CONFESSION
Tangan mungil seorang pemuda yang juga berperawakan mungil sepertinya terlihat kesusahan ketika membawa setumpuk buku tugas milik teman – temannya. Kadang ia merasa, menjadi ketua kelas hanya akan menyiksa kondisi fisiknya yang memang sudah lemah dari dulu. Dan sepertinya teman – temannya memang sengaja memilihnya menjadi ketua kelas, yeah, bahasa kasarnya memanfaatkannya saja. Menjadi anak dari presdir perusahaan besar tidak menjamin seorang Byun Baekhyun menjadi anak populer. Lain halnya dengan sang kakak, Byun Luhan. Pemuda yang lebih tinggi beberapa centi darinya itu sangat disegani bahkan di idolakan oleh seluruh sekolah. Well, walaupun seperti itu Baekhyun tidak pernah merasa iri, karena baginya, kakak dan seorang sahabatnya, Do Kyungsoo, sudah lebih dari cukup untuk mendukungnya bertahan di sekolah yang memuakkan ini.
Langkahnya terhenti saat sepasang sepatu menghalangi jalannya. Ia sedikit memiringkan kepalanya supaya dapat melihat siapakah yang tengah 'bercanda' dengannya ini. Matanya langsung membulat saat seorang pemuda berperawakan tinggi, dengan kulit yang lebih pucat darinya dan senyuman yang menawan baginya, Oh Sehun, menghalangi jalannya.
"Byun Baekhyun?" sapa pemuda tinggi itu. Baekhyun terdiam. Tak menyangka juga akan bertemu sang pujaan hati disaat ia tengah merenungi hidupnya. Ia bahkan tak bisa menyembunyikan rasa gugupnya ketika berhadapan dengan seorang Oh Sehun. Yeah, walau sebenarnya ia sering bertemu dengannya. Tapi hey, semua orang pasti akan mati – matian menahan degupan jantungnya yang menggila saat bertemu dengan orang yang disukainya selama ini, dan itu cukup membuat suara mu seperti tercekat di tenggorokan dan tak mau keluar walau hanya huruf A saja. "Hey, Baekhyun-sshi?" Sehun melambai di depan wajahnya.
"Ya?" Sehun terkekeh kecil.
"Mau kubantu? Kau terlihat kesusahan membawanya." Baekhyun tersenyum layaknya orang bodoh. Ia hanya menggeleng pelan. Jujur, suaranya benar – benar menghilang saat ini. "Ayolah, kau itu kan mungil, kau pasti keberatan membawa itu semua." Baekhyun menunduk dengan wajah yang sudah merona.
"Tak usah Sehun-sshi, kelas kita kan cuma tinggal menaiki tangga itu." Baekhyun menunjuk anak tangga ke lantai dua dengan dagunya dan tersenyum kecil.
"Heum, okay. Tapi jika kau butuh bantuan katakan saja." Baekhyun mengangguk dan pemuda tinggi itu pun berpamitan pergi. Well, mungkin Sehun akan menjadi nama baru dalam daftar orang terbaik di hidup Baekhyun. Eh tunggu, Sehun pergi disaat jam pelajaran? Oh, bisa ditebak, mungkin pemuda itu akan membolos dengan Park Chanyeol. Park Chanyeol? uh, memikirkannya saja Baekhyun tak sudi. Entah kesialan apa sehingga membuatnya harus sekelas lagi dengan Park Chanyeol di kelas dua. Yeah, walau pun dia sangat senang saat tahun kedua ini bisa sekelas dengan Sehun, tapi—oh, Park Chanyeol? dialah masalah paling berat di kehidupan remaja Baekhyun.
Bruukk.
"Ups, jeosonghamnida Baekhyun agasshi, aku tak sengaja." Hell?! 'agasshi'? siapa lagi yang memanggil Baekhyun seperti itu kalau bukan manusia tiang, si telinga besar, senyum pepsodent (?), Park Chanyeol. Malaikat pencabut nyawa bagi Byun Baekhyun. Hanya orang gila yang memanggilnya dengan sebutan 'agasshi', heum seperti itulah pemikiran Baekhyun. Hey Park Dobi, Byun Baekhyun bukan seorang wanita, kay. Baekhyun menghela nafas, ia memilih diam dan berjongkok untuk memunguti buku – bukunya yang terjatuh karena ulah Park Chanyeol. Baekhyun tahu, sangat tahu malah, kalau Chanyeol memang sengaja menabraknya. Bahkan ia merasa hidup Chanyeol tidak akan tenang jika tak mengganggunya.
"Apa perlu kubantu agasshi?"
"Tidak." ketus Baekhyun. Chanyeol tertawa lebar, sepertinya ia sangat puas jika sudah melihat Baekhyun yang ketus dengan muka memerah menahan amarah. Saat tersisa satu buku untuk dipungut –dan terlebih itu buku bertuliskan nama 'Byun Baekhyun'–, tanpa menunggu lagi kaki Chanyeol sudah terangkat dan menendang jauh buku itu hingga menabrak tempat sampah di samping tangga. Chanyeol kembali tertawa.
"Aku pergi dulu ya Baekhyun agasshi. Aku berjanji kita akan sering – sering bertemu lagi." Manusia menyebalkan yang bahkan sangat diidolakan orang – orang itu melenggang pergi dengan senyuman lebarnya. Baekhyun tak habis pikir, bagaimana mungkin seluruh sekolahan menggemari seorang yang sangat menyebalkan seperti Park Chanyeol? Apa semua orang dibutakan oleh wajahnya yang rupawan. Yeah, sepertinya iya. Yang tampan selalu lebih diutamakan ketimbang yang pintar, selalu seperti itu kan? Dan buruknya, Baekhyun hanyalah seorang murid biasa yang tidak terlalu pintar. Pasti dan selalu dia yang akan menjadi barisan akhir –terpencil dan diacuhkan–. Baekhyun membuang nafasnya pelan, kemudian segera mengambil bukunya yang terlempar jauh.
"Baekhyun-ah" Suara lembut yang menyapanya dari belakang, membuatnya mengulum senyum termanisnya. Siapa lagi kalau bukan, kakak tercantiknya –menurut Baekhyun–. Pemuda cantik itu menghampiri Baekhyun. "Kau sedang apa heum?" Baekhyun berbalik dan tersenyum hingga matanya menyipit seperti bulan sabit.
"Oh Hyungie! Aku disuruh mengambil buku tugas anak sekelas."
"Heum, begitukah? Mau kubantu membawanya?" Inilah yang disukai Baekhyun. Walau pun kakaknya sangat populer dan disukai banyak orang, namun itu tak membuat kakaknya sombong atau pun melupakan dirinya yang—yeah, biasa saja. Mana mungkin ia bisa iri pada kakaknya yang selalu menyayangi dan memperhatikannya. Bahkan kakaknya juga yang selalu membelanya di depan orang tua mereka saat Baekhyun kena marah karena mendapat nilai merah di ujian matematikanya. Yeah, kakak kandungnya, hyung tercintanya, segalanya bagi Baekhyun. Eldorado dalam hidupnya.
"Tak usah hyung. Aku bisa sendiri kok." Luhan mengangguk – angguk paham.
"Kalau begitu hyung mau ke ruang kepala sekolah dulu ya. Bye bye baby byunnie." Luhan melambai dan berlari – lari kecil kearah ruang kantor sekolah. Baekhyun masih memandang punggung hyung nya yang semakin kecil tertelan jarak. Pasti hyung nya akan diikut sertakan dalam olimpiade matematika tahun ini. Luhan itu pintar, ia di anugerahi otak emas oleh Tuhan. Dan sekali lagi, Baekhyun sangat bangga memiliki hyung yang seperti itu. Selalu membanggakan orang tua mereka. Setidaknya, masih ada Luhan yang patut dibanggakan, bukan hanya Baekhyun yang selalu mengecewakan.
Confession © ChanBaek
Kantin di siang ini terlihat begitu ramai, padahal dentingan bel menunjukkan kalau ini jam istirahat kedua. Disalah satu meja di kantin itu telah terisi oleh dua makhluk mungil, Baekhyun dan Kyungsoo. Dua sahabat yang selalu bersama – sama. Dimana pun dan kapanpun. Baekhyun maupun Kyungsoo terlihat sedang menikmati ramen mereka. Yeah, mereka tak mau ambil pusing untuk memesan makanan berserat karena hanya akan memperlambat waktu makan mereka. Apalagi jam istirahat mereka hanyalah satu jam. Bukankah waktu lain –waktu setelah makan– sebaiknya digunakan untuk belajar lagi? Itulah menurut dua sahabat ini. Berhemat waktu lah. Apalagi Baekhyun bukan termasuk siswa pintar seperti Kyungsoo. Ia harus bisa meluangkan waktu untuk belajar, right?
"Baekkie-ya." Kyungsoo menggumam dengan sedikit nada ragu di dalamnya. Baekhyun menyeruput mie nya sedikit cepat dan mengunyahnya pelan.
"Ada apa?"
"Sebenarnya ada suatu hal penting yang ingin kukatakan padamu." Baekhyun menghentikan pergerakan sumpitnya. Ia menatap Kyungsoo dengan alis saling bertautan. Tak biasanya Kyungsoo akan mengucapkan hal serius dengannya. "Sebenarnya, aku—"
"Baby Soo!" Sebuah suara bass menggema di seluruh kantin. Baekhyun yang sangat tahu betul suara itu hanya mendengus kesal. Sang pemilik suara, Park Chanyeol, berlari kearah meja mereka dan langsung mendaratkan lengannya pada leher Kyungsoo, melingkar disana dengan sangat possesive, membuat Baekhyun hampir tersedak mie di kerongkongannya.
"Ka-kalian—" Baekhyun terbata. Chanyeol tersenyum meremehkan kemudian beranjak duduk disamping Kyungsoo.
"Kami berkencan. Jadi, mungkin Kyungsoo akan menghabiskan waktunya bersamaku mulai hari ini." Bagaikan dipukul tongkat baseball, kepala Baekhyun langsung pening. Kyungsoo? Sahabat satu – satunya yang dimilikinya berkencan dengan orang yang mengacaukan hidupnya? Apa Tuhan sudah tak menyayanginya? Oh tidak, Baekhyun tak boleh mempunyai pemikiran seperti itu. Ia harus mengubahkannya menjadi, 'Apa Tuhan terlalu menyayanginya hingga ia harus mendapati kenyataan seperti itu?'. Takut? Yeah, ia takut kehilangan Kyungsoo, satu – satunya yang dipunyainya selain Luhan tentunya. Apalagi sifat Chanyeol yang terkenal over protectivepada setiap kekasihnya dulu dan satu poin sialnya, Chanyeol membencinya. Dan itu berarti, Chanyeol akan membuat Kyungsoo menjaga jarak dengannya. Meninggalkannya?
"Mianh, Baekhyun-ah. Aku tidak meminta pendapatmu dulu. Aku—"
"Sudahlah baby Soo, Baekhyun takkan marah. Benarkan Byun Baekhyun?" Chanyeol bertanya dengan senyuman walau setiap pelafalan katanya penuh dengan penekanan seolah memaksa Baekhyun untuk mengatakan hal yang sebaliknya dari kata hatinya.
"A-ah, terserah kalian lah." Berusaha tenang dan meneruskan makannya. Kyungsoo tersenyum hangat, sepertinya ia tak menyadari perubahan raut wajah Baekhyun. Chanyeol yang disampingnya pun menyeringai puas tanpa disadari keduanya. 'Ini baru permulaan Byun Baekhyun' batin Chanyeol.
Confession © ChanBaek
Suasana ramai di kelasnya membuat hati Baekhyun makin dongkol. Ia baru saja dimarahi wali kelasnya karena tidak mau mengontrol keadaan kelasnya. Yeah, yang dimaksud sang guru adalah keadaan yang ramai seperti pasar kebakaran, lalu para murid yang rajin membolos seperti Chanyeol dan Sehun. Terlebih di jam kosong seperti ini. Ia sudah terlalu sering menggunakan suara oktaf nya, namun semua mengabaikannya. Mungkin mereka akan terlihat diam untuk beberapa saat, namun hanya berlangsung lima menit dan keadaan akan gaduh kembali. Ia membenamkan wajahnya pada lengannya yang terlipat. Ingin sekali ia mengigit murid – murid bandel itu. Tapi apa daya, mereka pasti akan mengacuhkannya. Anugerah suara yang terlampau tinggi pun tak bisa menyembuhkan 'ketulian' mereka. Mungkin dapat terhitung jari berapa banyak siswa yang menurut. Contohnya saja para murid nerd yang pendiam?
Baekhyun benar – benar mengutuk Jongdae yang seenak jidat saja mengajak Kyungsoo pergi ke perpustakaan. Bukannya bermaksud apa, hanya saja Kyungsoo adalah guru belajarprivate bagi Baekhyun. Kyungsoo juga menjabat sebagai tempat curhat dan teman mengobrol bagi Baekhyun. Tak ada Kyungsoo, matilah dia. Mati bosan, –maybe.
"Baekhyun-sshi." Seseorang menepuk pundak Baekhyun, membuatnya mau tidak mau mendongakkan kepalanya.
Pluukk.
Hoapph.
Baekhyun kelabakan. Baru saja wajahnya menjadi sasaran tepung yang dihadiahkan seseorang itu. Ia mengusap wajahnya yang sudah memutih. Tepung itu berhasil masuk ke dalam mulut, hidung, serta matanya, membuatnya terasa perih. Matanya juga berair. Namun sepertinya penderitaannya tak berhenti disitu karena beberapa butir telur sudah mendarat di kepalanya. Bau amis langsung menyeruak ke dalam hidungnya, membuatnya sedikit mual. Walau matanya memburam karena tertutup tepung, namun ia mendengar dengan jelas gelak tawa disana. Semua orang menertawakannya.
"Chukkae Baekhyun-sshi!" Seseorang berucap. Dari suaranya, Baekhyun yakin kalau itu manusia tiang menyebalkan yang selalu membully nya, Park Chanyeol. "Kerja bagus Tao-ya." Chanyeol kemudian berteriak. Kini Baekhyun tau, kalau Huang Zitao, pemuda asal China itulah yang menghadiahi tepung tadi. Baekhyun sedikit heran, padahal Zitao sangat ramah padanya, apa sekarang dia sudah menjadi anak buah si Chanyeol itu?
"Apa maksud semua ini, Park Chanyeol?" Oh lihatlah Baekhyun, wajahnya benar – benar tertutup tepung, rambut yang lengket dengan tetesan – tetesan telur di ujungnya. Ia sudah cukup bersabar dengan ulah Chanyeol, namun sepertinya ia tak dapat mentoleransi kelakuannya yang satu ini. Bukankah Chanyeol telah menganggu kenyamanan waktu belajarnya? Chanyeol melipat kedua tangannya dan memandang remeh kearah Baekhyun.
"Bukankah kau ulang tahun hari ini?"
"Mwo?!" Mata Baekhyun membulat. Bagaimana bisa? Ini bulan September, Chanyeol benar – benar harus ke dokter saraf untuk memperbaiki ingatannya. Itu pun kalau dia memang peduli dengan hari ulang tahun Baekhyun.
"Eh? Aku salah ya?" Chanyeol bertanya dengan nada mengejek.
"Chanyeol-ah, kau jangan mengada – ada. Baekhyun-sshiulang tahun atau tidak?" Zitao menepuk bahu Chanyeol sedikit lebih keras. Takut kalau – kalau pemuda yang lebih darinya itu berbohong. Chanyeol hanya tertawa kemudian menggedikkan bahunya dan melenggang pergi begitu saja. Kelas yang tadinya riuh berubah hening seketika. Zitao akhirnya ikut membantu menghilangkan tepung disekitar mata Baekhyun. "Baekhyun-sshi, jeosonghaeyo. Aku pikir kau benar – benar ulang tahun. Ternyata Chanyeol hanya berbohong. Maafkan aku." Baekhyun tersenyum lalu menggeleng pelan. Ia menghela nafas ketika tatapan mata semua temannya seolah menatap iba padanya.
"Aku permisi." Baekhyun bergeser sedikit lebih jauh agar badannya yang penuh dengan tepung itu tak mengenai jas sekolah Zitao. Ia segera keluar dari dalam kelas. Ia harus membersihkan diri bukan? Baekhyun sedikit gusar ketika ia melewati lorong, semua murid yang melihatnya terkikik, menertawakannya.
Setelah meenghabiskan sekitar 20 menit untuk mandi dan berganti seragam –ia terpaksa menggunakan seragam olah raganya–, ia kembali ke kelasnya. Hatinya tambah dongkol mana kala sang guru, Park sonsaengnim sudah berada di dalam dan menjelaskan pelajaran. Mungkin ia harus membolos untuk kali ini. Ia tak ingin guru killer itu menendangnya hari ini. Saat matanya menangkap tubuh jangkung Chanyeol di dalam, ia tersenyum puas. Berarti takkan ada yang menganggunya kalau pun ia membolos. Akhirnya ia berjalan santai menuju lantai paling atas gedung sekolahnya –atap sekolah, tempat para murid yang membolos–.
Cklek.
Angin musim gugur langsung menerpa tubuh mungilnya, ia sedikit terhuyung ke belakang mengingat kerasnya tamparan angin di atap ini. Ia merasa sedikit bergidik saat angin dingin itu menguliti bagian tubuhnya yang terbuka. Ia pun memeluk lengannya dan berjalan kearah pagar pembatas. Ia sedikit terlonjak saat melihat ada orang lain disana. Tengah membelakanginya, seperti tengah menikmati pemandang di belakang gedung sekolah mereka yang bisa dikatakan cukup indah. Baekhyun tahu benar siapa itu. Dengan ragu ia melangkahkan kakinya mendekati siswa itu. Jantungnya berdetak makin cepat saat tangannya terulur akan menepuk pundaknya. Namun sebelum tangan mungil itu berhasil menyentuhnya, sang pemilik sudah terlebih dahulu membalikkan badannya.
"Eoh, Byun Baekhyun-sshi, kau membolos?" Pemuda itu bertanya dan Baekhyun hanya mengangguk. "Kenapa memakai baju olah raga?" Pemuda itu bertanya dengan alis yang saling bertautan. Baekhyun hanya mengulum senyum simpul.
"Hanya masalah kecil di kelas tadi."
"Chanyeol?"
"Yeah, seperti yang kau tahu, Sehun-sshi." Sehun terlihat menghela nafas pelan. Sehun sendiri juga tak habis pikir, kenapa sahabatnya itu selalu membully pemuda manis di depannya ini. Padahal setahunya Baekhyun hanyalah seorang murid pendiam yang bahkan jarang berkomunikasi dengan orang lain. "Aku yakin dia tak bermaksud jahat padamu. Mungkin dia hanya—"
"Aku sudah terbiasa." Baekhyun memotong perkataan Sehun. Ia menatap Sehun dengan wajah yang menenangkan, membuat Sehun mau tak mau juga ikut tersenyum tipis. "Aku sudah biasa diperlakukan seperti ini."
"Jangan sok kuat."
"Eh?"
"Chanyeol takkan berhenti sampai kau menangis di depannya." Baekhyun tertawa kecil lalu mengedarkan pandangannya pada sekitarnya.
"Aku takkan menangis." Sehun kembali tersenyum hangat dan mengusak rambut Baekhyun. Membuat pemiliknya tersipu dan menundukkan wajahnya. Mengabaikan detakan hebat di dada kirinya. Ia memalingkan wajahnya, menghindari kontak mata dengan hazel Sehun yang meneduhkan. Beberapa menit mungkin akan mereka habiskan dalam diam sembari menikmati hembusan angin dan pemandangan yang disuguhkan di depan mereka.
Confession © ChanBaek
"Baekhyun-ah!" Baekhyun menoleh dan mendapati Kyungsoo yang tengah berlarian kearahnya. Ia mengerutkan dahinya heran. Kyungsoo langsung saja menerjangnya dan memberikan pelukan yang entah apa maksudnya. Ia dapat merasakan tangan Kyungsoo yang semakin erat saat memeluknya. "Maaf, maafkan perlakuan Chanyeol. aku mohon maafkan dia, Baekhyun-ah." Baekhyun tersenyum kecut. Ternyata ini maksud dari pelukan Kyungsoo. Kenapa juga sahabatnya ini rela meminta maaf untuk orang seperti Chanyeol? Sebegitu cintanya kah? –molla.
"Aku tidak apa-apa, Kyungsoo." Kyungsoo melepaskan pelukannya dan mengenggam kedua tangan Baekhyun.
"Aku akan memutuskannya kalau dia masih menganggumu. Kau sahabatku, Baekhyun-ah. Dan aku tak mungkin menerima seseorang yang terus saja menyiksamu." Baekhyun menggeleng pelan.
"Aku takkan melarangmu, Kyungsoo-ya. Hubunganku denganmu dan dengan Chanyeol itu berbeda. Aku memang membencinya, tapi kebencian ku itu takkan berlaku untukmu walau pun kau menjadi kekasihnya. Sudahlah, jangan bahas ini." Baekhyun berdalih tak suka. Ia mengerucutkan bibirnya lucu.
"Tapi—"
"Aku akan benar – benar marah padamu kalau kau masih membicarakan masalah ini." Baekhyun berujar dingin walau pun ada nada candaan di dalamnya.
"Gomawo Baekhyun-ah." Kyungsoo tersenyum singkat. Saat melihat Luhan sudah menantinya di depan gerbang, Baekhyun langsung berpamitan pada Kyungsoo dan berjalan kearah hyung nya. See, kakaknya tampak manly saat melipat kedua tangannya dan menyandarkan punggungnya di tembok gerbang. Apalagi ia menjadi pusat perhatian karena memang banyak siswa yang lalu lalang akan pulang. Bukankah itu terlihat keren? Kalau saja bukan saudara kandung, Baekhyun pasti sudah menyimpan perasaan pada Luhan hyung nya. Luhan menyerngit heran, saat Baekhyun datang dengan kikikan tawa.
"Kenapa eoh?"
"Wah, kau terlihat seperti seme jika berpose seperti itu hyung." Baekhyun kembali terkikik, membuat Luhan mempoutkan bibirnya karena kesal.
"Loh, tak tahu ya kalau aku ini seme sejati?" Luhan menyeringai membuat Baekhyun tertawa semakin keras. Ia bahkan sampai memegangi perutnya yang serasa di kocok oleh kata – kata Luhan.
"Cih, bohong. Saat berkencan kau selalu menjadi uke. Well, jika kau berkencan dengan wanita, kau pasti seme sejati, hhahah. Itu pun kalau gadis yang kau kencani tidak canggung karena wajahmu lebih cantik dari mereka."
Bletak.
"Awww!"
"Baekhyun!" Luhan menghentak – hentakkan kakinya kesal. Membuat para gadis di sekitar mereka menjerit tertahan, dan para pemuda berjiwa seme langsung mimisan. Oh, betapa menggemaskannya Luhan saat bertingkah kekanakkan seperti itu. Tak urung seorang pemuda berperawakan tinggi dengan kulit seputih susu tersenyum memperhatikan Luhan dari dalam mobilnya.
Confession © ChanBaek
"Baca ini." Sehun menunjukkan sebuah halaman buku yang dibacanya pada Chanyeol. Chanyeol mendengus kemudian menaruh playstation nya dan meraih buku yang diberikan Sehun.
"Ck, sejak kapan kau suka membaca novel seperti ini. Memalukan." Chanyeol mencibir dan Sehun hanya memutar kedua bola matanya.
"Dibaca dulu sahabatku yang tampan." Mendengar penuturan Sehun membuat Chanyeol tersenyum puas. Kalau Sehun sudah berkata seperti itu, ia merasa dirinyalah seme sejati disini. Tingkah Sehun bahkan terlihat seperti perempuan, bertutur dengan nada manja dan membaca romansa. Ck, menjijikan sebenarnya. Chanyeol melihatnya, namun masih enggan membacanya. "Itu bukan novel. Itu kiasan yang diambil dari kisah – kisah nyata." Chanyeol mengerutkan dahinya, akhirnya ia pun membaca sederet tulisan yang ditunjukkan Sehun.
'Lawan dari cinta bukanlah benci, melainkan rasa ketidakpedulian. Itulah mengapa cinta dan benci hanya berbeda tipis. Kita bisa membenci semudah kita mencintainya, dan kita bisa mencintai sekeras kita membencinya." –Robert fulghum (–dengan tambahan dari saya. Kkk.)
"Apa maksudnya?" Chanyeol bertanya dengan nada bingung, membuat Sehun menunggingkan senyum puas. Tak sia – sia dia menunjukkan filosofi hidup pada sahabatnya ini. Setidaknya dia mulai tertarik sekarang. Yeah, walau pun ia tak yakin cara ini akan berhasil menyadarkan seorang Park Dobi—ups, Park Chanyeol yang sangat keras kepala ini.
"Jangan terlalu membenci Baekhyun." Alis Chanyeol bertautan. "Kau bisa sangat mencintainya kelak." Chanyeol tertawa mengejek. Tak membenarkan sama sekali ultimatum memuakkan dari Sehun.
"Cih, omongan lama. Aku tak percaya. Lagipula aku punya Kyungsoo. Lihat saja mata bulatnya yang menawan dan bahunya yang sempit seperti anak gadis. Sungguh menggiurkan, membuatku ingin menerkamnya saja." Chanyeol memperagakan lekukan tubuh Kyungsoo dengan kedua tangannya dan Sehun hanya mendengus pelan. "Beda dengan Byun Baekhyun si pencinta eyeliner itu. Dia begitu menakutkan dengan mata yang sipit seperti seorang sadako. Tubuhnya juga biasa saja. Tak ada yang menarik darinya, terasa hambar dipandang mata."
"Tak tahulah. Kita lihat saja nanti." Sehun menggedikkan bahu. "Dan kurangi kadar kemesumanmu itu Park Chanyeol. Kurasa kau juga akan 'memakanku' jika kau sedang kehabisan stok." Chanyeol tertawa.
"Well, mungkin saja Thehunnie sayang." Ia tertawa lebih keras dan Sehun hanya memandangnya datar.
"Ck, sialan."
Chanyeol terkekeh. Ia kembali menyibukkan diri dengan gamenya. Namun beberapa saat bermain, ia mempause nya dan berbalik menatap Sehun yang kembali menyelami bukunya.
"Hun-ah, kau—apa kau menyukai Luhan hyung?" Badan Sehun yang semula menempel pada sofa langsung menegak dan matanya membulat sempurna. Melihat ekspresi Sehun yang berlebihan, membuat perut Chanyeol serasa dikocok. Sehun sangat lebay (?) –menurutnya. "Lihat ekspresimu Hun-ah, hhahaha. Seperti seorang gadis yang ketahuan berpacaran dengan om – om." Alis Sehun langsung mendatar. Ia menggeplak kepala Chanyeol sedikit lebih keras, membuat sang pemilik meringis kesakitan. "Hey kawan, kau benar – benar menyukainya? Kukira kau takkan tertarik pada orang yang sama populernya denganmu."
"Kau pikir aku populer? Oh, terima kasih Tuan Muda Park."
"Dasar! Kalau aku sih, aku takkan tertarik dengan orang yang sama populernya denganku." Ekspresi Sehun langsung berubah menjadi sangat datar. Kenapa ia bisa lupa kalau dia memiliki sahabat dengan tingkat ke-PD-an yang akut? "Kau ingin tahu kenapa?" Sehun hanya mengangguk, walau sebenarnya tak begitu tertarik juga sih. "Karena aku tak mau tersaingi. Hahaha." Jawaban konyol. "Apa kau tak ingin mendekatinya Oh Se?" Mendengar penuturan sahabatnya, tiba – tiba seringaian muncul di bibir tipis milik Sehun.
"Dia akan mendatangiku dengan sendirinya nanti."
"Eh, sepertinya aku melewatkan sesuatu." Sehun tersenyum tipis.
Confession © ChanBaek
Bruukk.
"Ah, jeosonghamnida agasshi, aku tidak sengaja. Mari kubantu." Kyungsoo menyerngitkan alisnya. Dha'hell! Siapa yang berani memanggilnya 'agasshi'? Jelas – jelas dia itu seorang laki – laki. Pasti orang ini sama gilanya dengan Baekhyun –karena Baekhyun selalu mengatakan kalau dia itu cantik–. "Kau tidak apa-apa? Maaf. Aku terburu – buru tadi." Kyungsoo mengangguk pelan, memunguti bahan – bahan makanannya yang berserakan di trotoar karena orang asing ini berhasil menabraknya.
"Jeosonghamnida." Pemuda yang menabraknya itu membungkuk kearahnya. Kyungsoo yang memang belum sempat melihat wajah pemuda itu langsung berdiri dan ikut membungkuk. Saat mereka telah berhadapan, pemuda itu tersenyum lembut, membuat hati Kyungsoo tiba – tiba menghangat. Jantungnya berdebar dan wajahnya memanas, padahal udara malam ini sangatlah dingin. Jatuh cinta? Mungkinkah? Bahkan Kyungsoo masih mematung karena terlalu terpesona oleh sosok di depannya. "Hey, apa kau baik – baik saja?" Pemuda itu melambai di depan wajahnya, membuat Kyungsoo tersadar dari fantasinya beberapa menit yang lalu.
"A-ah ne." What?! Kenapa suaranya terdengar begitu gugup?
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu." Pemuda itu membungkuk sekali lagi dan segera melangkahkan kakinya pergi. Namun, tiba – tiba saja mulut Kyungsoo langsung terbuka dan memanggilnya.
"Hey tuan!" Pemuda itu menghentikan langkahnya lalu berbalik dan tersenyum. "Jangan panggil aku 'agasshi'! Aku ini lelaki tulen." Walau dari jarak yang cukup jauh, Kyungsoo dapat melihat pemuda itu terkekeh kecil.
"Jeosonghaeyo, geurom, siapa namamu?!" Pemuda itu berteriak. Kyungsoo mengulum senyum kemudian menjawab.
"Kyungsoo, Do Kyungsoo!"
"Senang mengenalmu Kyungsoo-sshi, aku Kim Jongin! Panggil saja Kai!" Pemuda berkulit tan yang sangat mempesona –menurut Kyungsoo– itu melambai kearahnya dan ia pun membalas dengan lambaian pula. Sampai akhirnya pemuda itu memutuskan kontaknya dengan Kyungsoo dan melanjutkan langkahnya.
'Kim Jongin ya. Kenapa jantungku seperti ini? Ah Kyungsoo, kau kan sudah punya Chanyeol. Apa – apaan aku ini?!' Kyungsoo meruntuk dalam hati.
Pemuda dengan tinggi diatas rata – rata itu melangkah malas kearah kelasnya di lantai dua. Sungguh sial baginya karena terlambat bangun tidur menyebabkan ia telat masuk sekolah. Baru saja ia dihukum bersama murid – murid yang terlambat lainnya, berlari mengelilingi lapangan basket 5 kali. Yeah, walau pun tak sebanyak saat olahraga, namun cukup membuat seluruh badannya berkeringat. Berulang kali mata phoniex nya terpejam dan jemarinya yang panjang mengusap peluh di dahinya. Jam pertama baru saja dimulai dan ia ingin membolos karena terlalu lelah dengan hukuman yang diberikan wakil kesiswaan tadi.
Matanya berbinar –walau hanya sedikit– saat melihat pintu toilet di depannya. Ia berniat membasuh wajah tampannya dulu sebelum pergi keatap sekolah untuk tidur. Saat tangannya bergerak akan memutar knop pintu toilet, samar – samar ia mendengar suara guyuran air dan tawa beberapa siswa laki – laki di dalam. Sedang terjadi pembully–ankah? Tidak heran juga karena siswa disini termasuk anak – anak iseng yang suka menjahili satu sama lain. Rasa penasaran mulai menggerayanginya. Dengan seringaian khasnya, ia membuka pintu toilet itu, membuat beberapa anak –sekitar 4 anak menoleh kearahnya. Chanyeol baru saja akan melambai sok akrab namun tangannya berhenti di udara dan matanya membulat sempurna.
Sosok mungil yang tengah basah kuyup dan terduduk di lantai toilet itu berhasil melunturkan senyumannya. Beberapa anak yang membully itu masih terpaku pada tempatnya, menatap Chanyeol dengan siaga. Chanyeol melemparkan tatapan tajamnya ke empat anak yang tengah berdiri mengelilingi sosok mungil itu. Ia bergerak mendekati salah satu diantara mereka. Tanpa menunggu lagi, Chanyeol langsung meraih kerah seragam salah satu siswa itu dan mendorongnya ke dinding toilet.
Brakk.
Semua temannya tampak terkaget dengan mata sipit mereka yang dipaksa melebar sempurna. Sosok Chanyeol yang tengah geram menatap satu – persatu pemuda itu dengan tatapan membunuh membuat mereka beringsut mundur dengan raut wajah tak tergambarkan lagi. Mata Chanyeol menatap sosok mungil yang tengah mengusap hidungnya itu. Mata phoniexnya lagi – lagi membulat saat mendapati punggung tangan pemuda mungil itu berdarah. Saat pemuda mungil itu mendongak, barulah Chanyeol tahu kalau hidungnya mengeluarkan darah.
"Apa yang telah kalian lakukan hah?!" Cengkeraman Chanyeol di kerah seragam salah satu pembully itu menguat.
"Uhhuk—mi-mianh, Chanyeol-sshi. Uhhuk." Pemuda itu terbatuk saking eratnya cekikan Chanyeol dikerahnya.
Bugh.
Chanyeol memukul pipi pemuda itu hingga ia tersungkur ke lantai. Sudut bibir pemuda itu berdarah, namun ia hanya menunduk tak berani menantang tatapan tajam Chanyeol. Beberapa temannya yang berada di belakang Chanyeol langsung berlari membantu temannya berdiri.
"Ku peringatkan kalian semua! Kalau sampai kalian berani menyentuhnya seujung rambut saja, kalian berakhir di tanganku! Mengerti?!" Chanyeol membentak membuat beberapa siswa itu menundukkan kepalanya dengan badan yang sudah bergetar.
"Maaf, maafkan kami Chanyeol-sshi."
"Sekarang kalian minta maaf padanya!" Para pemuda itu saling pandang kemudian menatap pemuda mungil yang masih terduduk di lantai itu.
"Ma-maaf—maafkan kami Baekhyun-sshi."
"Dengar ya! Hanya aku yang boleh membully nya disini! Pergi kalian! Aku muak melihat wajah pecundang seperti kalian."
"Ba-baik." Para pemuda itu langsung lari keluar dari toilet, entah kemana, Chanyeol tak mau tahu. Chanyeol mengangkat lengan pemuda mungil itu dan menariknya paksa untuk berdiri. Mata bulatnya menatap Baekhyun dengan raut wajah yang tak menentu. Sebelah tangannya bergerak, mengangkat dagu Baekhyun hingga pemuda yang lebih pendek darinya itu mendongak lalu meringis pelan.
"Ck, kau mimisan? Kau itu benar – benar lemah ya." Ujar Chanyeol dengan senyum meremehkan. Baekhyun hanya menatapnya dalam diam. Bibirnya membiru dan badannya mengigil karena ia tak kuat berada dalam suhu dingin. Ia masih mengusap – usap hidungnya yang berdarah dengan jemari lentiknya. Chanyeol menyentak dagunya hingga ia terdorong mundur beberapa langkah. "Bersihkan hidungmu!" perintah Chanyeol. Tanpa protes, ia segera membersihkan tangan dan hidungnya menggunakan air keran dari wastafal toilet.
"Gomawo." Lirihnya hampir tak terdengar oleh telinga Chanyeol. Chanyeol yang tengah bersandar pada tembok hanya memutar kedua bola matanya.
"Hhm." Ia menggumam sebagai jawaban. Baekhyun melirik kearah kaca dan mendapati Chanyeol tengah menatapnya intens. "Jangan salah paham. Aku melakukannya bukan karena aku menyukaimu."
"Aku tahu." Baekhyun bergumam pelan.
Confession © ChanBaek
Siang ini Baekhyun memilih memakan bekal yang dibawanya di dalam kelasnya yang sudah sepi sejak lima menit yang lalu. Kyungsoo baru saja pergi ke kantin bersama Chanyeol, membuatnya mau tidak mau menyantap makanannya sendirian. Baru saja ia ingin menyuapkan nasi ke mulutnya, pergerakannya terhenti mendapati seseorang tiba – tiba saja duduk di depannya dan tersenyum lima jari kearahnya.
"Luhannie hyung!" Baekhyun tersenyum hingga matanya menyipit imut. Pemuda cantik di depannya langsung saja mencomot sepotong daging di kotak bekal Baekhyun dan memakannya. "Aish hyung, itu kan punyaku." Baekhyun mengerucutkan bibirnya dan kakak kesayangannya itu terkekeh dibuatnya.
"Kenapa kau tak membuatkanku juga heum? Aku kan lapar." Luhan ikut mengerucutkan bibirnya kesal.
"Aku pikir hyung tidak mau. Kan biasanya juga hyung makan bersama teman – teman hyung di kantin." Luhan mengetuk – ketuk dagunya dengan jari telunjuknya kemudian tersenyum bodoh.
"Benarkah? Aku tidak ingat." Baekhyun memutar kedua bola matanya. "Pokoknya besok kau harus membuatkan untukku juga. Jadi mulai besok aku akan makan bekal bersamamu disini—eh, tidak tidak. Kita akan memakannya di taman. Bagaimana?" Baekhyun mengangguk – angguk imut.
"Baekhyun-sshi?" Baekhyun sontak menoleh dan pipinya bersemu merah saat melihat Sehun berdiri tepat di sampingnya tengah tersenyum lembut kearahnya.
"I-iya, a-ada apa Sehun-sshi?" Luhan menyerngitkan dahi mendapati adiknya berbicara tergagap dengan pemuda berkulit putih pucat di depannya. 'Baekhyun kenapa? Kenapa pipinya memerah seperti itu? Jangan – jangan...' Luhan mengulum senyum simpul.
"Kau tidak ke kantin?" Tiba – tiba saja Sehun duduk disampingnya, membuat Baekhyun harus mati – matian menahan nafas dan detakan jantungnya yang menggila. 'Oh God, save me.' batinnya memelas. Melihat cara tersenyum Sehun yang sangat jarang – jarang terlihat itu selalu berhasil membuat seluruh wajahnya merona hanya dalam hitungan detik. Sungguh gila. Beginikah reaksi orang yang sedang jatuh cinta?
"A-ah, i-itu...aku tidak kesana. A-aku bawa—"
"Sepertinya ini enak." Sehun memotong perkataan Baekhyun dan langsung memasukkan sepotong daging ke mulutnya. Mengunyahnya pelan, menikmati sensasi rasa gurih, lembut, dan nikmat di lidahnya. Sehun berani bersumpah kalau masakan ini sangat enak. "Great! Enak sekali. Siapa yang memasaknya?" Sehun menoleh dan mendapati Baekhyun yang menunduk malu.
"Tentu saja adikku." Luhan berkata lantang membuat Sehun sedikit tersedak daging di tenggorokannya.
"Benarkah?" Sehun bertanya dan dijawab anggukan mantap oleh Luhan. "Oh ya Luhan hyung. Jarang sekali melihatmu disini?" Oh—sungguh, ini baru pertama kali Luhan berbicara dengan Sehun secara langsung. Sebetulnya mereka hanya mengenal satu sama lain karena sering bertemu di acara pesta – pesta jamuan makan perusahaan. Selebihnya mereka hanya saling melempar senyum atau membungkuk saja. Dan ini benar – benar pertama kali Luhan mendengar suara Sehun. Sehun tak sedingin kelihatannya, buktinya saja ia dekat dan tampak akrab dengan adiknya.
"Oh, itu karena aku biasa ke kantin bersama temanku." Sehun mengangguk – angguk paham dan kembali memakan bekal Baekhyun. Sedangkan Baekhyun? Oh ayolah, rasa laparnya benar – benar terbunuh oleh kehadiran tiba – tiba Sehun ini. Dia memilih memandangi Sehun tanpa berniat melanjutkan makannya. Bahkan kupingnya serasa tuli karena tak menangkap suara apapun dari sekitarnya. Matanya seakan hanya melihat bibir Luhan dan Sehun bergerak tanpa adanya suara. Dan ketika Sehun menoleh kepadanya, gerakannya akan berubah slow motion dengan sendirinya.
"—Hyun-sshi? Baekhyun?!" Suara lembut Sehun membuat pemuda paling mungil diantara mereka itu tersentak kaget. Ia tersenyum bodoh dan beralih menatap kearah Luhan meminta bantuan. Luhan hanya menyeringai kemudian ikut memakan bekal Baekhyun, mengabaikan tatapan konyol Baekhyun barusan. "Kau melamun?" Baekhyun menggeleng pelan. "Kau tak mau makan, Baekhyun?" Baekhyun lagi – lagi menggeleng.
"Untuk kalian berdua saja." jawabnya malu – malu.
"Uwaaahh—kau memang adikku yang paling manis Baekkie!" Luhan meraih kedua pipi Baekhyun dan mendaratkan kecupan singkat di bibir tipis adiknya itu. Baekhyun membulatkan mata sipitnya selebar – lebarnya. Hyungnya memang sering melakukan tindakan konyol itu. Tapi—ada Sehun disini! SEHUN?! bagaimana kalau pemuda itu menganggap mereka—
"Eum—kalian berdua brother complex?" Sehun bertanya ragu.
"Tidak! Ti-tidak, Sehun. A-aku—"
"Absolutely no, Oh Sehun. Kami sering melakukannya. Itu hanya kebiasaan kami sejak kecil." Luhan berujar dengan santai. Setidaknya Baekhyun bernafas lega sekarang. Hyung nya memang pintar mengantisipasi keadaan supaya tak bertambah buruk. "Lagipula Baekhyun punya orang yang disukai—" Mata Baekhyun membulat. Apakah hyung nya tahu sesuatu?
"Benarkah? Siapa?" Sehun tampak antusias membuat Baekhyun menundukkan wajahnya yang memerah. Ia menatap kakaknya dengan pandangan memelas sementara Luhan hanya menyeringai menanggapinya. Melihat reaksi yang ditunjukkan Luhan, Baekhyun mengigiti jari – jari kukunya, gugup. Jantungnya berdebar dengan kecepatan diatas rata – rata, sampai membuatnya takut kalau ia akan kena tilang (?).
"Just ask him, Oh Sehun." Kali ini Sehun mengalihkan pandangannya pada Baekhyun. Berharap pemuda mungil itu membocorkan sedikit rahasianya. Baekhyun menetralnya deru nafasnya dan tersenyum penuh arti.
"That's secret." Ia menjulurkan lidahnya membuat Sehun mendesah kecewa.
Confession © ChanBaek
"Baekhyun! Byun Baekhyun." Baekhyun berhenti melangkah dan berbalik. Matanya membulat namun bibirnya langsung menyunggingkan senyuman lebar saat melihat teman lamanya kini berlari dan melambai kearahnya.
"Kai!" Ia berteriak dan berlari menuju teman lamanya itu. Ia abaikan saja pandangan aneh siswa – siswa lain yang ditujukan padanya. Ia terlalu senang melihat Kai, Kim Jongin, sahabat kecilnya tengah berada di hadapannya. Mereka saling memeluk satu sama lain sebelum akhirnya Kai memberikan kecupan kecil di pipi Baekhyun. Membuat pemuda manis itu mengerucutkan bibirnya kesal dan meninju ringan lengan Kai.
"Sejak kapan kau kembali ke Korea? Dan—bagaimana bisa kau bersekolah disini?" Baekhyun bertanya tidak sabaran. Terlalu banyak hal yang membuatnya penasaran pada sosok pemuda pemilik kulit tan eksotis ini.
"Well, kau tahu kalau Jepang itu membosankan bagiku. Maka dari itu aku kembali ke Korea lagi. Dan—ini hari pertamaku masuk. Ah, aku senang sekali bisa menemukanmu." Terserah alasan apapun yang dikatakan Kai, takkan bisa mengubah perasaan senang yang dirasakan Baekhyun sekarang. Ia memeluk Kai lagi dan menghirup aroma mint pada tubuh Kai sebanyak – banyaknya.
"Aku merindukanmu." ujarnya manja. Baekhyun benar – benar bersikap manja pada sahabatnya ini. Terlihat OOC sekali dalam FF ini. "Jongin, aku benar – benar merindukanmu." rengeknya lagi. Kai terkekeh kecil dan mengusap rambut belakang Baekhyun sayang.
"Aku lebih merindukanmu."
Tanpa disadari keduanya, seorang pemuda bermata doe tengah memperhatikan keduanya dalam diam. Niatan mengajak pulang bersama diurungkannya, melihat sahabatnya tengah berpelukan dengan—pemuda yang ditemuinya beberapa waktu lalu. Pemuda berkulit tan yang sempat membuatnya terpesona hanya dalam beberapa detik. Pemuda bermata doe itu, Kyungsoo, menghela nafas dan berbalik pergi.
'Rupanya Baekhyun mempunyai hubungan dengan Kai. Ah, bodohnya aku. Tentu saja Kai memiliki kekasih, dia kan tampan. Hhh—' Kyungsoo menghela nafas lagi, entah untuk keberapa kalinya.
"Baby Soo!" Chanyeol yang berada di ujung koridor melambai kearahnya. Bibirnya dipaksa mengulum senyum saat Chanyeol berlari kearahnya dan langsung merangkul pundaknya posessif. Beberapa cerita konyol yang dilontarkan Chanyeol sepertinya tak masuk ke dalam otaknya sama sekali karena ia terlalu memikirkan 'apa hubungan Baekhyun dengan pemuda berkulit tan itu?'. Ia menunduk dalam dan hanya akan tersenyum simpul saat Chanyeol bertanya, –apa dia baik – baik saja.
