar tiga orang pria dewasa dengan tubuh kekar menghadangnya. Jika perkatan SuA adalah kebenaran, mereka seharusnya kaki tangan yang diutus untuk melakukan transaksi dengannya.

"Aku dengar memang orang baru yang akan mengantar barang kali ini. Tapi aku tak pernah menyangka Fraksi Merah mengirim pria kurus kering untuk melakukan transaksi dengan boss."

Salah satu dari ketiga pria itu membuka tudung jaketnya, terlihat beberapa bekas luka yang dalam dan memanjang di wajahnya.

"Katakan, kamu bukan pelajar yang tersesat di daerah ini kan?" pria itu berniat mengejek.

Seseorang dengan kaus tanpa lengan mendekatinya, "Tunjukan barangnya."

Baekhyun merasa terganggu ketika pria-pria itu berusaha menempel padanya, mengelilinginya seperti orang lemah yang mudah terintimidasi. Tanpa berniat mengatakan sesuatu, Baekhyun mengeluarkan barang yang mereka inginkan dan mulai menampar kesadarannya sendiri bahwa ia tak seharusnya terdistraksi.

"Oke, ini benar." pria itu memasukkan pil-pil mereka ke dalam saku celana.

Setelah menyelesaikan transaksinya, Baekhyun sesegera mungkin melangkah meninggalkan gang sempit dan tiga pria besar yang masih memperhatikannya. Dalam benaknya, Baekhyun terus mengulangi kalimat 'transaksi harus berjalan lancar' untuk menjaga fokusnya tetap terkendali.

"Mungkin saja—" salah satu dari pria tadi membuka suaranya lagi.

Baekhyun tahu, seharusnya ia tetap berjalan meninggalkan gang kecil itu. Tetapi entah kenapa, tubuhnya memilih berhenti.

"—boss memberikan hadiah kecil untuk kita."

Baekhyun merasa pria-pria itu kembali mendekatinya. Sementara sistem saraf pusatnya menyadari bahwa keadaan burbah menjadi semakin merugikan.

"Boss mungkin tahu pekerjaan kita sulit akhir-akhir ini. Jadi, dia memberikan kita bonus seorang pelacur mungil dari bisnis human traffic Fraksi Merah." pria itu merangkul bahunya dari belakang sembari menjilat ujung bibir, "sebenarnya aku tidak yakin kalau dia ini seorang laki-laki."

"Tapi aku tak akan keberatan asal dia bisa memuaskan." rekannya yang lain menyahuti.

"Begini saja. Ikut kami ke bangunan yang lebih layak di dekat sini, kami jamin tidak akan ada satupun anggota tubuhmu yang terluka atau hilang jika kau bersedia ikut dengan suka rela. Toh, pekerjaanmu memang melakukan sex kan?"

Pria-pria itu terbahak di belakangnya sementara Baekhyun mencoba memutar otak, mengandalkan kondisi intelektualnya yang jauh lebih baik dibanding kemampuan motoriknya. Ia harus memikirkan strategi melarikan diri dari orang-orang yang mulai berniat menggunakan tubuhnya seefisien mungkin.

Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya dan telapak tangannya mulai mendingin. Baekhyun tak akan bertindak semborono, ia tak akan mulai memukul mereka karena tahu ia tak punya kesempatan menang sedikitpun jika adrenalin dan emosi ketiga pria itu terpacu. Terlebih ia hanya sendirian. Namun menyerah dan ikut dengan mereka bukanlah sebuah jalan keluar.

Umpatan dalam hatinya semakin menjadi-jadi, ketika Baekhyun menyadari bahwa sebelumnya ia dengan penuh percaya diri menolak handy talkie yang diberikan SuA.

Dumbass!! Tebak, siapa lagi yang lebih bodoh dari dirinya?

"Kalian berpikir bisa bertindak seenaknya dan memperlakukanku seperti binatang?" Baekhyun berusaha terlihat berani dengan wajah datarnya setelah beberapa waktu.

"Ah, tipe yang besar kepala ternyata."

Manik kebiruan Baekhyun melirik ke segala sudut gang untuk mencari alat pertahanan diri atau sekedar memikirkan bagaimana cara agar dirinya berpeluang kabur dari situasi menjijikkan seperti ini meski dengan keterbatasan motoriknya.

Namun semua skema itu kabur ketika sebuah tangan mencoba menelusup masuk ke bajunya dan meraba pinggangnya seduktif.

Dengan keadaan reflek, Baekhyun meninju tulang pipi seseorang yang baru saja meraba tubuhnya dengan lancang. Meski ia tak berpikir pukulannya sedemikian kuat hingga pria yang menyentuhnya tersungkur, Baekhyun tahu respon kendali simpatis-nya adalah neraka.

Baekhyun tak akan menyia-nyiakan kesempatan melarikan diri sedetikpun ketika dua orang pria yang lain tengah memperhatikan kondisi rekannya—mungkin terkejut atas perlawanan tak terduga itu. Dirinya sudah kepalang basah, sekalian saja ia menceburkan diri.