Confession © ChanBaek
"Aku pulang..." Baekhyun mengucapkan salam namun alisnya bertaut karena tak ada maid atau pun Luhan yang menyambutnya. 'Kemana perginya semua orang?'. Ia pun bergegas menaiki tangga. Namun baru selangkah ia berjalan, samar – samar ia mendengar percakapan beberapa orang dari ruang kerja ayahnya. Namun yang paling membuatnya penasaran adalah suara Luhan, ia mendengar suara Luhan. Kenapa keluarganya membicarakan sesuatu tanpanya? Apa dia sudah tak dianggap lagi. Perlahan tapi pasti ia mengendap – endap kearah pintu ruang kerja ayahnya. Ia mampu mendengar jelas karena pintu ruang kerja ayahnya sedikit terbuka.
"Aku tidak mau appa. Aku masih sekolah. Aku bahkan belum kuliah." Suara Luhan terdengar meninggi. Baekhyun dapat melihat ayahnya memijit pelipisnya sedangnya ibunya berdiri dan mengusap – usap pundak Luhan. 'Apa yang dilakukan mereka?'
"Tapi Luhannie, kita harus melakukan ini. Perusahaan kita sedang terancam bangkrut."
"Tapi kenapa harus aku? Kenapa perusahaan menjadi alasan kalian untuk menjodohkan aku dengan anak pemilik perusahaan itu hah?!" Baekhyun mengerutkan dahi. 'Perjodohan?'
"Luhan, appa tidak punya pilihan lain selain mengiyakannya." Luhan tampak sangat gusar. Ibunya pun pasrah dan hanya menunduk sedari tadi. 'Perjodohan apa? Hyung akan dinikahkan dengan seseorang?' batin Baekhyun.
"Kenapa bukan Baekhyun? Kenapa harus aku? Bukankah jika Baekhyun yang melakukannya masa depannya akan lebih baik?" suara Luhan mulai memelan, namun itu cukup membuat Baekhyun tersentak kaget dibelakang pintu ruangan itu.
"Tidak bisa Luhannie. Anak keluarga Oh itu sangat terhormat. Dan kita juga harus memberikan yang sepadan untuk anak mereka. Kau pintar dan mengagumkan, mereka akan lebih menyukaimu. Mereka pasti juga menginginkan menantu yang bisa diandalkan Luhan sayang." Kali ini ibu mereka mengucapkan dengan nada pelan dan lembut.
"Tapi, bukankah aku dan Baekhyun sama saja? Apa bedanya? Baekhyun juga bisa diandalkan dalam hal tertentu." Okay, Baekhyun benar – benar bingung. Dia sedikit tidak suka akan usulan hyung nya ini. Kenapa jadi dia ikut – ikut dalam masalah perusahaan mereka? Bukankah selama ini dia tidak dianggap?
"Apa yang bisa diandalkan dari Baekhyun itu hah?!" Hati Baekhyun mencelos mendengar penuturan kasar ayahnya barusan. Jadi dia benar – benar tak dianggap selama ini? "Apa kau mau mempermalukan keluarga kita? Baekhyun itu hanya bisa menyusahkan keluarga. Bagaimana jika nanti dia malah mengacaukan semuanya? Mau ditaruh dimana muka appa!" Dada Baekhyun berdenyut sakit. Ia mencengkeram kuat – kuat dadanya, seakan dengan begitu rasa sakitnya akan berkurang. Perkataan ayahnya telak membuatnya hatinya terasa perih.
"Tapi aku tidak mencintai Oh Sehun, appa! Baekhyun lah yang mencintainya!" Deg. 'Oh Sehun? jadi—hyung akan dinikahkan dengan Oh Sehun?' Nafas Baekhyun benar – benar berhenti di tenggorokan. Ia tak menyangka bahwa yang mereka bicarakan adalah Oh Sehun, orang yang diam – diam disukainya selama ini. Tuhan benar – benar sangat menyayanginya sampai – sampai Baekhyun harus kehilangan cintanya yang entah sudah keberapa kalinya.
"Ini bukan masalah cinta Luhan-ah! Kau akan menyukainya kelak." Nafas Luhan memburu. Baru kali ini ia merasa kecewa pada orang tuanya. Mengapa mereka tak pernah menoleh kearah adiknya sekali saja? Kenapa Baekhyun seolah – olah tidak ada?
"Appa, aku menyayangi Baekhyun. Dan aku tak bisa menyakitinya." Luhan berujar lirih.
"Ia akan mengerti sayang." Ibunya mengelus surai Luhan dan memeluk pundaknya. Menenangkan Luhan yang sepertinya sudah akan mengeluarkan liquid dari matanya. Baekhyun merasakan kepalanya pening. Ia merasakan kepalanya berdenyut sakit, seolah diremas – remas hingga mengecil. Mendengar Luhan yang berbicara keras pada orang tua mereka hanya untuk membelanya, rasanya sungguh menyakitkan. Ia merasa seolah tak berguna dan hanya merepotkan Luhan. Luhan tampak mendesah kecewa.
"Aku akan memikirkannya, appa."
"Appa harap kau takkan mengecewakan appa untuk pertama kalinya." Luhan berbalik dan beranjak pergi. Saat ia membuka knop pintu ruang kerja ayahnya, matanya membulat saat mendapati Baekhyun tengah berdiri disana. Memandang sayu kearahnya. Sudah dapat ditebak kalau ia mendengar semuanya.
"Baek-baekhyun?" Ayah maupun ibunya di dalam tampak terkejut. Baekhyun mengangkat wajahnya perlahan dan tersenyum kecut.
"Maaf telah lancang mendengarkan pembicaraan kalian." Baekhyun membungkuk kearah orang tuanya. Ia kemudian tersenyum kearah Luhan yang masih setia mematung di depannya. "Aku tidak apa – apa hyung. Siapa bilang aku menyukai Sehun. Aku tidak pernah menyukainya." tutur Baekhyun lembut.
"Ta-tapi, kata Kyungsoo—"
"Kyungsoo itu memang sering berlebihan menanggapinya. Aku dan Sehun hanya teman baik. Dia terlalu cepat menyimpulkan kalau aku menyukai Sehun." Baekhyun berusaha menahan semua gejolak dalam hatinya. Berusaha menguatkan hatinya agar suaranya tak bergetar karena menahan sakit. Ia tak mau Luhan terus mengkhawatirkannya seperti ini.
"See? Baekhyun tidak menyukainya. Kau akan tetap dijodohkan Luhan-ah." Lagi – lagi Baekhyun tersenyum kecut. Bahkan ayahnya tak pernah peka dalam membaca sorot matanya. Tak tahukah ayahnya bahwa Baekhyun telah menangis dalam hati? Tak tahukah ayahnya rasanya sakit kehilangan perhatian orang – orang yang disayanginya? Semua mengambil Luhan, mengambil Kyungsoo, bahkan rasa cinta yang dipendamnya untuk Sehun sudah harus berakhir. Jadi, inikah hidup Baekhyun? terlalu sia – sia kan?
Baekhyun meraih tangan Luhan yang masih berada di knop pintu, lalu mengenggam lembut keduanya. Ia berusaha untuk tetap tenang, meyakinkan kakaknya kalau ia akan baik – baik saja. Bukankah hidup itu panggung sandiwara? Maka Baekhyun akan menggunakan perannya sebaik mungkin. Bukankah ia aktor yang sangat hebat disini?
"Hyung. Kau adalah yang terbaik. Aku yakin Sehun akan lebih memilihmu ketimbang aku. Dia pasti akan sangat kecewa jika dijodohkan denganku dan bukan hyung. Dia lelaki yang baik. Sudah sepantasnya dia mendapatkan yang terbaik. Aku menyayangimu hyung." Mata Luhan mulai memanas dan menjatuhkan liquid demi liquid di pipi putihnya. Ia tersenyum dan meraih tubuh mungil adiknya untuk dipeluknya.
"Aku juga menyayangimu, Baekhyun-ah. Sangat menyayangimu." Baekhyun mengusap – usap punggung kakaknya dengan lembut.
"Kau harus berjanji untuk mencoba mencintai Sehun kelak. Aku tidak mau hyung menyakitinya, karena dia adalah teman terbaikku. Dan aku juga tak akan membiarkan dia menyakiti hyung ku yang cantik ini." Luhan mengeratkan pelukannya dan semakin sesegukan. Luhan adalah harta paling berharga bagi Baekhyun, Ia akan bahagia untuk kakaknya.
Confession © ChanBaek
"Jadi kau benar – benar akan dijodohkan dengan Luhan itu?" Sehun mengalihkan pandangan dari majalahnya ke pemuda tinggi yang tengah duduk bersila di depannya itu. Chanyeol menatapnya penuh harap, membuat Sehun harus menahan gejolak tawa di perutnya. Sehun memutar kakinya yang berada di sofa hingga menapak lantai.
"Sudah aku bilang ia sendiri yang akan mendatangiku bukan?" Sehun menyeringai dan Chanyeol hanya memutar kedua bola matanya.
"Tapi ini terlalu cepat Oh Sehun, kalian kan sama – sama masih sekolah."
"Aku tak mungkin menunggu terlalu lama, Chanyeol-ah. Aku tak bisa membiarkan dia bersama orang lain. Dan—aku juga perlu waktu untuk membuatnya menyukaiku." Chanyeol mencibir namun ia mengangguk – angguk patuh. "Aku juga tidak menyangka ini begitu cepat. Tapi—bukankah lebih cepat lebih baik?" Sehun merebahkan dirinya kembali dan mulai membuka halaman majalah yang tadi dibacanya.
"Kau memang licik, Oh Sehun." Sehun terkekeh pelan.
"Kau juga sama liciknya denganku. Berkencan dengan Kyungsoo hanyalah modus mendekati Baekhyun kan?" Mata Chanyeol membulat. "Berlagak seolah membencinya dan setiap hari membully nya. Hhh—aku tidak bodoh untuk bisa membaca jalan pikiranmu, Yeol." Chanyeol memukul pelan kepala pemuda yang lebih muda darinya itu.
"Cih, kau pikir aku menyukainya?" Sehun mengangguk polos. "Tak mungkin dan tak akan pernah terjadi. Aku tak menyukai lelaki sok kuat sepertinya. Pasti akan sangat membosankan nantinya!" Sehun hanya mencibir.
'Menyukainya? Yang benar saja. Hhh—Kyungsoo bahkan beratus – ratus kali lebih menarik ketimbang dia.'
Confession © ChanBaek
Luhan berjalan gontai ke kamarnya. Sekali – kali ia menghembuskan nafas pelan. Luhan dan Baekhyun sudah bersama selama 17 tahun ini, tidak mungkin ia tak mengetahui isi hati adiknya. Ia sangat menyayangi Baekhyun, ia tahu betul kapan Baekhyun menyembunyikan tangisnya di hadapannya. Ia tahu betul kapan terakhir kali sorot matanya itu memancarkan kebahagiaan. Baekhyun bahkan hampir tidak pernah memancarkan sorot bahagia di mata itu dalam hidupnya. Ia selalu menyembunyikannya. Menyembunyikan hatinya yang menangis dengan senyum lebar di wajahnya. 'Ck, dasar pembohong. Kau tak bisa membohongi aku, Baekhyun-ah.'
Saat sampai di depan kamar adiknya, ia berhenti. Memandang sendu kearah pintu bercat putih itu. Menimbang – nimbang apakah ia harus masuk atau tidak. Samar – samar ia mendengar suara isakan kecil tertahan di dalam sana. Baekhyun pasti menangis, itulah pikirnya. Sungguh, hati Luhan mencelos mendengarnya. Seandainya Baekhyun mau jujur, Luhan pasti akan menolak perjodohan itu. Lagipula ia juga tidak memiliki perasaan apapun pada Sehun. Sekali lagi, ia berada dalam situasi membingungkan. Antara kesedihan adiknya dan kekecewaan orang tuanya. Mana yang harus dihapuskan dulu?
Luhan mengelus partitur ukiran nama Baekhyun di pintu bercat putih itu. Ia menghela nafas lagi, entah untuk keberapa kali. Kenapa ia tak bisa melakukan apapun? Haruskah ia kabur saat hari pernikahannya kelak? Atau ia harus memaksa Baekhyun menggantikannya saat di hadapan pastur nanti? Mungkin akan sangat berarti bagi Luhan maupun Baekhyun, namun sekali lagi ia harus memikirkan resiko dan perasaan orang tuanya. Dan lagi—ia tak tahu bagaimana perasaan Sehun pada Baekhyun.
"Mianh Baekhyunnie. Maafkan hyung yang tak bisa melakukan apapun untukmu." ujarnya lirih. Ia kembali melangkah, mengurungkan niatnya untuk memasuki kamar adiknya sekedar untuk memeluk dan menenangkannya. Ia memilih pergi. Mungkin Baekhyun butuh kesendirian sekarang. Luhan bisa memahaminya, dia bisa merasakannya. Luhan merebahkan tubuhnya dan menatap langit – langit kamarnya ragu. Lamunannya buyar ketika melihat layar handphone nya menyala. Panggilan masuk. Nomor asing, namun ia tetap menekan tombol hijau untuk menerimanya.
"Yeoboseyo?" Luhan berujar malas.
"Kau sudah mendengarnya dari orang tuamu?"
"Siapa ka—Oh Sehun?" Luhan bangkit dari rebahannya dan membulatkan matanya. Oh Sehun? Menelephone nya?
"Heum." Orang diseberang menggumam pelan, mengiyakan asumsi Luhan barusan. Entah kenapa tiba – tiba Luhan merasa benci pada Sehun. Hatinya tiba – tiba dongkol saat mendengar suara yang tadi siang berbincang akrab dengannya. Ia merasa Sehun juga yang menyebabkan adiknya kini menangis.
"Mau apa kau?" Luhan bertanya ketus. Membuat Sehun menyerngitkan dahi heran. apa sebegitu tak sukanya Luhan pada perjodohan itu? Atau—memang Luhan tak pernah menyukainya? Segala pikiran langsung berkecamuk dalam otaknya. Dan semua hal negatif serta penolakan mendominasi pemikiran Sehun.
"Aku hanya ingin menelephone mu. Kenapa kau jadi ketus begitu padaku?" Luhan tersenyum meremehkan.
"Lalu, apa masalahmu?!" Sungguh, Sehun tak mengerti kenapa Luhan berbicara kasar dan terkesan dingin padanya. Apa Luhan mempunyai kekasih hingga ia bersikap seperti itu? Atau Luhan ingin menolak? Tidak. Sehun takkan membiarkan Luhan mengelak dari penjodohan itu. Egois? Biarlah. Cinta pun penuh dengan keegoisan. Bila memang Luhan telah mencintai orang lain, ia akan merebut cinta itu dan menyimpannya untuknya sendiri.
"Seharusnya kau bersyukur karena itu aku dan bukan presdir – presdir genit yang menginginkan istri kedua." Sehun mencoba mencairkan suasana menjadi lebih akrab. Well, Luhan harus akui ia sangat bersyukur untuk yang satu itu. Tapi, bagaimana pun juga ia tak memiliki perasaan pada Sehun dan itu semakin memberatkannya.
"Tapi aku tak mencintaimu, Oh Sehun." nada suara Luhan melirih. Sehun sempat tersentak namun ia tersenyum simpul setelahnya. Mencoba memaklumi.
"Apa kau memiliki seseorang yang kau cintai?" Luhan menggeleng pelan walau Sehun tak melihatnya.
"Tidak." Sehun tersenyum makin lebar.
"Kalau begitu, biarkan aku yang membuatmu mencintaiku."
.
Kyungsoo, kau mau makan bersamaku dan Luhan hyung?" Baekhyun bertanya dengan nada lirih pada Kyungsoo, seolah takut kalau Kyungsoo akan menolak ajakannya. Terlebih beberapa hari ini Kyungsoo selalu bersama Chanyeol. Sedikit banyak Baekhyun merasa menjadi pengganggu juga. Kyungsoo terlihat mengetuk dagunya dengan jari telunjuknya kemudian tersenyum dan mengangguk mantap. "Baiklah ayo." Baru saja Baekhyun membalikkan badan, tubuh mungilnya sudah dihalangi oleh sosok Chanyeol yang tengah memandang remeh padanya.
"Kau mau mengajak Kyungsoo kemana?" Chanyeol bertanya dengan wajah yang sangat datar. Baekhyun membuang nafas perlahan. Berusaha untuk tenang dan tidak meledak karena emosi. Ia tahu betul, Chanyeol selalu datang hanya untuk membuatnya kesal saja. Chanyeol meraih tangan kanan Kyungsoo dan menariknya hingga badan mungil Kyungsoo berada dalam dekapannya. "Sudah kubilang kalau waktu istirahat adalah waktuku bersama Kyungsoo kan?" Baekhyun mengangguk pelan. "Kalau begitu pergilah dan jangan mengganggu kami." Baekhyun hanya menghela nafas dan mulai melangkah keluar kelas.
"Chanyeol, apa yang kau lakukan? Kasihan kan Baekhyun." Kyungsoo melepaskan dekapan Chanyeol dan menatap punggung Baekhyun yang baru saja menghilang di balik pintu.
"Sudah—biarkan saja baby."
Baekhyun melangkah kakinya menuju taman dengan cepat, sementara kedua tangannya mencengkeram kotak bekalnya kuat – kuat. Apa salahnya pada Chanyeol? Kenapa dia selalu saja membully nya? Dan sekarang ia telah berhasil menjauhkannya dari Kyungsoo. Begitu senangkah Chanyeol membuatnya menderita? Selalu seperti ini, setiap Chanyeol membully nya –entah secara langsung atau tidak langsung, matanya selalu saja memanas, seolah ada sesuatu yang mendesak ingin keluar. Namun ia selalu berhasil menahannya walau pun dadanya harus merasa sesak seolah kehilangan udara di sekitarnya.
"Baek—" Sebuah tepukan di pundaknya berhasil menyadarkan Baekhyun. Ia berbalik dan mendapati Kai tengah tersenyum padanya. Baekhyun meneguk salivanya sebelum akhirnya memaksa bibirnya untuk ikut tersenyum. Dan sepertinya berhasil. Kai tak menyadari raut wajah sedih Baekhyun barusan. "Kau mau kemana?" Ia menenteng kotak makannya ke depan wajah Kai.
"Makan siang bersama Luhan hyung." Baekhyun tersenyum lagi. Kai menyengitkan dahi sebelum akhirnya menyeringai dan menyeret tangan Baekhyun untuk mengikutinya. "K-Kai—Ya! Kai! Kita kemana?" Kai berhenti sebentar dan menatap Baekhyun dengan raut wajah yang tak dapat digambarkan.
"Aku juga lapar baby—aku ingin ikut makan bersamamu dan Luhan hyung." Kai merengek manja membuat Baekhyun langsung sweetdrop. Aneh juga melihat seorang Kim Jongin yang terkesan dingin pada orang lain kini merajuk padanya. Tanpa menunggu lagi, Baekhyun beralih menggenggam tangan Kai dan menyeretnya kearah taman sekolah. Baekhyun melepaskan genggaman tangannya pada Kai dan berlari – lari kecil kearah Luhan yang sudah menunggunya di bawah pohon oak di taman sekolah mereka. Luhan pun melambai – lambai antusias. Kai yang berada di belakang Baekhyun hanya terkekeh pelan dan mengikuti setiap pergerakan Baekhyun.
"Hyung sudah lama?" Baekhyun bertanya dengan nada khawatir. Luhan tersenyum simpul dan mengusak surai Baekhyun.
"Tidak kok." Luhan kini beralih menatap Kai. "Kai—kau belum cerita kenapa kau tiba – tiba kembali kesini. Sini—sini." Luhan menepuk – nepuk akar pohon oak disampingnya. Kai hanya tersenyum sebelum akhirnya duduk disamping Luhan. Mereka pun memulai acara makan siang mereka. Terkadang diselingi guyonan atau pukulan kecil pada Kai karena mengingatkan masa kecil mereka bertiga yang terasa konyol. Suasananya terasa hangat dan akan membuat siapa pun iri pada mereka bertiga. Tanpa disadari mereka, Kyungsoo tengah menatap nanar kearah mereka bertiga. Ia bahkan belum bertegur sapa dengan Kai tetapi sudah harus menerima kenyataan kalau Kai dekat dengan Baekhyun.
"Baby Soo! Kau akhir – akhir ini selalu melamun." Kyungsoo tersentak dan menggeleng pelan. Ia menyandarkan kepalanya pada bahu Chanyeol, mencari kenyamanan. Entah kenapa jantungnya berdenyut sakit melihat keakraban Kai dengan Baekhyun. 'Oh—ayolah Kyungsoo, kau hanya bertemu sekali dengan Kai, tapi kenapa perasaanmu sudah seperti itu? Ada apa denganku?'
Confession © ChanBaek
"Panggilkan Baekhyun, Keluarga Oh sudah datang." Mendengar penuturan ibunya, Luhan menghela nafas kasar dan berbalik kearah kamar Baekhyun. Ia memandangi pintu bercat putih itu ragu. Haruskah dia mengetuknya dan mengatakan pada Baekhyun kalau Keluarga Oh sudah datang? Bukankah itu berarti dia semakin menyakiti adiknya? Sungguh—dia menjadi serba salah sekarang. Akhirnya dengan segenap keyakinannya sendiri, Luhan mengangkat tangannya dan mengetuk pintu itu.
Tookk.
Tookk.
Cklek—
"Ah—hyung?! Apa Keluarga Oh sudah datang?" Mata Luhan membulat. Tangannya masih bertengger di udara kosong sebelum akhirnya kepalanya mengangguk pelan. Bagaimana tidak kaget kalau orang yang kau lihat beberapa hari ini murung, tiba – tiba terlihat begitu gembira dan sangat ceria, seolah tak pernah terjadi sesuatu sebelumnya. "Ah, aku sudah siap. Kalau begitu ayo turun." Baekhyun menggeser tubuh Luhan yang mematung dan menutup pintu kamarnya. Ia meraih tangan Luhan lalu menariknya ke bawah. 'Drama apa lagi yang kau mainkan, Baekhyun.' Luhan tersenyum miris. Melihat pundak yang ringkih itu, tak mungkin perasaan Baekhyun baik – baik saja. Ia pasti menderita karena memikul semua bebannya sendiri.
"Ah—itu mereka." Nyonya Byun berseru membuat beberapa pasang mata menatap dua orang pemuda yang tengah menuruni tangga itu. Baekhyun tampak berjalan beriringan dengan Luhan yang sedari tadi menampakkan muka masam. Baekhyun tersenyum kecil dan membungkuk kearah Keluarga Oh. Ia melirik Luhan dan menyenggol sedikit lengannya. Luhan yang tengah melamun langsung tersadar dan membungkuk juga kearah Keluarga Oh. Sejenak matanya bertemu dengan Sehun. Sehun tersenyum tipis namun Luhan hanya memalingkan wajahnya, berpura – pura tak melihatnya. Dan tentu saja itu membuat Sehun merasakan nyeri di hatinya.
Di tengah – tengah acara makan malam kedua belah pihak nampaknya mendiskusikan masalah pernikahan Luhan dan Sehun. Luhan berulang kali mendengus kesal, sedangkan Baekhyun di sampingnya hanya menggenggam tangannya dan menggeleng pelan, seolah meminta Luhan untuk menjaga kesopanannya di depan Keluarga Oh. Lagi – lagi Luhan selalu luluh oleh adiknya. Matanya menatap Sehun kesal, sedangkan pemuda yang ditatap hanya menampilkan senyuman tipis yang entah mengapa membuat hatinya menghangat. Yeah, walau pun kelihatannya Luhan sangat tak menyukai Sehun, namun jauh di lubuk hatinya, ia merasakan kehangatan dari tatapan itu. Namun terlalu jauh hingga Luhan berhasil menutupi perasaan itu dengan kekesalan tak beralasan pada Oh Sehun.
"Luhannie sangat manis~ aku yakin mereka berdua akan cocok." Mendengar ucapan Nyonya Oh, Luhan hanya tersenyum simpul. "Oh ya, Luhan juga termasuk murid berprestasi di sekolahnya kan?" Tawa kecil mengiringi pembicaraan itu.
"Iya benar—dibandingnya adiknya yang bandel itu, Luhan lebih cantik dan pintar. Baekhyunnie kadang masih manja, maka dari itu kami rasa Luhan yang akan lebih pantas bersama Sehun yang juga luar biasa ini. Bukankah Sehun sangat mengagumkan, Luhannie?"
"Ah—kau berlebihan Nyonya Byun." Mereka kembali tertawa, kecuali BaekHunHan tentunya. Baekhyun yang mendengar penuturan ibunya hanya bisa menunduk dalam, sedangkan Luhan? Tangannya mengepal kuat dan selera makannya langsung hilang, menguar entah kemana. Sehun sendiri memilih diam—tidak terlalu memperdulikan pembicaraan seperti itu. Ingin sekali rasanya Luhan menarik Baekhyun pergi, keluar dari pembicaraan memuakkan yang terjadi di tengah – tengah rumah besar mereka ini. Sehun yang melihat gelagat Luhan hanya menatapnya dengan pandangan yang tak bisa diartikan. Saat mata mereka bertemu, Sehun mengisyaratkan pada Luhan untuk mengikutinya. Luhan tampak berfikir sebentar. Ia memandang orang tuanya dan Baekhyun secara bergantian sebelum akhirnya mengangguk pelan. Ia juga perlu bicara dengan Oh Sehun.
"Maaf—bolehkah aku dan Luhan keluar sebentar? Mungkin ada yang harus kami bicarakan."
"Ah—tentu saja Sehun. Kau boleh keluar bersama Luhan." Sehun tersenyum tipis dan beranjak berdiri. Ia menatap Luhan yang masih terlihat ragu, kemudian Luhan berdiri dan membungkuk kepada Keluarga Oh. Kedua pemuda itu akhirnya melangkah keluar bersama, mengabaikan pandangan luka yang ditunjukkan Baekhyun. Tidak—bukan mengabaikan, tapi mereka memang tak tahu kalau Baekhyun tersenyum miris melihat punggung mereka yang hilang di balik pintu utama.
"Bukankah mereka sangat cocok?" Tuan Byun berucap.
"Tentu saja." –dan disetujui oleh yang lainnya, kecuali Baekhyun tentunya. Sedari tadi ia hanya memainkan pisau dagingnya, tanpa berniat mengiris daging panggang di piringnya. Ia memang tak berselera sedari tadi. Banyak pikiran yang memenuhi otaknya sekarang. Entah kenapa kepalanya terasa sakit, seolah penuh tekanan. Melihat bagaimana Sehun memandang kakaknya, sudah cukup membuktikan kalau Sehun memang menyukai Luhan. Dan itu seperti hujaman tersendiri di sudut hatinya. Kepalanya semakin berdenyut sakit. Bayangan bagaimana Chanyeol melarangnya bersama Kyungsoo, bagaimana Sehun dan Luhan, benar – benar membuat kepalanya semakin sakit. Perlahan ia meletakkan pisaunya diatas meja makan.
"Eo—eomma, a—aku ijin ke kamar. Kepalaku sedikit sakit." Baekhyun beru saja berdiri tapi ayahnya sudah menatapnya tajam.
"Baekhyun! Kau tak sopan. Kau mau meninggalkan ruang makan sedangkan Keluarga Oh ada disini?" Ayahnya berujar dingin, menambah intensitas rasa sakit di kepalanya –terlebih di hatinya juga.
"Eh—tidak apa-apa Tuan Byun. Baekhyun, kenapa kau terlihat pucat heum? Sudah sana istirahatlah." Nyonya Oh berujar dengan nada khawatir dan itu cukup membuat Baekhyun tersenyum kecil. Ia membungkuk pelan sebelum akhirnya berjalan tertatih ke kamarnya.
Cklek.
—dan tepat saat ia membuka pintu kamarnya, tubuhnya ambruk disusul dengan mata yang perlahan terpejam. Ia pingsan.
Ditempat lain –atau mungkin di taman belakang rumah Luhan, Luhan dan Sehun tengah duduk di kursi pinggir kolam renang disana. Luhan memandang kearah langit dengan ekspresi wajah sedih yang kentara, sedangkan Sehun sendiri tengah menikmati wajah yang dikaguminya ini. Ia bingung, apa yang membuat Luhan begitu murung seperti ini. Seolah banyak pikiran yang berkecamuk di otaknya, seolah ia memiliki masalah berat dalam hidupnya.
"Kau baik – baik saja?" Sehun bertanya khawatir. Luhan hanya memandangnya sebentar kemudian mengalihkan pandangannya lagi.
"Aku baik."
"Kau ada masalah?"
"Banyak." Sehun menyerngitkan dahi.
"Kau bisa bercerita padaku mungkin." Luhan tersenyum kecil dan menggeleng pelan. Yeah, walau pun hanya senyuman kecil, namun itu berhasil membuat hati Sehun menghangat. Dan mungkin, ia perlu menyelidiki apa yang membuat Luhan seperti ini. Lagipula wajah sedih itu benar – benar tak cocok dengan wajah cantik Luhan yang biasanya ceria dan Sehun tak suka itu. 'Ahh—sepertinya aku benar – benar jatuh cinta pada Luhan.'
"Jadi—kau mau membicarakan apa?" Luhan bertanya dengan nada dingin.
"Bukan hal yang penting." Sehun menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. "Aku hanya heran, kenapa kau terlihat sangat tidak menyukaiku? Apa karena perjodohan ini?"
"Kau sudah tau kan? Kenapa bertanya?" Sehun menghela nafas –lagi, setelah mendengar jawaban ketus dari Luhan barusan. Luhan menoleh perlahan dan tatapan jengkelnya tadi berubah menjadi tatapan sendu. "Ada sesuatu yang membuatku ragu untuk mencoba mencintaimu." aku Luhan. Sehun Pemuda berkulit putih itu tersenyum simpul. Ia meraih tangan kanan Luhan, menggenggamnya hangat dan meletakkannya diatas pahanya.
"Aku yang akan menghapus keraguan itu. Jadi, percayalah padaku." Dan untuk pertama kalinya, Luhan tersenyum tulus padanya.
Confession © ChanBaek
"Baekhyun—hiks." Baekhyun mengerjap – kerjapkan matanya. Suara isakan kecil yang baru saja di dengarnya berhasil membangunkannya dari tidur mendadaknya tadi. Ia menoleh ke kiri dan mendapati Luhan tengah menangis sembari mengusap rambutnya pelan. Melihat Baekhyun yang telah membuka mata, Luhan langsung memeluknya. "Mianh—mianhae Baekhyunnie~ Mianhae~" Tangan Baekhyun terangkat, mengusap – usap pundak Luhan sayang.
"Aku tidak apa-apa hyung. Kenapa kau menangis eoh?"
"Ini pasti gara – gara makan malam ini kan?" Baekhyun menggeleng pelan.
"Tidak hyung—tenang saja." Baekhyun mendudukkan dirinya dan mengusap pundak hyungnya. "Aku hanya terlalu lelah."
"Astaga Baekhyunnie~ kau sudah sadar sayang, apa kau tidak apa-apa?" Nyonya Byun yang baru saja masuk langsung mengusap surai Baekhyun sebentar. "Kau tidak apa-apa kan?" Baekhyun mengangguk lemah dengan senyuman yang dipaksa di bibirnya. "Kalau begitu appa dan eomma akan pergi sebentar, kami akan membicarakan masalah perusahaan dengan Keluarga Oh. Kau tak apa-apa 'kan sendiri?" Baekhyun memandang bingung ibunya. "Luhan harus ikut ke perusahaan bersama kita, Sehun juga disana. Para maid akan menjagamu. Ayo Luhan."
"Eomma—Baekhyun sedang sakit, kita harus menjaganya."
"Baekhyunnie akan baik – baik saja sayang. Baekhyun hanya kelelahan. Tidak apa-apa kan, honey?" Nyonya Byun menatap Baekhyun seolah mendesaknya. Akhirnya Baekhyun hanya mengangguk pelan. Ia mengigit bibir bawahnya dan meremas pelan selimutnya. Luhan sendiri menatap nanar adiknya yang menunduk. Ia tahu, pasti Baekhyun menahan tangisnya lagi. Pasti sakit rasanya.
"Tidak eomma, aku akan—"
"Luhan! Ini mendesak. Mereka sudah menunggu. Kita tak boleh mengecewakan Keluarga Oh yang telah baik pada kita." Ibunya langsung menyeret Luhan keluar dari kamar Baekhyun. Dan bunyi 'brak' dari pintu yang ditutup kasar oleh ibunya menandakan kalau mereka benar – benar pergi. Baekhyun memeluk kedua lututnya, membenamkan kepalanya diantara lipatan lututnya, menangis sendiri, entah sudah keberapa kalinya.
Confession © ChanBaek
"Hhh—" Kyungsoo menghela nafas kesal, membuat Baekhyun terkikik kecil.
"Kau kenapa?"
"Ada yang aneh dengan Chanyeol—" Pemuda bermata bulat itu menghela nafas lagi. "Dia jarang menghubungiku. Dan juga—akhir – akhir ini dia terlihat bersama seorang sunbae berwajah manis. Apa kau kenal?" Baekhyun hanya menggedikkan bahu. Kyungsoo kembali menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya. Tiba – tiba terdengar pekikan kecil dari beberapa murid di kelas itu. Tak urung Baekhyun dan Kyungsoo mengikuti arah pandang semua siswa yang ternyata bertumpu pada sosok tinggi dan tampan yang tengah celingukan di depan pintu kelas mereka. Baekhyun tersenyum simpul sebelum akhirnya melambai pada sosok itu.
"Kai!" Yang dipanggil pun menoleh dan tersenyum tampan. Ia bergegas kearah bangku Baekhyun. Mengabaikan berbagai decak kagum murid – murid disana. Baekhyun memang duduk berhadapan dengan Kyungsoo, namun sosok Kai justru memilih duduk tepat di samping Kyungsoo, membuat pemuda bermata doe itu salah tingkah dengan wajah yang mulai memerah –entah karena apa, dan beruntung tak ada yang menyadarinya.
"Kau Kyungsoo kan?" Kyungsoo mengangguk pelan.
"Loh? Kalian saling kenal?" heran Baekhyun.
"Yeah, dia nona manis yang kukenal di jalan itu." Blush~ wajah Kyungsoo langsung memerah. Dia memang benci dikatai mirip perempuan, tapi entah kenapa jika Kai yang mengatakannya reaksinya menjadi seperti ini. Semua terasa tiba – tiba aneh dan dia tak mengerti. Akhirnya, beberapa menit mereka habiskan dengan percakapan kecil, sesekali Kai menggoda Kyungsoo dan Baekhyun akan terpingkal setelahnya.
"Aku ke toilet dulu." Baekhyun berucap di sela – sela percakapan mereka. Kyungsoo dan Kai mengangguk bersamaan. "Euh—kalian benar – benar kompak. Ihhihi." Baekhyun segera melesat pergi sebelum sebuah sepatu mengenai kepalanya. Calon pelakunya? Tentu saja Kyungsoo dengan wajah yang kembali memerah, entah karena marah atau karena—hhoho.
Di lorong kelas, Baekhyun sesekali tersenyum saat mengingat tingkah Kyungsoo dan Kai di kelas tadi. Dia tak menyangka kalau mereka akan akrab dengan begitu cepat. Pasalnya Kyungsoo itu pendiam dan sedikit pemalu, tidak menyangka akan sangat cocok bersama Kai, terlebih saat Kai menggodanya, gelagat aneh Kyungsoo tentu membuat pikiran Baekhyun kemana – mana. Asal main tebak, misalnya, Kyungsoo jatuh cinta pada Kai? Tapi sepertinya tidak mungkin karena Kyungsoo memiliki—
"Ommo!"
—Chanyeol.
Mata Baekhyun membulat sempurna. Baru saja dia membuka toilet ia sudah disuguhi oleh sepasang pemuda yang tengah berciuman panas di depan pintu salah satu bilik toilet. Tapi bukan itu masalahnya, disini sudah sering terjadi hal seperti itu. Tapi pelakunyalah yang menjadi titik permasalahan. Pemuda yang tengah memeluk pinggang pemuda yang lebih kecil itu—Park Chanyeol kan? Sepertinya dia tak menyadari kehadiran Baekhyun, karena mereka masih sama – sama saling memagut lidah. Baekhyun meneguk paksa liurnya yang entah kenapa tiba – tiba terasa berhenti di tenggorokan. Dengan tangan gemetar, dia memanggil nomor Kyungsoo. Dia tak bisa membiarkan ini. Chanyeol akan semakin menyakiti Kyungsoo jika Baekhyun diam saja.
"Ke toilet sekarang." Baekhyun berbisik pelan.
2 minutes later...
Brakkk
"Baek—ada ap—Chanyeol?!" Chanyeol langsung mendorong tubuh pemuda di depannya dengan sekali hentakan. Mata bulatnya langsung melebar saat melihat Kyungsoo tengah menatapnya dengan wajah yang sudah tak bisa digambarkan lagi. Antara sedih, kecewa, marah—semua rasa yang membuat dada Kyungsoo seperti tertekan benda berat. Pemuda yang dicium Chanyeol tadi langsung bergerak pergi. Baekhyun sendiri di belakang Kyungsoo hanya menatap was was mereka berdua secara bergantian. "A—aku tidak menyangka kau—hiks. Kau menghianatiku, Chanyeol—hiks." Wajah Kyungsoo mulai basah.
"Kyungie—ini tak seperti yang kau lihat. Kami tadi hanya—"
"HANYA APA?! Kau—hiks membohongiku Park Chanyeol! Kau berbohong padaku! Hiks." Chanyeol baru saja ingin menyentuh pundak Kyungsoo namun Kyungsoo langsung berbalik dan berlari pergi. Baekhyun sempat melihat Kai –yang baru menyusul mereka– langsung membawa Kyungsoo pergi. Entah kemana asalkan perasaan Kyungsoo bisa tenang. Chanyeol mendekati Baekhyun dan mencengkeram pundak pemuda itu hingga ia meringis kesakitan.
"Pasti ini gara – gara kau, Byun Baekhyun." Baekhyun tersenyum remeh.
"Seharusnya kau menyadari kesalahanmu Chanyeol-sshi. Kenapa kau menyalahkanku atas kejadian ini? Ini adalah resikomu menjadi seorang pembohong! Jangan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang kau perbuat, Chanyeol-sshi." Baekhyun melepas paksa cengkeraman Chanyeol dan menghempaskan tangan yang lebih besar itu. Ia berbalik dan ingin pergi. Namun baru dua langkah, ia menoleh pada Chanyeol. "Jauhi Kyungsoo, kau hanya akan menyakitinya." Dan Baekhyun pun benar – benar pergi dari tempat itu. Meninggalkan Chanyeol yang menggeram dengan rahang mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat – kuat.
"Brengsek! Akan aku buat kau menjauh dariku dan Kyungsoo, Byun Baekhyun."
Confession © ChanBaek
"Kau sudah merasa lebih baik?" Kai bertanya dengan hati – hati. Melihat Kyungsoo sesegukan tak urung membuat hatinya ikut bersedih. Walau Kai tidak melihat kejadian tadi secara keseluruhan, tapi dia bisa menangkap 'inti' dari pertengkaran di toilet tadi. Kekasih Kyungsoo –yang dia tak tahu siapa namanya, telah berselingkuh bahkan berciuman di depannya. Kai tak bisa membayangkan kalau dirinya ada di posisi Kyungsoo. Pasti dia sudah mencakar atau kurang lebih memukul kekasihnya. Heum—mungkin.
"A—aku—hhh, aku baik – baik saja, Kai." Kyungsoo mencoba tersenyum, walau harus ia akui itu terasa sangat sulit dan Kai yang melihatnya merasa senyuman itu sangatlah aneh. "Terima kasih sudah meminjamkan bahumu."
"Oh—no problem." Kai tersenyum tampan. Membuat hati Kyungsoo sedikit menghangat karenanya.
"Ehh—omong – omong Baekhyun dimana?" Kyungsoo celingukan dan beberapa detik setelahnya Kai juga melakukan hal yang sama.
"Entahlah—" Kai menggedikkan bahu lalu menatap Kyungsoo lagi. "Aku rasa dia tadi tidak mengikuti kita, mungkin dia langsung ke kelas." Tentu saja, jam pelajaran sudah dimulai beberapa menit yang lalu. Sedangkan Kai dan Kyungsoo berada di taman sekolah sekarang. Tidak mungkin kan Kai membawanya kembali ke kelas? Apa kata teman – teman sekelas Kyungsoo nanti? Bisa – bisa Kai dikira meng'apa – apa'kan Kyungsoo.
Di dalam kelas, Baekhyun bergerak – gerak gelisah di bangkunya. Pelajaran yang disampaikan guru benar – benar tak ada yang masuk ke dalam otaknya. Dia celingukan kesana – kemari, mengkhawatirkan keadaan Kyungsoo. 'Semoga saja Kai bisa menjaganya'. Dia tadi tidak tahu kemana Kai membawa Kyungsoo dan sialnya saat dia kembali ke kelas tadi, Han seonsaeng sudah memasuki kelas. Kalau saja dia tak bilang dari toilet, mungkin dia takkan diijinkan masuk. Dan lihat—bangku Chanyeol kosong, dia takut kalau Chanyeol mencari – cari Kyungsoo dan menimbulkan masalah lagi. Baekhyun benar – benar terjebak dalam situasi sulit sekarang.
"Baby Soo!" Kyungsoo benar – benar mengumpat dalam hati saat mendengar suara bariton dari arah belakangnya, sudah dapat dipastikan kalau Chanyeol menemukannya sekarang. Pemuda berperawakan tinggi itu langsung menarik lengan Kyungsoo dan membalikkan badannya. Kyungsoo mengigit bibir bawahnya saat merasakan kuku Chanyeol menusuk kedua lengannya. "Aku mohon dengarkan aku, Kyungie."
"Pergilah, Park Chanyeol. Aku tak mau bertemu denganmu lagi." tegas Kyungsoo.
"Tidak—kau salah paham, Kyungsoo."
"Aku melihatnya Chanyeol! Berhenti berbohong padaku."
"AKU TIDAK BOHONG!"
"AKH!" Kyungsoo meringis pelan, lengannya besar – besar sakit. Perlakuan Chanyeol sungguh kasar. Biarpun dia lelaki tetapi perbedaan fisik mereka tak urung membuat Kyungsoo menjadi lemah.
"Hei, kau menyakitinya, Chanyeol-sshi." Kai yang hanya diam sedari tadi akhirnya menengahi. Chanyeol berpaling. Menatap tajam kearah Kai seolah – olah Kai adalah virus penganggu.
"Kau siapa? Kau tidak usah ikut campur urusanku." Entah kenapa Kai jadi merasa sebal pada pemuda jangkung itu. Apa dia tidak bisa melihat kalau perlakuan kasarnya itu menyakiti Kyungsoo? Kai bergerak maju dan menyentuh tangan Chanyeol di lengan Kyungsoo.
"Kasihan Kyungsoo, dia kesakitan."
Bukk.
Kai tersungkur ke belakang saat satu bogeman dari Chanyeol mendarat di pipinya. Chanyeol yang sedang emosi mulai mendekati Kai dan mencengkeram erat kerah Kai. Menatapnya tajam. Sedangkan Kai hanya meringis pelan, memegangi sudut bibirnya yang berdarah. Bukannya Kai lemah dan tidak bisa membalas, hanya saja dia tak mau berkelahi dengan orang yang sedang emosi. Itu bukan ide yang baik. Dan hanya akan membuat urusan tambah runyam nantinya.
"Dasar brengsek—"
"Hentikan Chanyeol!" Kyungsoo berteriak, menghentikan pergerakan tangan Chanyeol yang telah mengambil ancang – ancang untuk memukul Kai lagi. "Jangan sakiti dia! Kai tidak tahu apa – apa. Kalau kau memang ingin menjelaskannya, aku akan mengikutimu. Jangan menganggunya Chanyeol." Chanyeol mendecih kasar sebelum akhirnya menghempaskan tubuh Kai ke tanah. Chanyeol berdiri dan segera menarik Kyungsoo pergi. Mata bulat Kyungsoo kembali berkaca – kaca saat melihat tatapan sendu Kai padanya. 'Maaf Kai.' batinnya.
Confession © ChanBaek
Brukk.
"Mau apa lagi kau Park Chanyeol?" ketus Baekhyun. Ia sudah muak dengan semua perlakuan Chanyeol padanya. Punggungnya terasa sangat sakit saat Chanyeol mendorongnya begitu kuat. Koridor sangat sepi, takkan ada seorang yang tahu jika Chanyeol akan membunuhnya sekarang juga. Dan sepertinya inilah yang diinginkan Baekhyun, mati.
"Dasar brengsek! Jangan mendekati Kyungsoo ku lagi, Byun Baekhyun. Kau hanya pengganggu!" Chanyeol mencengkeram erat kerah bajunya. Bahkan Baekhyun merasakan lehernya sudah akan tercekik oleh kerah bajunya sendiri, apalagi ia harus berjinjit karena Chanyeol mengangkat tinggi kerah bajunya. Wajahnya memerah karena lehernya mulai terasa sakit. Namun sebisa mungkin ia tenang, tak mau menunjukkan raut wajah ketakutan pada Chanyeol, karena ia tahu Chanyeol akan semakin senang melihatnya menderita. Baekhyun tersenyum meremehkan.
"Aku tak pernah mendekati Kyungsoo, Chanyeol-sshi. Bukankah kau sendiri yang menjauhkannya dariku? Jadi bukan salahku jika Kyungsoo mencariku. Kami sudah menjadi teman bahkan sebelum kau hadir dalam kehidupan kami."
"Ck, sialan. Kau hanya menghalangi hubunganku saja. Berani – beraninya kau mengatakan padanya kalau aku berselingkuh dengan Key hyung hah! Aku tahu, kau kan memberitahunya tadi?!" Chanyeol menatap tajam kearah Baekhyun.
"Hey, aku mengatakan kebenaran Tuan Park. Lagi pula dia melihat sendiri bagaimana kau mencium Key Kim—uhhuk." Cengkeraman Chanyeol yang semakin kuat membuat Baekhyun terbatuk pada akhir kalimatnya. Sungguh, ia tercekik sekarang.
"Ck, bodoh! Brengsek kau Byun Baekhyun! Dasar sialan! Apa perlu aku membuat Kyungsoo membencimu hah?"
"Silahkan sakh-jah kalau kauhh bisaa-akh!" Nafas Baekhyun tercekat. Chanyeol mencekiknya dengan sangat kuat. Entah berapa lama lagi dia bisa bertahan dengan nafas yang mengumpul di tenggorokannya karena tak bisa leluasa keluar. Chanyeol menghempaskannya hingga tubuhnya menabrak tembok dan jatuh. Chanyeol melayangkan satu tinjukan pada Baekhyun hingga sudut bibirnya pecah dan berdarah. Baekhyun bangkit dan balas mencengkeram kerah Chanyeol hingga wajah Chanyeol mendekat. Bahkan nafasnya sudah menerpa wajah Baekhyun. "Aku takkan membiarkanmu menyakiti sahabatku, brengsek!"
"Hhh, kau pikir siapa kau?!" Chanyeol tampak melirik kearah samping dan menyeringai. "Kau sendiri yang akan menyakiti Kyungsoo."
"Kau—mpph." Tiba – tiba saja Chanyeol membungkam bibir Baekhyun dengan bibirnya. Menghisap kuat hingga rasa darah di sudut bibir Baekhyun terasa oleh Chanyeol. Lidahnya dengan seenaknya memaksa masuk kedalam mulut Baekhyun. Baekhyun yang masih shock hanya bisa mematung tanpa bisa memberi perlawanan. Tangannya yang masih setia mencengkeram kerah Chanyeol seolah membuat Baekhyun lah yang menciumnya. Benar – benar mendukung rencana Chanyeol karena—
"Baek—Baekhyun—" Baekhyun mendorong tubuh Chanyeol hingga ia tersungkur di lantai. Mata Baekhyun membulat saat mendapati Kyungsoo memandangnya dengan mata yang berkaca – kaca. Sekarang Baekhyun tahu, Chanyeol sengaja melakukannya karena Kyungsoo ada disana. Yeah, dan Chanyeol berhasil menjebaknya.
"Kyung-Kyungsoo-ya." Baekhyun terbata. Ia berjalan bahkan seolah menyeret kakinya menuju kearah Kyungsoo. Bulir – bulir bening mulai muncul di permukaan wajah Kyungsoo. Kyungsoo beringsut mundur saat tangan Baekhyun akan menggapainya. Chanyeol yang masih terduduk mengusap bibirnya kasar dan menyeringai puas.
"Kau lihat sayang, Baekhyun lah yang berkhianat padamu. Dia mencintaiku. Karena itu dia menjebakku dengan Key hyungtadi."
"Tidak Kyungsoo, dia berbohong. Tidak. Aku tidak melakukannya." Mata Baekhyun memanas. Dia tahu, Kyungsoo tak mungkin akan mempercayainya kali ini. Kyungsoo akan membencinya. Lagi – lagi saat ia mendekat, Kyungsoo melangkah mundur. Seolah jijik jika dia menyentuhnya. Tatapan kecewa Kyungsoo benar – benar menyayat hatinya. Chanyeol berdiri. Menepuk – nepuk bahunya seolah menghilangkan bekas Baekhyun darisana.
"Kau membohongiku Baekhyun. Ak-aku tidak menyangka kau membohongiku. Hiks." Kyungsoo berbalik cepat dan berlari pergi. Sebelum Baekhyun mengejarnya, tangannya sudah dicengkeram oleh Chanyeol. Ia menatap Chanyeol penuh kebencian. Ia memutar badannya dan meraih kerah Chanyeol hendak melayangkan pukulan ke wajah tampan yang membuatnya menderita ini.
"Kau kalah Byun Baekhyun. Bahkan kau takkan bisa menyentuhku seujung kuku pun." Chanyeol tersenyum meremehkan. Ia menyentak tangan Baekhyun di kerahnya dan membenarkan kerahnya dalam sekali kibasan. Ia mendorong bahu Baekhyun dan beranjak pergi. Meninggalkan Baekhyun yang tengah mematung disana. Rasanya Baekhyun ingin menangis, tapi entah mengapa tak ada air mata yang mampu keluar. Membuat rasa sesak itu kian menguat.
"Kyungsoo-ya." Baekhyun ambruk. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Tak ada isakan yang mampu meringankan bebannya. Dia sangat ingin mati sekarang juga.
Bel jam akhir pelajaran baru saja berdenting. Baekhyun terpaksa bolos di jam pelajaran sehabis istirahat tadi karena Chanyeol menyeretnya pergi, dan tentang masalah di koridor tadi, ia belum berani berhadapan dengan Kyungsoo. Apa yang harus dikatakannya nanti? Ia yakin Kyungsoo takkan mempercayainya lagi.
"Ck, sial." runtuknya saat sudut bibirnya terasa perih. Ia membuka pintu kelasnya perlahan. Karena bel sekolah baru saja berbunyi, dan guru baru saja keluar. Keadaan kelas begitu ramai. Ia sangat bersyukur saat para siswa yang lain tengah sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga takkan ada yang memperhatikannya. Bukankah sangat memalukan jika datang dengan wajah babak belur seperti itu?
"Eoh, Jongdae? Kenapa duduk disini?" Baekhyun bertanya karena kaget melihat Jongdae yang menempati bangkunya.
"Kyungsoo tadi meminta tukar tempat. Tak apa-apa kan?" Dada Baekhyun terasa sesak kembali. Ia mengedarkan pandangannya dan melihat Kyungsoo tengah duduk bersama Huang Zitao. Mata mereka bertemu, namun Kyungsoo buru – buru mengalihkan perhatiannya pada Tao dan tertawa lepas karena guyonan Tao. Baekhyun menghela nafas kemudian duduk di bangkunya.
"Baekhyun-sshi, apa kau tidak apa-apa? Wajahmu pucat dan sudut bibirmu berdarah. Kau baru saja dipukul orang?" Baekhyun hanya mengulas senyum simpul.
"Aku tidak apa-apa Jongdae-sshi, hanya kelelahan. Aku tadi terbentur tembok saat kembali ke kelas, jadinya bibirku berdarah." Jongdae hanya mengangguk – angguk mempercayainya. Baekhyun melipat kedua tangannya dan menyembunyikan wajahnya disana. Apa ia bisa hidup tenang setelah ini? Apa dia harus pergi seperti perkataan Chanyeol? Apakah dia akan kalah kali ini? Entahlah.
Dan Baekhyun rasa—cinta di dunia ini sudah menghilang. Dia hidup bukan di lingkungan orang yang menginginkannya. Dia hidup, di lingkungan orang – orang yang membencinya, membuat Baekhyun berharap Tuhan akan mengambil nyawanya sekarang juga.
'Tak ada cinta untukmu, Baekhyun. Tak ada kasih sayang yang bisa kau dapatkan lagi. Kau tak di inginkan di dunia ini—'
.
Pagi menjelang, dimana Baekhyun mulai hari ini diharuskan berangkat ke sekolah sendiri karena Luhan akan berangkat bersama Sehun sekarang. Orang tua mereka yang sedikit pemaksa, seperti apapun Luhan menolak, keputusan mereka tetap teguh. Dengan berdalih kebaikan keluarga Oh, mau tak mau akhirnya Luhan terpaksa menurutinya. Baekhyun sendiri memilih berangkat bersama bus daripada diantar supir pribadi mereka. Perdebatan kakaknya dengan ibunya tadi pagi membuat perasaan bersalah muncul di hati kecilnya. Ia tak mau Luhan terus – terusan menentang orang tua mereka hanya karena dirinya. Luhan adalah anak kebanggaan keluarga, setidaknya ada dia menggantikan posisi mengecewakan Baekhyun –yang hanyalah sebagai pelengkap keluarga.
Hati Baekhyun makin dongkol saat memasuki kelasnya. Kyungsoo terlihat tengah bercanda bersama teman – temannya yang lain di bangku Tao. Melihat kedatangan Baekhyun, Tao tersenyum kecil pada Baekhyun, sedangkan Kyungsoo langsung memalingkan wajahnya. Seolah kehadiran Baekhyun hanyalah virus penganggu. Baekhyun tersenyum kecut, dia tahu Kyungsoo pasti sangat kecewa dengan kejadian kemarin. Dengan langkah yang ogah – ogahan, Baekhyun berjalan kearah bangkunya. Ia melirik kearah Kyungsoo sekilas dan menghela nafas, jelas sekali kalau mata Baekhyun berpendar sedih. Namun, jika melihat Kyungsoo yang sekarang tersenyum –walau pun bukan dengannya, tak dipungkiri hatinya ikut lega. Bukankah lebih baik melihatnya tersenyum daripada menangis seperti kemarin?
"Baek!" Satu tepukan di pundaknya membuat Baekhyun mendongak dan mendapati Kai tengah tersenyum padanya. "Heum—kau tidak bersama dengan Kyungsoo lagi?" Baekhyun melirik kearah bangku Kyungsoo dan mata mereka bertemu untuk beberapa saat sampai Kyungsoo memalingkan wajahnya –lagi. Terlihat jelas kalau pemuda bermata doe itu sangat membencinya.
"Dia salah paham padaku." ujarnya lirih.
"Salah paham? Kenapa? Apa—" Kai mendekat pada Baekhyun. "—karena Park Chanyeol itu?" Baekhyun mengangguk. "Tapi mereka sudah putus bukan?" Kali ini Baekhyun menggeleng. Ia mengisyaratkan pada Kai untuk menatap kearah bangku Kyungsoo lagi. Dahi Kai menyerngit heran saat melihat Chanyeol menghampiri Kyungsoo dan memeluknya dari belakang dengan sangat posessif, padahal kemarin jelas – jelas dia melihat Kyungsoo dan Chanyeol bertengkar hebat di depannya.
"Mereka bersama lagi." Baekhyun menangkup wajahnya dengan kedua tangannya dan menghela nafas. "Semua ini salahku. Kalau saja aku tak memberitahu Kyungsoo masalah Chanyeol dan Key hyung, pasti Kyungsoo masih bersamaku sekarang." Kai ikut menghela nafas dan mengusap rambut belakang Baekhyun.
"Berapa kali kubilang padamu untuk berhenti menyalahkan dirimu sendiri hah?! Semua ini karena keadaan, bukan murni kesalahanmu, Byun Baek. Lagipula ini terjadi karena Park Chanyeol yang brengsek itu. Aku jadi tidak rela kalau Kyungsoo harus bersamanya lagi." Baekhyun menggeleng pelan, menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya. Matanya terlalu enggan untuk melirik keadaan sekitarnya. Jika Kai kembali ke kelasnya nanti, Baekhyun harus bagaimana? Ia merasa sendiri sekarang. Seolah mengerti kegalauan sahabatnya ini, Kai mengedarkan pandangannya ke sekitar, dan benar saja, semua teman kelasnya terlihat tak acuhpadanya. Ia berpaling lagi dan kini matanya bertemu dengan mata Kyungsoo, beberapa detik dan Kyungsoo memalingkan wajahnya. Entah apa yang dipikirkan Kyungsoo, Kai tak tahu.
'Sepertinya aku perlu berbicara pada Kyungsoo.' batinnya.
"Heum—Kai?" Kai mengalihkan pandangannya pada Baekhyun yang kini menatapnya ragu. "Maukah kau menemaniku pergi ke suatu tempat sepulang sekolah nanti? Setiap akhir Sabtu, biasanya aku kesana bersama Kyungsoo, tapi—"
"Baiklah." Baekhyun mendongak dan bibirnya pun mengulas senyum simpul.
Confession © ChanBaek
"Kyungsoo." Kai menepuk pundak Kyungsoo yang sedang membaca sebuah buku di taman sekolah. Kai menoleh ke kanan dan kiri, tengah mengawasi keadaan sekitar. Beruntung karena Chanyeol tak bersama Kyungsoo. Ini akan mempermudah perbincangan mereka tanpa ada penganggu seperti Chanyeol.
"Iya, ada apa Kai?" Kai tersenyum dan duduk disamping Kyungsoo.
"Heum—kau ada masalah dengan Baekhyun?" Kyungsoo tersentak dan mengalihkan pandangannya dari buku yang dibacanya pada Kai yang menatapnya bingung. Kyungsoo sendiri tak tahu kenapa ia bisa semarah ini pada Baekhyun, yeah—mengecewakan jika mempunyai sahabat yang menusuk dari belakang seperti itu. Tapi kalau dipikirkan lagi, sepertinya Baekhyun takkan setega itu untuk menyakiti hatinya. Ia menghela nafas lalu menatap Kai dengan pandangan sendu.
"Aku juga tak tahu. Dia sangat mengecewakanku kemarin."
"Memang apa yang telah dilakukan Baekhyun?" Kedua tangan Kai menumpu pada bangku yang di dudukinya dan menatap ke dalam mata bulat Kyungsoo.
"Kau tahu—" Kyungsoo menghela nafas –lagi, rasa kecewa yang sangat tiba – tiba muncul di permukaan hatinya. Hatinya gelisah, entah karena apa. "—kemarin dia berciuman dengan Chanyeol di depan mataku." Mata Kai membulat sempurna. "Dan Baekhyun yang mencium Chanyeol. Aku bingung Kai. Kalau memang Baekhyun menyukai Chanyeol seharusnya dia jujur saja padaku daripada harus menyakitiku seperti itu. Menjebak Chanyeol dengan Key hyung, dia melakukan cara yang memalukan Kai dan itu sangat menyakitkan." Dahi Kai berkerut heran.
"Tapi—bukankah Chanyeol sangat membenci Baekhyun?" Kyungsoo mengangkat sedikit wajahnya yang mulai memerah karena menahan tangis. "Jadi, kau percaya begitu saja kalau Baekhyun yang menjebakmu?"
"Tapi Baekhyun kan yang menyuruhku ke toilet melihat Chanyeol dan Key hyung berciuman?"
"Lalu—menurutmu itu suatu kesengajaan? Baekhyun sengaja melakukannya, begitu?" Pertanyaan Kai yang seolah menuntut membuat Kyungsoo semakin tersudut. "Kau berteman dengannya sudah lama, seharusnya kau paham betul sifat Baekhyun. Dan aku rasa Baekhyun tidak menyukai Chanyeol—heum yeah, kurasa pandangan mata keduanya penuh dengan kebencian, bukan sebaliknya." Kyungsoo tertegun sejenak. Perkataan Kai ada benarnya juga. Dari dulu, bahkan sebelum Chanyeol menyatakan perasaan padanya, dia sudah memusuhi Baekhyun. Dia sendiri heran kenapa Chanyeol langsung membenci Baekhyun pada saat mereka pertama kali bertemu? Pertama, Chanyeol memang hanya melakukan pembullyan kecil terhadap Baekhyun yang notabene murid pendiam –dan Kyungsoo pikir itu biasa dilakukan oleh murid populer, namun lama – kelamaan pembullyan itu berubah menjadi siksaan yang tak bisa dianggap main – main. Perlakuan Chanyeol seolah menjadi ajang balas dendam pada Baekhyun, seolah ia memang telah mengenal Baekhyun sejak lama.
Lalu siapa yang harus ia percaya sekarang ini?
"Aku tidak—tahu." lirih Kyungsoo kemudian.
"Aku akan menyeledikinya, Kyung." Kai berdiri dari duduknya dan menatap Kyungsoo lembut. "Aku harus tahu apa alasan Chanyeol membenci Baekhyun dan aku akan membuktikan padamu kalau semua kekecewaanmu itu hanyalah salah paham. Akan aku pastikan kalau bukan Baekhyun yang salah disini." Kai tersenyum dan Kyungsoo hanya menundukkan wajahnya. Entah kenapa, melihat Kai yang begitu perhatian pada Baekhyun membuat rasa sesak tersendiri di sudut hatinya.
'Kai terlihat begitu bersemangat dengan apapun yang berhubungan dengan Baekhyun. Apa benar dia menyukainya?'
Confession © ChanBaek
Pulang sekolah...
"Luhan!"
"Berhenti mengikutiku Oh Sehun! Pulanglah sendiri! Kau membuat moodku semakin memburuk!" Bukannya menghentikan langkahnya, Sehun justru menarik tangan Luhan hingga pemuda yang lebih pendek itu berbalik.
"Kau kenapa?" Luhan mendengus kesal, tak mau menatap mata Sehun. "Kau marah karena aku tadi pagi menjemputmu dan membiarkan Baekhyun berangkat sendiri?" Sehun menghela nafas. "Kalau kau mau besok Baekhyun juga akan berangkat bersama kita. Kau mengkhawatirkannya kan?" Luhan menatap tajam kearah Sehun.
"Tidak usah menjemputku lagi! Lebih baik aku naik bus bersama Baekhyun!" Luhan menyentak cengkeraman Sehun dan membenarkan letak tasnya. Kakinya melangkah kembali, namun tangan Sehun menghentikannya –lagi. "Sehun!"
"Kau pulang bersamaku. Kau tanggung jawabku sekarang!" Suara Sehun meninggi, membuat beberapa pasang mata di koridor menatap duo populer ini dengan heran. "Ayo pulang."
"Aku tidak mau! Minggirlah, aku akan mencari Baekhyun."
"Dia pasti sudah pulang bersama Kim Jongin itu, Lu. Kau itu egois sekali hah?!" Mata Luhan membulat, sedangkan Sehun sendiri meruntuki kalimat pedas yang keluar dari bibir tipisnya barusan. Oh—Luhan benar – benar benci disebut egois.
"Minggir!" Luhan melepas paksa tangan Sehun dan segera berlari menjauhinya. Beberapa kali ia menoleh ke belakang, berusaha waspada kalau – kalau Sehun mengejarnya. Dan benar saja, pemuda berkulit albino itu masih saja mengekorinya layaknya anak bebek. "Issh—dasar bocah siala—"
Bruukk.
"AWW!"
"Lu!" Sehun segera berlari menghampiri Luhan yang baru saja terjungkal hingga hidungnya menyentuh lantai dengan mulusnya. Sehun menarik lengan Luhan hingga pemuda mungil itu menatapnya dengan wajah yang memelas. "Pfftt—hidungmu Lu, ahhaha. Hidungmu memerah. Ahaha." Luhan mengerjap – kerjapkan matanya beberapa kali. Oh Sehun? tertawa? Tatapan cengo Luhan tak ada bedanya dengan siswa yang tak sengaja melihat tawa Sehun. Sehun? Yang bahkan harga senyuman nya saja selangit sekarang tertawa karena Luhan? Sumpah demi apapun, Luhan ingin membenturkan kepalanya sekarang juga. Mendapati fakta kalau setiap harinya Sehun hanya tersenyum kecil, tak pernah sampai terpingkal seperti itu. Dan tawa renyahnya itu, entah kenapa membuat jantung Luhan berdegup tak tenang.
"..."
"Lu?" Sehun tersenyum dan melambai – lambaikan tangannya ke depan wajah Luhan. "Kau tidak apa-apa?" Luhan tersadar. Ia meringis pelan sebelum akhirnya menggeleng pelan. "Kau itu ceroboh ya." Tangan besar Sehun mengusak rambut Luhan gemas. Oh ayolah, kenapa wajah Luhan jadi memerah seperti itu? Mana ekspresi galaknya yang tadi? Bukankah ia tadi marah pada Sehun? Kenapa diperlakukan lembut seperti itu Luhan malah—euh, rasanya aneh. Jantungnya aneh, darahnya aneh, semuanya terasa aneh. Tiba – tiba saja Sehun berjongkok di samping Luhan, membuatnya menyerngit heran. "Naiklah, aku akan menggendongmu sampai parkiran." Lagi – lagi mata rusa Luhan hanya mengerjap imut.
Sehun yang memang tidak sabaran itu perlahan menarik tangan Luhan hingga posisi tubuh Luhan berada di belakangnya. Sampai Sehun mengangkat tubuh Luhan dalam gendongannya pun Luhan masih terdiam. Terlalu syok atau entahlah, Luhan tak bisa menggambarkan perasaannya. Setiap kali Sehun memperlakukannya lembut, rasa kesalnya langsung menguap entah kemana. Sehun membenarkan posisi Luhan di punggungnya sebelum akhirnya kembali melangkah diiringi sorakan beberapa siswa disana.
"Oh Sehun hebat! Ckck, kau mau kugendong seperti itu baby?"
"Ish—Park Chanyeol idiot!" celetuk Kyungsoo sebal. Segera saja dia berjalan mendahului Chanyeol. Chanyeol yang berada disampingnya hanya terkekeh pelan. Tiba – tiba matanya menangkap keberadaan Baekhyun di koridor lain, tengah menatap Sehun dan Luhan dengan pandangan yang tak dapat digambarkan sama sekali. Pemuda mungil itu masih terdiam disana sampai pemuda bernama Kai menepuk bahunya. Baekhyun tersenyum kecil sebelum akhirnya pergi bersama Kai.
'Ada apa dengan kurcaci itu? Kenapa dia memperhatikan Luhan dan Sehun dengan ekspresi seperti itu?'
"Chanyeol?!" Chanyeol tersentak dan menoleh kearah kekasihnya.
"IYA BABY SOO, AKU DATANG!"
"Ishhh—idiot."
Confession © ChanBaek
Kai tertegun saat langkah kaki mereka membawa mereka menuju suatu pemakaman. Seingat Kai sanak saudara Baekhyun belum ada yang meninggal, lalu kenapa Baekhyun kemari? Dan wajah Baekhyun terlihat sangat sumringah seolah akan bertemu seseorang yang spesial disini. Oh disini? Mana mungkin teman Baekhyun itu hantu? Kai merasa gila oleh pemikiran konyolnya itu. Melihat Kai yang kebingungan Baekhyun hanya tersenyum kecil. Ia menarik tangan Kai lebih mendekat agar dia tak tertinggal jauh dari Baekhyun.
"Aku akan mengenalkanmu dengan teman lamaku." Tanpa protes Kai hanya mengikuti kemana Baekhyun membawanya. Mereka berhenti di sebuah makam dimana nisannya bertuliskan nama 'Kim Yejin' dengan foto hitam putih seorang gadis remaja berambut panjang, yang heum—cukup cantik menurut Kai. Sayang, dia tak mengenal gadis ini. "Dia Yejin, beri salam Kai." Kai sedikit tersentak kemudian tersenyum konyol.
"Ha—halo Yejin, perkenalkan aku, Kai. Teman Baekhyun kecil ini."
Bletak.
"Kenapa memanggilku kecil eoh?" Baekhyun bersungut lucu dan Kai hanya terkekeh. Tangan Baekhyun terulur dan mengusap foto lama itu. "Yejin-ah, hari ini aku tidak membawa bunga, maaf ya. Kau pasti kecewa. Aku tadi terburu – buru, karena tak ingin Kai kabur." Baekhyun melirik Kai yang tengah menyerngitkan dahi. "Dia itu suka membohongiku! Katanya mau menemani, tapi biasanya dia justru meninggalkanku."
"Ya Byun Baek. Itu kan waktu kita kecil dulu!" Baekhyun menjulurkan lidahnya, mengejek Kai. "Jadi—" Kai ikut menatap foto tua itu. "Siapa Yejin?" Baekhyun tersenyum simpul, masih menatap foto cantik Kim Yejin.
"Kau ingat kan kalau sewaktu kecil aku ini sakit – sakitan?" Kai mengangguk pelan. "Aku punya penyakit jantung. Saat aku berada di sekolah menengah pertama, aku melakukan kegiatan berat hingga aku harus dirawat di rumah sakit sampai berbulan – bulan. Disana, aku bertemu Yejin, dia juga sakit. Kanker rahim stadium akhir. Awalnya aku kaget. Pasalnya gadis itu terlihat sangat ceria. Walau wajahnya pucat, tapi matanya selalu memancarkan kebahagiaan, aku saja sampai iri padanya." Baekhyun menghela nafas. "Kami bersahabat dekat semenjak itu. Dia juga sering menceritakan kekasihnya padaku –walau aku tidak tahu dan belum pernah bertemu kekasihnya sih. Dia bilang kekasihnya itu sangat baik, tapi dia mengecewakannya dengan memberikan penyakit itu. Dokter bilang kesempatan hidup Yejin hanyalah 10%. Aku mendengarnya sendiri sewaktu Yejin pingsan setelah bermain bersamaku. Tapi tanpa persetujuanku, dia mendonorkan jantungnya padaku."
"Apa kekasihnya tahu?"
"Awalnya tidak, tapi setelah meninggalnya Yejin, pasti dia tahu. Aku belum pernah bertemu dengan kekasihnya. Aku tak tahu apa kekasihnya itu membenciku atau tidak. Bagaimana pun juga aku menggunakan jantung Yejin. Aku merasa bersalah pada kekasihnya." Baekhyun mencengkeram dadanya kuat – kuat. "Karena aku belum sempat mencari keberadaan kekasihnya untuk meminta maaf, makanya setiap akhir pekan aku akan mengunjungi makam Yejin sebagai tanda terima kasihku. Mungkin saja aku akan bertemu kekasihnya disini. Hhh—aku tak menyangka kalau Yejin berbuat ini semua padaku." Baekhyun menghela nafas. Entah kenapa dadanya kembali merasakan sesak. Dia tahu apa yang dilakukan Yejin sangatlah tulus untuknya. Pemberian berharga untuk seorang sahabat, tapi Baekhyun juga merasa bersalah pada kekasih Yejin, karena membuat harapan hidup gadis itu lenyap. Ia beruntung, keluarga Yejin mau memaklumi keinginan Yejin untuk mendonorkan jantungnya itu.
"Apa kau berniat mencari kekasihnya?"
"Aku bahkan sudah mencarinya kemana – mana, Kai. Rumah yang dulu ditinggali kekasihnya sudah kosong. Semenjak Yejin meninggal, kekasihnya serta keluarganya pindah. Entah kemana. Aku juga tak tahu nama kekasihnya. Yang kutahu, mereka adalah keluarga Park." Kai mengangguk – angguk paham. Pasti berat menjadi Baekhyun yang terus merasa bersalah pada orang yang bahkan belum pernah bertemu dengannya. Kai mengusap pipi tirus Baekhyun yang entah sejak kapan telah basah oleh liquid – liquid dari pelupuk matanya. "Kekasihnya—hhh, pasti sangat membenciku, Kai. Aku—hiks yang membuat Yejin kehilangan kesempatan hidupnya." Tangan Kai terulur dan mendekap tubuh mungil Baekhyun.
"Shhh—ini bukan salahmu, Baekhyun-ah. Ini adalah keinginan Yejin. Pasti kekasihnya itu akan memahaminya nanti." Kai terus mengusap – usap punggung Baekhyun sementara pemuda mungil itu terisak kecil di dada Kai. Sesekali tangan mungilnya mencengkeram seragam Kai, meluapkan segala kesedihan yang selama ini dipendamnya sendiri.
Tanpa Baekhyun ketahui, Kai melirik kearah sebuah pohon yang tak jauh darisana. Matanya bertemu dengan mata doeKyungsoo yang tengah mengintip mereka. Ia tersenyum kecil sebelum akhirnya melihat tubuh Kyungsoo berbalik. Kai tahu, pemuda yang lebih kecil dari Baekhyun itu juga tengah menangis disana. 'Aku rasa kau tak benar – benar membencinya, Kyungsoo. Aku tahu itu.' Kai mengulum senyum simpul dan mengeratkan pelukannya.
Sementara di balik pohon, Kyungsoo membekap mulutnya. Menahan isakan yang keluar dari mulutnya. Walaupun Kai sudah memergokinya, setidaknya Baekhyun tak menyadari kehadirannya. Entah mengapa ia merasa bersalah pada Baekhyun. Baekhyun sudah terlalu banyak masalah dalam hidupnya, seharusnya sebagai sahabatnya, Kyungsoo mampu membantunya berdiri, bukannya ikut menjatuhnya lebih dalam lagi. 'Miah—mianhae, Baekhyun-ah. Maafkan aku.'
Confession © ChanBaek
"Wuaaahh—banyak sekali, Kai! Yummy—kelihatannya enak." Baekhyun histeris saat melihat hidangan makan malam yang disediakan restaurant yang dikelola Kai untuknya. Yeah, Kai bersekolah sekaligus mengurusi salah satu restaurant nya bersama dengaan kakaknya Kim Joonmyeon. Dan malam ini ia sengaja mengajak Baekhyun untuk menikmati masakan spesial di restaurantnya yang sangat terkenal itu. Sebagai dalih untuk menghibur Baekhyun yang tengah bersedih, dan sepertinya itu berhasil. Buktinya saja Baekhyun menunjukkan wajah penuh binarnya pada Kai. Membuat Kai mau tak mau mengulum senyum puas.
"Kau boleh menghabiskan semuanya kalau kau mau. Dan mendapat ice cream strawberry plus yogurt sebagai dessert. Bagaimana?" Mulut dan mata sipit Baekhyun membulat.
"Benarkah?"
"Tentu saja!"
"TERIMA KASIH KAI!" Baekhyun memeluk sahabatnya itu sekilas dan mulai menatap semua makanan di mejanya. Kadang ia menjilat bibirnya sendiri saat melihat makanan – makanan yang sangat nikmat itu. Garpunya menunjuk satu persatu makanan seolah bingung. "Err...aku harus makan yang mana dulu yah? Ini? Atau ini?" Kai memutar bola matanya bosan.
"Semuanya boleh kau makan Baek."
"Ahh—kau benar. Selamat makan!" Kai hanya tersenyum simpul saat Baekhyun mulai mencicipi semua hidangan dengan lahap. Melihat Baekhyun yang senang seperti itu membuat hatinya lega. Setidaknya Baekhyun tahu kalau dia masih punya dirinya dan Luhan yang menjaganya. Kai tahu tentang Baekhyun, tahu tentang bagaimana orang tuanya yang selalu membandingkannya dengan Luhan, tentang rasa bersalahnya pada kekasih Yejin, juga tentang Chanyeol yang selalu menganggunya dan sekarang Kyungsoo yang menjauhinya. Pasti Baekhyun tak pernah merasakan kesenangan seperti ini dalam hidupnya. Dan itu membuat Kai bertekat untuk menjaga malaikat kecilnya ini.
"Kau tidak makan?" Baekhyun bertanya.
"Aku makan kok." Baekhyun mengangguk dan melahap kembali makanannya hingga tersisa sedikit. Dan yang dijanjikan Kai pun datang. Ia mendapatkan ice cream kesukaannya serta yogurt rasa pisang yang pertama kali dicobanya.
"Kau kenyang?"
"Heum." Baekhyun mengangguk imut dan Kai pun tersenyum. "Apalagi ini gratis. Hhihi." Kai mengusak rambut Baekhyun gemas.
"Kalau begitu aku antar pulang?" Baekhyun mengangguk –lagi. Kai pun mengantar Baekhyun pulang dengan mobilnya. Sekitar setengah jam kemudian, mobil Kai berhenti di sebuah minimarket dekat rumah Baekhyun.
"Kau pulang saja. Aku hanya perlu membelikan Luhan hyung ice cream coklat dan pulang. Kai menghela nafas dan akhirnya mengangguk. Sebenarnya ia ingin mengantar Baekhyun, tapi pemuda kecil itu secara terang – terangan memintanya pulang. Kalau sudah seperti itu Kai hanya bisa menurutinya. Ia pun melajukan mobilnya menjauhi Baekhyun yang melambai kearahnya. Baekhyun menghela nafas lega dan mulai memasuki minimarket tersebut, hanya beberapa menit dan Baekhyun keluar dengan membawa sebungkus ice cream kesukaan hyung nya. Ia tersenyum saat membayangkan Luhan akan memekik senang dan mengecupnya seperti biasa. Dia sangat suka setiap Luhan memanjakannya.
Sesekali Baekhyun bersenandung lirih memecah kesendiriannya di jalan menuju rumahnya. Saat hampir sampai ia pun mengangkat wajahnya dan langsung disuguhi pemandangan yang membuat hatinya sesak seketika. Disana, di depan rumahnya, di bawah lampu, ia melihat Sehun yang menangkup pipi Luhan dan mendaratkan sebuah kecupan manis disana. Baekhyun menutup mulutnya dan mundur beberapa langkah. Ia menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya berbalik dan berlari pergi, tanpa disadari dua insan itu tentunya. Sesekali ia menabrak pejalan kaki dan mendapat umpatan kecil sebagai balasannya.
Ia berhenti berlari. Ia mengusap wajahnya beberapa kali –yang entah sejak kapan telah basah oleh liquid yang dihasilkan oleh matanya. Kenapa hatinya masih merasakan sakit? Apa benar dia masih mencintai Sehun? Tidak—dia tak boleh mencintai Sehun, dia harus melupakan perasaannya karena dia tahu betul kalau Sehun akan menjadi milik kakaknya. Terlebih, kejadian tadi meyakinkannya kalau Sehun juga mencintai Luhan.
'Tidak Baekhyun—kau harus menghilangkan perasaan ini.' Hiks. Hiks. Dan isakan demi isakan menemaninya dalam kesendirian malam itu.
Confession © ChanBaek
Cklek.
"Habis kencan?" Chanyeol bertanya tanpa memalingkan wajahnya dari layar besar di depannya. Pertandingan basket dunia ternyata lebih menarik ketimbang wajah sumringah Sehun yang terlihat aneh di matanya. Sehun menggumam dan merebahkan dirinya di samping Chanyeol. Tangannya terulur dan mengambil kaleng jus yang masih tertutup di depan Chanyeol. Ia membukanya dan segera menenggaknya hingga separo. "Kau terlihat senang. Apa Luhan sudah menerimamu?"
"Belum—" Sehun memberi jeda dengan sedikit tarikan nafas. "—tapi hampir." Chanyeol melirik kearah Sehun dengan alis yang terangkat satu.
"Benarkah?"
"Yeah, dia tak menolak ketika aku menciumnya." Mendengar penuturan Sehun, Chanyeol tergelak.
"Waw! Kau sudah naik level ya? Hebat juga kau Oh Se?! Tadi siang kau menggendongnya, malamnya kalian berciuman. Besok? Mungkin kalian sudah saling menghangatkan." Chanyeol memeluk kedua lengannya dan tersenyum menggoda. Sehun sendiri menatap Chanyeol dengan dahi berkerut. Susah juga memiliki sahabat yang suka berpikiran terlalu dewasa seperti itu.
"Ck, hentikan pikiran mesummu itu, Yeol!" Tawa Chanyeol makin lebar. "Bagaimana kau dengan Kyungsoo mu?" Suara tawa Chanyeol perlahan semakin lirih dan hilang bersamaan dengan raut wajah idiotnya, berganti dengan ekspresi serius.
"Aku belum melakukan apapun dengannya. Atau setidaknya—belum."
"Hentikan saja. Kau merusak anak orang! Lagipula kau tak benar – benar menyukai Kyungsoo kan?" Chanyeol menyeringai.
"Tebakanmu sangat tepat Sehunnie~"
"Cih, menjijikkan." Chanyeol tergelak –lagi. Ia menepuk kepala Sehun sebelum akhirnya menenggelamkan diri pada acara olah raga di depannya. Beberapa menit mereka habiskan dalam ketenangan sebelum akhirnya Sehun memilih membuka suara kembali. "Lalu—Baekhyun bagaimana?" Kali ini tatapan Chanyeol tampak sinis pada Sehun. Dia mendecih tak suka. "Hentikan Chanyeol. Aku tak ingin kau menyesal pada akhirnya. Baekhyun itu orang baik."
"Dia pembunuh."
"Chanyeol, dia—"
"SHIT! DIAM KAU OH SEHUN?!" Chanyeol membanting remote televisinya dan beranjak pergi darisana. Entah mengapa suasana hatinya langsung memburuk setiap mendengar nama itu. Meninggalkan Sehun yang hanya dapat menghela nafas. Ia menatap punggung Chanyeol hingga pemiliknya menghilang di balik pintu kamarnya. Chanyeol memang sering menginap di apartemen Sehun, itulah mengapa ia memiliki kamar khusus dirinya disini. Keluar masuk seenaknya, bahkan terkadang ia datang dengan membawa beberapa wanita dan pemuda ukekemari. Nasehat Sehun semua tak ada yang didengarkannya.
Ketika Chanyeol sudah datang ke apartemennya, tanpa perlu ditanya sudah dapat dipastikan kalau dia tengah mendapat masalah, entah dengan orang tuanya atau dengan kakak perempuannya. Kadang Sehun harus menahan diri untuk tidak menendang pantat Chanyeol ketika suara desahan di kamar sebelahnya menganggu tidurnya –yeah, terkadang suara Chanyeol dengan seorang gadis atau dengan seorang uke. Walau itu membuatnya jengah, tapi Sehun yakin kalau Chanyeol hanyalah merasakan kesepian. Sebenarnya, ia juga tak jauh beda dengan Baekhyun, hanya saja Chanyeol populer, tidak seperti Baekhyun yang pendiam dan sering dikucilkan.
Confession © ChanBaek
Baekhyun menelusuri lorong sekolahnya dengan wajah yang muram. Percakapan dengan keluarganya pagi ini tak urung membuat suasana hatinya makin buruk. Baru kemarin malam ia merasakan senang dan sedih disaat yang bersamaan, sekarang kesedihan sudah harus bertambah lagi. Baekhyun menghela nafas, entah untuk keberapa kalinya. Langkahnya semakin lama semakin berat kala ingat di dalam kelasnya terdapat Chanyeol, Kyungsoo, dan—Sehun.
"Pernikahan akan dilaksanakan dalam 4 hari ke depan. Keluarga Oh dan keluarga kita telah sepakat untuk mempercepat pernikahan ini karena semua persiapan sudah selesai. Lagipula Luhan maupun Sehun sudah tidak keberatan lagi kan?"
Mengingat perkataan ayahnya, Baekhyun rasanya ingin menjerit dan membenturkan kepalanya ke tembok sekarang juga. Kalau perlu berkali – kali hingga ia mati sekalian. Dia bahkan belum bisa menghapuskan perasaannya pada Sehun, dan kini dia harus melepaskan orang yang dicintainya secepat ini? Ingin sekali dia menenggelamkan dirinya di laut agar ia pergi ke akhirat tanpa harus menghilangkan perasaannya ini. Oh—tidak mungkin Byun Baekhyun, kau masih memiliki Kai saat ini. Hanya Kai yang masih peduli padamu.
"Dan—Luhan akan tinggal bersama Sehun di rumah yang baru. Satu lagi, karena kalian berdua belum lulus, pernikahan ini belum tercatat secara tulisan, hanya di sah kan secara lisan. Kalian mengerti?"
Baekhyun ingat Luhan hanya mengangguk pasrah kali ini. Tapi entah mengapa Baekhyun melihat tak ada keraguan lagi dari diri Luhan. Bukankah itu berarti mereka saling mencintai? Dan masalah paling berat memang dari hatinya sendiri. Dia merasa egois karena belum bisa menghilangkan perasaan itu. Membuat rasa bersalah baru dalam hati kecilnya. 'Maafkan aku yang bodoh ini, hyung.'
"Kami akan merahasiakan pernikahan kalian dari pihak sekolah. Dan Baekhyun—kau juga harus menjaga sikapmu nanti. Jangan sampai kau membocorkannya karena itu akan menjadi masalah dan pergunjingan orang. Apalagi ini pernikahan sesama jenis. Aku tak mau hyung mu menjadi bahan gosib. Kau mengerti?"
"Akh!" Baekhyun mengacak – acak rambutnya frustasi. Dia bingung apa yang harus dilakukannya sekarang. Mood nya sangat buruk dan dia tak bisa memaksa dirinya untuk mengikuti pelajaran hari ini. Tempat bolos utama—ya atap sekolah. Setidaknya dia akan merasa tenang disana. Langkah kakinya pun makin cepat saat menaiki tangga menuju atap. Hari ini dia memang tak mau bertemu siapa pun.
Cklek.
"Kau membolos ya?"
"Eh?" Baekhyun mengerjap – kerjapkan matanya imut. Tidak heran juga sih jika dia bertemu Sehun disini. Pasalnya pemuda berkulit putih pucat itu memang hampir setiap hari bolos. Namun yang mengherankan adalah nilainya yang bahkan selalu berada di atas Baekhyun. Hebat bukan? Baekhyun tersenyum kecil dan berjalan menuju arah Sehun. "Kau juga bolos?" Baekhyun balas bertanya.
"Yeah—seperti yang kau lihat." Sehun tersenyum kecil. "Tapi aku tak sendiri."
"Benarkah?"
"Yah—" cklek. Tepat disaat bersamaan, pintu atap kembali terbuka menampakkan seorang pemuda berwajah familiar bagi Baekhyun. "Nah—dia sudah datang." Sehun melambai dan pemuda itu langsung menatap geram kearah Baekhyun.
"KAU!"
"Chanyeol—"
"Cih, apa yang kau lakukan disini hah?!" Baekhyun menunduk, bertemu Chanyeol disaat seperti ini bukankah waktu yang tepat. Ia tengah bersedih sekarang, dan disisi lain dia merasa takut jika Chanyeol memukulnya lagi. "Pergi kau dari sini!" Chanyeol menarik kerah Baekhyun hingga tubuh mungil itu sedikit terangkat. Baekhyun memejamkan matanya rapat – rapat. Menanti pukulan yang mungkin saja akan segera dilayangkan di wajahnya.
"Chanyeol-ah hentikan!"
"Diam kau Sehun! Aku muak melihatnya!"
"CHANYEOL?!"
"Shhh—shit! Diam!" Chanyeol menatap tajam Baekhyun dan pemuda mungil itu hanya meringis merasakan panas di lehernya. Lagi – lagi Chanyeol mengeratkan cengkeramannya hingga wajah mereka terpaut beberapa senti saja. Tak ada pergerakan dari Chanyeol, matanya sibuk mengamati wajah Baekhyun yang entah mengapa membuatnya merasa aneh. Bukan aneh dalam artian tiba – tiba dia menyukainya, tidak, bukan itu. Tapi Chanyeol baru sadar jika wajah Baekhyun mirip dengan seseorang.
'Wajahnya—kenapa aku baru menyadarinya? Baekhyun mirip dengan'nya'. Bagaimana bisa? Ini tidak mungkin.'
Brakk.
Semua yang ada diatap sontak menoleh kearah pintu dimana tiga orang pemuda ada disana. Tengah menatap ChanBaekHun dengan ekspresi terkejut. Apalagi melihat Chanyeol yang mencengkeram kerah Baekhyun hingga Baekhyun terlihat kesakitan.
"YA! PARK CHANYEOL?!"
Buuukk
Chanyeol tersungkur. Satu bogeman panas mendarat di pipi kanannya. Kai, sang pelaku mencengkeram kerah Chanyeol dan memberikan pukulan lagi. Entah kenapa Chanyeol diam dan tak melawan. Matanya justru beralih pada Baekhyun yang terduduk dilantai dengan Luhan yang memeluknya. Kai terus saja memukuli Chanyeol, hingga Sehun akhirnya dapat melerainya. Chanyeol terbaring di lantai dengan banyak luka di wajahnya. Kyungsoo menghampiri Chanyeol namun mata pemuda yang babak belur itu tak bisa lepas dari sosok Baekhyun yang sudah mengeluarkan bulir – bulir airmatanya. Samar – samar ia dapat mendengar Kai yang memakinya, juga Kyungsoo yang memanggil – manggil namanya dengan nada khawatir. Bibir Chanyeol mengulas sedikit senyuman sebelum akhirnya kesadarannya perlahan memudar –tepat saat bibirnya menggumam sebuah nama.
"Yejin-ah—"
Brukk.
"—Yeol, Chanyeol!"
.
.
"Jadi apa yang dikatakan dokter Kim, noona? Kenapa Chanyeol belum bangun – bangun juga?" Sehun bertanya tak sabaran karena khawatir pada Chanyeol yang tak kunjung membuka matanya sejak beberapa jam yang lalu. Park Yoora, kakak perempuan Chanyeol hanya menghela nafas dan mendudukkan dirinya diantara Kyungsoo yang menangis dan Baekhyun yang menunduk sedari tadi. Sedikit menyibak poninya dan menyimpannya di belakang telinga, sekarang kentara sekali kalau wajah cantiknya tengah bersedih.
"Dokter bilang Chanyeol akan mengalami tidur lama untuk sementara ini."
"Tidur lama bagaimana? Koma, begitu?" Pertanyaan Sehun membuat Kai yang tengah bersandar di dinding langsung membulatkan matanya.
"Yeah—dia juga pernah mengalami ini dulu. Ini terjadi jika Chanyeol sedang dalam keadaan tertekan. Biasanya dia akan tertidur tiga hari atau paling lama seminggu." Yoora memijit pelipisnya dan menghela nafas pelan. "Sehun-ah, jangan katakan pada orang tua kami ya?" Sehun menyengitkan dahi, heran. Memberi tatapan seolah bertanya 'kenapa?'. Yoora yang mengerti maksud tatapan itu langsung menyahut, "Mereka sangat sibuk dengan perusahaan mereka di luar negeri. Aku yang akan menjaganya. Heum—mungkin bersama Kyungsoo." Yoora tersenyum kecil pada Kyungsoo disampingnya.
"Aku akan menjaganya, noona." jawab Kyungsoo mantap.
"Ng—Yoora-sshi, aku minta maaf karena menyebabkan Chanyeol seperti itu." Kai menatap Yoora penuh dengan penyesalan. Dia tak menyangka kalau pukulannya akan berakibat seperti itu pada Chanyeol. Seorang Park Chanyeol yang terkenal tak punya hati, sekarang terbaring lemah hanya karena sedikit pukulan dari Kai? Sungguh, siapapun tak akan mempercayainya. Yoora tersenyum maklum dan menggeleng kecil.