Baekhyun hampir mengumpat ketika sebuah tangan menarik kakinya yang hendak bergerak melarikan diri. Tubuhnya terpelanting ke tanah, lantas pandangannya jatuh menyadari sebuah pecahan batu bata yang besar di dekat tempat ia terjatuh.

Secepat mungkin Baekhyun meraih batu bata itu ketika tubuhnya diseret di atas aspal jalanan yang kasar.

"Brengsek!!" umpatan keras keluar dari pria yang menyeretnya.

Baekhyun memukul kepala pria itu dengan batu bata yang ia pegang. Menahan rasa ngilu yang menjangkit lengan kirinya dan sesegera mungkin berusaha membuat jarak. Ini bukan sebuah pertarungan yang imbang. Walau bagaimanapun, Baekhyun bukanlah seorang atlet bela diri profesional yang mampu membanting jatuh tiga musuh dengan dua kali lipat besar tubuhnya.

Baekhyun menyadari keberadaan sebuah pulpen di dalam jaket kebesaran yang ia kenakan. Ketika seorang pria berkaus tanpa lengan berusaha mendekat, Baekhyun meraih pulpen di dalam jaketnya, lalu menghujamkan pulpen tepat pada mata keparat itu berkali-kali hingga begitu banyak darah terciprat membasahi telapak tangannya. Jeritan kesakitan menggema ketika ujung pulpen yang runcing kembali menembus bola mata pria itu, menancap dengan sempurna seperti sebutir anggur yang tertusuk jarum.

Namun seseorang dari mereka berhasil mengunci pergerakannya segera setelah menyadari kedua partnernya tergeletak di atas tanah. Baekhyun terbelalak ketika menyadari pria yang ia pukul dengan batu bata berusaha bangkit dan mengampirinya yang tengah terkunci.

"PELACUR SIALAN!! TUBUH SEKARATMU ITU AKAN AKU SETUBUHI HINGGA NYAWAMU HILANG!!"

Pria itu memukul wajahnya, lantas memukul perutnya dengan keras berkali-kali. Baekhyun bisa merasakan pendarahan yang keluar dari mulutnya. Tak puas dengan pukulan, keparat yang memukulnya itu menghujamkan sebuah tusukan ke perutnya.

Baekhyun mengerjapkan matanya ketika semua terjadi begitu cepat.

Pandangannya mulai mengabur karena rasa sakit. Namun ketika ia mencoba mempertahankan kesadarannya, keparat di hadapannya terpelanting ke jalanan, begitu juga dengan pria besar yang mengunci tubuhnya.

"Aku tahu pasti ada yang salah dengan transaksinya."

Sesaat setelah tubuhnya ambruk ke tanah, Baekhyun menyadari, SuA lah yang menjatuhkan kedua pria besar itu hanya dalam hitungan detik.

Lucu sekali, ia bahkan kesulitan melawan satu dari mereka.

"Aku akan mengurus kalian nanti. Sampaikan pada boss kalian jika aku SuA Kim, atas nama Richard Park menghentikan kontrak bisnis ini."

SuA memerintahkan beberapa orang mengangkat tubuh Baekhyun, membawa pria itu keluar dari tempat transaksi yang lamat-lamat menjadi lokasi pembunuhan.

Sekilas SuA mendapati sesuatu. Iris hazelnya menangkap onggokan mayat salah satu keroco yang tergeletak di atas jalan dan sebuah pulpen yang menancap sempurna di matanya. Pulpen dengan ukiran phoenix berwarna emas.

*

SuA menunjukkan ketidak-terimaannya pada Richard.

"Dia bahkan hampir mati hanya karena gembong narkoba itu. Apa yang sebenarnya ada di dalam otakmu Richard?"

Richard memainkan gelas winenya, "Benar. Dia mungkin begitu untuk beberapa waktu kedepan. Pengecut yang paling kamu benci dari segala tipikal manusia di atas bumi ini."

SuA semakin tak sabaran dan menunjukkan sebatang pena yang berlumuran darah, "Lihat!"

"Dan kamu masih belum menyadari itu?" Richard bertanya dengan intonasi yang dingin.

"Dia telah menjadi pembunuh dua kali—mungkin lebih banyak dari yang terlihat—hanya untuk memastikan posisinya."

"Omong kosong Park. Semua orang punya insting dan itu adalah hal yang normal untuk mempertahankan diri."

"Ah, jadi kamu masih belum mendapatkan konklusinya?"

SuA memalingkan wajahnya. Richard selalu membuatnya berpikir jauh lebih rumit dibandingkan siapapun, bahkan dibanding papanya sendiri. Benar, orang-orang menyebutnya genius bukan tanpa alasan dan SuA membenci itu.

"Kembali dan urus obat-obatan itu."

Ketika SuA telah keluar dari ruangan kerja Richard, wanita itu membanting pena yang semula digenggamnya.

"Bajingan itu."[ ]


Feedbacks are highly appreciated!!