"Tidak apa-apa, Kai-sshi. Aku tahu pasti Chanyeol lah yang membuat ulah. Anak itu memang seperti itu. Keras kepala dan pendendam." Baekhyun mengigit bibir bawahnya. Entah kenapa perasaannya gelisah sedari tadi. Ia mendengarkan baik – baik semua yang dikatakan Yoora, dan entah mengapa itu membuat dadanya terasa sesak dan ngilu disaat bersamaan. Seperti ada rasa bersalah dan entahlah—aneh. Jantungnya berdebar dengan ritme tak tenang dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia merasakan ada sesuatu yang dialami Chanyeol dalam tidurnya sekarang. 'Kenapa aku sangat mengkhawatirkannya?'
"Baek—kau terlihat gelisah sedari tadi? Kau juga berkeringat. Apa kau sakit?" Luhan bertanya dengan nada khawatir pada adiknya dan sedari tadi hanya terdiam dan terus mengigit bibirnya –kebiasaannya ketika sedang gelisah.
"A—aku tidak apa-apa hyung. Aku hanya merasa—hm, jantungku aneh." Baekhyun memegangi dadanya dan sontak semua mata melihat kearah Baekhyun. Luhan langsung menghampiri Baekhyun dan mencengkeram pundaknya.
"Jantung? Kau tak apa-apa kan? Apa itu sakit lagi? Katakan Baekhyun!"
"Lu, ada apa?" Sehun pun ikut menimpali saat melihat Luhan yang tampak panik dengan keadaan Baekhyun.
"Ti—tidak sakit hyung. Hanya saja jantungku berdetak dengan sangat cepat. Dan aku—mengkhawatirkan hal yang aku sendiri tidak tahu" Nada bicara Baekhyun melirih di akhir kalimatnya. Luhan memeluk adiknya dan mengusap – usap rambut belakang Baekhyun.
"Tenanglah. Semua baik – baik saja. Ada hyung disini. Hyungpasti akan menjagamu, Baek-ie." Baekhyun tersenyum kecil dan membalas pelukan Luhan. Beberapa pasang mata menatap keduanya dengan pandangan haru dan senyum simpul yang terukir di wajah masing – masing. Tak beda dengan Yoora yang kini menatap Baekhyun dengan siratan wajah sedih.
'Baekhyun. Dia kah Byun Baekhyun yang dicari Chanyeol selama ini? Hhh—apa Chanyeol menyakitinya? Dia anak yang baik kurasa.' batinnya sendu.
"Noo—noona?" Baekhyun menatap Yoora ragu. "Bo—bolehkah aku ikut menjaga Chanyeol?" Beberapa wajah disana menunjukkan ekspresi yang berbeda – beda. HunHanSoo menatap Baekhyun bingung sedangkan Kai menatapnya kesal. Untuk apa Baekhyun mengkhawatirkan orang yang selalu menyakitinya? Harusnya Baekhyun tak usah kemari dan biarlah Kai yang mempertanggung jawabkan perbuatannya. Iya kan?
"Tentu saja boleh. Kalian semua boleh menjaga Chanyeol." Yoora tersenyum sangat cantik, membuat mereka pun merasa kehangatan seorang kakak menguar darinya. Baekhyun mengangguk dan tersenyum kecil. Kai hanya mendengus pelan dan memalingkan wajahnya.
Confession © ChanBaek
"Baekhyun, aku akan pergi dulu mencari makanan untuk kita. Aku tinggal, tak apa kan?" Baekhyun tersenyum dan mengangguk kecil. Kyungsoo pun pergi meninggalkan Baekhyun dan Kai, serta Chanyeol yang masih terbaring di ranjangnya. Kai menghela nafas dan mendekati Baekhyun, mencengkeram pundaknya pelan, membuat Baekhyun menatap Kai bingung.
"Kenapa—kenapa kau mau menjaganya?" Baekhyun menatap Kai barang sebentar kemudian beralih pada tubuh lemah Chanyeol. Tatapannya berubah menjadi sendu dan itu adalah pandangan yang pertama kali ditunjukkan pada pemuda tinggi itu –walau Chanyeol tak melihatnya. Kelakuan Baekhyun yang tidak biasa, tak urung membuat Kai heran dan merasa ada suatu hal aneh yang terjadi pada Baekhyun. Baekhyun menghela nafas. Rasa aneh itu datang lagi. Melihat keadaan Chanyeol yang seperti itu seolah membuatnya ikut bersedih. Tapi Baekhyun benar – benar tak tahu, apa alasannya harus bersedih melihat keadaan Chanyeol? Tapi saat mendengar cerita Yoora kemarin malam, telah meyakinkan dirinya sendiri kalau Chanyeol tidaklah seburuk yang dia kira. Chanyeol pasti punya alasan kenapa sangat membencinya.
"Aku tidak tahu, Kai. Hanya sebuah dorongan yang aku sendiri tak tahu darimana datangnya." Kai menggaruk pipinya bingung.
"Hhhh—terserah kaulah. Kau memang terlalu baik, Byun Baek jelek." Baekhyun tersenyum kecil. "Aku akan menyusul Kyungsoo, aku takut dia tak bisa membawa makanannya sendiri." Baekhyun mengangguk kecil, dan Kai pun memutar badannya untuk segera keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Baekhyun dan Chanyeol berdua. Baekhyun melangkah mendekati katil dan duduk di kursi disamping ranjang Chanyeol. Tatapan matanya menyiratkan kesedihan yang sangat. 'Aku bahkan tak tahu apa yang sedang kulakukan sekarang. Harusnya aku membencimu kan? Tapi—ada sesuatu yang mmebuatku tak bisa membencimu, Chanyeol-ah. Dan—aku sendiri tak tahu itu apa.'
"Chanyeol-ah." Baekhyun menunduk menatap tangan Chanyeol. Ia akan berusaha berbicara dan berharap semoga saja Chanyeol mendengarnya. "Maaf jika aku membuatmu marah selama ini. Aku tahu kau sangat membenciku. Dan pasti kau mengutukku karena berani duduk disini bersamamu. Tapi—bisakah kau beri aku alasan kenapa kau membenciku?" Pemuda mungil itu menggigit bibir bawahnya saat merasakan dadanya sedikit tertekan. 'Lagi – lagi perasaan ini', batinnya. "Kau tahu? Aku tak bisa hidup dalam lingkungan orang – orang yang membenciku. Aku tak sanggup, Chanyeol-ah. Aku mohon, jangan ambil Kyungsoo dariku. Aku tak memiliki siapapun selain Kyungsoo sebagai sahabatku. Hhh—Luhan hyung akan pergi, dan aku tak yakin Kai akan selalu ada untukku. Jadi aku mohon, biarkan aku berteman dengan Kyungsoo."
"..."
"Maaf Chanyeol. Maafkan aku. Tapi aku takkan bisa menjauh dari Kyungsoo." Satu bulir bening berhasil menetes dan mengalir di pipinya. Baekhyun buru – buru mengusapnya dan tersenyum pahit. "Di benci itu tidak enak, Chanyeol-ah. Aku tidak berbohong—hhh. Aku berharap kau tak pernah merasakannya. Ini—sangat tidak menyenangkan. Ini menyesakkan Chanyeol. Sangat. Hiks." Baekhyun mencengkeram kuat dadanya. Kenapa dia merasakan ini? Kenapa dia merasa sangat bersalah pada Chanyeol? Kenapa jantungnya berdegup tak tenang seperti ini?
Di balik pintu ruangan, sebuah tangan besar mencengkeram pundak pemuda mungil bermata doe itu. Menguatkan hati Kyungsoo saat melihat pemandangan di depannya. Melihat sahabatnya menangis dalam kesendirian, meminta maaf atas sesuatu yang tak diketahuinya, seakan ikut menghujam jantungnya. Kyungsoo pun ikut merasakan sesak di dadanya sampai tetes demi tetes liquid keluar dari pelupuk matanya. Sebegitu berharganyakah persahabatan mereka sampai Baekhyun harus menangis untuk mempertahankannya? Dia yang bahkan membenci Baekhyun hanya karena pemuda mungil itu berciuman dengan Chanyeol. Apa dia bisa disebut sahabat yang baik? Entah mengapa, Kyungsoo merasa tak pantas menjadi sahabat seorang Byun Baekhyun.
"Apa kau masih membencinya?" Pemilik tangan itu, Kai menatap sendu kearah Kyungsoo. Sontak Kyungsoo berbalik dan memeluk erat Kai. Mencengkeram baju belakang Kai dan meluapkan perasaannya disana. Mencari ketenangan dalam pelukan pemuda berkulit tan itu. Berharap Kai memahaminya dan meminjamkan pelukannya barang sebentar saja. Kai dapat merasakan Kyungsoo menggelengkan kepalanya pelan dan dia tersenyum simpul. Tangannya secara otomatis terangkat dan mengusap – usap rambut Kyungsoo. Memberikan apa yang diharapkan Kyungsoo. Sebuah tempat untuk bersandar.
"Aku—hiks, aku tak pernah membencinya, Kai. Aku percaya pada Baekhyun. A—aku menyayanginya. Hiks."
"Aku tahu." Kai masih mengusap – usap rambut Kyungsoo, sedangkan kedua obsidiannya menatap nanar kearah Baekhyun yang menunduk, masih dengan tetesan liquid bening di pipinya yang semakin basah. Isakan dua manusia di depannya, tak urung membuatnya ikut bersedih dan menangis dalam diam.
Confession © ChanBaek
"Kau kemarin bolos eoh?" Baekhyun mengangkat wajahnya dan menemukan Tao tengah menatapnya dengan senyuman lucu di wajahnya. Kedua sudut bibir Baekhyun melengkung membalas senyuman ramah Tao. Tao mengacak sedikit rambutnya dan duduk disamping Baekhyun. "Kau dan Kyungsoo kemana saja sampai tidak masuk sekolah?"
"Heum—menjaga Chanyeol." Jemari lentik Baekhyun terus memutar - mutar sendotannya, memainkan es di dalam jusnya. Mengabaikan kerutan di dahi Tao yang bingung akan jawaban Baekhyun.
"Aku menganggap hal yang dilakukan Kyungsoo itu biasa karena dia adalah kekasih Chanyeol. Tapi—err.. kenapa kau juga ikut menjaga Chanyeol?" Baekhyun memiringkan kepalanya bingung. "Maksudku—yeah, Chanyeol itu selalu bersikap buruk padamu kan Byun Baek?" Kepala pemuda yang lebih kecil mengangguk – angguk paham. Namun jujur, dia tak punya jawaban pasti tentang pertanyaan Tao. Dia sendiri juga bingung kenapa dia rela membolos hanya untuk menjaga orang yang selalu membully nya? Apakah dengan itu Baekhyun berharap kalau Chanyeol bisa berbaikan dengannya? Ah—entahlah.
"Aku juga bingung Taozi. Hhehe." Baekhyun terkekeh kecil.
"Kau ini aneh." Sentilan kecil dari jari Tao menyentuh permukaan dahinya membuat Baekhyun mengerucutkan bibirnya kesal. "Memangnya apa yang terjadi pada Chanyeol? Bukankah dia hanya berkelahi dengan Kai? Kenapa jadi menginap beberapa hari di rumah sakit seperti itu?" Baekhyun menyeruput jus strawberry nya pelan, sekaligus mencerna pertanyaan Tao.
"Kata Yoora noona, kakak Chanyeol, dia mengalami tidur panjang seperti koma begitu. Chanyeol sering mengalaminya jika pikirannya sedang tertekan." Mulut Tao membulat seolah mengerti maksud perkataan Baekhyun.
"Aku pernah tau kelainan seperti itu, pamanku juga pernah mengalaminya. Tapi—bukankah itu hanya terjadi pada orang – orang yang mengalami masa – masa buruk di masa lalunya?" Alis Baekhyun bertautan. "Maksudku—Chanyeol punya masalah apa sampai dia tertekan seperti itu. Jika dilihat – lihat, Chanyeol itu orangnya bermulut besar, menyebalkan, dan tipe – tipe troublemaker yang suka menimbulkan masalah bagi orang lain. Seolah mencari kesenangan hidup dengan menyiksa orang. Lalu apa yang membuatnya tertekan? Ck, sungguh tidak dapat dipercaya seorang Park Chanyeol seperti itu."
Baekhyun menatap jus di depannya yang tinggal separuh. Jarinya memutari gelas dan dahinya berkerut sedari tadi, seolah memikirkan apa yang baru saja dikatakan Tao. Semua yang dilontarkan Tao adalah pertanyaan yang selama ini dipikirkannya. Apa yang membuat seorang Chanyeol tertekan? Dan beberapa pertanyaan itu berhasil membuat Baekhyun penasaran dengan sisi lain Chanyeol yang tak pernah ditunjukkannya.
"Taozi, aku pergi dulu yah. Aku harus mencari Kai."
"Okay!" Tao mengangkat jari jempolnya dan Baekhyun segera melesat pergi mencari kelas Kai. Beruntung saat di persimpangan kelas, dia bisa melihat Kai yang berjalan di depannya, memunggunginya. Baekhyun segera berlari dan menepuk pundak Kai. Pemuda berkulit tan itu berbalik dan tersenyum kearah Baekhyun. Satu tangannya melepaskan earphone yang dikenakannya dan memberi tatapan pada Baekhyun seolah bertanya 'ada apa?'.
"Kai, maukah kau membantuku?" Persimpangan empat di dahi Kai menunjukkan kalau ia tengah bingung.
"Membantu apa?"
"Aku ingin tahu semua tentang Chanyeol." Mata dan dahi Kai makin berkerut heran.
"Kenapa?"
"Mungkin saja dengan begitu, aku akan bisa berbaikan dan damai dengan Chanyeol. Aku—aku ingin mencari tahu tentang masa lalu Chanyeol. Yeah, bisa dikatakan kita akan membantunya melupakan kenangan buruknya itu."
"Hei, sejak kapan kau peduli dengan orang menyebalkan seperti dia?"
"Aku mohon, Kai. Aku serius dengan hal ini. Ini adalah satu – satunya cara membuat kami berbaikan atau setidaknya dia akan mengijinkan Kyungsoo berteman denganku dan melupakan masalah kami—hm, tentang—yeah kau tahulah masalahku dan Kyungsoo." Kai memutar bola matanya bosan.
"Ck, kau terlalu baik, Baek."
"Biarlah."
"Baiklah. Terserah kau saja, ."
Confession © ChanBaek
Sudah 3 hari Chanyeol dirawat di rumah sakit itu, ini adalah hari ke empat dimana Kai baru saja dihubungi Kyungsoo kalau Chanyeol mulai melakukan pergerakan. Tentu saja Kai harus datang, bagaimana pun juga dia bukan pengecut yang akan kabur dari tanggung jawabnya. Dia akan datang sebagai laki – laki, kalau perlu dia akan meminta maaf pada Chanyeol –walau pun masih terasa berat untuk melakukannya. Sebelum ia sempat berbelok, suara – suara dari beberapa perawat penjaga membuat langkah kakinya berhenti.
"Jadi Park Chanyeol itu dirawat disini lagi?"
"Iya—begitulah. Aku suster yang ditugaskan untuk menjaganya." Kai menyembunyikan badannya, sekedar ingin tahu kenapa para suster itu membicarakan Chanyeol. Dan lagi, kenapa mereka terlihat sangat mengenal Chanyeol? Apa Chanyeol memang sering mengalami tidur panjang seperti itu dan dirawat disini? "Hhh—semenjak kematian kekasihnya, Park Chanyeol-sshi sering mengalami koma tanpa sebab. Kadang dia tiba – tiba pingsan dan tidur begitu lama. Terkadang juga karena merasa tertekan dengan memikirkan berbagai hal, dia bisa tertidur kembali. Kasihan dia."
"Kekasihnya yang bernama Kim Yejin itukah?"
"Iya, Kim Yejin yang meninggal dua tahun yang lalu. Park Chanyeol-sshi pasti sangat mencintainya. Dia sampai depresi seperti itu."
Deg.
Kai membulatkan matanya. Dia tak salah dengar kan? Park Chanyeol itu kekasih Kim Yejin? Bukankah Kim Yejin adalah seseorang yang sering dikunjungi Baekhyun? "—yang kutahu mereka adalah Keluarga Park." Great! Baekhyun pernah mengatakan itu. Berarti—yeah, Park Chanyeol adalah orang yang dicari Baekhyun selama ini.
"Setelah tahu siapa yang mendapat donor jantung dari Kim Yejin, Park Chanyeol sering uring – uringan. Katanya dia juga sering menyakiti orang di sekitarnya, bahkan dia menyakiti dirinya sendiri. Park Chanyeol-sshi katanya sangat membenci orang yang mengambil jantung kekasihnya itu."
"Tapi bukankah itu keinginan kekasihnya sendiri?"
"Yeah—kau tahulah. Seseorang kalau sudah sangat mencintai—" Kai berlalu, dia tak ingin mendengarkan percakapan itu lebih banyak. Informasi yang didapatkannya sudah cukup untuk menguatkan dugaannya. 'Jadi itu alasan Chanyeol membenci Baekhyun? dia tahu kalau Baekhyun lah yang mendapatkan donor jantung itu? Hhh—Chanyeol keterlaluan.'
Cklek.
"Ah—kau datang, Kai." Kai tersenyum pada Yoora. Dia mengalihkan pandangannya kearah Chanyeol. Dan benar saja, pemuda itu mulai menggerakkan kelopak matanya –walau pun belum terbuka sepenuhnya.
"Baekhyun tak datang?"
"Ah—dia sudah pulang. Katanya ada urusan keluarga." Kyungsoo menjawab. Kai mengangguk paham. Dia mengambil ponsel di sakunya dan mengirim pesan pada Baekhyun, untuk memberitahukan perkembangan Chanyeol. Beberapa menit setelahnya, dia merasakan ponselnya bergetar.
From : Baekhyun.
Baguslah. Semoga dia cepat sadar. Aku tidak bisa datang kesana. Hari ini kan pernikahan Luhan hyung dan Sehun. Keluargamu bahkan diundang. Kkeke~
Kai tersenyum kecil melihat isi pesan Baekhyun. Yeah, keluarganya memang dekat dengan keluarga Byun. Jadi tidak heran kalau mereka pun diundang. Sebenarnya Kai juga diharuskan ikut, sayangnya dia harus ke rumah sakit dikarenakan Chanyeol. Dia akan menemui Luhan besok.
"Baekhyun kah?" Kai mengangguk mengiyakan pertanyaan Kyungsoo. "Memangnya ada urusan keluarga apa?"
"Mereka mengunjungi neneknya yang sakit."
"Oh, begitu ya." Kai mengangguk –lagi. Dia tahu kalau pernikahan ini rahasia, tentu saja dia takkan memberitahukan pada Kyungsoo kalau Luhan dan Sehun akan menikah.
"Eungh." Sebuah suara serak berhasil menyita perhatian ketiga manusia disana. Yoora mendekati katil dan mengenggam tangan Chanyeol. Mata Chanyeol mengerjap perlahan, membiasakan retinanya dengan cahaya yang memasukinya. Dengan pandangan yang meremang, ia mencoba bangun dengan dibantu kakaknya. Mengedarkan pandangannya sementara tangannya sibuk memegangi kepalanya. "Noo—noona—hh?"
"Iya Chanyeol, noona disini."
"Ahh—kuh kenapah?" tanyanya dengan suara yang serak. Yoora mengusap rambut adiknya dan tersenyum lembut.
"Kau tertidur lagi." Chanyeol memilih diam. Kepalanya masih terasa pening dan matanya berkunang – kunang. Dia mendapati Kyungsoo yang tengah tersenyum lega dan—Kai?
"Kenapa—hh kau, ada—disini?"
"Aku bukan pengecut yang akan kabur dari tanggung jawabku, Park Chanyeol." Chanyeol terkekeh kecil.
"Kau tak buruk juga." Kai melipat kedua tangannya dan memutar bola matanya malas. Lagi, Chanyeol mengedarkan pandangannya yang makin lama mulai terlihat jelas. Dahinya berkerut karena tak mendapati seseorang yang mengisi alam bawah sadarnya beberapa jam –atau mungkin hari?, yang lalu. 'Ck, kemana anak itu? Dia tak kemari?' Chanyeol menggeleng – gelengkan kepalanya pelan. 'Hhh—untuk apa aku mencarinya? Ck, sialan!'
"Kau tak apa-apa?" Chanyeol tersenyum pada Kyungsoo dan mengangguk pelan.
"Aku baik – baik saja."
Confession © ChanBaek
"Hyung~ kau terlihat cantik." Luhan mengerucutkan bibirnya saat Baekhyun mengatakannya cantik. Hell! Siapa yang dibilang cantik? Luhan masih merasa kalau dia lelaki tulen dan bukan banci. Kalimat cantik tak kan membuatnya merona dan terdengar menjijikkan di telinganya.
"Ck, aku ini tampan, Baekhyun-ah."
"Hhhihi." Baekhyun menepuk – nepukkan tangannya pada tuxedo putih Luhan, mungkin bermaksud menghilangkan debu make up yang menempel. Baekhyun harus akui, Luhan memang snagat menawan, tak heran jika banyak orang yang memujinya. "Sehun beruntung mendapatkanmu hyung. Kau sangat cantik. Dia pasti akan membuat teman – temannya iri." Luhan menjitak puncak kepala Baekhyun dan disusul ringisan kecil dari pemuda yang lebih mungil itu.
"Aku masih belum tertarik pada Oh Sehun itu, Baek. Ini hanya sebatas permintaan appa dan eomma yang terpaksa ku turuti."
"Eh—jangan begitu hyung. Aku melihatnya loh." Baekhyun menaik turunkan alisnya menggoda Luhan, sedangkan sang kakak hanya menyengit heran.
"Melihat apa?"
"Kau dan Sehun—" Baekhyun menarik tengkuk Luhan dan mendekatkan bibirnya ke telinga Luhan lalu berbisik. "—kisseu." Luhan segera menjauhkan wajahnya dan mendengus kesal. Rona merah muda mulai menjalari kedua pipi Luhan, membuat Baekhyun langsung terpingkal.
"Baekhyun!"
"Ahhahha." Luhan merengut dan memalingkan wajahnya yang telah merah padam. Baekhyun memang paling bisa menggodanya. Baekhyun langsung memeluk kakak kesayangannya ini dan memberikan kecupan kecil di pipi Luhan. Melihat tingkah Luhan yang menggemaskan, selalu berhasil membuatnya ikut tersenyum. 'Kalian saling mencintai hyung. Aku akan mendukung kebahagiaan kalian.'
Acara pesta pun digelar secara sederhana di sebuah aula hotel. Para undangannya hanyalah rekan – rekan bisnis ayah dan ibunya serta rekan dari keluarga Oh. Mereka mengundang seorang pastur untuk mengikrarkan janji suci kedua mempelai. Dan di menit ke 20 ini, Baekhyun telah menyiapkan dirinya untuk tersenyum. Menguatkan hatinya untuk ikut berbahagia. Di depan sana, kakaknya sudah bersanding dengan Sehun, berhadapan dengan pastur yang akan membimbing ikrar suci mereka. 'Hyung, Sehun—semoga kalian berbahagia.' doanya dalam hati. Dan setelah kedua ikrar dilantunkan dengan lantang, semua undangan bertepuk tangan, disusul dengan kedua cincin berukirkan nama masing – masing yang melingkar manis di jari lawannya. Hingga akhirnya, pertahanan Baekhyun runtuh saat Sehun mencium Luhan dengan lembut. Bulir – bulir airmata menuruni pipinya dengan bebas. Bersamaan dengan rasa sesak yang sedari tadi ditahannya. Baekhyun mengusap pipinya cepat dan ikut bertepuk tangan.
Luhan menundukkan wajahnya yang merona. Semenjak acara berlangsung bahkan hingga acara puncak pun jantungnya tak lelah – lelahnya berdegup dengan kecepatan tak normal. Sehun tersenyum kearahnya, mengusap pipi Luhan lalu mendekapnya. Mati – matian Luhan menahan nafasnya, sentuhan Sehun lagi – lagi membuatnya merasakan sensasi aneh itu. Jantung yang berdegup kencang, desiran aneh dalam darahnya, bahkan ia merasakan perutnya geli oleh sesuatu yang tak nampak. Seperti menggelitik dan menyenangkan. Membuat senyum cantik yang tak pernah luntur dari wajah manisnya.
"Setelah ini kita akan ke rumah Chanyeol. Yoora noonamengirim pesan padaku, katanya Chanyeol sudah dibawa pulang." Sehun berbisik lirih saat acara utama baru saja berakhir. Luhan mengangguk paham. Bukankah sudah kewajibannya sebagai suami yang menjabat posisi istri, untuk mengikuti kemana pun suaminya pergi? Oh—Luhan, kau sudah belajar menjadi suami yang baik ternyata.
"Baekhyun akan ikut?" Sehun mengangguk.
"Setelah kita membereskan rumah baru, kita akan menjemput Baekhyun dan berangkat bersama. Bagaimana?" Kali ini Luhan mengangguk dan Sehun pun melempar senyum simpulnya.
Baekhyun menyibukkan dirinya dengan makan beberapa camilan dan minum beberapa gelas air. Mencoba mengabaikan perasaan sesak yanag sempat di deranya beberapa menit yang lalu, bahkan mungkin masih membekas sampai sekarang. Dia terus menyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik – baik saja. Sehun akan bahagia bersama hyung nya begitu pun sebaliknya. Yang perlu dilakukannya hanyalah melupakan perasaannya dan mencari seseorang baru yang mungkin akan membuatnya melupakan Sehun. 'Kau bisa Baekhyun, fighting!' semangatnya dalam hati. Baekhyun menelan kue di tenggorokannya dengan berat. Rasa sesak yang membekas tadi tak urung membuatnya kesulitan saat menelan makanan. Dengan tegukan terakhir di gelasnya, Baekhyun menghela nafas lega. Ia mengedarkan pandangannya hingga melihat beberapa orang berjas tengah berkerumun di pojok ruangan.
Memang bukan pemandangan yang menarik, karena rata – rata tamu undangan mereka memang rekan perusahaan yang pastinya semua mengenakan pakaian formal. Hanya saja, pria berjas dan wanita paruh baya disampingnya benar – benar menyita perhatiannya. 'Bukankah itu ayah dan ibu Yejin? Kenapa mereka ada disini? Mereka mengenal keluargaku?' Baekhyun menggaruk pipinya. 'Apa mereka memang saling mengenal? Tapi—bagaimana bisa? Apa ini karena donor jantung yang dilakukan Yejin? Tapi mereka terlihat sangat dekat dan saling kenal sejak lama. Apalagi tawa appa sepertinya sangat akrab.'
"Baek—"
"Eh? Luhannie hyung. Kenapa?"
"Nanti kita akan kerumah Chanyeol. Dan kau harus ikut!"
"HAH?!" Mata dan mulut Baekhyun sontak menganga lebar. "Ke—kenapa aku harus ikut? Ti—tidak, aku tidak mau." Kepalanya menggeleng – geleng cepat. Luhan mendengus dan menjitak puncak kepala adiknya. "Pokoknya tidak mau, hyung. Titik."
Confession © ChanBaek
"Jadi—Kim Yejin itu kekasih Chanyeol?" Kai mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Kyungsoo. Mereka tengah berada di dalam mobil Kai menuju rumah Chanyeol untuk menjenguknya. Setelah keluar dari rumah sakit, Chanyeol pulang bersama kakaknya, sedangkan KaiSoo pulang ke rumah Kyungsoo terlebih dahulu dan memutuskan ke rumah Chanyeol lagi sekitar pukul sembilan malam. Kyungsoo menumpu sisi kepalanya dan memijit pelipisnya pelan. "Aku tidak menyangka." Kai melirik sedikit kaca spionnya lalu beralih menatap Kyungsoo.
"Aku juga kaget awalnya. Tapi aku sekarang tak heran kenapa Chanyeol sangat membenci Baekhyun. Aku sudah membuktikannya kan?"
"Kau tak bohong kan, Kai?"
"Untuk apa aku bohong. Tak ada untungnya juga." Kyungsoo menarik nafas lalu membuangnya perlahan. "Aku mohon padamu, Kyungsoo-ya—" Kai menelan salivanya dan melirik Kyungsoo dari kaca spion depan. "Jangan terlalu mencintai Chanyeol." Kyungsoo menoleh dan memberi tatapan bingung. "Yeah, aku pikir dia tak benar – benar mencintaimu, Kyungsoo. Aku tak mau kau sakit hati karenanya. Kalian masih bisa menjalin hubungan, tapi jangan terlalu memberikan cinta seutuhnya pada Chanyeol." Kyungsoo melotot. "Aku hanya memberi saran Kyungsoo. Jangan menatapku seperti itu." Dan pemuda mungil itu mendengus pelan.
"Memangnya kenapa kalau aku mencintai Chanyeol?"
"Kau boleh mencintainya. Hanya saja jangan berlebihan. Kau tahu—aku peduli padamu, Kyungsoo." Mata bulat Kyungsoo mengerjap perlahan. Kai? Peduli padanya? Apa dia tidak salah dengar? Oh—terima kasih Tuan Kim, kau berhasil membuat kedua pipi Kyungsoo merona. 'Oh tidak, perasaan ini lagi. Mana mungkin aku jatuh cinta lagi? Kau gila, Kyungsoo!' Kyungsoo menepuk – nepuk puncak kepalanya pelan.
"Hei, kau tidak apa-apa?"
"Yeah, aku baik – baik saja, Kai. Terima kasih."
"No problem."
Sementara itu di kediaman Chanyeol, sebuah mobil sport berwarna putih baru saja memasuki halaman rumahnya. Tiga pintu terbuka dan menampakkan Sehun, Luhan, serta Baekhyun –yang terus mengerucutkan bibirnya sedari tadi. Hatinya masih sangat dongkol untuk bertemu Chanyeol. Hei, Chanyeol dalam keadaan sadar itu sangat menakutkan ketimbang saat ia tidur dan Baekhyun berharap Chanyeol sedang tidur sekarang. Baru saja mereka akan memasuki rumah, sebuah mobil berhenti di belakang mobil mereka. Semua menoleh dan tersenyum mendapati KaiSoo keluar dari dalam mobil itu. Kai berbisik pelan pada Kyungsoo, agar tidak memberitahukan pembicaraan mereka pada Baekhyun. Kyungsoo hanya mengangguk dan tersenyum kearah Baekhyun yang berlari – lari kecil menghampiri mereka.
"Kai, Kyungsoo—aku tak mau masuk." rengeknya kemudian. Kyungsoo terkekeh melihat sikap manja Baekhyun yang jarang sekali ditunjukkannya. Kai hanya mengerutkan dahi dan menarik tangan Baekhyun memasuki rumah besar itu, mengikuti jejak HunHan yang telah masuk ke dalam. Kyungsoo menatap punggung keduanya dengan pandangan sendu. 'Oh ayolah—Kai sangat memperhatikan Baekhyun, Kyungsoo. Kau telah salah mengartikan perhatian Kai selama ini.' Dan Kyungsoo pun mulai melanjutkan langkahnya memasuki rumah Chanyeol.
Sementara HunHan dan KaiSoo memasuki kamar Chanyeol, tubuh Baekhyun justru berdiri kaku di luar pintu kamar Chanyeol. Baekhyun terlihat mengigit kuku jarinya sementara kaki kanannya sibuk terayun ke depan dan ke belakang. Lagi – lagi dia bingung apa yang harus dilakukan. Haruskah dia masuk? Bagaimana kalau Chanyeol langsung membentaknya atau mengusirnya? Baekhyun masih terdiam di depan pintu sampai bunyi 'cklek' menandakan kalau pintu telah dibuka seseorang. Baekhyun mendongak dan mendapati Kyungsoo memandangnya dan tersenyum lembut.
"Sebaiknya kalian bicara berdua." ucapnya kemudian. Baekhyun menggeleng – geleng pelan. Berdua? Dengan Chanyeol? Apa yang harus mereka bicarakan? Tak mau menunggu lebih lama lagi Kyungsoo menarik tangan Baekhyun. Sampai mata sabitnya menemukan Chanyeol yang tengah balik menatapnya dengan tatapan mengintimidasi, Baekhyun mengigit pelan bibir bawahnya. Jantungnya berdegup tak menentu saat mata Chanyeol mengunci dirinya, membuat langkah kakinya makin berat saat menapaki lantai kamar Chanyeol.
"Kenapa dia ada disini?" Deg. Baekhyun menundukkan wajahnya. Keberanian yang telah dipupuknya selama beberapa jam ini menghilang entah kemana. "Aku tak tahu kalau kalian membawa kurcaci ini." Kyungsoo mendecih sebelum akhirnya menarik Baekhyun mendekat.
"Sebaiknya selesaikan urusan kalian berdua, Yeol. Aku tak suka kau bermusuhan dengan Baekhyun. Baekhyun itu sahabatku dan kau kekasihku, setidaknya kalian mau berteman walaupun tak terlalu akrab." Nada bicara Kyungsoo yang penuh penekanan membuat Chanyeol memalingkan wajahnya kesal. "Nah—kami akan keluar Baekhyunnie. Fighting!" bisik Kyungsoo sebelum mengajak Kai dan HunHan keluar dari kamar Chanyeol.
Cklek.
Bunyi pintu tertutup sempurna membuat jantung Baekhyun semakin meronta. Kedua tangannya saling bertautan menahan perasaan gugup yang tiba – tiba saja menderanya. Chanyeol pun masih terdiam. Dia sibuk memandangi sosok di depannya. Sosok yang sangat mirip kekasihnya dulu. Dia heran, kenapa mereka begitu mirip? Melihat Baekhyun sekarang seolah tengah melihat Yejin dalam versi laki – laki. Aneh.
"Chan—Chanyeol." Baekhyun bergumam lirih, berusaha menghilangkan keheningan suram yang tercipta diantara mereka.
"Hm."
"Maaf."
"Untuk apa?" tanya Chanyeol dingin. Baekhyun menggaruk tengkuknya sebelum akhirnya maju dua langkah mendekati ranjang Chanyeol. Dengan sedikit gemetar, ia ulurkan tangannya ke depan Chanyeol. "A—aku ingin kita berdamai." lanjutnya gugup. Chanyeol tertawa remeh dan Baekhyun dapat merasakan hawa disekitarnya yang berubah begitu tegang dan menyeramkan.
"Atas dasar apa kau mengajakku berdamai? Siapa kau berani mengajakku berdamai?" Baekhyun menelan salivanya dengan susah payah. Tak mendapat respon positif, ia menarik kembali tangannya. Ia tak mengerti kenapa Chanyeol begitu menyeramkan sekarang. Semenjak menjadi kekasih Kyungsoo, sikap Chanyeol padanya makin menyebalkan. Semua kata – kata yang dilontarkan begitu menusuk dan membuat hatinya merasakan nyeri.
"Kenapa kau tak mau?"
"Itu urusanku."
"Chanyeol—"
"Ck, sialan!" Chanyeol berdecak kesal.
"Aku tak tahu apa salahku padamu, Park Chanyeol. Apa alasanmu membenciku? Kenapa kau tidak mau berteman denganku dan kenapa kau bersikap seolah aku ini kecoak yang perlu kau musnahkan dari lingkunganmu?" Baekhyun memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya. Ia dapat melihat mata Chanyeol membulat –entah karena apa, dan selanjutkan pemuda tinggi itu memalingkan wajahnya. Seolah enggan menatapnya.
Chanyeol terdiam. Dia masih memalingkan wajahnya dari Baekhyun. Menatap wajah Baekhyun selalu mengingatkannya pada sosok kekasihnya itu dan entah kenapa dia tak sanggup menatap mata yang berkaca – kaca itu. Ada perasaan aneh seperti iba dan—sedih memasuki sudut hatinya.
"Katakan Chanyeol. Aku hanya ingin tahu apa salahku padamu?" Bulir – bulir air mulai mengalir di wajah cantiknya. Satu punggung tangannya mengusap buliran di pipinya dengan kasar. Melihat Chanyeol yang bahkan tak bergeming membuat Baekhyun harus menelan pil kekecewaan. Ia memutuskan untuk berbalik, ia tak mau Chanyeol melihat lebih lama sisi lemahnya. Saat tangannya memutar knop pintu, Chanyeol mulai bersuara dan sederet kalimat yang meluncur dari bibirnya membuat Baekhyun membeku di tempatnya.
"Kau pembunuh, Byun Baekhyun. Dan aku sangat membencimu."
.
Cklek.
Baekhyun baru saja melangkah keluar dari kamar Chanyeol. Ia mengeratkan cengkeraman di dadanya dan tubuhnya sedikit bergetar. Ia menatap langit – langit lantai dua ini dan mendesah pelan. Ucapan Chanyeol tadi tak dipungkiri membuat dadanya semakin tertekan benda berat. Ia bersandar pada dinding dan mengusap peluh di pelipisnya. Kepalanya terasa pening karena memikirkan banyak hal.
"Kau pembunuh dan aku sangat membencimu, Baekhyun."
"Apa maksudmu?"
"Hhh—kau bahkan terlalu bodoh untuk mengerti maksudku."
"Chan—"
"Kau bisa keluar sekarang. Aku butuh istirahat!"
Tubuh Baekhyun sedikit merosot ketika teringat ucapan Chanyeol sebelum ia keluar tadi. Permintaan maafnya –yang secara tidak langsung– telah ditolak mentah – mentah. Dan lagi—Chanyeol menudingnya sebagai seorang pembunuh. Memang sejak kapan Baekhyun bisa membunuh? Sejak kapan dia tahan melihat darah? Bahkan melihat darahnya sendiri saja Baekhyun ingin pingsan. Membunuh? Baekhyun pikir itu hanyalah alasan konyol Chanyeol. Dadanya naik turun sebelum akhirnya membuang nafas melalui mulutnya secara perlahan. Dengan langkah yang berat ia menuruni tangga untuk menemui teman – temannya.
"Eoh, Baek-ie. Apa yang kalian bicarakan?" Kyungsoo yang melihat raut wajah Baekhyun hanya mampu menghela nafas. Sepertinya pembicaraan ChanBaek tidak berjalan baik. Baekhyun mudah ragu dan sangat sensitif, sedangkan Chanyeol egois dan pemarah. Susah sekali mendamaikan dua orang dengan tabiat buruk seperti itu. "Baek—" Tiba - tiba Baekhyun menerjangnya dengan sebuah pelukan sementara kedua obsidiannya mulai meneteskan liquid bening. Kyungsoo tersentak kecil. Akhirnya tangannya mengusap – usap punggung Baekhyun perlahan. "Shh—uljima. Tidak apa-apa, Baek. Aku akan berbicara pada Chanyeol nanti." Baekhyun menggeleng pelan. "Tidak apa-apa. Aku akan melakukannya, Baekkie."
Sehun menatapnya dengan pandangan iba, bagaimana pun dia tahu alasan apa yang membuat Chanyeol membenci Baekhyun. Luhan sendiri tampak termenung dan menatap adiknya khawatir, sedikit demi sedikit dia mulai tahu kalau adiknya selama ini bermasalah dengan seseorang. Luhan tak heran lagi jika setiap kali pulang ke rumah selalu ada hal berbeda dari Baekhyun. Seperti rambutnya berlumurkan telur, seragamnya sobek, atau wajahnya babak belur. Mungkin ini juga menjadi salah satu alasannya. Sedangkan Kai sendiri tengah mengerang frustasi. Tangannya mengepal kuat menahan amarah.
"Chanyeol memang keterlaluan!" umpatnya. "Rupanya dia memang minta dipukul lagi—" Kai baru saja ingin melangkah tapi tangan Sehun sudah menghalanginya. Sehun menggeleng pelan dan Kai hanya dapat berdecak sebal.
"Aku dan Kyungsoo yang akan bicara padanya nanti." ujar Sehun kemudian. Baekhyun melepaskan pelukannya dan menghampiri Luhan.
"Hyung, aku mau pulang." ucapnya lirih sembari mengusap – usap pipinya yang basah. Luhan hanya mampu memberikan tatapan memohon pada Sehun. Sehun yang menyadarinya pun mengangguk mengiyakan permintaan tidak langsung suaminya itu.
"Sebaiknya aku pamit pada Yoora noona dan Chanyeol. Kita pulang bersama – sama." Kyungsoo berbicara dan mulai melangkah menuju dapur dimana Yoora tengah berkutat disana.
"Aku antar pulang, Kyung!" Kai berteriak kecil dan Kyungsoo pun mengangguk sebagai jawaban.
Confession © ChanBaek
Sebuah mobil sport putih baru saja memasuki sebuah rumah besar berarsitektur eropa dengan dua pilar megah di kedua sisi pintu utama. Dua orang maid membukakan pintu utama dan salah satunya membukakan pintu mobil sebelah kanan, dimana Luhan tengah duduk manis di sana. Luhan tersenyum dan maid itu membungkuk mempersilahkan sang majikan untuk keluar. Luhan pun mengikuti maid itu memasuki rumah besarnya, meninggalkan Sehun dengan beberapa belanjaan dalam bagasinya. Dengan dibantu satu maid yang membukakan pintu tadi, Sehun membawa seluruh belanjaan tadi ke dapur.
"Jadi Taeyeon noona dan Tiffany noona ditugaskan disini?" Sehun bertanya setelah mereka memasuki dapur.
"Iya tuan muda." jawab Taeyeon sopan dengan senyuman cantik di wajahnya. Sehun mengangguk – angguk paham.
"Noona, tolong buatkan kami makan malam. Tadi kami tidak sempat mampir ke restaurant." Taeyeon mengangguk dan mulai melaksanakan permintaan Sehun. Setelah mencuci tangannya, Sehun pun berjalan keluar dapur dan mulai menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.
Cklek.
"Lu?"
Sehun tersenyum mendapati tubuh Luhan yang sudah dibungkus selimut hingga lehernya. Tampaknya sang suami sudah sangat lelah. Ia mengusap rambut Luhan dan mengecup puncak kepalanya. Luhan yang memang belum tidur, membuka sedikit selimutnya dan berbalik menatap Sehun dengan raut wajah sedih.
"Aku tak tahu kalau adikku punya masalah rumit seperti itu. Aku tidak menyangka kalau Chanyeol sering membully nya. Aku bukan hyung yang baik untuknya. Aku bahkan tak bisa melindunginya dari tangan – tangan jahil itu." Sehun tersenyum dan mengusap rambut Luhan sayang.
"Jika kau bukan hyung yang baik, pasti kau masuk daftar orang yang dihindari Baekhyun. Tapi—jika melihat dari cara Baekhyun menatapmu dan memperlakukanmu secara lembut, sepertinya kau justru berada di nomor teratas dari daftar orang terbaik dalam hidup Baekhyun." Luhan menarik selimutnya hingga bawah dagunya dan menatap Sehun dengan pandangan tak percaya. "Ayolah Lu, kau itu hyungnya. Dan dia menyayangimu. Baekhyun bukan orang yang mudah membenci orang lain kan? Buktinya saja dia bersungguh – sungguh meminta maaf pada Chanyeol." Tangan kanannya mengelus surai Luhan dan sedikit menyingkirkannya sebelum mendaratkan kecupan kecil di dahinya.
"Sehun-ah."
"Hm?"
"Terima kasih." Alis Sehun terangkat satu. "Karena kau selalu menenangkanku. Aku—menyukainya." Jantung Luhan berdegup saat kalimat terakhir keluar dari mulutnya. Dia menundukkan kepala saat merasakan tatapan Sehun yang terarah padanya. Tawa kecil dari bibir tipis Sehun langsung mendominasi suasana hening beberapa detik yang lalu.
"Itu terdengar seperti kata 'I Love You' di telingaku." Dan pukulan kecil dilayangkan Luhan di lengan Sehun. Dengan wajah yang memerah Luhan terus mengumpat suaminya yang selalu saja menggodanya.
"Berhenti menggodaku Oh Sehun!"
"Aku kan menggoda istriku. Apa masalahmu, Oh Luhan?" nada suara Sehun dibuat seolah tengah marah. Bukannya sebal wajah Luhan justru makin memerah.
"Suami, Sehun-ah. Aku ini laki – laki tulen!" Koreksi Luhan penuh dengan penekanan. Tangannya terlipat di depan dada dan bibirnya mengerucut beberapa centi ke depan. Lagi – lagi tawa renyah Sehun menyapa inderanya. Beruntung juga Luhan, karena menjadi salah satu orang yang bisa menikmati tawa Sehun.
"Baiklah, suamiku yang cantik."
"Oh—shit! You're jerk! Hate you!"
"Thank you. Love you too."
Cuph.
Satu kecupan singkat di bibirnya berhasil membuat wajah Luhan kembali memerah hingga ujung kupingnya. Ia berpaling dan menutup wajahnya dengan selimutnya. Sehun yang melihat tingkah menggemaskan Luhan hanya bisa mendekatkan tangannya dan menyibak selimut itu perlahan. Luhan mengerjap – kerjapkan matanya beberapa kali saat wajah Sehun yang bergerak semakin dekat. Saat nafas mereka mulai beradu, Luhan menuruti instingnya untuk mulai menutup matanya.
Deg
Deg
Deg
Lagi – lagi jantungnya berdegup kencang saat bibir Sehun kembali menyentuh miliknya. Sensasi hangat mulai menjalari tubuhnya. Tangan Sehun mendekapnya lebih erat dan kedua tangan Luhan secara otomatis melingkari leher Sehun. Sehun menggerakkan bibirnya dan kedua bibir itu mulai saling memagut. Menimbulkan decakan manis yang mengisi seluruh sudut ruangan. Menjadi melodi indah di telingan keduanya. Lidah saling menyapa dan beradu dalam rongga Luhan. Saliva yang entah milik siapa sudah keluar melalui sudut bibir Luhan dan mengalir menuju lehernya. Intensitas ciuman itu semakin french dan udara panas mulai mengepul di sekitar mereka. Tangan Sehun bergerak lincah di punggung Luhan, membuat pola berputar tak beraturan dan membuat Luhan merasakan sensasi geli dan nikmat dalam satu waktu. Perasaan membuncah yang baru pertama kali dirasakannya. Aneh. Kenapa dia diam saja saat Sehun menyentuhnya? Apa—dia benar – benar telah memiliki perasaan pada pemuda ini?
Ciuman Sehun turun ke leher Luhan. Mengisap kuat satu titik disana membuat Luhan menggelinjang tidak nyaman. Memang ini seharusnya menjadi malam pertama mereka, tapi Sehun tak ingin memaksa Luhan. Dia ingin Luhan sendiri yang memintanya. Tapi ketika mulai menyentuh Luhan, rasanya dia tak ingin berhenti menjelajahi makhluk adam yang paling manis ini, kenapa?
"Euunghh~" Ciuman di leher Luhan terlepas dan meninggalkan jejak merah keunguan disana. Tanda paten Sehun pada tubuh Luhan. Nafas Luhan terengah. Disatu sisi Sehun ingin melanjutkannya, namun disisi lain, dia tak mau Luhan melakukannya hanya atas dasar nafsu. Dia ingin mereka melakukannya atas dasar cinta. Dan sekarang, Sehun belum merasakan itu pada Luhan. Luhan belum sepenuhnya mencintainya.
"Kenapa berhenti?" Luhan menatap bingung kearah Sehun. Lingkaran tangan di leher Sehun terlepas dan mulut Luhan berdecak sebal. Kesal karena Sehun membangkitkannya tapi tak ada niatan untuk meneruskan. Bibir Sehun mengulum senyum dan tangannya mengusap surai Luhan.
"Aku ingin kita melakukannya setelah kau siap." Kedua mata rusa Luhan menatapnya lucu. "Aku akan menunggu sampai kau benar – benar mencintaiku. Kita melakukan itu bukan untuk suatu keharusan Lu. Aku ingin melakukannya ketika hatimu benar – benar menjadi milikku. Aku takkan menyentuhmu sebelum kau benar – benar membalas perasaanku." Luhan tertegun. Dia tak menyangka kalau Sehun akan berucap hal dewasa melebihi dirinya. Kadang dia bingung, siapa yang lebih muda disini?
"Kau benar—" Luhan memalingkan wajahnya. "Aku memang belum mencintaimu." Mata rusanya terkatup rapat, seolah enggan melihat wajah kecewa yang sering Sehun tunjukkan padanya. Dada Luhan mulai terasa ditekan oleh sesuatu. Otak dan hatinya tidak sinkron. Dia berpikir kalau dia belum mencintai Sehun, tapi kenapa hatinya seolah menyuarakan sebaliknya?
"Aku mengerti. Maka dari itu aku akan menunggumu." Usapan lembut di puncak kepalanya membuat Luhan mendongak. Ia balas tersenyum. "Nah, Taeyeon noona sudah menyiapkan makan malam. Sebaiknya kita turun atau makanannya keburu dingin." Luhan mengangguk imut. Sehun segera menarik tubuh itu berdiri. Luhan mengikutinya dan kini berdiri diatas ranjangnya. Sehun yang baru ingin melangkah hanya menatap heran karena Luhan tak kunjung turun dari peraduannya. "Apa yang kau tunggu?" Kedua tangan Luhan tiba – tiba terulur ke depannya.
"Gendong." rengeknya kemudian. Sehun terkekeh kecil sebelum akhirnya menuruti permintaan sang istri –yang bisa dikatakan langka ini.
Confession © ChanBaek
"Ini masalah serius, Kyungsoo. Aku rasa Chanyeol benar – benar membenci Baekhyun." Kai berjalan mondar – mandir di depan Kyungsoo, membuat pemuda yang lebih mungil itu berdecak kesal.
"Kau membuatku pusing, Kai."
"Kalau hanya sekedar benci saja tak apa. Tapi Chanyeol itu gila. Dia menyiksa Baekhyun sebagai ajang balas dendamnya. Oh—kekasihmu sungguh sialan, Kyung. Dia benar – benar membunuh Baekhyun." Bukannya menanggapi keluhan Kyungsoo, Kai justru beragumen sendiri. Kyungsoo hanya memutar bola matanya malas. Yeah, Kai boleh saja khawatir, tapi kekhawatirannya itu sangat berlebihan. Mana mungkin Chanyeol akan membunuh Baekhyun. "Ini bukan hanya membunuhnya secara perlahan, Kyung. Tapi juga menyiksa Baekhyun. Chanyeol sudah kembali ke sekolah dan tadi pagi dia meletakkan anak ayam mati di loker Baekhyun, dan Baekhyun menjerit histeris setelahnya. Ck, keterlauan! Shit!" Kepalan tangan Kai mendarat secara kasar di permukaan batang pohon oak di taman sekolahnya.
"Tenanglah, Kai. Kita hanya perlu mencari cara agar Chanyeol mau menerima kenyataan itu dan melepaskan Baekhyun. Hhh—hanya Yejin yang bisa membantu kita disaat seperti ini." Kyungsoo menundukkan wajahnya.
"Yejin? Kau gila! Kita akan membangkitkannya dari kubur atau memanggil rohnya, begitu?" Kyungsoo mendesis lalu menjitak puncak kepalanya Kai dan terdengar kata 'aduh' cukup keras dari bibir sexy nya. "Kenapa memukulku, eoh?"
"Itu hanya sebuah perumpamaan atau pengandaian, Kai. Kau pikir aku mau berhubungan dengan hantu apa?" Kai tidak menyahut. Dia sibuk meruntuki sifat jahil Chanyeol yang kelewatan itu. Oh—kenapa guru – guru seolah tak mau tahu dengan kelakuan salah satu muridnya itu? Apa karena Chanyeol disini sebagai anak sang donatur utama sekolah? Kalau memang begitu, sekolah ini sama saja dengan sekolah lainnya dalam negeri. Selalu tunduk dengan orang yang lebih berkuasa dan memiliki banyak uang. "Kita harus bagaimana?"
"Hhh—aku bingung. Sebaiknya aku mencari tahu hubungan Baekhyun dengan Yejin."
"Kenapa kita harus mencari tahu hubungan tentang mereka?"
"Aku merasa ada alasan lain yang lebih kuat kenapa Yejin mendonorkan jantungnya. Itu pasti akan membantu kita membela Baekhyun dihadapan Chanyeol." Kyungsoo mengangguk paham. "Dan—apa kau tidak sadar?"
"Sadar—sadar apa?"
"Wajah Baekhyun dan Yejin itu sangat mirip."
"Eh?" Mata bulat Kyungsoo mengerjap imut. Jari telunjuknya mengetuk – ketuk dagunya pelan seolah tengah berpikir. "Iya ya—kalau di lihat secara teliti dan mendetail, mereka itu memang mirip. Yeah—aku tidak yakin sih, karena aku hanya melihat fotonya. Tapi aku percaya ucapanmu. Hhihi." Kai menjetikkan jarinya senang. Kyungsoo itu cukup pintar untuk dijadikan partner.
"Nah—untuk sekarang ini, kita hanya perlu menjaga rahasia ini dari Baekhyun. Sampai kita menemukan hal ganjil lain, tak ada yang boleh mengatakan ini pada Baekhyun—"
"Tidak mengatakan apa padaku?"
Deg.
Kai dan Kyungsoo sama – sama mematung mendengar penuturan lembut dan mengintimidasi dari arah belakang mereka. Suara itu, suara Baekhyun. Kai tak berbalik dan masih memunggungi Baekhyun. Jantung keduanya, Kai maupun Kyungsoo, berdebar saat tatapan tajam Baekhyun menembus dinding kebohongan mereka.
"Kalian menyembunyikan sesuatu kan?" tambahnya kemudian. Tubuh keduanya menegang seketika. Baekhyun melangkah semakin dekat membuat Kai langsung berbalik dan menatap Baekhyun takut – takut. "Kalian tahu sesuatu tentang Yejin kan?" Hah—Kyungsoo ingin bumi menelannya sekarang juga.
"I—itu. Itu—"
"Katakan Kai! Apa yang aku tidak tahu. Ada apa dengan Yejin dan Chanyeol?" Deg. Mata Baekhyun membulat saat menyadari sesuatu yang ganjil diantara kedua nama itu. "Park—Park Chanyeol." ucapnya tergagap. Tangan kanannya membekap mulutnya sendiri. Kyungsoo mencoba mendekat kearah Baekhyun, namun pemuda itu mundur dua langkah. Ia menggeleng – gelengkan kepalanya dan airmata mulai menumpuk di dalam kelopaknya. "Kenapa kalian merahasiakan hal penting seperti ini, hah?!" Baekhyun membentak dan tetes demi tetes liquidnya mulai berlomba keluar.
"Kami tidak bermaksud—"
"Kalian jahat!" Baekhyun memotong perkataan Kyungsoo. "Kalian sudah tahu tapi kenapa kalian merahasiakannya dariku?! Jadi—jadi selama ini Chanyeol membenciku karena itu? Hiks." Baekhyun berjongkok dan menutupi wajahnya yang basah dengan kedua telapak tangannya. "Ya Tuhan—hiks. Aku benar – benar jahat pada Chanyeol. Dia pantas membenciku. Hiks."
"Tidak Baek—ini bukan salahmu—"
"Tidak Kyung. Ini salahku. Hiks. Aku memang pantas dibenci. Aku—hiks membuat kesempatan hidup Yejin sirna. Chanyeol pasti menderita selama ini. Dia pasti sangat tertekan selama ini. Dia pasti merindukan Yejin. Aku—aku—hiks aku bersalah." Baekhyun mencengkeram erat kemejanya. Lengan blazernya sudah basah oleh airmatanya. Kyungsoo mendekat dan langsung mendekap tubuh ringkih Baekhyun. Mengusap – usap punggungnya, mencoba menenangkan. Kai mengacak rambutnya. Dia meruntuki dirinya sendiri yang tak menyadari kehadiran Baekhyun disekitar mereka tadi.
"Shhh—sudahlah. Semua sudah terjadi. Kami akan membantumu untuk mendapatkan maaf dari Chanyeol." Baekhyun mengangkat wajahnya yang memerah dan basah. Menatap Kyungsoo dengan tatapan memohon. Tangannya mencengkeram lengan Kyungsoo.
"Aku mohon—ceritakan semua yang kalian tahu tentang Chanyeol." Dengan sangat terpaksa, Kyungsoo dan Kai menceritakan semuanya. Bahkan tak terlewat satu pun. Tentu diiringi dengan isakan penyesalan dari Baekhyun.
Confession © ChanBaek
Baekhyun berjalan tanpa arah di koridor. Langkahnya tergesa karena ingin mencari seseorang. Chanyeol, yeah—dia ingin mencari Chanyeol untuk meminta maaf kembali. Ia abaikan semua tatapan bingung siswa di koridor. Pasti karena penampilannya yang buruk ini. Baju dan rambut yang berantakan sementara pipinya penuh dengan lelehan air mata. Sekarang dia mulai mengerti kenapa Chanyeol mengatakan kalau dia pembunuh. Ini alasannya. Alasan kenapa Chanyeol sangat membencinya. Dan kini—Baekhyun kembali merasakan sesak memenuhi rongga dadanya. Perasaan bersalah yang berkumpul dan menumpuk di dalam hatinya.
Dia tak menemukan dimana pun Chanyeol berada. Ia menyerah. Langkahnya mulai membawanya ke toilet. Mungkin guyuran air dingin di wajahnya akan terasa menyejukkan dan mengurangi sedikit bebannya. Tanpa menunggu lagi dia membuka pintu toilet. Matanya membulat dan jantungnya mulai berdegup tak tenang. Sudah dua kali ia mengalami hal ini dengan orang yang sama namun lawan main yang berbeda. Chanyeol tengah berciuman panas dengan Taemin, sunbaenya, di sebuah bilik yang terbuka. Tangan Chanyeol yang mulai nakal menyusup di balik kemeja Taemin membuat Baekhyun memalingkan wajahnya. 'Jantungku lagi – lagi memberontak. Ini aneh—dan menyakitkan.' Dengan seluruh keberanian yang ditumpuknya, Baekhyun segera membuka suara –atau lebih tepatnya sebuah jeritan.
"PARK CHANYEOL?!"
Kedua insan yang mendengar teriakan itu langsung melepas pagutannya. Chanyeol berbalik dan berdecak kesal saat melihat Baekhyun memergokinya untuk kedua kalinya. Taemin sendiri tampak membenahi bajunya sebelum akhirnya memilih pergi, sama persis dengan yang dilakukan Key dulu.
"Kau lagi. Kau selalu saja mengangguku, Byun Baekhyun!"
"Maaf." lirih Baekhyun. Chanyeol sedikit tersentak dengan ucapan Baekhyun yang terdengar lemah, tidak seperti pertama kali ia memergokinya. "Maafkan aku, Chanyeol-sshi." lanjutnya kemudian. Dan lagi – lagi air mata sialan itu sudah menumpuk di matanya. Membuat pandangannya mengabur saat menatap Chanyeol.
"..."
"Aku mohon jangan sakiti Kyungsoo lagi, Chanyeol. Sudah cukup kau mengkhianatinya." Chanyeol berkacak pinggang dan meludah ke samping. Muak dengan sikap sok peduli Baekhyun. "Bisakah kau putuskan saja hubungan kalian? Kau menyakitinya Chanyeol-sshi."
"..."
"Chanyeol—"
"Berhentilah ikut campur urusanku, Byun Baekhyun!" Baekhyun langsung tertunduk. "Kau itu memang penganggu. Kau membuatku semakin membencimu! Kau memang tak pantas hidup!" Deg. Baekhyun dapat merasakan hatinya berdenyut sakit. Entah mengapa kalimat Chanyeol seolah mengatakan kalau dia memang tak pantas mendapatkan hidupnya, tak pantas mendapatkan jantung Yejin sebagai penumpu hidupnya selama ini. "Aku muak dengan semua permintaan maafmu itu. Aku benci pada orang yang menghancurkan kebahagian orang lain sepertimu." Chanyeol menunjuk kearah Baekhyun membuat nyali Baekhyun semakin menciut. "Aku tahu—kau menyukai Sehun kan?" Lelehan airmata Baekhyun semakin banyak.
"Aku tidak—aku—"
"Yeah, kau itu memang pembawa sial dan penghancur kebahagian orang lain. Kau menyukai Sehun yang jelas – jelas menyukai Luhan. Dasar tak tahu malu! Lalu, kau akan mengacaukan kehidupan mereka berdua seperti kau mengacaukan hidupku?!"
"Aku tidak—hiks aku bukan orang seperti itu, Chanyeol!"
"Kau menyedihkan, Baekhyun! Dan kau pantas mendapatkan ini!"
Byurrr.
Tubuh Baekhyun mulai terasa basah. Dinginnya suhu toilet serta keadaannya yang tengah menangis langsung membuat tubuhnya mengigil. Entah sejak kapan Chanyeol membawa ember dan menyiramkan air padanya. Dari pekatnya warna air di lantai toilet, sepertinya itu air bekas pel. Chanyeol tersenyum meremehkan sebelum akhirnya keluar setelah menyenggol bahu Baekhyun kasar. Saat tangannya ingin meraih knop pintu, dorongan dari luar membuktikan kalau pintu sudah dibuka dari sisi lain. Menampilkan sosok Kyungsoo dan Kai yang menganga melihat pemandangan di depan mereka. Chanyeol hanya menatap mereka datar dan melenggang pergi.
"YA! PARK CHANYEOL?! BRENGSEK KAU!" Kai ingin mengejarnya dan berniat memberikan pukulan lagi, namun tangan Kyungsoo mencegahnya dan mengisyaratkan pada Kai untuk melihat keadaan Baekhyun. Kai dan Kyungsoo pun menghampiri Baekhyun yang terduduk di lantai dengan tangan yang mengusap – usap hidungnya. Mata keduanya membulat saat hidung Baekhyun mengeluarkan darah segar.
"Baekhyun! Kau mimisan!" pekik Kyungsoo kaget. Dia langsung mengambil sapu tangan dari sakunya dan menempelkannya pada hidung Baekhyun. Menyuruhnya mendongak untuk menghentikan aliran darahnya. "Kai—cepat hubungi Luhan hyung!" Dengan sigap Kai menuruti perintah Kyungsoo. Mengambil ponselnya dan menelephone Luhan. "Kenapa kau bisa mimisan hah?!"
"..."
"Astaga! Aku lupa kalau Baekhyun alergi dingin, hyung!" Kai menepuk jidatnya dengan keras setelah mendengar penuturan Luhan di seberang telephone. Kai mematikan sambungan beberapa menitnya tadi, lalu menghampiri Baekhyun yang dipapah Kyungsoo keluar.
"Apa kata Luhan hyung?"
"Kita disuruh membawanya ke UKS. Baekhyun alergi dingin. Dia selalu mimisan kalau sampai terkena hawa dingin yang berlebihan. Sebaiknya kita menyuruhnya istirahat sebelum nanti dia mengigil karena demam." Kyungsoo mengangguk. Dengan keyakinan penuh akhirnya Kai menggendong Baekhyun di punggungnya –dengan dibantu Kyungsoo tentunya. Baekhyun butuh kehangatan sekarang. Kyungsoo yang berada di belakang Kai tersenyum miris.
'Aku tahu kau sangat mencintainya, Kai. Perhatianmu pada Baekhyun melebihi perhatian seorang teman. Yeah—setidaknya aku tahu kalau ada orang sebaik kau yang akan menjaga Baekhyun. Lebih baik dari siapapun.' Dan bisa dipungkiri lagi, kalau Kyungsoo tengah menahan rasa cemburu di hatinya, yang entah sejak kapan dia mulai menyadarinya. Kalau dia memang telah jatuh ke dalam pesona Kim Jongin.
UKS
"Eungh~" Baekhyun mengerjap – kerjapkan matanya perlahan. Disusul dengan pemandangan raut wajah khawatir dari teman – temannya. Apa tadi dia pingsan? Baekhyun mendudukan dirinya dibantu oleh Luhan. "Hyung—" panggilnya lemah. Luhan mengeratkan genggamannya. "Aku pingsan ya?"
"Heum." Luhan mengangguk. "Jangan terlalu memikirkan banyak hal. Kau harus rileks mulai sekarang. Banyak istirahat dan—YA! BYUN BAEKHYUN!" Luhan berteriak saat Baekhyun melompat dari ranjangnya dan berlari keluar. Mengabaikan teriakan Luhan dan KaiSoo darisana. Berlari kencang agar mereka tak dapat menangkapnya. Oh—pasti Baekhyun akan mencari Chanyeol lagi. Beruntung, karena jam pelajaran baru telah dimulai sedari tadi, akan memudahkan pencarian Baekhyun dan Chanyeol pasti membolos sekarang. Ia yakin.
Confession © ChanBaek
Terlihat seorang pemuda dengan tinggi diatas rata – rata tengah mencengkeram kerah pemuda yang lebih kecil darinya. Mereka, Park Chanyeol dan Byun Baekhyun. Chanyeol menatap sinis kearah Baekhyun sedangkan pemuda mungil itu hanya tersenyum. Mengabaikan rasa perih di wajahnya yang lebam, ulah Park Chanyeol pastinya, dan entah sudah keberapa kali wajahnya seperti ini. Ia harus siap – siap mendapat omelan lagi dari orang tuanya nanti.
"Sebaiknya kau enyah dari hidupku Byun Baekhyun."
"Kenapa? Apa kau merasa terganggu dengan kehadiranku disekitarmu? Apa alasanmu?" Baekhyun berujar tenang, menahan perasaan bersalah yang semakin memenuhi dadanya hingga terasa sesak.
"Kurasa aku terlalu baik padamu Byun Baekhyun. Seharusnya aku membunuhmu dari dulu. Dasar tidak berguna!" Baekhyun tersenyum kembali.
"Itu yang kuinginkan Chanyeol-sshi. Sepertinya aku akan sangat berterima kasih jika kau membantuku untuk membunuh diriku yang tak berguna ini." Chanyeol melepaskan cengkeramannya secara kasar membuat Baekhyun terhempas kearah pohon oak di belakangnya. Mereka memang tengah berada di taman belakang sekolah, dan jam pelajaran yang masih berlangsung menguntungkan Park Chanyeol untuk menyiksa Baekhyun tanpa diketahui siapapun.
"Benar—kau memang sangat tidak berguna!"
"Aku ingin tahu. Sebenarnya apa yang membuatmu membenciku heum?" Chanyeol memutar kedua bola matanya malas. Senyuman Baekhyun benar – benar memuakkan dan menjatuhkan harga dirinya. "Kim Yejin, heum?" Mata Chanyeol membulat. "Apa kau pikir aku tak tahu kalau semua yang kau lakukan padaku adalah ajang balas dendammu karena Yejin memberikan jantungnya padaku. Kau menganggapku telah membunuh Yejinmu, begitukah?" Tangan Chanyeol mengepal kuat. Hatinya juga berdenyut sakit saat seringaian Baekhyun melebar. Seringaian yang tampak sangat menyedihkan.
"..."
"Tapi kau salah besar Chanyeol-sshi. Aku tak pernah memintanya untuk melakukan itu. Aku bahkan tak tahu kalau dia meminta hal itu sehingga membuatnya harus kehilangan nyawa." Baekhyun tertawa miris. "Untuk itu—aku meminta maaf padamu, Park Chanyeol. Karena aku, kau kehilangan Yejin." Tatapan sendu Baekhyun beradu dengan mata elang Chanyeol. "Sebegitu cintanyakah kau pada Kim Yejin sampai kau melakukan ini semua? Apa sebegitu bencinya kau padaku? Apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku?" Wajah Baekhyun memerah, menahan semua liquid bening di pelupuk matanya.
Nafas Chanyeol mulai memburu, dadanya naik turun menahan gejolak amarah dalam dirinya. Ada rasa kesal dan—iba? Sedih? Entah kenapa hatinya ikut sedih dan dadanya terasa sesak dihimpit oleh benda tak kasat mata. Ia juga tak mengerti ada apa dengan hatinya. Apa dia akan puas setelah membuat Baekhyun menderita? Tapi—kenapa mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur di bibir Baekhyun membuat dadanya makin sesak? Apa mungkin ia merasa bersalah karena telah menyakitinya? Chanyeol mundur beberapa langkah, ia tak mampu menjawab semua pertanyaan Baekhyun. Ia terlalu...bingung.
"Kau tak bisa menjawabku?" Baekhyun mengusap wajahnya.
"DIAM!" Pemuda yang lebih kecil menunduk. "Jangan membicarakan hal itu denganku! Kau tak pantas menyebutkan nama Yejin di depanku!" Akhirnya Baekhyun terdiam. Tak dipungkiri kalau ia tengah ketakutan sekarang. Jadi, ia memilih untuk tidak membicarakan Yejin.
"Jika kau mau, aku akan menghilang dari hidupmu, Chanyeol-sshi. Bisakah kau berhenti mempermainkan Kyungsoo?" Chanyeol tak bergeming. "Aku tahu kau tak pernah benar – benar mencintainya."
"Ya." Chanyeol menggumam. "Aku memang tak pernah mencintai Kyungsoo. Aku hanya ingin membuatnya jauh darimu dan membuatmu makin menderita. Aku membencimu Byun Baekhyun. Sangat membencimu. Kau hanyalah orang menyedihkan. Itulah yang membuatku semakin membencimu. Aku benci orang lemah sepertimu ada dihadapanku. Aku benci semua yang ada padamu, Byun Baekhyun. Dan aku paling benci karena kau hidup dengan jantung kekasihku." Chanyeol bertutur lirih namun penuh penekanan. Matanya lebih memilih menatap tanah di bawahnya, enggan melihat wajah Baekhyun yang semakin menyedihkan.
"Yeah, jika ada dua orang yang saling benci hidup di tempat yang sama, maka akan merugikan orang lain. Maka dari itu, salah satu dari kita harus ada yang pergi bukan?" Chanyeol tertawa hambar dan menyeringai sinis.
"Pergi. Pergilah Byun Baekhyun."
"Tentu. Aku akan pergi dari hidupmu. Seperti katamu, aku terlalu menyedihkan untuk hidup di dunia yang sama denganmu." Baekhyun beranjak pergi. Meninggalkan Chanyeol yang setia mematung disana. 'Kenapa hatiku sakit sekali?' Chanyeol menyentuh dadanya yang entah mengapa semakin lama semakin sesak. Rasanya sangat aneh. Melihat punggung Baekhyun yang semakin menghilang, seolah membuat oksigen di paru – parunya juga ikut lenyap. Entah apa yang dirasakannya ini. Ia juga tak mengerti.
"Park Chanyeol-sshi?" Chanyeol menoleh dan sedikit tersentak mendapati Kyungsoo tengah tersenyum padanya. "Aku melihatnya. Aku mendengar semuanya." Kyungsoo menghela nafas dan menatap sedih kearah Chanyeol. "Kecewa memang, tapi aku tak mau terjatuh semakin dalam olehmu. Maka dari itu, hubungan kita berakhir sampai disini." Chanyeol membuang nafas dan mengusap wajahnya kasar.
"Hhh—terserah kau saja." Chanyeol hendak pergi, tapi suara lembut Kyungsoo berhasil menginterupsinya.
"Jika kau mau ikut aku di hari Sabtu sepulang sekolah, aku akan sangat berterima kasih padamu Chanyeol-sshi. Anggap saja itu hutangmu padaku karena telah mempermainkanku." Chanyeol berbalik dan menyerngit heran. "Anyway, ini berhubungan dengan Yejin dan Baekhyun." Tanpa berpikir lagi, Chanyeol mengangguk dan meneruskan langkahnya yang tertunda.
Confession © ChanBaek
Chanyeol berulang kali mengusap wajahnya dan mengerang frustasi. Kenapa melihat wajah Baekhyun yang seperti itu selalu mengingatkannya pada Yejin? Kenapa dia selalu terbayang wajah Baekhyun yang basah karena airmata itu? Kenapa dia harus lemah hanya karena kemiripan mereka? Seharusnya dia senang jika Baekhyun berniat pergi dari hidupnya. Tapi kenapa ada sesuatu yang membuatnya frustasi? Perasaannya. Kenapa perasaannya bisa selemah ini? Kenapa dia harus punya perasaan kalau hanya berfungsi untuk mengasihani orang lain? Kasihan? Apa benar hanya rasa kasihan?
"Aaargh!"
"Berhenti mengacak rambutmu seperti itu, Chanyeol!" Yoora mengomel kesal karena melihat tingkah Chanyeol yang sangat menyebalkan sedari tadi. "Kau kenapa?"
"Byun Baekhyun sialan!" Bukannya menjawab, Chanyeol justru berteriak makin menggila. Untung saja mereka di rumah berdua dengan beberapa maid. Kalau ada ayah dan ibunya, pasti Chanyeol sudah ditendang dari rumah karena bersikap layaknya orang gila seperti itu. Yoora yang mendengar nama itu disebutnya tentu saja kaget. Gelas jus di tangannya ia taruh kembali. Ia pun menghampiri Chanyeol dan duduk di sebelahnya.
"Apa kau menyiksa anak laki – laki itu?" Chanyeol menatap datar kakaknya sebelum akhirnya mendengus dan memalingkan wajahnya kearah lain. "Kau akan menyesal Chanyeol!"
"Ini bukan urusanmu!" ketus Chanyeol.
"Seharusnya kau tidak memperlakukan Baekhyun seperti itu, Chanyeol. Yejin takkan menyukai dirimu yang seperti ini."
"Apa maksudmu?!" Nada suara Chanyeol terdengar sangat jengkel. Kenapa semenjak Yoora bertemu Baekhyun, gadis yang lebih tua 3 tahun darinya itu seperti terus membelanya. Apa semua orang memang selalu membelanya? Bahkan Kyungsoo yang dia kira sudah jatuh dalam pesonanya justru memilih mengakhiri hubungan mereka dan kembali bersama Baekhyun. Sehun juga selalu menasehatinya layaknya orang tua, dan Chanyeol sangat jengkel akan hal itu. Kai juga. Oh—kepala Chanyeol serasa ingin pecah sekarang.
"Kau memang tak tahu apa – apa, Chanyeol." Mata bulatnya menatap Yoora bingung.
"Ck, sebenarnya apa yang kau bicarakan?!" Emosi Chanyeol benar – benar tersulut. Bahkan sedari tadi dia memanggil kakaknya dengan sebutan 'kau'. Tanda kalau Chanyeol benar – benar tengah marah.
"Besok kita akan berkunjung ke rumah keluarga Kim. Sebaiknya kau mendengar sendiri dari mereka." Yoora beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Chanyeol yang termangu dengan perasaan bingung dalam hatinya. Apa yang perlu mereka bicarakan? Memangnya apa hubungan Baekhyun dengan Yejin? Apa yang tidak diketahuinya selama ini? Dan suara bantingan vas bunga pun akhirnya memecah kesunyian malam itu.
.
Bel istirahat baru saja berbunyi lima menit yang lalu, namun Kyungsoo tak menemukan keberadaan Baekhyun di bangkunya. Pagi ini dia mendiamkan Kyungsoo karena kejadian di taman waktu itu. Ia mendesah kecewa, tidak menyangka kalau Baekhyun akan mengetahui semua rahasia ini secepat itu. Yang perlu dilakukannya sekarang adalah meminta maaf. Dia tak mau kalau Baekhyun membencinya. Sudah banyak masalah terjadi diantara mereka dan Kyungsoo tak mau memperkeruh keadaan. Tangannya mengobrak – abrik isi tasnya untuk mencari ponselnya. Setelah menemukan smartphone berwarna putih itu, ia segera mendial nomor yang tercantum dengan nama 'Kai'.
"Yeob—"
"Kai, kita cari Baekhyun. Aku rasa dia masih marah pada kita." potong Kyungsoo.
"Sekarang? Aduh—tidak bisa! Aku dihukum Kim seonsaengnim, Kyung. Tadi aku lupa tidak mengerjakan PR." Kyungsoo membuang nafas jengkel. Kai itu selalu saja melakukan hal – hal memalukan seperti itu. Tidak mengerjakan PR, tidur di kelas, membolos, pura – pura sakit lalu tidur di UKS, dan lainnya. Alasan konyol yang terlalu populer di kalangan anak sekolahan. Mana ada guru yang akan percaya dengan alasan yang selalu sama setiap harinya seperti itu? Kalau Kai menjadi kekasihnya, Kyungsoo pasti sudah menjambak rambutnya frustasi. Eh? Kekasih? Apa yang kau pikirkan Kyungsoo!
"Baiklah. Aku akan mencarinya sendiri. Ck—dasar bodoh!"
"Hei, jangan memanggilku seperti itu. Aku ini pintar, hanya bosan sekolah saja." Mata Kyungsoo berputar malas. Tingkat kepedean Kai sepertinya mulai naik rating. Dari tampan di tambah kata pintar untuk sekarang, dan itu bukan Kyungsoo yang mengatakannya ok? Dia mengakuinya sendiri. Mengargumenkan kalau dirinya itu pintar, tampan dan seksi. Euh.
"Whatever! Aku akan mencari Baekhyun. Bye."
"Ok, bye."
Pip.
Kyungsoo berlari – lari kecil saat menemukan sosok Baekhyun yang tengah bersandar di pohon oak kesayangannya di taman sekolah. Dia tersenyum kecil saat melihat dahi Baekhyun berkerut. Jemari lentiknya membalik halaman dari buku yang dipegangnya. Kelihatannya dia tengah menikmati novel yang dibacanya. Dengan langkah perlahan Kyungsoo menghampiri sosok sahabatnya itu dan duduk tepat di sampingnya, memeluk kakinya sendiri sementara matanya melirik isi bacaan Baekhyun.
"Aku sudah memutuskan hubunganku dengan Chanyeol." ujarnya tiba – tiba. Baekhyun langsung teralih dari bukunya untuk menatap Kyungsoo yang duduk di sampingnya. Baekhyun hanya menganggukkan kepalanya dan kembali meneruskan bacaan novelnya. Kyungsoo memainkan jarinya dan mengigit bibir bawahnya karena terlalu gugup. Entah kenapa perasaan bersalahnya semakin membesar sekarang. Kenyataan pahit yang diterimanya adalah semua kesalahan sendiri. Ia teringat bagaimana Baekhyun yang menderita selama ini karena dia tak mempercayainya, dan karena rahasia kemarin, dia semakin meruntuki kebodohannya karena tidak pernah memperhatikan Baekhyun selama ini. Sahabat macam apa dia ini? Apa rasanya sesakit ini ketika ia dulu mengacuhkan Baekhyun? Kyungsoo menyandarkan tubuhnya pada pohon oak itu dan memperhatikan Baekhyun yang bahkan tak terusik oleh kehadirannya. Helaan nafas terdengar lagi dari mulut Kyungsoo. Ia sangat merasa bersalah pada Baekhyun.
"Baek—hyun." Baekhyun tak bergeming. "Mianhae Baekhyun-ah." lirih Kyungsoo. Baekhyun berhenti membaca, namun tak menoleh sedikit pun kearah Kyungsoo. "Semua ini salahku karena tak mempercayaimu. Aku terlalu dibutakan oleh bualan Chanyeol. Maafkan aku Baekhyun-ah. dan—" Kyungsoo menunduk. "Maaf telah merahasiakan tentang masalah Yejin dan Chanyeol." Kali ini, helaan nafas keluar dari mulut Baekhyun. Ia menutup bukunya dan menatap Kyungsoo lembut.
"Aku mengerti." Kyungsoo mengangkat wajahnya dan menemukan Baekhyun yang tengah tersenyum padanya. "Tidak apa-apa. Aku memaafkanmu, kalian, kau dan Kai." Sontak Kyungsoo langsung memeluk Baekhyun. Begitu mudahnya Baekhyun memaafkan atas semua kesalahannya –sejak awal. Mungkin apa yang pernah dikatakan Kai memang benar, Baekhyun memang malaikat kecil mereka.
"Maaf Baekhyun-ah." Kyungsoo mengeratkan pelukannya. "Terima kasih, teman."
Confession © ChanBaek
Sejak kejadian di taman waktu itu, Baekhyun benar – benar menghindari Chanyeol. Namun bukan ingin menghindar dari tanggung jawabnya toh Baekhyun tetap mengirim surat ke loker Chanyeol yang berisikan kata – kata maaf, hanya menghindar untuk tidak bertatapan muka dengan Chanyeol. Dan setiap hari pula Chanyeol menyobek kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dia benci kata – kata maaf Baekhyun. Tapi dia tak tahu kenapa, melihat Baekhyun yang terus menghindarinya membuat dia merasa aneh. Walaupun mereka sekelas, namun tak sekalipun Baekhyun meliriknya. Bahkan ketika dia –Baekhyun, sebagai ketua kelas tengah membagikan buku tugas para siswa, dia hanya akan meletakkan buku Chanyeol diatas mejanya tanpa melirik pemiliknya. Dan anehnya, Chanyeol merasa tak suka dengan sikap Baekhyun yang seperti itu. Ia merasa, Baekhyun tak benar – benar merasa bersalah padanya.
Ini hari Sabtu, dimana dia telah membuat perjanjian dengan Kyungsoo. Mungkin pemuda itu mengajaknya berkencan untuk terakhir kalinya. Hhh—entahlah. Sekarang Chanyeol dan Kyungsoo tengah pulang bersama dengan berjalan kaki. Kyungsoo yang berjalan di depannya, sedangkan Chanyeol mengekor di belakang, mengikuti kemana Kyungsoo membawanya. Sesekali ia menatap punggung Kyungsoo atau melirik daerah sekitar yang tidak terlalu asing dimatanya.
"Kita akan kemana?" Chanyeol bertanya karena Kyungsoo tak kunjung membuka suara sejak keluar dari gerbang sekolah, membuatnya bingung karena langkah kaki mereka membawa keduanya menuju—pemakaman?
"Kita akan menemui Yejin." ujar Kyungsoo tanpa mengalihkan pandangannya.
"Hh?" Chanyeol sedikit tersentak saat Kyungsoo mengatakan nama itu. Ternyata pemuda ini tahu tentang Yejin? Dia benar – benar mendengar percakapannya dengan Baekhyun? Atau memang Kyungsoo telah mengetahuinya lebih dulu. "Ck, aku tidak tahu apa maumu. Tapi ayo selesaikan ini dan pulang. Aku lelah." Nada suara Chanyeol yang terkesan dingin berbanding terbalik dengan isi hatinya yang bertanya – tanya akan rencana Kyungsoo –yang bahkan ia tak bisa menebaknya sama sekali.
"Sstt—sebaiknya kau diam dan ikuti aku, Park Chanyeol." Chanyeol memutar bola matanya malas. Tiba – tiba Kyungsoo menghentikan langkahnya, menatap jam yang melingkari pergelangan tangannya kemudian tersenyum simpul. Ia menarik tangan Chanyeol bersembunyi di balik pohon –tempat dimana ia bersembunyi dulu.
"Hai, apa – apaan ini?!" tanya Chanyeol sedikit emosi karena sikap Kyungsoo yang tak mengenakkan. Dia tadi mengajak ke makam Yejin, sekarang justru bersembunyi. Sebenarnya apa mau pemuda bermata bulat ini? Chanyeol mendengus dan mengacak rambutnya frustasi. Kepalanya terlalu pusing untuk menebak – nebak maksud dan tujuan Kyungsoo mengajaknya kesini.
"Diamlah atau kita akan ketahuan. Tunggu lima menit lagi dan kau akan tahu." Dengusan Chanyeol menandakan kalau ia tengah jengkel. Semua yang dikatakan Kyungsoo hanya membuatnya makin penasaran tanpa ada penjelasan sedikit pun. Setelah lima menit lebih menunggu, apa yang dilihatnya benar – benar membuatnya tercengang. Ia melihat Baekhyun berlari – lari kecil dengan membawa bunga, sementara Kai dibelakangnya tengah berjalan santai dengan menyimpan kedua tangannya di saku celananya. Mata Chanyeol membulat saat melihat Baekhyun berhenti di makam kekasihnya, Kim Yejin.
"Apa yang dilakukannya?"
"Lihat saja." Senyum lebar terpampang di wajah Kyungsoo. Membuat Chanyeol semakin merasakan hal aneh pada hatinya. Ia dapat melihat Baekhyun dan Kai yang memandang kearah foto Yejin dan tangan Baekhyun mengusap foto itu. Dua tangkai bunga tulip putih yang dibawanya, ia letakkan di samping foto itu.
"Apa maksudmu menunjukkan ini padaku?" Kyungsoo memutar badannya dan melipat kedua tangannya.
"Tidakkah hatimu tersentuh oleh perlakuan Baekhyun selama ini? Setiap akhir pekan ia pasti memintaku atau Kai menemaninya ke makam Yejin untuk berkunjung. Dia berharap, dengan begitu dia akan dipertemukan denganmu dan meminta maaf padamu." Kyungsoo menerawang dari balik pohon, melihat Kai dan Baekhyun tengah bercakap dengan foto Yejin. Seolah mereka berbicara langsung pada Yejin.
"Hhh—ini hanya rencana kalian kan?" Chanyeol tertawa remeh. Dia mungkin tersentuh kalau ini bukan rekayasa mereka. Tapi menurutnya, ini hanyalah bualan yang direncanakan mereka agar Chanyeol memaafkan Baekhyun. Tak mudah baginya mempercayai semua ini. Semua terasa sangat ganjil di matanya. Seolah banyak kata 'tidak mungkin' dan 'bohong' dari dalam otaknya.
"Apa kami terlihat sedang berakting di matamu? Tidakkah kau melihat ketulusannya? Dia selalu menangis karena merasa bersalah padamu!" Emosi Kyungsoo sedikit tersulut. Mungkin permintaan maaf ini begitu konyol di mata orang lain, tapi tidak bagi Baekhyun. Kyungsoo tahu, Baekhyun bukan tipe orang yang mudah melupakan masalah dalam hidupnya. Dia pasti akan meminta maaf sekecil apapun kesalahannya. Dan seenak jidat saja Chanyeol menumpahkan semua pada Baekhyun. Bertindak seolah Baekhyun lah yang paling bersalah disini. "Bahkan Baekhyun sempat marah padaku dan Kai karena tidak memberitahukan tentang hubungan Yejin denganmu!"
"Jadi kau tahu bahkan sebelum Baekhyun?" Kyungsoo meremas dadanya menahan rasa kesalnya yang menumpuk.
"Yeah—Kai yang tahu lebih dulu. Tidak sengaja tahu, tepatnya." Chanyeol mengedarkan pandangannya pada Baekhyun. Yeah—dia sadar, apa yang dilakukan mereka terasa nyata dan bukan akting. Tak mau semakin merasakan hal aneh itu, Chanyeol memalingkan wajahnya.
"Aku pulang." ujarnya kemudian. Chanyeol beranjak pergi, meninggalkan Kyungsoo yang menatap sendu kearahnya. Chanyeol memejamkan matanya barang sebentar. Kepalanya terasa sakit dan pening. Yeah, terlalu banyak hal yang dipikirkannya sekarang. Ini itu dan semua hal menyangkut satu nama, Baekhyun. Pemuda mungil itu benar – benar telah menyita seluruh perhatiannya. Chanyeol mendongak menatap langit sore yang mulai gelap. Ia menghela nafas perlahan, menahan sesak yang tiba – tiba saja meremas dadanya dengan sangat kuat.
Untuk pertama kalinya, Chanyeol merasa bersalah pada Baekhyun.
Confession © ChanBaek
Jam di dinding sebuah bar menunjukkan bahwa ini pukul 1 dini hari. Di sebuah meja bar, terlihat seorang pemuda menenggak segelas minuman beralkohol. Dari raut wajahnya yang memerah dan pergerakan gelasnya yang melambat, ia pasti sudah menghabiskan beberapa botol minuman itu. Dia, Park Chanyeol. Setelah pulang dari rumah keluarga Kim bersama kakaknya semalam, dia memutuskan kesini. Menghabiskan sisa malamnya dengan beberapa botol alkohol yang menemaninya. Semua terasa berat baginya. Dan satu nama itu lagi yang membuatnya terlihat menyedihkan seperti ini.
"Apa yang kau—huks lakukan padaku, Byun Baekhyun?!" rancaunya dengan cegukan dalam kalimatnya, menandakan kalau ia memang telah mabuk berat. "Kenapa kau membuatku seperti ini—hahh!." Chanyeol menatap sekeliling bar dan mendengus kesal saat melihat beberapa pasangan intim tengah bercumbu di setiap sudut ruangan. "HEY KAU! BERIKAN AKU BOTOL LAGI!" teriaknya pada bartender di depannya.
"Heum—tuan, anda sudah menghabiskan 3 botol."
"SHIT!" Chanyeol mencengkeram kerah bartender yang melayaninya. "BERIKAN BRENGSEK! AKU AKAN MEMBAYARNYA—huks. BODOH!" Setelah melepaskan cengkeramannya, bartender itu menuruti perintah Chanyeol untuk mengambilkan satu botol lagi. Kepala Chanyeol langsung merebah lemah di meja bar. Kepalanya sudah berkunang dan pandangannya buram. Ia tertawa bodoh. Namun jika dilihat secara seksama, sudut mata kanannya meneteskan liquid bening. Mengalir dan masuk ke dalam mata kirinya, lalu mengalir kembali melalui sudut mata kiri hingga jatuh menjadi genangan di meja bar. Yeah—Chanyeol menangis. Bahkan ia tak tahu pasti apa yang membuatnya menangis. Kenapa perasaannya begitu lemah? Kenapa dia selalu kalah dengan perasaannya? Kenapa dia—sangat merasa bersalah pada Baekhyun?
"Kim Yejin, sebenarnya bukan anak kandung kami, Chanyeol. Dia anak angkat kami. Kami mengangkatnya sewaktu dia masih bayi karena kami tak kunjung memiliki keturunan. Tentu kami mengangkatnya dari keluarga yang kami kenal baik karena kami adalah teman bisnis."
Chanyeol tertawa miris. Liquid demi liquid mulai mengalir dengan bebas. Wajahnya semakin memerah dan basah. Entah apa yang ditangisinya, ia tak tahu. Menyesalkah? Sangat. Ia sangat sangat menyesal.
"Dia—dia anak kandung keluarga Byun. Saudara kembar Byun Baekhyun, Byun Yejin. Yejin tahu tentang itu, karena kami memberitahunya. Setiap akhir pekan, orang tua kandungnya akan bertemu dengan Yejin dan Yejin tidak mempermasalahkan tentang pengangkatan dirinya dalam keluarga Kim. Karena baginya, kami juga keluarga."
Saudara kembar? Chanyeol kembali tertawa. Konyol. Hidupnya terasa konyol sekarang. Itukah jawaban dari keanehannya selama ini? Kemiripan Baekhyun dengan Yejin, jadi ini alasannya? 'Hhh—kau menyedihkan Park Chanyeol.'
"Kedua saudaranya tak ada yang tahu kalau mereka masih memiliki Yejin. Kalau tidak salah, Luhan memang masih berumur 2 tahun saat itu. Yejin juga tak mempermasalahkan itu. Berulang kali orang tuanya menawarkannya untuk bertemu Baekhyun dan Luhan, tapi dia menolak. Karena Yejin tahu, hidupnya tak akan lama lagi untuk lebih mengenal saudara – saudaranya. Ia tak mau mereka memiliki kenangan buruk bersamanya."
Chanyeol merasa dipermainkan sekarang. Hidupnya bagaikan drama yang telah ditulis dalam lembaran usang. Kusam, kusut, lusuh, dan miris. Kisah yang ia tak tahu seperti apa endingnya. Mungkin hanya penyesalan saja yang tertulis dalam kisahnya. Menyedihkan dan betapa buruknya perangainya. Dalam hatinya kini hanya tersisa penyesalan. Penyesalan yang mungkin sangat sulit untuk diakuinya kelak.
"Yejin terkadang diam – diam selalu memperhatikan saudaranya. Entah itu Luhan atau Baekhyun. Dan suatu hari saat Yejin harus dirawat di rumah sakit, dia juga terkejut karena saudara kembarnya mengalami gagal jantung. Sampai akhirnya Yejin memberanikan diri bertemu Baekhyun. Dekat dan bersahabat dengannya."
Chanyeol menenggak kembali minumannya. Ia meringis ketika merasakan lidahnya sudah mati rasa, terlalu banyak merasakan sensasi dingin dan menusuk dari minuman beralkohol itu. Baekhyun, wajahnya serasa terus berputar dalam ingatan Chanyeol. Bagaimana ekspresi pemuda itu saat dia menyiksa Baekhyun dan memperlakukannya dengan sangat tidak manusiawi. Bagaimana saat pertama kalinya, Chanyeol melihat mata sipit pemuda itu menangis di depannya.
"Dan pada hari 'itu', Yejin mengalami masa buruk. Dia pingsan setelah berjalan – jalan bersama Baekhyun. Dokter bilang, kesempatan hidupnya hanyalah tinggal 10% saja. Kami putus asa, kami tak tahu apa yang harus kami lakukan selain menghubungi keluarga kandungnya yang juga tengah menunggui Baekhyun. Setelah Yejin siuman dan mengetahui semuanya, dia berkata pada kami dan orang tuanya, bila dia ingin jantungnya di donorkan pada Baekhyun. Ini adalah alasan utama Yejin mendonorkan jantungnya, dia ingin selalu hidup bersama Baekhyun. Dia merelakan hidupnya demi saudaranya. Dengan jantung yang berada di dalam tubuh Baekhyun, meyakinkannya untuk selalu hidup bersama Baekhyun. Bersama saudaranya."
"Aaarggh!" Chanyeol mengerang frustasi. Ia mencengkeram gelasnya, membuat beberapa tetes air bercipratan keluar. "Kenapa kau membuatku seperti ini, Byun Baekhyun! Aku membencimu! Sangat membencimu!" teriaknya frustasi. Mengabaikan seluruh pandangan bingung dan iba dari setiap manusia yang menghabiskan waktunya disini. Chanyeol berdiri dari duduknya, berjalan gontai kearah kamar yang telah dipesannya. Menolak setiap rayuan gadis malam yang ditujukan padanya. Ia ingin istirahat sekarang. Ia menutup kasar pintunya sebelum akhirnya menjatuhkan diri atas ranjang. Matanya semakin memburam dan kepalanya semakin pusing. Ia tersenyum kecil saat melihat di sudut kamarnya, bayangan seorang gadis yang menatapnya dengan wajah sendu dan sedih.
"Yejin-ah. Aku harus bagaimana?"
Dan suara lirih Chanyeol menjadi kalimat terakhir sebelum ia kehilangan kesadarannya.
Confession © ChanBaek
Di atap sekolah, terlihat dua orang pemuda tengah berkutat dengan kesibukannya masing – masing. Kai yang merebahkan dirinya di lantai atap sembari membaca komiknya, sedangkan Kyungsoo lebih memilih menikmati angin sore dan sekali – kali mencuri pandang kearah pemuda berkulit tan disampingnya itu. Ia mengulum senyum. Entah mengapa menghabiskan waktu bersama Kai selalu membuatnya nyaman. Seperti sekarang ini, seharusnya mereka sudah memasuki kelasnya dan mengikuti jam pelajaran terakhir namun keduanya justru membolos bersama di atap.
"Kai." panggil Kyungsoo.
"Hn?" Kai hanya menggumam tanpa mengalihkan pandangannya dari komik yang dibacanya. Membuat Kyungsoo mendengus kesal. Walau pun dia keren dan yeah—orangnya friendly, tapi Kai itu sangat menyebalkan, Kyungsoo harus akui itu.
"Kai." panggilnya lagi, berharap Kai akan segera menatapnya.
"Ada apa, Kyung?" Kyungsoo mengerucutkan bibirnya lucu karena Kai sama sekali tak mengindahkan panggilannya. Walau pun membalas panggilannya, tapi dia tak mau menatap Kyungsoo. Membuat pemuda bermata doe itu makin jengkel. Akhirnya dengan sekali tarikan, ia berhasil merebut komik Kai dan membuat perhatian pemuda berkulit tan itu teralih. Kyungsoo tersenyum puas saat melihat wajah kesal Kai. "Ada apa, Kyungsoo?!" tanya Kai penuh penekanan dan Kyungsoo terkikik geli.
"Kalau bicara itu tatap lawanmu." protesnya kemudian. Kai menghela nafas sebelum akhirnya bangun dan menatap Kyungsoo di depannya dengan pandangan yang dingin dan menusuk. Kyungsoo yang dipandang intens seperti itu tak bisa memungkiri kalau jantungnya berdegup tak tenang dan wajahnya mulai terasa panas. Baru pertama ini Kai memandangnya dengan raut wajah serius seperti itu.
"Apa yang ingin kau bicarakan heum?" Kai bertanya lembut, menambah tempo detakan jantungnya menjadi semakin cepat.
"Eh, itu...anu—err.." Kyungsoo menggaruk pipinya saat kalimatnya tersendat – sendat. Oh, ekspresi dan suara lembut Kai benar – benar membuatnya gugup. Ingat! Hanya suara. Tetapi jantungnya sudah kalang kabut seperti itu. "Itu, bagaimana menurutmu, Baek dan Chanyeol?" tanyanya setelah berhasil menetralkan detak jantungnya. Kai terlihat mengerutkan dahinya, tengah berpikir. Ia menegakkan tubuhnya sebelum akhirnya menjawab.
"Aku tidak tahu. Apa kau benar – benar mengajaknya ke makan Yejin kemarin?"
"Yeah, mau bagaimana lagi. Aku tak punya cara lain untuk mendamaikan mereka. Aku harap setelah ini Chanyeol menyesal dan mau mengerti." Kai mengangguk – angguk paham. Dia maupun Baekhyun memang tak mengetahui perihal Kyungsoo yang mengajak Chanyeol ke makam Yejin untuk menjadi stalker mereka. Kyungsoo hanya memberitahunya semalam lewat telephone. Tapi Kai ragu, akankah cara Kyungsoo berhasil? Melihat bagaimana keras kepalanya Chanyeol, ia tak yakin.
"Apa Chanyeol tidak berpikir kalau mungkin saja itu akting?" Kyungsoo memejamkan sebelah matanya dan mengusak rambutnya sendiri. Jujur, sama dengan Kai, ia juga tak yakin. Kemarin Chanyeol tampak acuh dengan pemandangan di depannya. Seolah melihat Baekhyun ke makam Yejin itu adalah hal yang biasa. Seperti saat ia menceritakan tentang Baekhyun yang ke makam setiap akhir pekan serta memberi bunga kesukaan Yejin itu, ekspresi yang ditunjukkan pemuda raksasa itu tampak biasa saja. 'Chanyeol, ku mohon percayalah padaku.' doanya dalam hati.
"Aku sudah meyakinkannya, Kai. Memangnya kita kemarin terlihat berpura – pura? Aku tak memberitahumu masalah ini kan?" Kai terkekeh kecil dan meraih tangan Kyungsoo yang sibuk mengusak rambutnya sendiri. Memainkan jari Kyungsoo yang entah sejak kapan mulai menjadi favoritnya.
"Yeah, semoga saja setelah ini Chanyeol sadar dan semua baik – baik saja." Kai mengaitkan jemarinya dengan jemari Kyungsoo, mengangkat kedua tangan yang bertautan itu tinggi – tinggi dan menikmati sorotan panas matahari yang menerpa kulit keduanya. "Jarimu lucu. Kecil – kecil begini. Hhaha. Hampir sama dengan milik Baekhyun." Wajah Kyungsoo perlahan memerah. Gosh, semoga saja Kai tak menyadarinya. "Tapi—masih lentik jari Baekhyun. Hhaha." Sontak Kyungsoo menarik tangannya kembali dan bibir kissablenya mengerucut ke depan beberapa centi.
"Kai, aku boleh bertanya?" Kai memiringkan wajahnya dan menatap Kyungsoo penuh tanya. Kyungsoo tampak ragu sebelum akhirnya meneruskan argumennya. "Sebenarnya, err... bagaimana perasaanmu pada Baekhyun? Apa—apa kau menyukainya?" Kyungsoo memejamkan matanya sebentar. Kalimat itu terasa sangat mengintimidasi dan membuatnya gugup menantikan jawaban dari Kai. Sedangkan Kai sendiri hanya memandangnya bingung dengan alis yang terangkat satu.
"Kenapa memangnya?"
"Eung—kau terlihat begitu mengkhawatirkannya. Kau—kau pasti sangat menyukai Baekhyun kan?" Kyungsoo mengigit bibir bawahnya. Takut kalau – kalau jawaban Kai akan membuatnya membenturkan kepalanya ke tembok setelahnya. Oh ayolah—Chanyeol baru saja menyakitinya, dia hanya mau move on dan memperbaiki hatinya kembali. Bisakah Kai memberinya jawaban yang memuaskan?
"Yeah—" Kai berujar dengan suara yang berat dan Kyungsoo menatap Kai dengan pandangan yang tak biasa. "Aku menyukainya. Sangat."
Deg.
Beginikah jawaban Kai? Apa dia harus menerima ini dengan lapang dada? Kyungsoo dapat merasakan dadanya tertindih benda tak kasat mata itu lagi. Oh sial, matanya mulai berkaca – kaca. Bisakah dia tak sesensitif ini? Bagaimana kalau sampai Kai tahu tentang perasaannya? Bukankah akan semakin memalukan?
"Dia begitu baik. Baekhyun itu perhatian, penuh kasih sayang, penyabar, dan friendly. Dia juga tak jelek – jelek amat, cantik malahan. Hahha. Lucu. Padahal dia lelaki, tapi wajahnya begitu cantik."
'Hentikan Kai! Kau menyakitiku!'
"Aku ingat, saat kecil. Dia itu—pernah aku cium karena membuatku iri dengan mainan barunya. Dia tak mau meminjamkannya padaku, jadi aku menghadiahi dia ciuman supaya dia mau meminjamkannya. Dan itu berhasil. Yeah, walau hanya kecupan di pipi, sih." Kai menerawang kearah langit. Tak menyadari tatapan memburam disampingnya.
'Kau jahat, Kai.'
"Aku rasanya ingin kembali ke masa kecil kami. Dimana aku selalu bisa melihat senyumnya. Sayang, senyum itu sudah sangat jarang ditampilkan sekarang."
'Sebegitu sayangnyakah kau padanya?'
"Hhh—yeah, aku menyayanginya, sahabat kecilku." Kyungsoo tiba – tiba berdiri, membuat Kai langsung menegakkan tubuhnya dan menatap tubuh kaku Kyungsoo yang sudah membelakanginya. Kedua tangan Kyungsoo tampak mengepal kuat, menahan perasaannya yang kalut.
"A—ah, aku harus pergi, Kai. Rasanya ingin ke toilet. Bye." Kyungsoo langsung berlari tanpa mau mendengarkan teriakan Kai padanya. Saat punggung itu sudah hilang di balik pintu atap, Kai kembali mengedarkan pandangannya. Memegangi dadanya yang bergemuruh di dalam sana. Sebuah senyuman –atau lebih tepatnya sebuah seringaian muncul di bibirnya. "Bodoh." Itulah kalimat terakhir Kai sebelum akhirnya memejamkan matanya, menikmati pijitan angin sore pada kulit tannya.
Confession © ChanBaek
Sudah beberapa hari ini Baekhyun menghilang dari kehidupannya. Mereka memang sekelas, tapi Baekhyun benar – benar telah menepati janjinya dengan cara menghindarinya. Bukankah Baekhyun pernah bilang kalau dia akan menjauh dari hidup Chanyeol setelah Chanyeol putus dengan Kyungsoo? Tapi bukannya senang, Chanyeol justru merasa kurang. Apa karena tak ada manusia penganggu yang selalu disiksanya itu? Atau dia merasa kehilangan boneka sebagai bahan pelampiasannya itu? Ataukah karena ia sudah merasa menyesal telah memperlakukan Baekhyun seperti itu? Semua rasanya makin rumit.
"Kau kenapa, Yeol?" Sehun menenggak colanya sementara matanya menatap heran kearah Chanyeol yang sedari tadi hanya memainkan makanannya tanpa berniat untuk memakannya. Tidak biasanya seorang Chanyeol akan murung seperti ini. "Hey!" Sehun mengguncang lengannya karena tak mendapat respon apapun. Chanyeol mendecih pelan dan menenggak cola miliknya sendiri. "Kau itu kenapa hah?" tanya Sehun yang semakin sebal dengan sikap Chanyeol.
"Aku tidak apa – apa."
"Itu tandanya kau memang kenapa – napa, Yeol." Chanyeol menunduk, kembali mengaduk – aduk spaghettinya tanpa nafsu. "Kau ada masalah di rumah?" Chanyeol menggeleng pelan. "Lalu?" Tak ada suara apapun selain hiruk pikuk cafe yang dikunjungi mereka ini. Sehun menghela nafas pelan. "Ceritakan padaku, Park Chanyeol. Mungkin aku bisa membantu. Aku tak punya banyak waktu sekarang. Aku harus menjemput istriku di rumahnya." Lagi – lagi Chanyeol mendecih.
"Cih, mentang – mentang kau mendapatkan rusa kecil itu. Sialan!" Sehun terkekeh mendengarnya. "Tak ada yang bisa kuceritakan, Hun-ah." Chanyeol menarik untaian spaghettinya dan memakannya dengan malas.
"Apa—ini tentang Baekhyun?" Kerja tangan Chanyeol berhenti, namun hingga beberapa detik tak ada suara yang membenarkan ataupun menyalahkan pertanyaan Sehun. Chanyeol terdiam, namun pikirannya bekerja. Apa benar yang dipikirkannya sedari tadi adalah Baekhyun? Sehun yang melihat reaksi Chanyeol pun sudah dapat menebaknya dengan mudah.
"..."
"Kau masih membencinya? Hentikan Park Chanyeol. Dia sama sekali tidak bersalah." Tak ada jawaban, hanya detingan sumpit yang dibanting saja yang terdengar. Chanyeol mengusap kasar wajahnya. Selera makannya benar – benar menghilang. "Aku lihat dia menghindarimu beberapa hari ini. Memang apa yang kalian lakukan sebelumnya? Aku melihatmu bertemu dengannya di taman beberapa hari sebelumnya."
"Hhh—dia memintaku menjauhi Kyungsoo, karena dia tahu kalau aku tak benar – benar menyukainya."
"Lalu?"
"Awalnya aku tidak mau. Melihatnya menderita adalah prioritas utamaku." Sehun mendengus kesal. Tak suka jika adik iparnya harus menjadi korban dari sikap kekanakan Chanyeol ini. "Tapi, dia berjanji akan menjauhiku jika aku mau meninggalkan Kyungsoo."
"Jadi, itu perjanjian kalian?"
"Yeah, mungkin. Aku tetap tidak setuju awalnya. Tapi, saat Baekhyun pergi, Kyungsoo datang dan mengatakan kalau dia mendengar semuanya. Lalu, kami putus." Sehun mengangguk. Sekarang dia tahu kenapa Kyungsoo dan Chanyeol tak pernah terlihat bersama lagi. Jadi inikah alasannya? Setidaknya Kyungsoo tak akan dipermainkan lagi oleh Chanyeol.
"Kau patah hati, begitu?"
"Bukan. Aku sama sekali tidak sakit hati karena itu. Hanya saja—aku tidak menyangka kalau Baekhyun benar – benar menghindariku. Maksudku, yeah—" Helaan nafas pasrah terdengar kembali. "Aku terlalu bingung."
"Kau mulai menyukai keberadaan Baekhyun?"
Deg.
"Kau merasa sepi ketika dia menghilang?" Chanyeol masih terdiam. Meresapi setiap kalimat telak yang keluar dari mulut maknae di kelasnya itu. "Apa susahnya mengakui itu, Park Chanyeol. Kau merasa bersalah padanya kan?" Diam. Terlalu banyak pertanyaan di dalam otaknya yang membuat Chanyeol makin bingung. "Jangan menyiayiakannya Chanyeol. Aku tak mau kau menyesal. Jangan membuat dirimu sendiri terkesan sangat jahat di matanya. Kalian sama – sama menderita kan? Baekhyun dengan rasa bersalahnya dan kau sendiri dengan rasa kehilanganmu. Akhiri saja. Apa selamanya kalian akan seperti itu?"
"..." Sehun meniti jarum jam di pergelangan tangannya dan berdecak kecil.
"Aku terlambat sepuluh menit, Yeol. Luhan akan membunuhku. Baiklah aku pergi dulu. Jangan pulang terlalu malam dan jangan pergi ke club lagi. Kau tahu betapa khawatirnya Yoora noona saat kau menghilang kemarin malam?" Chanyeol berdecak kesal.
"Sudah sana pergi!" usirnya kemudian. Sehun nyengir kuda sebelum akhirnya melangkah keluar dari cafe. Meninggalkan Chanyeol yang masih duduk terdiam memandang sisa spaghettinya. Uh, selera makannya benar – benar telah menghilang. Pemuda tinggi itu berdiri dan melangkah meninggalkan cafe setelah membayar makanannya.
Dengan malas ia mengendarai mobilnya mengelilingi kota tanpa tujuan pasti. Entah sadar atau tidak, dia berhenti di depan kediaman Baekhyun. Ia berdecak kesal saat menyadari tingkah anehnya sendiri. Ia baru saja akan melajukan mobilnya pergi kalau saja tak melihat sosok mungil tengah keluar dari rumahnya dengan sedikit terburu – buru. Ia dapat melihat dengan jelas wajah putihnya yang basah oleh liquid matanya. Dia—menangis? Sosok itu masih melangkah –setengah berlari– berlawanan arah dari mobil Chanyeol. Chanyeol kembali menstarter mobilnya dan mengikuti langkah terburu – buru itu dari belakang.
Baekhyun tampak terisak dengan tangan yang terus mengusap permukaan pipinya. Sungguh demi apapun ingin sekali ia pergi dari rumahnya itu. Setelah kepergian Luhan, Baekhyun merasa sendiri. Ketika ia menuntut sedikit perhatian dari orang tuanya, orang tuanya justru membentaknya dan mengatakan kalau Baekhyun itu manja. Siapa yang tidak kecewa kalau setiap saat ia terus saja dibandingkan dengan Luhan. Kadang Baekhyun berpikir, lebih baik dia mati karena penyakit jantungnya dulu daripada hidup dalam kesendirian seperti itu. Ia melangkah makin cepat hingga tiba – tiba terhenti di depan mini market. Ia mengusap wajahnya dengan cepat sebelum akhirnya melangkah memasuki market itu. Beberapa menit di dalam dan keluar membawa strawberry ice cream di tangannya.
Di sisi lain, Chanyeol masih mengamati sosok itu. Sosok yang entah sejak kapan selalu mengusiknya. Membuatnya merasa gila karena terus memikirkan tentangnya. Saat Baekhyun melanjutkan langkahnya, Chanyeol kembali mengikutinya. Tiba – tiba Chanyeol menambahkan kecepatannya dan berhenti tepat di depan tubuh Baekhyun yang menegang –mungkin dia kaget. Chanyeol keluar dari mobilnya membuat pemuda yang lebih pendek membelalakkan matanya. Tanpa persetujuan Baekhyun, ia menarik tangan Baekhyun dan memasukkannya ke dalam mobilnya. Baekhyun tak protes, ia masih termangu dengan sosok Chanyeol yang tiba – tiba saja muncul dan menculiknya ini. Mobil telah melaju dengan kecepatan sedang. Baekhyun yang tersadar mulai kelagapan. Ice cream yang berada di tangannya meleleh yang mengotori lengannya.
"Jangan menatapku seperti itu, Byun Baekhyun." Mata sabit Baekhyun mengerjap pelan sebelum akhirnya berpaling.
"K—kau, kau mau membawa ku kemana?"
"Ikut saja." tegas Chanyeol tanpa memalingkan wajahnya pada Baekhyun. "Dan hapus air mata bodohmu itu. Kau terlihat konyol saat menangis sementara mulutmu penuh dengan ice cream yang meleleh." Baekhyun tergagap. Dengan cepat ia mencari – cari tisue di dalam mobil Chanyeol dan menyeka bibir serta lengannya yang belepotan ice cream.
Beberapa menit mereka habiskan dalam diam. Chanyeol masih melajukan mobilnya mengelilingi kota tanpa tujuan, sedangkan Baekhyun lebih memilih diam dan menghabiskan sisa ice creamnya. Sesekali ia melirik ke arah Chanyeol lalu menunduk setelahnya. Sungguh demi apapun, Baekhyun sedikit takut pada Chanyeol. Takut kalau Chanyeol menyakitinya lagi. Apa Chanyeol nanti akan memarahinya karena mengirimkan surat – surat pemintaan maaf itu padanya?
"Aku tidak suka kau mengirim surat tidak penting itu dan mengotori lokerku." ujar Chanyeol dengan nada dingin membuat nyali Baekhyun menciut. Ternyata benar, masalah surat itu. "Aku ingin kau menghentikan itu mulai besok."
"Ma—maafkan aku."
"Jika kau benar merasa bersalah padaku, harusnya kau tidak menghindariku layaknya pengecut." Mata Baekhyun menatap takut pada Chanyeol. "Kau pikir dengan memberiku beratus – ratus surat aku akan memaafkanmu?" Kepala Baekhyun tertunduk. Keberaniannya makin lenyap ketika tatapan mata Chanyeol menghujam miliknya. Mobil Chanyeol makin melambat dan berhenti tepat di depan taman kota. Pemuda tinggi itu menghela nafas, berdoa dalam hati semoga apa yang akan dilakukannya nanti bukanlah masalah untuknya. Lagipula ia tak mau terus – terusan merasa bersalah seperti ini. Chanyeol masih terlalu gengsi untuk mengakuinya. Apalagi setelah semua yang telah dilakukannya pada pemuda mungil itu. Chanyeol akan menebusnya dengan caranya sendiri.
"Byun Baekhyun." Baekhyun mengangkat wajahnya takut – takut. "Apa kau benar – benar merasa bersalah padaku?" Mengigit bibir bawahnya sebelum akhirnya kepala Baekhyun mengangguk perlahan. "Aku akan memaafkanmu kalau kau melakukan sesuatu untukku." Penuturan lembut Chanyeol berhasil membuat binar di mata Baekhyun. Apa Chanyeol memberinya kesempatan? Tentu Baekhyun takkan pernah menyiayiakan hal itu. "Apapun itu." Dengan ragu, akhirnya Baekhyun mengangguk.
"Akan aku lakukan." Chanyeol memutar badannya, menatap intens ke dalam mata Baekhyun, menuntut kesungguhan dalam kalimatnya.
"Kau yakin?" Anggukan patuh menjadi jawaban Baekhyun.
"Baiklah. Pertama, jangan menghindariku karena kau terlihat sangat pengecut dengan bersembunyi di balik surat – surat bodohmu itu. Kedua, kau akan mengikuti kemanapun aku pergi." Sedikit banyak Baekhyun bingung, apa Chanyeol sedang memanfaatkannya? Menjadikannya pembantu atau apa? Baekhyun ingin bertanya namun suara Chanyeol menginsterupsinya terlebih dahulu. "Ketiga, kau akan melakukan apapun yang kumau. Keempat, kau takkan pernah menolak apapun yang aku lakukan padamu. Dan terakhir—" Chanyeol terlihat membuang nafas perlahan. Jantung Baekhyun semakin berdebar kala menanti kalimat selanjutnya dari Chanyeol. "Yang terakhir, mulai besok bersikaplah layaknya kekasihku. Kau akan menggantikan Yejin selama yang aku mau." Penuturan terakhir Chanyeol membuat mulut Baekhyun menganga selebar – lebarnya.
"Menjadi—Yejin? Chan—" Dan benda dingin nan lembut yang menempel dengan bibirnya membuat persedian Baekhyun melemas seketika.
.
Pagi itu disekolah Baekhyun dihebohkan oleh desas–desus disana sini, wajah–wajah kesal serta kaget dan tatapan kebingungan beberapa siswa saat sebuah mobil yang ditumpangi Chanyeol baru saja terparkir sempurna di parkiran sekolahan. Masalahnya bukan sang pemilik yang memang sudah populer semenjak dulu, tapi pemuda mungil yang baru saja keluar dari pintu sisi kanan mobil. Semua tahu dia siapa, tentu saja adik Luhan, Byun Baekhyun. Chanyeol langsung meraih tangan Baekhyun dan membawanya pergi diiringi tatapan–tatapan tidak mengenakkan disekitar sana. Bagaimana tidak bingung kalau seorang yang amat dibenci Chanyeol kini justru digandengnya dan bahkan terlihat sangat mesra. Baekhyun memilih menunduk, mengikuti tarikan tangan Chanyeol yang entah akan membawanya kemana. Banyak orang berbisik–bisik membuat wajah Baekhyun semakin tertekuk. Chanyeol sendiri memilih mengabaikan tatapan–tatapan itu dan berjalan dengan angkuhnya.
Luhan dan Sehun yang baru saja sampai di sekolah dibuat heran karenanya. Baru saja mereka keluar dari mobil sudah banyak siswa menggerombol dan berbisik–bisik tidak jelas. Mereka mengerutkan dahi tidak paham. Namun senggolan Sehun pada lengannya membuat perhatian Luhan dari sekitarnya kini teralih pada sosok yang lebih kecil dari pemuda tinggi yang menggandengnya. Matanya membulat saat menyadari kalau itu adiknya.
"Sehun-ah, Chanyeol akan membawa Baekhyun kemana? Kita harus mencegahnya." Sehun mengangguk dan berjalan dibelakang Luhan yang sudah mempercepat langkahnya. Dari arah lain tampak Kai tengah berjalan santai di koridor dan Kyungsoo yang baru saja dari perpustakaan dengan beberapa buku di tangannya. Hingga enam orang itu bertemu di satu titik koridor.
"Chanyeol!" Luhan berlarian kearah mereka dan menatap Chanyeol tajam. "Mau kau apakan adikku hah?!" ketusnya kemudian. Ia menarik tangan Baekhyun dan membawanya ke belakang punggungnya, berniat menjauhkannya dari Chanyeol. Kai dan Kyungsoo saling pandang dan ikut menatap Chanyeol tajam. "Menjauh dari adikku!" Senyuman remeh tergambar di bibir Chanyeol.
"Kau mau aku menghajarmu lagi?" Kai pun ikut mengancam. Kyungsoo menghampiri Baekhyun yang sedari tadi tampak gelisah dan gugup. Ia terlihat menarik–narik lengan Luhan namun diacuhkan oleh sang empunya.
"Baek, kau tidak apa–apa kan?" Kyungsoo bertanya khawatir.
"Memang dia aku apakan?" Chanyeol bertanya ketus bahkan setengah berteriak karena tak suka cara bertanya Kyungsoo yang seolah mengatakan kalau dia ini berbahaya untuk Baekhyun. Hell, Chanyeol bukan monster. Kenapa semua orang berlebihan saat melihatnya bersama Baekhyun?
"Sudah kubilang hentikan sikap kekanak–kanakanmu itu, Chanyeol." Kali ini Sehun ikut bersuara membela Baekhyun.
"Memangnya apa yang akan aku lakukan pada kekasihku sendiri eoh?"
Deg.
Semua mata disana, bahkan beberapa siswa di koridor yang menyaksikan pertengkaran kecil itu langsung terbelalak. Park Chanyeol, manusia dingin yang terkenal sangat membenci seorang Byun Baekhyun mengatakan kalau pemuda mungil itu kekasihnya? Kai dan Kyungsoo bahkan menganga lebar dengan tidak elitnya. Pemuda mungil yang dibicarakan tampak menunduk dengan wajah yang sedikit memerah. Entah kenapa, Baekhyun merasa senang dan lega. Dengan begini dia tak perlu repot–repot menjelaskan bukan?
"Kekasih?!" Oke, bahkan mulut Kai belum mengatup sedari tadi. Luhan langsung berbalik dan menatap Baekhyun seolah menuntut kejujuran dari mulutnya. Baekhyun hanya tersenyum bodoh dan mengangguk pelan. Pemuda paling tinggi pun mengulum senyum puas. Baekhyun benar–benar menepati janjinya untuk bersikap layaknya kekasih untuknya.
"Tapi—Tapi bagaimana bisa?" Luhan masih saja termangu. Tak beda dengan teman–temannya yang lain. Anggukan Baekhyun benar–benar jawaban telak yang mengagetkan siapapun. Tak mau Baekhyun semakin terpojok, Chanyeol kembali menyeretnya pergi dengan seringaian menyebalkan di wajahnya. Mengabaikan teriakan Luhan karena tidak puas akan jawaban keduanya.
"C-Chanyeol—"
"Yeollie."
"Huh?" Baekhyun mengangkat kepalanya dengan ekspresi bingung yang lucu di wajahnya. Membuat Chanyeol tertegun sejenak. Kenapa dia baru sadar kalau Baekhyun itu...err..imut? Chanyeol berdehem pelan sebelum akhirnya mengeluarkan suara.
"Yejin selalu memanggilku 'Yeollie'. Lagipula kita seumuran kan?" Baekhyun mengangguk pelan. Ada rasa tidak suka ketika dia harus melakukan hal yang sama persis dengan yang dilakukan Yejin. Baekhyun menghela nafas pasrah. Bagaimanapun hanya ini satu–satunya cara supaya Chanyeol mau memaafkannya. Dengan menjadi seseorang yang pernah mengisi hati Chanyeol. Walaupun Baekhyun sadar, posisinya lebih rendah daripada Yejin. "Kau harus memanggilku Yeollie mulai sekarang. Dan ah—aku ingat! Yejin selalu mengucapkannya dengan nada yang lucu dan manja. Kau juga harus tirukan itu!" Kepala Baekhyun menunduk dalam.
"Aku mengerti—Yeollie."
"Lebih manja. Dan harusnya kau pasang senyum ceria di wajahmu itu." Baekhyun hampir saja tersedak ludahnya sendiri mendengar permintaan Chanyeol. Nada manja? Haruskah nada yang biasanya ditujukkan pada Luhan disaat dia merengek meminta sesuatu, kini juga harus di dengar oleh Chanyeol? Bagaimana jika Chanyeol menertawakannya? Bukankah Baekhyun akan terlihat girly? Dia kan lelaki tulen. Bahkan dia sekarang tak pernah menggunakan nada manja lagi pada Luhan. "Baek?"
"A—ah iya? Ada yang kau perlukan?" Dahi Chanyeol menyerngit sebelum akhirnya bibirnya melepas tawa kecil. Tawa pertama yang diperlihatkannya pada Baekhyun. Suara bass lucu yang terdengar nyaman di telinga Baekhyun. Sedang Baekhyun? Dia tertegun sejenak. Matanya tak bisa lepas dari sosok Chanyeol yang tengah tertawa. Bagaimana senyum itu mengembang dan suara renyah yang menggelitik. Membuat dadanya bergetar tanpa ia sadari. "Ke—kenapa?" Salah satu tangan Chanyeol terangkat dan mengusak rambut madu Baekhyun gemas, membuat si empunya salah tingkah dengan pipi yang sedikit merona. Beruntung Chanyeol tak menyadarinya.
"Aku kan memintamu memanggilku 'Yeollie' heum?"
"A—ah iya, maaf... aku lupa."
"Berhenti meminta maaf." Baekhyun tertunduk. Mengigit bibir bawahnya saat nada bicara Chanyeol berubah menjadi nada dingin. "Aku tidak suka pilihan kata itu." Anggukan pelan dapat dilihat sebagai jawaban Baekhyun. Melihatnya, ekspresi Chanyeol melembut. "Ayo ke atap." Tanpa persetujuan Baekhyun, Chanyeol sudah terlebih dulu menyeret tangannya kearah tangga menuju atap. Tak lupa diselilingi oleh tatapan–tatapan bingung para siswa. Karena baru kali ini Chanyeol menyeret Baekhyun dengan senyum yang tergambar di wajahnya.
Confession © ChanBaek
"Yeollie?"
"Hn?" Chanyeol mengalihkan perhatiannya dari buku yang dipegangnya pada Baekhyun yang tengah menggaruk–garuk kepalanya sembari menyodorkan sebuah buku padanya. "Kau bingung soal yang ini?" Baekhyun tersenyum bodoh. Chanyeol menggusak rambutnya –yang sekarang menjadi kebiasaannya ketika bersama Baekhyun– dan mulai mengambil alih bolpoint dan buku Baekhyun. "Perhatikan!" Baekhyun mengangguk dan langsung merapat pada Chanyeol. "Seharusnya jawabanmu seperti ini—" Dan Chanyeol pun mulai menjelaskan dengan detail dan teliti setiap cara yang digunakan dalam pelajaran fisika ini.
Heran, sedang apa mereka? Baekhyun sendiri juga awalnya bingung ketika Chanyeol mengajaknya membolos dan justu membawanya menuju atap. Dia mengira kalau Chanyeol akan menyuruhnya ini itu atau mungkin mengerjakan hal–hal yang pantas untuk seorang pembantu –karena Baekhyun masih berpikir dia adalah pembantu Chanyeol–. Namun ketakutannya justru berbalik 360 derajat saat Chanyeol mulai menyuruhnya duduk bersila di lantai atap dan menyuruhnya mengeluarkan semua buku pelajarannya. Bahkan Baekhyun dibuat bingung ketika Chanyeol menanyakan pelajaran apa paling tidak dikuasainya? Dan saat Baekhyun mengatakan 'fisika', Chanyeol dengan segera membolak–balik halaman soal pada buku fisika dan mulai menyuruh Baekhyun untuk mengerjakannya. Baekhyun masih terbengong saat itu. Namun dengan senyuman –yang entah mengapa selalu membuat hatinya menghangat, Chanyeol mengatakan kalau dia akan mengajari semua pelajaran yang ia tidak bisa.
"Kau mengerti?" Baekhyun tersenyum lebar dan mengangguk cepat. "Coba kau kerjakan yang ini." Keraguan Baekhyun entah menguap kemana. Yang jelas, mereka terlihat sangat dekat sekarang. Pasti tidak ada yang menyangka kalau Chanyeol dulu bahkan ingin membunuhnya. Chanyeol juga tidak tahu. Kenapa dia melakukannya sampai sejauh ini. Kenapa rasa penyesalannya itu membuatnya bersikap seperti ini. Dia juga tak tahu kenapa setiap melihat pergerakan menggemaskan Baekhyun, selalu membuatnya tersenyum. Bahkan ia tak menyadari pergerakannya sendiri ketika ia mulai mendekati Baekhyun yang tampak sedang serius. Tak mengerti dorongan darimana, kedua tangan besarnya melingkari pinggang Baekhyun dari belakang. Saat dia merasakan tubuh kecil di depannya menegang, ia mengeratkan pelukannya.
"C-Chanyeol—"
Cup.
Deg.
Jantung Baekhyun langsung berdesir ketika dia merasakan lehernya tersentuh sesuatu yang lembut. Yang entah kenapa membuat persendiaannya melemas. Entah kenapa membuat kulitnya merinding. Perutnya serasa di gelitik oleh benda tak kasat mata. Membuat gerakan tubuhnya menggelingjang dan gelisah tak nyaman. Sentuhan itu berubah menjadi hisapan cukup kuat hingga membuat Baekhyun ingin pingsan sekarang juga. Dan rasa hangat mulai menjalari tubuhnya ketika ciuman itu terlepas dan meninggalkan jejak disana. Oh, mungkin semua orang biasa menyebutnya kissmark.
Chanyeol tersenyum puas saat melihat hasil karyanya di tengkuk Baekhyun. Tubuh mungil yang didekapnya benar–benar menegang dan tak bergerak sama sekali. Mungkin Chanyeol berpikir Baekhyun mati kalau saja tidak menyadari deru nafasnya. Chanyeol mengusap kissmark buatannya perlahan. Ia yakin kalau tanda ini tak akan hilang selama seminggu.
"Chan—Chanyeol—"
"Kau tidak boleh menolak apapun yang kulakukan padamu. Ingat?" Wajah Baekhyun mulai memerah hingga ujung kupingnya. Tak dipungkiri keringat dingin muncul di permukaan pelipisnya. Oh, jangan lupakan jantungnya yang berdetak abnormal. Badannya masih kaku dan sulit untuk digerakkan. Alhasil ia hanya mengangguk kaku tanpa membalikkan badannya untuk menghadap Chanyeol. "Aku yakin kau tahu betapa brengseknya aku. Aku suka keluar malam dan pulang dalam keadaan mabuk lalu bersenang–senang dengan lelaki ataupun perempuan." Baekhyun tak mengerti kenapa dadanya perlahan merasakan sesak ketika Chanyeol mulai menceritakan keburukannya. Ok, mungkin jika mendengar dari orang lain, Baekhyun merasa biasa saja. Tapi mendengar dari mulut Chanyeol sendiri, rasanya sangat aneh. "Tapi aku berani bersumpah kalau ini adalah karya pertamaku. Aku bahkan tidak pernah melakukan ini pada Yejin. Kau beruntung Byun Baekhyun."
Deg. First?
Baekhyun mengerjap sekali dua kali. Benarkah yang Chanyeol katakan? Kalau dia pernah tidur dengan siapa saja, kenapa ini menjadi karya pertamanya? Apa ini berarti Chanyeol tak benar–benar menyentuh orang–orang itu? Chanyeol tidak benar–benar menginginkannya? Senyum tipis terukir di bibir Baekhyun walaupun Chanyeol tak menyadarinya. Tangan Chanyeol kali ini melingkari leher Baekhyun dengan posesif. Ia meletakkan dagunya diatas kepala Baekhyun dan sesekali meniup–niup rambut coklat Baekhyun.
"Aku senang kau menepati janjimu untuk menjadi Yejinku. Aku berharap, kau tidak terpaksa melakukannya." Mendengar nada sedih dalam kalimat Chanyeol membuat mata Baekhyun perlahan memanas. Baekhyun seolah ikut merasakan rasanya kehilangan. Seolah merasakan bagaimana sakitnya Chanyeol saat ini. Baekhyun mulai berpikir, dia harus melakukan yang terbaik untuk Chanyeol sampai saatnya nanti. Sampai saat dimana dia diharuskan pergi dari kehidupan Chanyeol.
Confession © ChanBaek
Kyungsoo terlihat sangat gelisah. Sedari tadi ia hanya mengaduk–aduk ramennya tanpa ada niat untuk memakannya. Selama pelajaran pagi, Baekhyun dan Chanyeol menghilang entah kemana. Sesekali ia menatap sekelilingnya dan menghembuskan nafas ketika tak menemukan Baekhyun. Apa yang sebenarnya terjadi? Berkencan dengan Chanyeol? Sepertinya itu mustahil. Di pikir dengan otak kiri maupun otak kanan, Kyungsoo tak bisa menemukan jawabannya. Kenapa semua begitu rumit. Baru beberapa hari yang lalu Chanyeol membully Baekhyun habis–habisan. Tapi sekarang? Dia bahkan mengumumkan secara langsung pada seluruh sekolah kalau Baekhyun itu kekasihnya. Kyungsoo mengacak rambutnya frustasi. Apa yang terjadi antara Chanyeol dan Baekhyun?
"Kau kenapa?" Kyungsoo menggeleng pelan, masih mengacak–acak rambutnya kesal. Otak cerdasnya bahkan tak mampu memberikan alasan tepat tentang hubungan BaekYeol. "Kau memikirkan Baekhyun dan Chanyeol?" Ekspresi wajah Kyungsoo langsung memelas ketika Kai melontarkan jawaban telaknya.
"Aku merasa aneh Kai. Bagaimana mungkin bisa mereka—akh, aku bingung."
"Sama." Wajah Kyungsoo terangkat perlahan, menatap manik tajam Kai. "Aku juga tak mempunyai jawaban atas semua pertanyaanku sendiri. Chanyeol benar–benar sulit ditebak." Kai tersenyum miris. Kyungsoo yang menyadari senyuman Kai hanya mampu menundukkan kepalanya. Pasti Kai cemburu, begitulah pikirnya. "Lagipula—kenapa kau memikirkannya sampai seperti itu? Apa kau masih mencintai Chanyeol?" Tanpa berpikir dua kali, Kyungsoo langsung menggeleng.
"Aku bahkan ragu kalau dulu aku mencintainya." Tawa renyah Kai langsung menyapa gendang telinganya. "Kenapa?" tanya Kyungsoo polos.
"Kau ini lucu. Bagaimana mungkin kau menerima Chanyeol begitu saja jika kau tidak mencintainya? Dasar aneh." Kyungsoo merengut. Itu semua kan gara–gara bertemu denganmu, Tuan Kim, batinnya kesal. Ingat kan sehari setelah Kyungsoo dan Chanyeol jadian, Kyungsoo bertemu dengan Kai pada malam harinya. Dan semenjak itu pula Kyungsoo meragukan perasaannya. Apalagi setelah kepindahan Kai di sekolahnya, Kyungsoo lebih banyak memperhatikan kebersamaan KaiBaek daripada Chanyeol sendiri. "—Soo?"
"Hh?"
"Ck, kau melamun lagi?" Dengan polosnya Kyungsoo mengangguk. "Aku tadi bertanya, kenapa kau menerima Chanyeol kalau kau tidak menyukainya?" Kyungsoo berjengit. Apa tadi dia kebanyakan melamun sampai tak mendengarkan pertanyaan Kai? Jari telunjuk Kyungsoo mengetuk–ketuk dagunya pelan dan matanya menatap langit–langit kantin. Seolah sedang menerawang jawaban disana.
"Mungkin karena aku belum pernah pacaran. Jadi yah...aku terima saja." Ia menggedikkan bahu acuh. "Kau sendiri, bagaimana perasaanmu saat tahu kalau Baekhyun sekarang bersama Chanyeol?" Kai menghentikan suapan ramennya dan menatap Kyungsoo dengan alis saling bertautan.
"Biasa saja. Aku hanya takut kalau Chanyeol mempermainkan sahabatku." Kepala Kyungsoo mendekat beberapa senti saat kata 'sahabat' keluar dari mulut Kai.
"Sahabat?"
"Huh? Kenapa?"
"K—Kau tidak cemburu atau apa begitu?" Raut wajah bingung Kai benar–benar membuat Kyungsoo ingin menonjoknya sekarang juga. Dia ini pura–pura biasa saja atau memang tak merasakan apapun? Beberapa detik kemudian Kai terbahak membuat Kyungsoo menganga.
"Kenapa aku harus cemburu hah? Ahhaha. Bodoh!" Jari telunjuk Kai menuding Kyungsoo yang tengah kebingungan, sedangkan tangan kirinya sibuk memegangi perutnya karena tertawa terlalu lama. Tangan mungil milik pemuda bermata doe itu terulur dan mencubit lengan Kai karena kesal. Bagaimana tidak kesal? Tawa Kai membuat mereka berdua menjadi perhatian di kantin yang ramai itu. Ada tatapan aneh dan tidak suka dari beberapa orang karena menganggu jam istirahat mereka.
"Bukankah kau menyukai Baekhyun? Baekhyun itu—cinta pertamamu kan?" Bahu Kai bergetar pelan saat ia menahan tawanya. Semenit kemudian, helaan nafas keluar dari mulutnya untuk menetralkan perasaan geli akan pertanyaan Kyungsoo. Ia tersenyum lembut dan mengusap–usap tengkuknya.
"Siapa bilang Baekhyun cinta pertamaku?" Wajah polos Kyungsoo membuat Kai ingin tertawa lagi, namun ia urungkan karena takut Kyungsoo akan marah nantinya. "Jika kau bertanya apa aku menyukainya? Tentu saja aku menyukainya. Dia itu kan sahabatku." jelas Kai. Kyungsoo tampak terdiam dan masih mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulut Kai. "Tapi jika kau bertanya tentang cinta pertama, Baekhyun itu bukan cinta pertamaku. Cinta pertamaku itu—" Kai menggantung kalimatnya, membuat Kyungsoo menyerngit heran dengan rasa penasaran yang memuncak. "Cinta pertamaku itu Luhan hyung."
"Haaah?" Kyungsoo mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mengusap wajahnya dan mengorek kupingnya. Dia tidak salah dengar kan?
"Ekpresimu berlebihan, Kyung. Lagipula itu dulu saat kita masih kecil. Itu juga terjadi karena Baekhyun selalu menggodaku. Tapi percayalah, perasaan itu sudah menghilang. Lupakan tentang Luhan hyung, itu cuma cinta monyet. Sepertinya aku juga sudah menemukan cintaku yang sesungguhnya." Ok, kali ini jantung Kyungsoo berdegup saat melihat dengan jelas Kai menyeringai kearahnya. Tanpa merasa terganggu keadaan kantin yang ramai, Kai justru menatap Kyungsoo intens. Kyungsoo mulai mengeratkan genggaman sumpitnya saat wajah Kai mulai mendekat. Saat merasa wajah itu terlampau dekat, Kyungsoo sontak memejamkan matanya dengan jantung yang sudah berdegup tak tenang.
Cup.
Kyungsoo membuka matanya dan mengerjap beberapa kali saat merasakan hidungnya dikecup seseorang. Tentu saja pelakunya adalah Kai. Kai tersenyum lembut dan mengusak rambut Kyungsoo. Tanpa memperdulikan tatapan penuh tanya Kyungsoo, ia melanjutkan makan siangnya. Sedang Kyungsoo? Oh, jangan tanya lagi. Wajahnya memerah bahkan sampai ujung kupingnya. Ia menunduk mencoba menyembunyikan wajahnya yang berbinar senang.
"Besok malam kita kencan."
"Hah?"
Confession © ChanBaek
"Kau senang?"
"Tentu saja Sehun, aku sangat merindukan Baekkie. Dan aku yakin, eomma dan appa ada dirumah sekarang." Setelah keluar dari dalam mobilnya, Luhan bergegas pergi meninggalkan Sehun di belakangnya. Dia sudah sangat rindu dengan rumah besarnya. Luhan memekik senang saat pintu besar rumahnya mulai terbuka. Sehun yang melihat tingkah suaminya itu hanya tersenyum simpul.
"Ah, Tuan muda Luhan dan Tuan Sehun datang?" seorang maidyang baru saja membukakan pintu tampak terkejut dengan kehadiran HunHan yang tiba–tiba. Luhan hanya mengangguk cepat dan langsung melesat mencari kedua orang tuanya. Ia tadi mendapat pesan singkat dari Baekhyun kalau ayah ibunya ada di rumah malam ini. Jadi, tanpa menunggu lagi Luhan merengek pada Sehun untuk diantarkan berkunjung ke rumahnya. Dia sudah sangat merindukan sosok ibunya.
"Tuan muda Baekhyun belum pulang semenjak kemarin, katanya dia menginap di rumah temannya, apa Tuan muda Luhan tahu?" Luhan menghentikan langkahnya dan berbalik menatap sang maid yang sedikit menunduk. Ia menyengit heran dan mendekat ke arah maid itu.
"Baekhyun belum pulang sejak kemarin?"
"Iya Tuan muda. Kemarin malam Tuan muda Baekhyun bertengkar dengan Tuan besar lalu pergi dari rumah dan belum kembali sampai sekarang. Saya menghubungi ponselnya, tapi yang menjawab temannya dan temannya itu bilang kalau Tuan muda Baekhyun akan menginap di rumahnya untuk seminggu ke depan." Sehun dan Luhan saling bertatapan bingung.
"Siapa nama temannya?" Kali ini Sehun yang bertanya.
"Kalau saya tidak salah, namanya Park Chanyeol." Luhan membelalakkan matanya saat mendengar nama itu. Chanyeol? Kenapa Baekhyun bisa berada di rumah Chanyeol? Apa ini juga ada hubungannya dengan keanehan tadi pagi? "Tuan dan Nyonya sebenarnya sudah pulang dari kemarin, tapi saya tidak tahu kalau Tuan muda akan berkunjung sekarang." Helaan nafas keluar dari bibir tipis Luhan. Namun bukan masalah Baekhyun yang tidak memberitahunya sejak kemarin, melainkan 'mengapa Baekhyun ada dan menginap di rumah Chanyeol'.
"Ya sudah, aku akan menghubungi Baekhyun dan menyuruhnya pulang besok. Sekarang, aku akan menemui eomma."
"Tapi—" Luhan berhenti melangkah dan berbalik –lagi. "Tuan besar sedang ada tamu, Tuan muda."
"Apa penting?" Luhan memutar bola matanya malas. Tidakkah orang tuanya itu mengenal kata 'rumah'? Kenapa mereka lebih banyak menghabiskan hidupnya di kantor perusahaan, di luar kota, bahkan di luar negeri, daripada berada di rumah menemani kedua anaknya. Mungkin Luhan memang memiliki Sehun sekarang. Tapi bagaimana dengan Baekhyun? Ingin sekali Luhan membawa Baekhyun ke rumah yang ditinggalinya sekarang. Tapi dia takut kalau Sehun tidak menyukai itu.
"Iya—Tuan besar bilang dia tak mau diganggu. Dan—Akh! Tuan muda!" Tanpa mau mendengar penuturan maidnya Luhan segera berjalan menuju ruang tamu yang terletak di tengah rumah besar itu. Ruang tamu disini memang letaknya di tengah bangunan, bukan di depan layaknya rumah–rumah biasanya. Jadi tidak heran jika Luhan perlu beberapa menit untuk mencapai ruang tamunya. Sehun masih setia mengekor di belakangnya. Ia agaknya heran ketika Luhan berhenti mendadak.
"Lu, ada apa?"
"Itu kan keluarganya Yejin, Hunnie."
Deg.
Jantung Sehun langsung berdegup saat nama Yejin disebutkan Luhan. Bagaimana pun dia tahu semua tentang Yejin dan Chanyeol. Juga hubungan LuBaek dengan Yejin. Bagaimana jika Luhan membencinya karena tidak mengatakan hal penting seperti ini? Ah, semoga saja dia bisa menyimpan ekspresi keterkejutannya ini dengan wajah datar seperti biasa.
"Appa?!" Semua yang berada di ruang tamu itu terkejut melihat Luhan yang tengah menatap bingung empat orang dewasa disana. "Ah, selamat malam Tuan Kim, Nyonya Kim." Luhan dan Sehun membungkuk kecil dan dibalas oleh dua orang dewasa bermarga Kim disana. "Tidak biasanya anda berdua kemari." Luhan tersenyum diakhir kalimatnya, walaupun wajahnya benar–benar menggambarkan kalau ia tengah kebingungan. Tuan maupun Nyonya Kim tampak gugup, bingung ingin menjawab apa. Tuan Byun berdehem dan memandang beberapa orang disana.
"Lebih baik kita beritahu Luhan. Tak ada gunanya juga kita terus menyembunyikannya." tutur Tuan Byun membuat Luhan makin bingung. "Kemarilah. Duduk dan dengarkan kami." Luhan menurut, ia pun mendekat dan duduk disamping ibunya. Tanpa disadari Luhan, Sehun tersenyum lega. Akhirnya Tuan Byun memberitahu Luhan juga. Tuan Byun berdehem sekali lagi sebelum akhirnya menyuruh Tuan Kim menjelaskan terlebih dahulu.
"Kami ingin membicarakan tentang Yejin, Luhan." ujar Tuan Kim. Dalam otaknya, Luhan sudah menerka–nerka apa yang akan dibicarakan Tuan Kim. Apa mereka akan menuntut dan meminta jantung Yejin kembali? Ah, rasanya mereka takkan setega itu. Atau mereka meminta ganti rugi uang atau perusahaan ayahnya? Atau mereka ingin mengambil Baekhyun? "Luhan-ah?"
"Ah maaf ahjussi, saya melamun."
"Tidak apa-apa. Kau pasti bingung dengan kehadiran kami." Luhan mengangguk ragu. "Hhh—Yejin itu sebenarnya...saudara kandung kalian." Tubuh Luhan menegang saat mendengar penuturan itu. Matanya masih menyorotkan kebingungan dan penuntutan jawaban membuat beberapa orang lainnya menghela nafas. "Ahjussi mengangkatnya saat dia masih bayi karena keluarga Kim tidak memiliki keturunan." Luhan menundukkan wajahnya. Hey, rasanya sangat aneh ketika kau tak mengetahui apapun tentang saudara sedarahmu. Bahkan Luhan hanya berbicara beberapa kali dengan Yejin, itupun saat ia menjenguk Baekhyun dulu. Dia tak menyangka kalau Yejin itu saudara mereka.
"Luhannie." Ibu Luhan mengenggam tangan putranya dan memberi usapan lembut di punggung tangan Luhan. "Baekhyun dan Yejin itu kembar. Walaupun tidak identik karena mereka berbeda kelamin, tapi senyum mereka sama. Dan mereka juga punya pesona yang sama, yaitu wajah ceria mereka yang akan membuat siapapun ikut tersenyum." Mata Nyonya Byun mulai berkaca–kaca. Ada perasaan sesak yang mengumpul di dadanya saat mengingat wajah Yejin yang manis. Tak jauh beda dengan Luhan, walaupun dia diam dan tak menunjukkan ekspresi apapun selain kaget, tentu saja hatinya juga sedih karena orang tuanya tak memberitahunya tentang fakta ini. Terlebih lagi, bagaimana jika Baekhyun tahu?
"Tuan dan Nyonya Kim menyadarkan kami, kalau sikap kami pada Baekhyun itu keterlauan. Seharusnya kami tidak mendiamkannya, seharusnya kami menyayanginya, seharusnya kami tidak pernah menyakitinya. Sebagai orang tua, kami merasa gagal." Tuan Byun berkata dengan memijit pelipisnya pelan. "Setiap melihat Baekhyun, kami selalu teringat Yejin, itu membuat luka karena kehilangan Yejin kembali muncul dalam hati kami. Kami merasa gagal menjaga Yejin. Bahkan kami tak siap ketika Yejin harus meninggalkan kami." Nyonya Byun kini telah teringak pelan, membuat Luhan mengulurkan tangannya dan memeluk pundak ibunya.
"Baekhyunnie—hiks—eomma benar–benar menyesal telah mengabaikannya selama ini." Luhan terus mengusap–usap pundak ibunya. "Sebenarnya kami tidak berniat membandingkannya denganmu Lu, tapi...tapi kami ingin dia seperti Yejin. Hiks. Yejin gadis yang pintar, dia baik, ceria dan pribadi yang mandiri. Berbanding terbalik dengan Baekhyun. Itu membuat kami bersedih karena menganggap Baekhyun menyiayiakan jantung pemberian Yejin. Hiks—seharusnya, dia menjaga dan memanfaatkan kehidupan keduanya. Tapi apa? Baekhyunnie selalu mengecewakan kami."
"Baekhyun tidak mengewakan kalian." Luhan sedikit mengigit bibir bawahnya, perasaan sesak benar–benar menumpuk di dadanya dan sulit untuk dikeluarnya. "Baekhyun adalah Baekhyun, Yejin adalah Yejin. Walaupun mereka kembar, bukan berarti mereka harus sama dalam segala hal. Tuhan itu pasti dan akan selalu adil. Walau pun Yejin nyaris mendekati kata sempurna, tapi dia memiliki kekuarangan, yaitu penyakitnya. Dan Baekhyun, walau pun dia selalu mengecewakan, tapi dia telah bersedia menggantikan hidup Yejin untuk kita. Dia tak pernah protes ketika kalian memamerkan piala–piala yang sering kudapat itu kan? Walaupun Baekhyun tak berprestasi sepertiku ataupun seperti Yejin, tapi dialah orang pertama yang bertepuk tangan padaku ketika aku berhasil. Baekhyun juga selalu menjadi orang pertama yang memelukku ketika aku bersedih." Luhan memberi jeda, airmatanya benar–benar sudah menumpuk dan minta untuk dikeluarkan sekarang juga. Ia terisak kecil dan setetes air mengalir di pipinya. "Baekhyun—dia orang pertama yang menyambut kalian ketika kalian kelelahan setelah seharian bekerja. Baekhyun juga yang selalu tersenyum ketika appa dan eomma mengalami kesuksesan."
"Bagaimana kalau hanya ada aku. Aku pasti sibuk belajar ketika kalian pulang dari kantor. Aku pasti sibuk menulis catatan sekolah ketika seharusnya aku membuatkan kopi hangat untuk kalian. Aku terlalu sibuk dengan prestasi–prestasi bodoh itu tanpa tahu apapun tentang perusahaan kalian. Aku yang terlalu kalian banggakan ini, bahkan tak begitu punya banyak waktu untuk memperhatikan kalian. Jadi aku mohon, berhentilah menganggap Baekhyun itu Yejin. Berhentilah mengacuhkan Baekhyun karena dia terlalu mengecewakan. Berhentilah menyakitinya jika kalian tak ingin mendapat predikat orang tua yang buruk dari kami. Aku dan Baekhyun sangat menyayangi kalian. Kami pasti akan melakukan apapun yang membuat kalian bangga. Walaupun Baekhyun hanya bisa melakukan hal kecil seperti menyeduh kopi untuk kalian, maknanya justru lebih besar daripada segudang prestasi yang kuberikan selama ini. Kami menyayangi kalian, sangat." Ibu Luhan yang sudah menangis sedari tadi langsung memeluk Luhan erat. Terisak sangat hebak di bahu anaknya. Sehun yang melihat sikap dewasa Luhan pun tersenyum simpul. Dalam hati, ia benar–benar telah bersyukur karena mendapatkan Luhan sebagai pedamping hidupnya.
Confession © ChanBaek
Di sebuah kamar, tepatnya diatas sebuah ranjang, tampak seorang pemuda berperawakan tinggi tengah memeluk seorang pemuda mungil dari belakang. Jemarinya terus bermain di helaian rambut madu milik tubuh kecil itu. Dan nampaknya si mungil justru terlelap nyaman tanpa merasa risih dengan belaian Chanyeol di rambutnya. Chanyeol terus saja melakukannya walau ia tahu Baekhyun sudah tertidur semenjak satu jam yang lalu. Tapi entah kenapa, memperhatikan wajah polos itu ketika tidur sangat menyenangkan baginya. Bahkan ia tak menyadari kalau sudah berpuluh–puluh menit ia habiskan hanya untuk memperhatikan wajah Baekhyun.
"Aku merasa seperti tengah memeluk Yejin." gumam Chanyeol pelan, dengan senyuman yang tak pernah lepas bibirnya. Bukankah Chanyeol terlihat manis sekarang? Berterima kasihlah padanya karena masih memiliki hati untuk menyusupkan kata 'menyesal' ke dalamnya. Mengingat bagaimana buruknya kelakuannya, membuat sesak tersendiri di sudut hatinya. "Maafkan aku karena meminta hal konyol padamu."
"..."
"Aku berjanji akan membuatmu lupa dengan semua perlakuanku dulu, aku akan menghapus semua memori sedihmu, walaupun itu terasa mustahil. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku takkan menyakiti apa yang dititipkan Yejin padamu." Chanyeol mendesah. Tangannya berhenti memainkan rambut Baekhyun dan beralih mengusap surainya dengan lembut. "Tapi aku yang bodoh ini, takkan pantas untukmu Baek. Aku hanya mampu membahagiakanmu disaat sekarang ini, dan memberimu luka pada akhirnya. Jadi aku mohon padamu—" Tangan Chanyeol mendekap tubuh Baekhyun lebih erat dan mendaratkan kecupan–kecupan kecil di pelipisnya..
"Aku mohon..."
.
.
.
"Aku mohon jangan mencintaiku."
Di salah satu kamar yang terlihat elegan dan rapi, sesuatu –atau lebih tepatnya seseorang tengah menggeliat tak nyaman. Dengan perlahan pemuda bermata sipit itu menggerakkan tubuhnya untuk duduk diatas ranjang berukuran king size itu. Baekhyun –pemuda itu mengusap – usap kedua matanya dan mengerjapkannya perlahan. Sedikit demi sedikit ia mulai terjaga, dan menyadari kalau dia berada di rumah kekasihnya. Kekasih? Hh, entahlah. Baekhyun sendiri tidak yakin harus mengakui Chanyeol itu sebagai kekasih atau tuannya. Semua perlakuan Chanyeol padanya memang istimewa, namun semua itu karena Yejin. Yah, Yejin, sahabatnya.
"Hhh, bangun tidur aku sudah memikirkannya." keluhnya dan berakhir dengan desahan kecewa. Ia menunduk dan meremas sprei ranjang Chanyeol perlahan. "Tidak mungkin." gumamnya serak. "Aku tidak mungkin memikirkan Chanyeol sampai seperti ini. Ini…rasanya aneh."
Cklek.
"Ah, kau sudah bangun?" sapaan dari arah kamar mandi membuat Baekhyun mendongakkan kepalanya dan mendapati Chanyeol dan sudah berbalut pakaian santai dengan handuk di lehernya. Tetes – tetes air membasahi wajahnya. Bahkan dengan pakaian lengkap begitu, Baekhyun sudah merasakan pipinya memanas. Bukan karena Chanyeol terlihat seksi, namun pemuda jangkung itu terlihat segar dan bersinar di matanya. Dan Baekhyun harus akui rasanya semakin aneh saja ketika bersama Chanyeol. Satu minggu…satu bulan…dua bulan…yah, tak terasa sudah dua bulan mereka menjalani hubungan sepihak ini. Hubungan atas permintaan Chanyeol. Hubungan yang tidak didasari cinta.
Baekhyun ingat betul, seminggu dia tinggal di rumah Chanyeol dan semua orang di rumah Chanyeol memperlakukannya dengan baik. Terutama Yoora. Dia sangat menyayangi Baekhyun, membuatnya nyaman berada di rumah Chanyeol. Dan selama seminggu itu pula Baekhyun tahu, kedua orang tua Chanyeol jarang dirumah. Hanya ada beberapa maid dan kakaknya yang selalu pulang larut karena pekerjaannya sebagai desainer muda. Baekhyun dapat menyimpulkan, pasti Chanyeol juga merasakan apa yang selama ini dia rasakan. Kehilangan kasih sayang, atau bisa dikatakan kesepian. Ia yakin itu menjadi alasan kenapa Chanyeol sangat kehilangan Yejin. Pastilah Yejin satu – satunya gadis yang mengerti dirinya dan selalu menemaninya. Hh, betapa rendahnya Baekhyun jika dibandingkan seorang gadis cantik seperti itu. Terlebih dia seorang lelaki. Apa yang bisa dibandingkan? Jelas‒jelas mereka tidak sama.
"—hyun, Baekhyun!"
"Hah?" Alis Chanyeol terangkat sebelah. Masih pagi tapi kenapa Baekhyun terlihat seperti orang linglung. Apa semalam dia lupa kalau ia menginap di rumah Chanyeol lagi?
"Kau melamun?"
"Huh?" Mata Chanyeol berputar malas. Ada apa dengan anak kecil ini? pikirnya.
"Kau kenapa?"
"Ah, tidak apa‒apa. Maaf, aku melamun." Chanyeol mengangguk – angguk paham. Ia kemudian mengambil nampan berisikan roti panggang dengan selai coklat kacang dan susu strawberry di atas nakas dekat almari pakaian. "Tadi pagi maid sudah menyiapkan ini untukmu. Karena kau terlihat sangat lelap, aku tak berani membangunkanmu." Baekhyun mengangguk paham. "Nah, sekarang mandilah. Setelah itu kau habiskan sarapanmu ini." Anggukan dari Baekhyun dan Chanyeol pun meletakkan nampan itu di nakas samping tempat tidurnya. Chanyeol bergegas membenahi penampilannya sedangkan Baekhyun sendiri mulai berjalan kearah kamar mandi. "Baekhyun!" Langkahnya terhenti.
"Ya?"
Cup.
"Selamat pagi. Semoga harimu menyenangkan." Baekhyun mengerjap – kerjapkan matanya perlahan. Ch‒Chanyeol menciumnya? Walau pun hanya di dahi, tapi itu cukup membuat jantungnya berdegup tak tenang. Chanyeol tersenyum, yang entah mengapa terlihat sangat tampan di matanya. Ah, kau kenapa Baekhyun? Apa yang kau pikirkan? Bahkan hingga Chanyeol keluar dari kamar itu, Baekhyun masih terbengong di depan pintu kamar mandi.
Tangannya meraba kaos bagian dadanya, dimana detakan tak normal berada, dada yang bergemuruh dan membuat perutnya tergelitik. Dia tak mengerti kenapa perasaannya menghangat? Kenapa semua gejala saat bersama Chanyeol mirip dengan apa yang dirasakannya pada Sehun? Tidak, Baekhyun berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau ia tak mungkin menyukai sosok Chanyeol. Apalagi mengingat hubungan mereka hanya karena Yejin, membuat sudut hatinya berdenyut. Berbagai pertanyaan muncul di otaknya. Dimana di satu sisi, Baekhyun tahu betul gejala‒gejala aneh yang mungkin semua orang menyebutnya 'jatuh cinta', namun disisi lain, dia juga menepis perasaan itu. Dia tak mau membuat Chanyeol membencinya lebih dari ini. Tidak, tidak boleh.
"Astaga Baekhyun! Mandi!" Ia segera berlari kecil setelah menepuk dahinya sendiri dengan cukup keras.
Confession © ChanBaek
Kyungsoo melipat kedua tangannya dan menatap sebal kearah Kai. Sedangkan pemuda berkulit tan itu justru asyik memperbaiki rambut hitamnya di kaca spion sepeda motornya. Sudah sepuluh menit Kyungsoo tetap berdiri dengan posisi itu namun Kai justru mengacuhkannya. Kyungsoo yang kesal akhirnya memilih berjalan melewati Kai setelah berhasil menyenggol bahu Kai dengan keras. Melihat Kyungsoo yang tampak marah, Kai gelapan. Dia segera mengenakan helmnya dan melajukan sepedanya beriringan dengan langkah Kyungsoo.
"Soo‒ya.. Kau marah ya?" Kai merajuk dengan nada yang membuat Kyungsoo mual. "Ayolah, jangan marah. Kita kan ada kencan lagi nanti malam. Kau mau pangeranmu yang tampan ini menangis di tengah jalan, huh?" Kyungsoo berhenti. Dahinya tampak berkerut.
"Dasar gila!" gumam Kyungsoo teramat lirih. Kyungsoo berbalik menatap tajam kearah Kai. "Jangan membuatku bertambah mual Kim Jongin. Aduh, perutku serasa di kocok blender." Mata bulat Kyungsoo berputar jengah dan akhirnya kembali melanjutkan langkah kakinya. Kai mencibir dan turun dari sepeda motornya.
Greb.
Kyungsoo berhenti. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang saat merasakan kedua tangan berkulit tan itu tengah melingkar posesif di bahunya. Bahkan wajahnya mulai dihingkapi rona merah saat merasakan Kai menghembuskan nafas dengan sengaja di sekitar tengkuknya. Bahkan bibir Kai 'sedikit' menyentuh permukaan kulitnya. Ya Tuhan, tolong Kyungsoo. Dia ingin pingsan sekarang juga. Kakinya terasa meleleh.
"Kenapa kau menolak permintaan calon pacarmu ini, hum?" Detakan di jantungnya makin menggila.
"Pa‒pacar? Pacar apa?!" Kyungsoo mendorong lengan Kai yang melingkar padanya hingga terlepas. Ia menunduk melihat kearah sepatunya, bermaksud menyembunyikan rona di wajahnya. Oh sial! batinnya.
"Jadi kau tidak mau memiliki pacar yang tampan, dan seksi sepertiku ini?" Kyungsoo menjulurkan lidahnya, ingin muntah. Entah kenapa akhir‒akhir ini tingkat rasa percaya diri Kai bertambah. Ini sudah terjadi semenjak kencan pertama mereka bulan lalu. Dan itu membuat Kyungsoo bergidik ngeri.
"Perbaiki dulu otakmu itu Tuan Kim." Kyungsoo ingin melanjutkan langkahnya namun Kai menghentikannya dengan mencekal lengannya. Kyungsoo menoleh dan sedikit tertegun melihat senyuman di wajah Kai. "A‒apa?" tanyanya gugup.
"Sudah jam 8 lebih, princess." Kai tersenyum makin lebar dan idiot.
"Sialan! Aku ini lelaki tulen bodoh." Tangannya mendarat mulus di kepala Kai dengan jitakan yang cukup keras. "Tunggu! Jam 8? Astaga Kai, kita terlambat!" Kyungsoo segera menyeret lengan Kai kearah sepeda motornya yang terparkir beberapa meter dari tempat mereka berdiri. Segera saja Kai menaiki sepeda motornya dan meminta Kyungsoo untuk mengenakan helmnya.
"God, apa lagi ini…susah sekali." Kai yang mendengar Kyungsoo menggerutu pun menatapnya heran. Terlihat Kyungsoo yang tengah kebingungan mengenakan helm. Kedua tangan Kai pun terjulur kearah dagu Kyungsoo dan membenahinya. Lagi‒lagi Kyungsoo dapat merasakan pipinya yang memanas karena jarak wajah Kai yang begitu dekat dengannya. Kyungsoo menekan kepala Kai dengan kasar setelahnya. Ia menaiki sepeda motor Kai dan mengabaikan tatapan heran pemuda tan itu. "Ayo berangkat."
"Pengangan dulu, sayang." Pipi Kyungsoo bertambah merah.
"Jangan memanggilku dengan sebutan seperti itu. Itu menggelikan. Ayo cepat, kita sudah terlambat lima menit!" omel Kyungsoo, masih dengan wajah yang memerah hingga telinganya. Aneh sekali bukan? Bahkan Chanyeol belum bisa membuatnya blushing lebih parah dari ini. Karena Kai mengacuhkannya, ia menghela nafas pasrah. Dengan terpaksa ia melingkarkan tangannya pada pinggang Kai dengan erat. Kai tersenyum penuh arti, ia pun melajukan sepedanya dengan kecepatan sedang, ingin merasakan momentnya bersama Kyungsoo. Soal jam sekolah? Biar nanti urusannya.
Confession © ChanBaek
Di koridor kelas, Luhan terus saja menyentuh layar smart phonenya, jari‒jarinya menekan angka yang sudah dihafalnya di luar kepala dan meletakkan ponselnya di telinga setelahnya. Beberapa kali ia menggerutu karena mail box terus menyapanya. Hampir saja dia membanting ponselnya kalau suara Sehun tidak menghentikannya.
"Tidak diangkat?" Sehun bertanya khawatir. Luhan mengangguk lemah.
"Baekhyun mematikan handphonenya. Kemarin appa dan eomma juga tidak bisa menghubunginya. Kami khawatir." Sehun mengusap rambut Luhan sayang, membuat pemuda yang lebih pendek tersenyum manis.
"Mungkin dia bersama Chanyeol."
"Ya, aku harap begitu." Helaan nafas Luhan berderu pelan. "Dan aku harap Chanyeol menjaganya. Aku harus bertemu dengannya nanti. Aku akan ke kelasmu pada waktu istirahat." Luhan tersenyum dan Sehun mengangguk. Mereka kembali melanjutkan langkah mereka ke kelas Luhan di lantai tiga. Sudah menjadi kebiasaan kalau Sehun akan mengantarkan Luhan terlebih ke kelasnya sebelum ia sendiri kembali ke kelasnya di lantai dua. Setelah sampai, Luhan menatap Sehun di ambang pintu kelasnya.
"Terima kasih, Sehun‒ah." Kali ini Sehun tersenyum.
"Hn. Aku nanti akan berbicara pada Baekhyun." Luhan menggeleng pelan.
"Biar aku yang berbicara pada anak itu untuk berhenti membuat semua orang khawatir."
"Baiklah." Sehun mendengus kecewa. Kentara sekali kalau dia juga mengkhawatirkan Baekhyun. Bersama Chanyeol? Sedikit banyak, dia pasti khawatir. Sehun belum bisa sepenuhnya percaya pada Chanyeol. Benarkah Chanyeol memperlakukannya dengan baik? Atau ini adalah sebagian dari rencana Chanyeol? Mempermainkan hati Baekhyun? Sehun tau betul, walau pun Chanyeol pernah tidur dengan lelaki, dia masih menyukai wanita. Chanyeol akan lebih memilih berkencan dengan banyak wanita daripada seorang lelaki. Selama ini, dia hanya berkencan 3 kali bersama seorang lelaki selebihnya pasti wanita. Yeah, salah satunya Kyungsoo. Dia benar‒benar belum bisa mempercayai sahabatnya itu. Sehun harus membicarakan masalah ini dengan Chanyeol.
"‒‒Hun‒ah, Sehun‒ah!" Sehun tersentak saat Luhan menepuk pundaknya. "Kau melamun?"
"Ah tidak. Baiklah, aku kembali ke kelas." Luhan mengangguk dan Sehun pun berlalu, masih dengan pandangan menerawang seperti tengah memikirkan sesuatu. Dan Luhan tertegun di depan kelasnya, menatap punggung Sehun yang semakin kecil dari pandangannya. Ini…pertama kalinya, sejak mereka menikah, Sehun melupakan ciuman kecil di dahi Luhan. Mereka sudah terbiasa sebelumnya. Luhan juga berusaha untuk tidak menolaknya. Toh, mereka akan tetap hidup bersama meski Luhan harus menolaknya. Tapi kali ini, hari ini, bahkan sejak kemarin Baekhyun menghilang, Sehun tampak termenung dan mudah melamun. Dua bulan lebih bersama Sehun, Luhan tahu betul sifat pemuda berkulit putih itu. Dia tak kan memikirkan sesuatu dengan begitu keras kalau dia tidak benar‒benar peduli akan sesuatu itu.
"Kau berbeda, Sehun‒ah. Apa yang membuatmu seperti itu? Kau‒‒memikirkan Baekhyunkah? Atau..kau memiliki perasaan padanya? Apa selama ini kalian saling mencintai?" gumamnya lirih bersamaan dengan hilangnya punggung Sehun di balik tangga.
Confession © ChanBaek
Cklek.
Angin berhembus kencang sesaat setelah Baekhyun membuka pintu atap sekolah. Perasaan risau sejak tadi pagi membuatnya tidak bisa berkonsentrasi pada pelajarannya. Akhirnya ia memilih tempat yang jarang dikunjunginya ini menjadi tempat pelariannya untuk saat ini. Dia butuh sendiri dan berpikir jernih. Ia mencengkeram sedikit ujung seragamnya. Ia sudah mengigit bibir bawahnya sedari tadi hingga memerah. Apalagi yang membebani pikirannya kalau bukan masalah Chanyeol.
"Kenapa seperti ini? Kenapa sakit sekali? Ini semakin aneh. Tidak seharusnya aku memiliki perasaan ini pada Chanyeol. Jangan Baekhyun." Ia meremas bagian dadanya dengan mata yang sudah berkaca ‒ kaca, hingga detik berikutnya liquid bening itu turun perlahan di pipi tirusnya. Kenapa dia menjadi cengeng seperti ini hanya karena Chanyeol? Bahkan dulu dia masih bisa menahan airmatanya saat Sehun berada di pelukan kakaknya. Setidaknya, dia masih bisa menunjukkan senyuman palsu pada kakaknya untuk menutupi rasa sedihnya. Tapi kali ini beda. Rasanya sangat sakit, dan dia tak bisa menahannya lagi. Perlahan, suara isakan kecil mulai terdengar dan isakan‒isakan berikutnya menandakan betapa sakitnya dia sekarang.
Greb. Ia dapat merasakan pelukan hangat seseorang.
"Aku disini, menangislah Baekhyun‒ah" Dan berakhir dengan tangis yang menggema dan remasan kuat di blazer pemuda yang lebih tinggi darinya ini.
Flashback.
Yoora tadi pagi memberikan bekal pada Baekhyun untuk di makan bersama Chanyeol di sekolah. Bel istirahat baru saja berbunyi. Akhirnya, dengan sedikit keberanian, dia menghampri Chanyeol dan mengajaknya makan. Chanyeol pun tersenyum dan segera menggandeng tangan kekasih kecilnya itu keluar kelas. Namun saat beberapa langkah dari pintu kelas, sebuah suara menghentikan langkah mereka.
"Baekhyun‒ah!" Baekhyun berbalik dan melihat Kyungsoo berlari kearahnya. Ia tersenyum kecil. "Kau harus membantuku, kali ini penting sekali." Dahi Baekhyun berkerut heran.
"Ada apa?"
"Kemarin saat selesai olah raga, aku memasukkan kertas partitur musik di loker pakaianku dan lupa membawanya pulang." Mata Baekhyun membulat. Itu kan kertas yang akan mereka gunakan untuk pelajaran terakhir nanti? Kertas itu berisikan lagu yang mereka ciptakan dan harus dinyanyikan mereka saat pelajaran musik nanti. Bisa‒bisa mereka dihukum karena tak melaksanakan tugas kelompok dengan baik. "Maafkan aku karena ceroboh. Tapi sekarang kau harus membantuku untuk mencarinya." Kyungsoo langsung menarik tangan Baekhyun tanpa menunggu balasan dari Baekhyun.
"Aku akan menunggumu di ruang musik!" Chanyeol berteriak sembari menenteng kotak bekal yang entah sejak kapan berada di tangannya. Baekhyun mengangguk dan tersenyum. Ia pun mengikuti Kyungsoo dengan langkah yang lebih lebar dari sebelumnya. Berharap ini akan segera selesai dan Chanyeol takkan terlalu lama menunggunya. Well, menunggu itu sangat membosankan bukan?
Hampir dua puluh lima menit Baekhyun habiskan di ruangan olah raga, tepatnya di ruangan dengan beratus ‒ ratus loker di dalamnya. Ia sedikit mengomel pada Kyungsoo yang sangat lambat ‒menurutnya‒, mungkin karena panik dan sedikit takut akan omelan Baekhyun, Kyungsoo sampai bertanya pada setiap siswa di ruangan olah raga itu. Dan berakhir dengan datangnya Kai membawakan kertas itu. Kertas itu ternyata di titipkan pada Kai kemarin, saat Kyungsoo mendadak harus ke toilet, karena lupa, kertas itu terbawa Kai pulang. Dan Baekhyun pun berteriak kesal setelahnya.
Hosh..hosh…
Dengan kecepatan penuh, Baekhyun berlari dari ruang olah raga ke ruang musik yang jaraknya bisa dikatakan cukup jauh dari tempat mereka ‒ChanBaek‒ rencanakan untuk makan siang. Ia menumpukan tangan kirinya di tembok, dan mengusap sedikit peluhnya. Jam di tangannya menunjukkan kalau waktu istirahat hanya tersisa 7 menit saja. Gawat. Chanyeol pasti akan memarahinya. Ia segera berdiri dan berjalan cepat kearah pintu ruang musik yang sudah terbuka. Segera saja memasang senyum termanis yang ia punya. Baru saja ia ingin bersuara, dia justru dikejutkan oleh pemandangan di depannya. Dan ini…..ketiga kalinya, ia melihatnya. Tapi kali ini ialah yang merasakan kekecewaan itu, karena status mereka sekarang. Disana, di dalam ruang musik…
Chanyeol berciuman dengan Key….
Dan Baekhyun dapat melihat tangan Chanyeol yang berada di dalam kemeja Key serta mengusap punggung Key dengan lihai. Terlihat sekali kalau mereka tengah melakukan french kiss dengan kasar, seolah mengumbar nafsu disana. Pemuda kecil itu mematung di depan pintu, cukup terkejut dan kakinya melemas seketika. Dada Baekhyun berdenyut sakit. Bahkan untuk melangkah pergi darisana pun ia tak bisa. Harusnya, ia memang sadar, kalau dia bukan orang yang berarti untuk Chanyeol. Dia bukan Yejin, dia hanya sedang dibutuhkan oleh Chanyeol yang mungkin juga bisa dibuang setelah Chanyeol bosan. Dia bukan siapa‒siapa, jadi Chanyeol akan melakukan semuanya sesuka hatinya. Ia tak berhak untuk melarangnya? Meski pun itu berciuman. Kau, bukan siapa‒siapanya Byun Baekhyun.
Baekhyun mundur beberapa langkah ke belakang, ia menghembuskan nafasnya yang terasa berhenti di tenggorokan. Dengan keyakinan yang ia buat sendiri, Baekhyun berusaha melangkah pergi. Mungkin dia butuh udara, dadanya terasa sesak.
#Chanyeol's side
Setelah melihat Baekhyun pergi, Chanyeol melepaskan tautan bibirnya dengan Key dan menarik kembali tangannya dari dalam kemeja Key. Key terlihat membenahi pakaiannya dan mengenakan kembali jas sekolahnya. Chanyeol terdiam. Dalam hati dia merasa bersalah telah menyakiti Baekhyun, tapi dia harus melakukan ini dan biarlah Baekhyun membencinya. Ini lebih baik untuk mereka.
"Kau menyesal?" Key bertanya.
"Tidak hyung, ini yang terbaik untuk kami berdua." jawabnya lirih.
"Aku bingung, kenapa kau harus meminta bantuanku untuk ini. Padahal biasanya kau melakukannya dengan suka rela. Yeah, maksudku kau tidak pernah melakukan ini karena orang lain." Key menjilat bibirnya dan duduk di depan Chanyeol. "Kau bahkan biasa saja saat kekasihmu sebelumnya, yang bernama Kyungsoo itu menangis karena memergoki kita. Ada apa denganmu? Kemana si brengsek Chanyeol sebelumnya?"
"Dia berbeda, hyung. Aku tidak bisa menyakitinya."
"Hey, bukankah kau sudah menyakitinya, Tuan Park. Aku rasa dia sudah menangis tersedu di pelukan ibunya sekarang." Kekehan kecil mengakhiri kalimat Key. Chanyeol menatapnya dengan wajar datar dan terkesan dingin. "Aku hanya bercanda, Chanyeol. Jangan dianggap serius. Aku hanya bingung dengan perubahan sikapmu itu."
"Aku tidak tahu. Aku juga tidak berubah. Aku hanya ingin dia tahu kalau aku masih Chanyeol yang brengsek dan aku tak mau anak itu bersama orang brengsek ini."
"Wow, itu terdengar seperti kau sangat mencintainya dan seolah takut untuk menyakitinya."
"Aku tidak tahu!" Chanyeol mendengus kesal. Cinta? Entahlah. Chanyeol hanya merasa nyaman bersama Baekhyun, karena pemuda itu selalu menurut. Chanyeol suka wajah lugunya karena terlihat sangat lucu dan imut. Melihat senyumnya saja, darahnya mendesir dan perasaannya menghangat. Dan melihatnya dengan wajah sendu seperti tadi, tak urung membuat sudut hatinya perih. Apa ini keterlaluan? Tapi Chanyeol benar‒benar tak ingin Baekhyun mencintainya. Chanyeol itu brengsek, playboy, berciuman seenaknya, bahkan bercinta dengan banyak orang, juga berkelakuan kasar. Dia takut menyakiti Baekhyun dengan sikap berandalannya. Sudah cukup Yejin yang kecewa dengan sikapnya sekarang, dia tak mungkin menyakiti saudaranya juga.
Jangan mencintaiku, Baekhyun‒ah. Aku tak pantas untukmu….
Brak!
"Sehun‒ah…" Mata Chanyeol membulat melihat Sehun tengah menatapnya tajam seolah mengulitinya saat ini juga. Sehun melangkah kearahnya dan satu tonjokan kasar mendarat mulus di wajahnya. Key mundur untuk menghindar sedangkan Sehun telah mencengkeram kerah Chanyeol yang tergeletak di lantai dengan darah di sudut bibirnya yang pecah.
"Kau‒‒kau benar‒benar brengsek Chanyeol! Ternyata kau hanya ingin mempermainkan hatinya? Oh bagus sekali. Kau terlihat semakin brengsek sekarang." Chanyeol hanya tersenyum remeh dan mengusap darah di bibirnya dengan punggung tangannya. "Kau masih bisa tersenyum hah!" Mata Sehun berkilat marah.
"Ada apa Sehun‒ah, bukankah kau tahu kalau aku memang brengsek selama ini?"
Bug!
Satu pukulan kembali mendarat di wajahnya.
"Kau‒‒jangan pernah berani kau mendekati Baekhyun lagi! Atau kau mati di tanganku!" Chanyeol menatap datar pada Sehun.
"Tidak, aku tidak akan berhenti."
"Brengsek!"
Bug!
Dan dengan satu pukulan terakhir Sehun berlari pergi darisana. Key tertawa remeh melihat keadaan Chanyeol. Chanyeol mencoba mengacuhkan tawa menyebalkan Key dan memilih mendudukkan dirinya di lantai. Dia memegangi pipinya yang terasa linu. Yang tadi itu benar‒benar sakit. Dia yakin Sehun memukulnya dengan sekuat tenaga. Chanyeol menghela nafas dan mengacak sedikit rambutnya.
"Kekuatan cintakah? Hhaha. Kau bahkan tak menjelaskan pada temanmu tadi kalau kau melakukan ini juga demi Baekhyun. Oh lucu sekali. Aku seperti melihat drama." Chanyeol memalingkan wajahnya dan mendengus kesal.
"Diam kau, hyung! Akh‒‒wajahku."
Flashback end.
"Sehun‒ah‒‒hiks." Sehun terus mengusap rambut Baekhyun yang berada di pelukannya.
"Kau tak pantas menangisinya. Tenanglah. Aku disini." Baekhyun mencengkeram erat blazer belakang Sehun. Rasa sesaknya benar‒benar tak mau hilang. Kenapa semakin aneh? Apa benar kau telah mencintainya, Baekhyun? Bahkan Sehun, cinta pertamamu yang sekarang tengah memelukmu tak lagi membuat debaran kuat di dadamu lagi. Tapi kenapa harus Chanyeol?
Confession © ChanBaek
Kyungsoo menarik lengan Kai dan berlarian menuju lantai tiga, menuju ke kelas Luhan. Dari raut wajahnya, Kyungsoo terlihat sangat panik, sedangkan Kai tampak lebih tenang dan mengikuti kemana Kyungsoo menyeretnya. Saat di tangga menuju laintai tiga, ia melihat Luhan tengah bercengkrama dengan Yixing, sunbaenya.
"Lu hyung, hyung!" Kyungsoo melepaskan cengkeramnnya pada Kai dan menghampiri Luhan dengan setengah berlari. Luhan pun menatap Kyungsoo seolah bertanya‒tanya.
"Ada apa, Kyungsoo‒ya?"
"Gawat hyung!"
"Gawat kenapa?"
"Sehun memukul wajah jelek Kai, ah maksudku memukul Chanyeol di ruang musik." Kai memutar bola matanya malas. Kai gemas sekali ingin mencubit bibir kissable Kyungsoo yang selalu berbicara seenaknya itu. Sedangkan Luhan membulatkan matanya dan langsung menarik tangan Kyungsoo pergi, diikuti oleh Kai dibelakangnya.
.
Cklek
"Chanyeol, Key hyung?" Kyungsoo menghampiri Chanyeol dengan wajah garangnya. "Kau!" tunjuknya pada Chanyeol yang masih memegangi pipinya yang memerah. "Apa masalahmu dengan Sehun? Dan kemana dia sekarang?!" Kyungsoo bertanya dengan nada ketus. Dia masih sangat tidak menyukai Chanyeol. Chanyeol memutar bola matanya malas. Dia mengacuhkan Kyungsoo, membuat pemuda mungil itu menggeram kesal.
"Chanyeol, dimana Sehun sekarang?" kali ini Luhan bertanya dengan nada tegas.
"Mungkin dia mencari adikmu." jawabnya lirih dan terkesan malas.
"Apa maksudmu?"
"Bisakah kalian semua pergi? Kalian membuatku bertambah kesal!" Key terkekeh kecil dan mendapat tatapan mematikan dari Chanyeol. Ia memilih menggedikkan bahu dan melenggang pergi darisana. Kai dan Kyungsoo saling berpandangan bingung. "Pergilah aku mohon." Semua sedikit tersentak dengan sikap aneh Chanyeol. Seorang Chanyeol memohon dengan nada yang terkesan putus asa? Ada apa sebenanya?
"Baiklah, kami pergi."
"Tapi hyung‒‒"
"Kita pergi. Sepertinya Chanyeol‒sshi butuh sendiri." Kyungsoo menatap tajam kearah Chanyeol yang lebih memilih memalingkan wajahnya kearah lain. Ia pun mengikuti Luhan keluar dari ruang musik. Sedangkan Kai masih berada di dalam menatap Chanyeol dengan heran.
"Ini pasti ada hubungannya dengan Baekhyun, kan? Tidak cukupkah kau menyakitinya selama ini? Kau menyakitinya seperti ini pun, Yejin‒sshi tidak akan kembali. Kau melakukan hal yang sia‒sia, Chanyeol‒sshi." Chanyeol mendongak menatap Kai dengan pandangan penuh arti. "Menyakiti Baekhyun, sama saja dengan menyakiti Yejin. Harusnya kau tahu betul itu." Chanyeol menghela nafas.
"Kau salah. Ini‒‒bukan karena Yejin. Aku hanya tak ingin Baekhyun merasakan hal yang lebih sakit dari yang kulakukan selama ini. Aku hanya ingin segera mengakhirinya."
"Kau‒‒mencintainya?" Chanyeol sedikit tersentak mendengar gumaman Kai. "Kau‒‒melakukan ini karena kau mulai mencintainya? Kau tak mau menyakitinya." Chanyeol sebenarnya tak ingin mengakuinya, tapi kenapa sepertinya tebakan Kai semuanya benar. "Ah lupakan saja. Aku hanya asal bicara. Memangnya apa yang membuat Sehun memukulmu?" Kai mengalihkan pembicaraan, dia hanya tak mau Chanyeol geram, menyerangnya dan membuat kekacauan di ruang musik lagi.
Chanyeol menghela nafas pelan.
"Aku‒‒tidak mencintainya." Ada perasaan asing yang menekan dada Chanyeol. Dia pernah merasakannya, hanya saja dia tak berani menebak perasaan ini. Dia tidak boleh membiarkan perasaan itu menjalar hingga saraf‒sarafnya. Cukup dia memberikan semua perasaannya pada Yejin. Jangan lagi. Dia juga tak ingin kecewa seperti dulu.
"Sudah, lupakan saja ucapanku."
"Sehun memukulku karena aku menyakiti Baekhyun lagi. Aku hanya ingin berhenti. Aku ingin mengakhiri semuanya." Chanyeol tersenyum kecut kearah Kai. "Jaga Baekhyun untukku, Kai‒sshi. Aku mengandalkanmu." Dan dengan permintaan kecil itu, Chanyeol pergi dari ruang musik. Meninggalkan Kai yang menganga dan dahi berkerut heran.
Apa mungkin tebakannya benar?
#LuSoo side
"Ayo cepat hyung!" Mereka ‒atau lebih tepatnya Kyungsoo‒ menaiki anak tangga menuju atap dengan tergesa‒gesa.
"Jangan berlarian Soo‒ya! Tangga ini tinggi, kau bisa terjatuh." Kyungsoo mengerucutkan bibirnya. Kenapa Luhan bisa santai seperti itu? Mungkin saja saat ini Baekhyun menangis atau Sehun kesakitan karena babak belur kan?
"Ah hyung~"
Cklek.
Deg.
Luhan mematung di ambang pintu. Kyungsoo yang di belakangnya menyingkirkan tubuh Luhan karena penasaran dengan apa yang terjadi di depan mereka. Dan hasilnya, mata doenya melotot sempurna dengan mulut yang menganga lebar. Sehun‒‒mencium Baekhyun? Luhan tak memalingkan wajahnya. Pandangannya kosong dan dingin. Kyungsoo bahkan dapat merasakan aura tak mengenakkan disekitarnya.
"H‒hyung…" Kyungsoo menepuk pundak Luhan dengan hati‒hati, namun tak ada respon.
"Luhan‒‒/Luhan Hyung‒‒" Entah sejak kapan tautan mereka ‒HunBaek‒ terlepas dan telah menyadari kehadiran Kyungsoo juga Luhan. Luhan menatap datar keduanya. Hingga saat Sehun mendekat, Luhan berbalik dan segera berlari menuruni anak tangga.
"Lu! Kau salah paham." Sehun berteriak namun Luhan tak menggubrisnya dan semakin mempercepat larinya. Sehun pun belari menyusul Luhan dan meninggalkan BaekSoo berdua. Kyungsoo menatap Baekhyun cengo.
"A‒apa y‒yang kalian lakukan tadi?" Baekhyun yang matanya masih sembab, kini menghasilkan liquid bening lagi. Urat kakinya serasa lemah untuk menopang tubuhnya. Ia berjongkok dan menutupi wajahnya. Menangis lebih keras dari yang tadi, membuat Kyungsoo gelagapan dan segera menghampiri Baekhyun serta memberikan pelukan penenang. Dia yakin, Baekhyun pasti punya alasan telah melakukan hal itu dengan Sehun. Baekhyun tak mungkin menyakiti kakaknya.
"Hiks‒‒apa yang telah kulakukan, Kyungsoo‒ya. Apa yang telah kulakukan pada hyungku. Hiks. Aku telah menyakiti Luhan hyung. Hiks."
.
"Eung, Sehun‒ah, aku ingin mengatakan sesuatu."
"Apa?"
"Se‒sebenarnya, aku menyukai‒ah tidak, aku mencintaimu dari dulu. Bahkan sebelum kau dijodohkan dengan Luhan hyung."
"A‒apa?"
"Maafkan aku. Aku hanya ingin mengatakannya. A‒aku tak ingin kau membalasnya. Aku tahu kau sudah mencintai hyungku. Maafkan aku, Sehun‒ah. Aku hanya tak ingin memendamnya semakin lama. Aku tak memaksamu. Kau milik hyungku sekarang."
"Maaf."
"Tidak apa‒apa. Aku tahu. Bolehkah aku meminta sesuatu? Aku berjanji itu akan menjadi hal terakhir sebelum aku melupakan perasaanku."
"Baiklah. Apa itu?"
"Cium aku…"
Brakk
Luhan membuka paksa pintu rumahnya dengan kasar, menyebabkan beberapa maid di dalam rumahnya kaget dan menatap bingung kedua tuan rumah mereka. Luhan yang berada di depan, berjalan tergesa dan terlihat tengah marah sedangkan Sehun mengikutinya dari belakang, mencoba berbicara dengan sang istri yang justru mengabaikannya sedari tadi.
"Lu, kau harus mendengarkan penjelasanku …" Sehun mencengkeram lengan Luhan hingga pemuda cantik itu berbalik. Tatapan matanya tajam dan dingin membuat Sehun frustasi. Luhan menghempaskan tangannya hingga tautan tangan Sehun terlepas. Tangan Luhan kini terlipat di depan dada dan menunggu kata‒kata dari Sehun. "Aku hanya mencoba menenangkan Baekhyun, Lu."
"Dengan menciumnya?"
"Lu—"
"Kau anggap apa aku selama ini? Jangan hanya karena pernikahan ini tanpa ada rasa cinta lantas kau seenaknya sendiri Oh Sehun! Kau pikir aku tidak sakit melihat suamiku berciuman dengan adikku sendiri? Dan bagusnya kalian terlihat sangat menikmatinya." Sehun mendesah pelan. Ia mencengkeram kedua pundak Luhan, menatap kedua iris Luhan, mencoba menerobos ke dalam matanya, berusaha meyakinkannya kalau Sehun tak memiliki perasaan apapun pada Baekhyun. Namun hanya ada tatapan kosong nan dingin milik Luhan.
"Kau salah, Lu. Aku tidak menikmatinya. Kau harusnya mendengarkan penjelasanku dulu." Luhan menepis kedua tangan Sehun di pundaknya.
"Simpan kebohonganmu itu, Sehun‒sshi. Seharusnya kalian berdua mengatakan padaku jika kalian saling mencintai. Tak perlu mempermainkanku seperti ini. Ini sama sekali tidak lucu." Sehun ingin membuka mulutnya, namun Luhan sudah terlebih dulu memasuki kamar mereka dan menguncinya dari dalam. Sehun mangacak rambutnya frustasi. Harusnya dia menolak permintaan Baekhyun. Kenapa dia bisa seceroboh ini? Sehun memilih menuruni tangga untuk mengambil minuman. Baru saja ia ingin berjalan kearah dapur, seorang maid memberikan amplop padanya.
"Apa ini?" Sehun bertanya.
"Ini surat dari Tuan Muda Baekhyun." Mata Sehun melebar. Ia membolak ‒ balikkan surat itu dengan ragu, dan kembali menatap maidnya.
"Lalu dimana dia?"
"Dia sudah pergi lima menit yang lalu. Katanya dia tak ingin menganggu kalian. Apalagi suara teriakan Tuan Luhan tadi terdengar sampai ruang tamu." Lagi‒lagi Sehun hanya dapat mendesah kecewa. Seharusnya tadi ia membawa Baekhyun untuk menjelaskan semua pada Luhan. Ia yakin kalau Luhan pasti akan mendengarkan penjelasan dari adik kesayangannya itu. Mengingat ini pertama kalinya mereka bertengkar hebat.
"Baiklah, terima kasih noona." Sang maid pun bergegas kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam bersama maid lainnya. Dengan rasa penasaran, Sehun membuka surat itu. Matanya membaca tiap detail isi surat itu, dan mendesah kembali. Baekhyun memintaku untuk mempertemukannya dengan Luhan, besok siang? Bagaimana ini, bahkan berbicara denganku saja dia tak mau.
.
Sehun‒ah, maaf.. aku hanya memberikan surat singkat ini.
Aku tadinya ingin menemui Luhan hyung dan menjelaskan semuanya, tapi aku mendengar suara kalian berdua tengah bertengkar. Nyaliku menciut. Aku belum berani bertatap muka dengan Luhan hyung. Aku minta maaf atas semua kesalahpahaman ini. Besok aku akan berbicara dengan hyung. Istirahat siang tolong ajak hyung ke taman sekolah. Maaf merepotkanmu….
Baekhyun.
Confession © ChanBaek
Helaan nafas berulang kali keluar dari mulutnya. Setelah pulang dari rumah HunHan, ia memilih berjalan kaki untuk sampai rumahnya. Butuh waktu sekitar satu jam dengan berjalan kaki. Baekhyun sengaja tidak pulang ke rumah Chanyeol. Dia belum siap melihat Chanyeol, ia butuh sedikit ketenangan sekarang. Ia memukul kepalanya saat teringat kecerobohannya tadi. Saat di atap tadi, bagaimana bisa dia dengan mudahnya mengungkapkan perasaannya pada Sehun, sedangkan dia sendiri tidak yakin apa perasaan itu masih ada. Dia hanya kesal saat itu. Dia hanya ingin meluapkan semua perasaan kecewanya. Ia juga meruntuki perasaan kalutnya setelah memergoki Chanyeol tadi. Sekarang dia merasa kalau Sehun sudah menjadi pelampiasaannya. Dia butuh sandaran, tapi kenapa dia bisa seceroboh itu? Dan Luhan, Oh Tuhan…Baekhyun ingin mati saja.
"Apa yang telah kulakukan?" Matanya kembali memanas.
Chanyeol…nama itu benar‒benar telah membuatnya merasa berbeda. Dia merasa seperti bukan dirinya sendiri. Kenapa hanya karena rasa kecewa itu membuatnya tidak bisa melakukan hal dengan benar? Kenapa Chanyeol membuatnya seperti ini? Seharusnya dia sadar, Chanyeol memang tak memiliki perasaan lebih padanya. Kenapa dia mengharapkannya? Bukankah dari awal hubungan mereka bukan berdasarkan perasaan? Chanyeol hanya sedang membutuhkannya, kan? Dan kini, Chanyeol sudah bosan dengannya. Ia menghela nafas. Kenapa dadanya bertambah sesak setiap mengingat pemuda jangkung itu?
"Apa yang harus aku lakukan?" Ia berhenti sejenak. Berjalan tanpa arah tak urung membuatnya lelah. Lelah secara fisik, dan lelah secara batin. Ia duduk di salah satu kursi di pinggir jalan dan mendongak menatap langit malam. "Apa Chanyeol sudah memaafkanku?" gumamnya kecil. "Hah, seharusnya aku sadar kalau hubungan ini hanyalah syarat agar Chanyeol memaafkanku. Kenapa aku sampai melupakan itu? Yejin‒ah, apa Chanyeol sudah memaafkanku? Apa aku sekarang sudah boleh pergi? Kenapa kau tidak membawaku bersamamu, hum? Aku bersedia menemanimu. Sebagai sahabatmu…" Tak terasa satu liquid menetes di pipi kanannya.
"Harusnya kau membiarkan aku mati. Aku sangat berharap penyakit itu datang kembali. Aku ingin pergi. Aku lelah…"
Pukk.
"Eh?" Baekhyun menoleh dan mendapati seseorang tengah duduk di sampingnya. Seseorang yang asing dan tak pernah dilihatnya sebelumnya. Sosoknya mengingatkannya pada Chanyeol. Pemuda tinggi itu meminum sodanya setelah memberikan satu kaleng soda pada Baekhyun. Baekhyun sendiri masih sibuk memandangi sosok itu. Tiba‒tiba sosok itu menatapnya, membuat Baekhyun gelapan dan langsung menghapus lelehan airmata di wajahnya. Sosok itu pun kembali menenggak sodanya.
"Banyak sekali orang diluaran sana yang kurang beruntung, yang sakit keras atau cacat menginginkan hidup lebih lama agar bisa terus bersama orang‒orang yang dikasihinya. Namun kenapa ada juga yang ingin mengakhiri hidupnya sementara orang itu lebih beruntung dari mereka?" Pemuda itu bergumam tanpa memandang Baekhyun. Baekhyun menyerngit heran. Apa orang di sampingnya ini mendengar keluh kesahnya tadi? Sibuk dengan pemikirannya, Baekhyun bahkan tidak sadar kalau orang itu kini menatapnya kembali. "Aku Kris, kau?" Pemuda berambut pirang itu mengulurkan tangannya pada Baekhyun. Dengan ragu, Baekhyun membalas uluran tangan itu.
"Aku Baekhyun." Pemuda tinggi itu tersenyum kecil.
"Maaf, aku tak sengaja mendengarkan keluhanmu tadi. Aku hanya heran, kenapa ada anak kecil sepertimu merenung sendirian disini dan berbicara tentang kematian?" Baekhyun memandang pemuda itu tidak suka. Tahu apa pemuda ini tentangnya. Bahkan mereka baru bertemu lima menit yang lalu.
"Aku bukan anak kecil, kau tidak lihat aku menggunakan seragam SMA?" Kris, pemuda itu, terkekeh pelan. Tangan Kris terangkat dan mengusak rambut Baekhyun. Bagi yang tidak mengenal mereka, pasti mengira kalau mereka teman dekat. Terlihat dari pelakukan Kris yang seenaknya sendiri. "Apa‒apaan kau ini. Tidak sopan!" Baekhyun mengerucutkan sedikit bibirnya, membuat Kris gemas.
"Tingkahmu seperti adikku ketika merajuk. Sayangnya itu sudah lama sekali."
"Tapi aku bukan adikmu. Dan lagi, kau sedang curhat padaku?" Baekhyun melotot pada Kris sembari memperbaiki keadaan rambutnya yang berantakan. Kris tertawa lagi.
"Hey, seragammu sepertinya sama dengan seragam adikku. Kau bersekolah di Sekolah khusus lelaki?" Baekhyun hanya mengangguk ‒ anggukan kepalanya. "Apa kau kenal dengan Park Chanyeol? Dia itu adikku. Aku rasa dia sangat terkenal di sekolahnya." Baekhyun tersedak ludahnya setelah mendengar nama Chanyeol meluncur dari bibir Kris. Kris hanya menatapnya heran. Kenapa reaksinya berlebihan begitu?
"C‒Chanyeol?" Kris mengangguk. "Tapi, bukankah Chanyeol hanya memiliki noona?"
"Ah, aku anak angkat keluarga Park. Aku lebih muda dari Yoora. Selama ini mungkin tidak ada yang tahu karena aku tinggal di Kanada, mengurusi perusahaan keluarga Park disana." Baekhyun berusaha bersikap tenang. Ternyata banyak sekali yang belum dia ketahui dari Chanyeol. Hh, kau memang bukan orang penting Baekhyun. Berhentilah bermimpi. "Sepertinya kau sangat mengenal Chanyeol."
"Y‒yeah, sedikit. Aku…aku orang yang mendapat donor jantung dari Yejin. Kekasih Chanyeol." Kris tersentak mendengar ucapan Baekhyun. Sungguh, ini kebetulan yang diluar dugaan. Kris tahu betul kalau Chanyeol tengah mencari orang yang mendapat donor jantung itu. Tapi dia tak menyangka kalau pemuda manis ini adalah orangnya.
"Waw, ini sungguh kebetulan yang luar biasa. Jadi, kau orangnya ya.." Kris tertawa kecil, tawa yang sedikit dipaksakan. "Apa Chanyeol melakukan sesuatu padamu?" Baekhyun mengangguk ragu. Dia menatap Kris dengan pandangan sendunya.
"Apa aku bisa percaya padamu, err..Kris hyung?" Kris lagi‒lagi mengusap rambut Baekhyun dan mengangguk pelan.
"Katakanlah. Aku mengetahui sedikit masalah itu. Jadi, kau bisa percaya padaku. Mungkin saja aku bisa membantumu." Dan Baekhyun pun menceritakan semuanya. Pertemuannya dengan Yejin, kelakuan Chanyeol yang selalu membullynya di sekolah sampai sikap Chanyeol yang berubah dan memintanya menjadi pengganti Yejin. Perlakuan istimewa dari Chanyeol beberapa bulan ini dan yang terakhir adalah kejadian di ruang musik, dimana Chanyeol tengah berciuman dengan salah satu sunbaenya. Kris sedikit kaget mendengar cerita akhir Baekhyun. Kenapa Chanyeol seolah tengah menyiksa Baekhyun secara perlahan? Bagaimana mungkin Chanyeol membullynya lalu menjadikannya kekasih dengan seenaknya, dan berciuman dengan orang lain? Bukankah ini keterlaluan? Pemuda itu sungguh tak mengerti jalan pikiran Chanyeol.
"Jangan ceritakan ini pada Chanyeol, hyung. Aku mohon. Aku sangat mempercayaimu…"
"Tenanglah, aku tak mungkin menceritakan masalah ini pada anak itu." Kris tersenyum lagi dan menepuk pundak Baekhyun. "Baekhyun‒ah, jika kau ada masalah lagi, ceritakanlah padaku. Aku pasti akan mendengarkanmu. Kalau kau membutuhkanku, aku akan selalu ada. Jangan ragu. Anggap saja aku ini hyungmu." Baekhyun tersenyum. Ia sangat beruntung bertemu dengan sosok Kris. Sepertinya Tuhan sangat menyayanginya, saat tidak ada tempat untuk bersandar, Tuhan mempertemukannya dengan Kris. Walau Kris adalah kakak angkat Chanyeol, namun Baekhyun bisa melihat ada kesungguhan di matanya. Kris pasti mau menjadi sahabatnya.
"Terima kasih, hyung."
"Hn, nah..sekarang sebaiknya kau pulang. Ini sudah sangat malam. Orang tuamu pasti mengkhawatirkanmu. Aku akan mengantarmu." Baekhyun akhirnya setuju dan mengikuti kemana Kris membawanya. Dia sendiri juga bingung, semudah itukah ia mempercayai seseorang? Semoga pilihan Baekhyun memang tepat, semoga Kris memang bisa dipercaya. Dalam sudut hatinya, Baekhyun dapat merasakan kelegaan.
Confession © ChanBaek
Kai menatap heran pada Kyungsoo yang tengah melamun sedari tadi. Bahkan makanan di depannya tak diliriknya. Pemuda bermata doe itu justru memainkan sumpitnya tanpa berniat memakan makanannya. Kai mendesah kecewa. Seharusnya kencan mereka akan menyenangkan sekarang, tapi kenapa Kyungsoo seolah tak menikmatinya? Ia menghentikan aksi makannya dan menatap Kyungsoo.
"Kyungsoo?" Pemuda kecil itu tak bergeming. "Do Kyungsoo." panggilnya lagi. "Oh god, Kim Kyungsoo?!" Kyungsoo langsung tersadar dari lamunannya. Ia menatap Kai kesal. Hell, siapa juga yang mau marganya dirubah seenaknya seperti itu. Bahkan marga aslinya jauh lebih baik dari marga Kai.
"Jangan seenakmu, Kai!" omelnya.
"Kau mengacuhkanku dari tadi." Kai pun bersungut kesal. "Seharusnya kau memasang wajah bahagia atau setidaknya tersenyumlah. Kita sedang berkencan Kyungsoo, bukan sedang rapat perusahaan. Kenapa kau memasang wajah berpikir seperti itu?" Kyungsoo menghela nafas. Kai menyebalkan juga, pikirnya.
"Kau itu bodoh atau apa? Kau tidak peka sekali, huh. Bagaimana mungkin kau bisa santai sementara Baekhyun mungkin tengah menangis sekarang. Demi Tuhan, Jongin. Sahabatmu dalam masalah sedangkan kau dengan santainya makan enak seperti ini?" Dagu Kai langsung terjatuh. Menganga selebar ‒ lebarnya. Bagaimana mungkin Kyungsoo bisa masuk mode ibu‒ibu dengan tiba‒tiba seperti itu? Oh bagus, mereka terlihat seperti suami istri yang tengah bertengkar sekarang.
"Oke, maafkan aku." Kai meletakkan sumpitnya perlahan. "Lalu, kau mau aku melakukan apa?"
"Entahlah. Aku masih berpikir. Aku tahu kalau Baekhyun itu menyukai Sehun, tapi aku tidak tahu kalau hubungan mereka begitu rumit. Selama ini Baekhyun tak pernah cerita padaku. Dia hanya bilang kalau dia menyukai Sehun. Tapi…kenapa kemarin mereka bisa berciuman di atap?"
"A‒apa? Berciuman? Baekhyun dan Sehun?" Kyungsoo mengangguk. "Apa mungkin ini ada hubungannya dengan pertengkaran Chanyeol dan Sehun? Karena Chanyeol mengatakan hal aneh padaku." Kyungsoo mengerjap lucu sebelum akhirnya mendekatkan wajahnya pada Kai. Menatapnya dengan pandangan ingin tahunya. Kai berdehem kecil, ia sempat gugup sesaat sebelum mulai menceritakan kejadian di ruang musik. "Jadi, Chanyeol berciuman dengan Key secara sengaja, lalu Baekhyun melihatnya. Sehun yang tahu itu langsung memukul Chanyeol."
"Chanyeol menceritakannya padamu? Bagaimana bisa‒‒"
"Diamlah, tunggu aku selesai bicara." Kyungsoo langsung mengatupkan mulutnya rapat‒rapat. "Nah, aku juga tidak tahu kenapa Chanyeol bercerita padaku. Aku rasa dia membutuhkan sandaran karena dia juga terlihat sangat frustasi." Kai meneguk air putih di sampingnya. Menjilat bibir bawahnya sebelum kembali cerita. "Sebenarnya, Chanyeol melakukan itu semua karena Baekhyun. Dia sengaja berciuman panas dengan Key untuk menunjukkan pada Baekhyun kalau dirinya itu masih Chanyeol yang brengsek. Dia tak mau kalau Baekhyun mencintainya. Dia sadar betul, pelakuan manisnya, pelakuan 'penebus rasa bersalah'nya itu membuat Baekhyun menyimpan perasaan padanya. Mengingat dirinya yang dulunya playboy, takkan sulit bagi Chanyeol untuk tahu sikap‒sikap orang yang sedang jatuh cinta. Saat Chanyeol menyadari itu, dia makin merasa bersalah. Chanyeol pun berusaha untuk menghentikan semuanya, dengan cara membuat Baekhyun membencinya." jelas Kai panjang lebar membuat Kyungsoo menganga setelahnya.
"Aku rasa…apa yang dilakukan Chanyeol itu salah besar." Kai mengangguk mengiyakan.
"Aku juga berpikir seperti itu. Chanyeol memintaku untuk menjaga Baekhyun. Aku rasa, hubungan mereka akan semakin buruk sekarang."
"Aku rasa, mereka saling mencintai, Kai. Mereka hanya sama‒sama tak mau mengakuinya dan sama‒sama menolak kehadiran perasaan itu. Tak mungkin Chanyeol melakukan itu kalau dia juga tak mencintai Baekhyun. Hah, apa dengan begini mereka pikir semua akan baik‒baik saja?" Kyungsoo menggebrak mejanya membuat beberapa pasang mata di restaurant itu menatap mereka heran. Ah, betapa malunya Kai sekarang. "Mereka salah besar jika berpikir seperti itu. Apa pun yang terjadi, kita harus meluruskan semuanya."
"Jangan dalam waktu dekat ini. Biarkan mereka berpikir dulu. Lagipula Baekhyun masih bermasalah dengan Luhan hyung, kan?" Kyungsoo menghela nafas.
"Ah, kau benar."
"Lalu kau sendiri bagaimana… apa kau sudah tak mencintai Chanyeol?"
"Memangnya aku pernah menyukai dia?" Kyungsoo bertanya balik dengan santainya. Tangannya tampak mengambil beberapa daging panggang dan melahapnya. Kai masih menatapnya seolah meminta penjelasan lebih. "Hhh‒‒aku pasti sudah sangat mencintainya kalau saja tidak bertemu pemuda sok tampan yang menabrakku di jalan waktu itu." Mendengar jawaban Kyungsoo, Kai tersenyum lebar. Kyungsoo menghentikan suapannya saat menyadari ucapannya yang terdengar seperti pengakuan itu.
"Jadi, kau sudah menyukaiku sejak lama ya?" Kai bertanya dengan nada menggoda. Membuat wajah Kyungsoo perlahan mulai dihiasi rona merah muda.
"S‒siapa yang menyukaimu?!"
"Oh, kau tidak menyukaiku? Hah, padahal aku sangat menyukai‒‒ah tidak, sangat mencintaimu." Mata bulat Kyungsoo melebar.
"A‒apa?"
"Sayang sekali kalau kau tidak menyukaiku juga…" ucap Kai dengan nada yang terdengar kecewa, membuat Kyungsoo langsung panik. "Tahu begini aku tidak usah mengajakmu berkenc‒‒"
"Tidak!" Kyungsoo berteriak dengan wajah yang memerah. "A‒aku menyukai‒‒ah maksudku aku juga mencintaimu, Kai." balasnya lirih. Bahkan hanya cicitan kecil yang hampir tak terdengar kalau saja Kai tidak menajamkan telinganya. Kai tersenyum lebar dan mengusak rambut Kyungsoo.
"Aku tahu. Terima kasih."
"K‒kau mengerjaiku?"
"Mungkin."
"YAAA KIM JONGIN!"
Confession © ChanBaek
"Ah, eomma dan appa tidak ada ya? Jadi mereka berangkat ke Swiss pagi ini?" Baekhyun mendesah kecewa. Ia pikir kepergiaannya kemarin malam akan membuat orang tuanya khawatir dan mencarinya. Namun seperti semua itu hanya mimpinya saja, toh kedua orang tuanya justru berangkat ke Swiss dan tak mencarinya sama sekali.
"Iya, Tuan muda. Apa tuan muda Luhan tidak memberi tahu anda? Ah, Nyonya bilang kalau Tuan Muda sudah pulang, Tuan harus menghubunginya. Nyonya sangat khawatir, Tuan." Baekhyun hanya mengangguk mengiyakan. Setelah sang maidberlalu, ia berjalan lunglai menuju kamarnya di lantai dua. Khawatir? Tapi kenapa mereka tak menghubunginya? Baekhyun rasa kemarin dia tak mematikan ponselnya. Hh, atau mungkin memang ponselnya mati. Entahlah.
Cklek.
"Kamarku, aku merindukan kalian…" ucapnya yang entah pada siapa. Baekhyun mengedarkan pandangannya ke segala sudut kamarnya sampai menemukan sebuah buku tebal sekitar 400 halaman dengan sampul putih bertuliskan 'True Love' berada di atas meja belajarnya. Lagi‒lagi sesak menderanya. Buku itu, novel yang Chanyeol berikan padanya. Berisi tentang ratusan kisah cinta nyata. Entah kenapa Chanyeol memberikan buku itu padanya. Baekhyun ingat, ia belum membaca semuanya. Dia hanya membaca sebagian kecil yang bahkan tak diingat jelas oleh otaknya.
"Mungkin aku harus mencoba untuk membacanya."
Baekhyun memilih bergegas ke kamar mandi, membersihkan diri sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menghayati isi dalam novel itu. Mungkin saja dia tersentuh? Yeah, berharaplah kau takkan menangis hebat seperti yang biasa wanita‒wanita itu lakukan. Kau laki‒laki, ingat? Baekhyun mengambil novel itu dan membawanya ke atas ranjangnya. Ia bersandar pada kepala ranjang dan meletakkan buku itu di depannya. Membuka sekiranya yang menarik.
Baekhyun tersenyum karena beberapa halaman di depan buku itu mengisahkan tentang cinta yang terbalaskan. Yeah, bisa dikatakan happy ending. Namun setelah membaca semakin kebelakang, kisah‒kisah di dalamnya mengandung tentang one side love, cinta tak direstui, dan kematian. Semuanya hampir saja membuat ia menangis. Dan di halaman tengah, ada gambar dua orang lelaki tengah saling berpelukan, namun mereka menangis. Walau dalam mode sketsa, namun Baekhyun bisa melihat dengan jelas kesedihan di dalamnya. Dan Baekhyun memutuskan untuk membacanya.
Disana, diceritakan tentang seorang bernama Kyuhyun, dia menceritakan tentang kisahnya bersama kekasihnya, Sungmin. Permasalahan dalam cerita itu adalah gay, keluarga, dan masalah rumit lainnya. Halamannya pun lebih tebal dari kisah lainnya. Dalam cerita itu Sungmin adalah orang yang sangat dibenci Kyuhyun. Suatu saat Kyuhyun tahu kalau Sungmin menyukainya, namun dengan teganya ia mempermainkan perasaan Sungmin. Berpura‒pura mencintai Sungmin, namun ternyata Sungmin hanyalah bahan taruhannya. Sungmin yang awalnya belum tahu kalau ia hanyalah bahan taruhan harus menerima sakit karena Kyuhyun dengan seenaknya berciuman dan bercinta dengan semua wanita di depannya. Bahkan Kyuhyun memutuskannya dan mempermalukannya di depan umum. 'Asal kau tahu saja, wajah cantikmu itu takkan membuatku luluh. Kau itu hanya sampah. Gay itu sampah. Kau pantas menjadi mainan pria‒pria penggila seks diluaran sana' dan dengan itu Sungmin menghilang dari hidupnya.
Dan suatu ketika, Sungmin harus merasakan sakit kembali karena ia bertemu Kyuhyun. Namun kali ini semua keadaan tambah rumit. Kyuhyun menikah dengan adik perempuannya. Mereka tinggal satu atap, dan tanpa sepengetahuan adiknya, Kyuhyun berulang kali menyetubuhinya secara paksa, yeah…memperkosanya. Sungmin frustasi, apalagi saat adiknya tahu kalau Sungmin tidur dengan Kyuhyun. Bukannya membelanya, adiknya justru mengadukannya pada orang tua mereka dan Sungmin diusir setelahnya. Entah ia tinggal dimana, dengan siapa dan bagaimana kehidupannya sekarang, tak ada yang tahu. Kyuhyun mulai frustasi. Ia merindukan sosok Sungmin, disitu ia sadar kalau ia mencintainya. Kyuhyun memutuskan untuk mencarinya, namun tak pernah menemukannya. Sampai suatu ketika, dia mendapat kabar kalau Lee Sungmin telah tiada. Hidup terlunta‒lunta di jalanan membuatnya rapuh. Ia mati mengenaskan dengan cara bunuh diri, menabrakkan dirinya pada kereta. Dan Kyuhyun menyesali semuanya. Ia menceraikan istrinya dan memilih hidup menyendiri, memilih untuk mencintai Sungmin sampai akhir hayatnya.
"Oh sial, kenapa aku menangis." Baekhyun terisak kecil sebelum akhirnya menutup buku itu. Ia membaliknya beberapa halaman buku itu, masih dengan lelehan air mata haru. Ia berhenti membalik ketika matanya menemukan sesuatu yang menarik.
'Lawan dari cinta bukanlah benci, melainkan rasa ketidakpedulian. Itulah mengapa cinta dan benci hanya berbeda tipis. Kita bisa membenci semudah kita mencintainya, dan kita bisa mencintai sekeras kita membencinya." –Robert fulghum
"Apa maksudnya? Ah apa mungkin begini, jika kita tak mempedulikan orang itu, berarti kita tak mencintainya. Atau jika kita tak peduli makan perasaan itu (entah benci atau cinta) akan menghilang. Begitukah?" monolognya pada diri sendiri. 'Apa jika aku mengabaikan Chanyeol, perasaan ini akan menghilang? Tapi ini sangat sulit. Aku bertemu dengannya setiap saat. Bagaimana caranya menghilangkan perasaan ini, Chanyeol?' Baekhyun mendesah kecewa. Ia tak begitu paham akan kata‒kata dalam novel itu. Matanya melirik jam di nakasnya dan kaget saat angka telah menunjukkan jam 1 dini hari. Dia membaca sampai lupa waktu. Bahkan ia lupa untuk menghubungi ibunya. Saat ia memutuskan untuk tidur, ia mendengar suara gebrakan keras dari arah pintu depan.
"Eungh, siapa malam‒malam kesini? Kenapa tak ada yang membuka pintunya?" Akhirnya dengan rasa kantuk yang teramat sangat, Baekhyun melangkah menuju pintu utama. Suaranya ketokan ‒atau mungkin gebrakan pintu makin terdengar jelas. Saat seorang maid akan membuka pintu, Baekhyun menyuruhnya untuk kembali beristirahat. Maid itu pun pergi dan membiarkan tuannya membuka pintunya. Mungkin itu Luhan hyung, pikirnya.
Cklek
Brugh.
"Astaga, Chanyeol?!" Badan Chanyeol limbung kearahnya dan hampir saja membuatnya ikut terjatuh kalau ia tidak sigap memapahnya. Chanyeol tampak mengigau tidak jelas. Raut wajahnya sayu dan bau alkohol memenuhi penciuman Baekhyun. Badan Chanyeol basah dan berkeringat. Baekhyun bahkan dapat merasakan suhu tubuh Chanyeol yang sangat tinggi. "Chanyeol, kau mabuk di saat demam tinggi seperti ini?" Baekhyun mengerang pelan saat tubuh Chanyeol terasa makin berat.
"Baekhh—huks—hyun‒ah." Chanyeol mengusap pipi Baekhyun dan turun kearah bibirnya. Sungguh, detakan jantung Baekhyun menggila saat Chanyeol berusaha meraih bibirnya. Tubuhnya menegang saat bibir Chanyeol hanya berhasil mengenai sudut bibirnya. Namun Baekhyun berusaha mengabaikannya. Chanyeol hanya mabuk, pikirnya. Dengan susah payah ia membawa tubuh jangkung Chanyeol ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuh Chanyeol ke ranjangnya. Sungguh, Chanyeol itu raksasa, Baekhyun kewalahan memapahnya. Ia bergegas mengambil baskom berisi air hangat dan handuk kecil. Ia juga menyiapkan pakaian yang dirasanya pas untuk Chanyeol. Dengan tangan bergetar, Baekhyun melepaskan sepatu dan kaos kaki Chanyeol. Ia melepaskan jaket kulit Chanyeol. Kali ini ia harus melepaskan baju Chanyeol. Saat tangannya melepaskan kancing kemeja Chanyeol, dengan cepat tangan Chanyeol meraih tangannya. Mengenggamnya erat dan hangat.
"Yejin‒ah."
Deg
Bagai tertampar telak, entah mengapa mata Baekhyun mulai memanas dan liquid mulai mengenangi pelupuk matanya. Pergerakan tangannya yang semula meronta di genggaman Chanyeol, sekarang terdiam.
"Aku bukan Yejin, Chanyeol‒ah." lirihnya. Chanyeol tersenyum aneh dan menarik tengkuk Baekhyun hingga hidung mereka bersentuhan.
"Aku—huks—merindukanmu, Yejin." Cukup, Baekhyun benar‒benar sakit mendengarnya. Kenapa Yejin? Dia bukan Yejin. Apa yang membuat Chanyeol menganggapnya sebagai Yejin? Tangan Chanyeol tergerak dan mengelus pipi Baekhyun yang sedikit basah. "Kau menangis? Kenapa kau menangis hum? —Huks. Apa karena aku menyakiti saudara kembarmu itu?" rancaunya semakin tidak jelas.
Saudara kembar? Kenapa Baekhyun tak pernah tahu kalau Yejin itu mempunyai saudara kembar? Saat Baekhyun sibuk dengan pemikirannya, Chanyeol mencium ujung hidungnya. Ia dapat merasakan rasa asin dari airmata Baekhyun. Ia menarik pinggang Baekhyun, hingga pemuda itu berada di pelukannya.
"Kenapa kau masih —huks— menangis? Apa karena perasaan bodohku ini?" Chanyeol menepuk ‒ nepuk dadanya kesal dan dengan sigap Baekhyun menggenggam tangannya, membuat Chanyeol tersenyum kecil. Ia membelai rambut Baekhyun dan mencium kepalanya berkali ‒ kali. "Maafkan aku‒‒huks‒‒Yejin‒ah. Aku tidak bisa menjaga perasaanku padamu. Huks. Maafkan aku‒‒aku mencintai saudara kembarmu itu." Ucapnya dengan suara berat dan lirih. Baekhyun terkesiap. Jadi Chanyeol telah mencintai seseorang? Dan orang itu adalah kembaran Yejin?
"C‒Chanyeol‒ah…"
"Aku bodoh —huks— aku tidak tahu kenapa aku bisa jatuh padanya. Dia… benar‒benar membuatku gila."
"Tidak, hentikan Chanyeol."
"Maaf Yejin. Aku sudah berusaha —huks— mengabaikan perasaan ini. Tapi aku sakit. Aku tidak bisa menahannya. Sakit sekali sampai aku ingin mati saja dan menyusulmu kesana."
"Chanyeol—"
"Aku mencintaimu, Yejin‒ah…" Dan kalimat itu menjadi kalimat terakhir sebelum Chanyeol pingsan. Meninggalkan seorang pemuda kecil yang terisak di dalam dekapannya. Dengan perlahan Baekhyun melepaskan pelukan Chanyeol, menggeser tubuhnya hingga jatuh di sisi ranjangnya. Menangisi dirinya yang begitu menyedihkan.
Confession © ChanBaek
"Eungh~" Chanyeol terbangun dengan rasa sakit yang luar biasa di kepalanya. Ia mencoba bangun walau rasanya matanya sangat berat. Masih dengan tangan yang memegangi kepalanya, ia mengedarkan pandangannya ke sekitarnya. Ini bukan kamarnya. Dia berada di tempat asing. Matanya menangkap sosok mungil yang tengah tertidur di samping tempat tidur, melipat kedua tangannya sebagai tumpuan kepalanya. Sosok itu masih tertidur lelap. Chanyeol tidak bodoh untuk mengetahui kalau itu Baekhyun. Tampak jejak‒jejak airmata di pipinya. Ia sedikit heran, namun diabaikannya saja. Dia hanya berpikir bagaimana dia bisa sampai disini. Chanyeol meruntuki dirinya yang dengan mudahnya mabuk dan melupakan segala hal.
"Sakit sekali." Ia masih memijit pelipisnya sampai sebuah handuk kecil jatuh dari dahinya. "Eh? Aku semalam demam?" tanyanya entah pada siapa. Ia menyingkap selimutnya dan menemukan dirinya dengan balutan kaos berwarna biru laut, dari ukurannya sepertinya ini milik Luhan, dan dengan boxer hitam melekat di tubuhnya. "Wow, sepertinya kau melihat tubuhku, anak kecil." Chanyeol terkekeh membayang wajah memerah Baekhyun saat mengganti pakaiannya. Ia mengusap rambut Baekhyun hingga pemuda kecil itu menggeliat pelan. Chanyeol menarik kembali tangannya dan berpura ‒ pura melihat isi kamar Baekhyun.
"Eungh, kau sudah bangun?" tanya Baekhyun dengan suara serak khas bangun tidur.
"Kenapa aku bisa sampai disini?" Intonasi suara Chanyeol berubah menjadi dingin. Baekhyun yang menyadari itu hanya tersenyum miris.
"Kau sendiri yang mendatangi rumahku semalam." jawab Baekhyun dengan nada yang juga terdengar datar. Chanyeol yang mendengarnya sempat kaget, namun ia berhasil menyembunyikan ekspresinya itu dengan pokerfaceandalannya dulu.
"Oh..maaf. Sepertinya semalam aku lupa jalan pulang." Chanyeol menyingkap selimutnya dan berdiri di samping Baekhyun yang telah duduk tegak. Ia menatap Baekhyun sebentar kemudian melihat arlojinya. "Well, sepertinya kita harus bersekolah. Aku akan pulang sekarang. Terima kasih telah merawatku." Chanyeol mengambil jaket kulitnya, hendak pergi namun ia menyerngit heran karena jaketnya terasa berair.
"Sekedar informasi, semua pakaianmu telah basah. Entah kenapa, aku tidak tahu. Sepertinya kau mandi alkohol semalam." Baekhyun melipat kedua tangannya. Keduanya saling melempar tatapan dingin. Baekhun sendiri tidak tahu kenapa dia bisa bersikap seperti ini. Dia hanya terlalu lelah dengan semuanya. Semuanya terlalu menyakitkan. "Kau tinggalkan saja. Aku akan mengembalikannya besok, Chanyeol‒sshi." Chanyeol dapat merasakan jantungnya berdenyut sakit saat Baekhyun memanggilnya dengan nada formal. Seperti asing di telinganya. Bukan panggilan hangat seperti biasanya.
"Baiklah. Aku akan meninggalkannya." Ia meletakkan kembali jaketnya. "Kau ingin aku menjemputmu?"
"Tidak. Terima kasih."
"Baiklah." Chanyeol baru saja ingin membuka pintu Baekhyun, sebelum pemuda mungil itu membuka suara kembali.
"Bukankah setelah kejadian kemarin kita sudah tidak ada hubungan lagi?"
Deg.
Chanyeol tak berkutik. Tangannya memegang knop pintu Baekhyun dengan kuat. Seolah tengah meremukkan tulang‒tulang baja. Baekhyun seperti benar‒benar membencinya sekarang. Chanyeol menyadari hal itu. Baiklah, jika itu keinginannya, sebaiknya mereka selesaikan semuanya sekarang juga. Lebih cepat lebih baik. Sebelum semua bertambah buruk.
"Kau benar." gumamnya. Chanyeol berbalik dan memberi pandangan menusuk pada Baekhyun. "Aku baru saja akan menyampaikannya padamu‒‒"
'Tidak, Chanyeol‒ah…'
"—aku memaafkanmu. Terima kasih sudah menjadi Yejin selama ini. Aku senang kau menuruti semua keinginanku. Jika kau ingin berakhir sekarang aku akan mengabulkannya. Mulai hari ini—"
'Jangan katakan itu, Chanyeol….'
"—kita tak pernah saling mengenal. Kita lupakan kejadian yang lalu. Dan—"
'Cukup, ini membuatku sakit...'
"—Mari kita menjalani hidup kita masing‒masing sebagai orang asing satu sama lain." Chanyeol menahan nafas saat mengatakan itu semua. Rasanya terlampau perih. Dia tak tahu kenapa perasaannya seperti. Dua bulan lebih kebersamaan mereka membuat perasaan yang sangat besar dan berpengaruh padanya.
"Baiklah, selamat tinggal... Park Chanyeol." lirih Baekhyun, menahan suaranya yang bergetar.
'Maafkan aku, Baekhyun‒ah…'
"Selamat tinggal, Byun Baekhyun." Chanyeol pun keluar dari dalam kamar Baekhyun. Bersamaan dengan punggung Chanyeol yang menghilang, tubuh Baekhyun merosot ke lantai yang dingin, ia menutupi wajahnya dan kembali menangis. Entah keberapa kalinya….
Baekhyun mulai menjalani harinya seperti biasa. Senyum tipis selalu terkembang di wajahnya. Yeah, mungkin beberapa diantara mereka yang menyadarinya, senyum itu... bukan dari hati. Bibirnya mungkin menggambarkan goresan tipis bernama senyum, namun jauh di lubuk hatinya, mungkin ia menangis. Baekhyun terlalu pintar menyembunyikan semuanya. Semua seolah kembali seperti saat ia belum merasakan perasaan itu. Kehidupannya yang damai, dan kewajiban sebagai ketua kelas yang sudah menantinya. Walau ada satu bagian kecil yang terasa kosong, lubang kecil yang masih meninggalkan rasa sesak di dalamnya. Namun, ia selalu mencoba mengabaikannya. Ini sudah menjadi pilihannya.
Baekhyun membawa bertumpuk−tumpuk buku di tangannya, masih sama seperti dulu. Ia menjalani tugas sebagai ketua kelas seperti hari−hari sebelumnya. Ia menghentikan langkahnya, saat matanya melihat Oh Sehun tengah berjalan kearahnya dengan wajah yang murung. Yeah, semua masalah memang belum sepenuhnya teratasi. Di hari Baekhyun ingin menemui Luhan di taman sekolah, pemuda yang sudah hidup bersamanya selama bertahun−tahun itu tak mau menemuinya. Bahkan Luhan masih mendiamkan Sehun sampai sekarang. Membuat perasaan bersalah makin menumpuk di hatinya. Pelan tapi pasti, Sehun melangkah kearahnya dan... melewatinya begitu saja. Baekhyun tertegun untuk beberapa detik. Mungkin Sehun memang tak menyadari kehadirannya, seolah semua permasalahannya begitu berat sampai ia melupakan keadaan sekitarnya. Baekhyun hanya mampu melihat punggung itu menjauh. Semakin kecil dan hilang ditelan jarak. Ia mendesah kecewa.
'Mianhae, Sehun−ah'
Ia kembali melangkahkan kakinya menuju tangga. Dikejauhan ia mendengar suara para sunbae yang sepertinya beramai – ramai ke kantin. Ia dapat melihat, salah satu diantara mereka adalah kakaknya, hyung kesayangannya.
"Oh hi, Baek!" sapa salah satu sunbaenim, bernama Yixing. Baekhyun tersenyum kecil dan sedikit melirik kearah hyungnya yang bahkan tak memperhatikannya. Ia terabaikan. Luhan justru sibuk membicarakan klub bola kesayangannya bersama Minseok. Baekhyun hanya mampu menunduk, membiarkan para sunbae itu melewatinya. Dan saat Luhan berada di depannya, ia menahan nafas. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Rasa bersalah sekaligus takut terlihat jelas di wajahnya. Namun, sekali lagi... Luhan tak meliriknya. Pergi berlalu seolah tak ada siapa pun disekitarnya. Baekhyun dapat merasakan dadanya berdenyut nyeri saat itu juga.
'Luhan hyung...'
Baekhyun memilih kembali berjalan, melupakan sejenak semua perasaan kecewanya. Suasana hatinya sedang buruk. Ia butuh istirahat. Tak lama terdengar kembali suara langkah kaki yang tergesa−gesa dari arah tangga. Baekhyun mengintip dari balik tumpukan bukunya. Matanya membulat saat menyadari anak−anak basket tengah berlarian kesana−kemari dengan mendribble bola. Oh sial! Ini tangga koridor, bukan lapangan basket! umpatnya dalam hati. Baekhyun terpojok dengan setumpuk buku yang bergoyang ditangannya. Anak−anak basket itu tak menggubris keadaannya, sibuk bercengkrama dan saling berkejaran dengan anak lainnya. Hingga tanpa ia sadari, seorang anak menyenggol bahunya hingga tumpukan buku yang ia bawa terjatuh dan tercecer di tangga dan lantai koridor.
"Astaga!" Baekhyun berlarian berusaha mengambil dan mengumpulkan semua buku itu, sampai sebuah lutut tak sengaja menabrak punggungnya dengan keras. Membuat Baekhyun yang sedang berjongkok, hampir saja terjerembab dari tangga kalau tidak ada tangan besar yang menarik pinggangnya. Baekhyun kini terduduk dengan nafas yang tak beraturan. Ia terlalu kaget dengan kejadian itu sampai jantungnya berdetak dengan ritme berat. Seseorang yang menariknya pun terduduk di belakangnya. Membuat posisi Baekhyun, berada diantara kaki jenjang pemuda di belakangnya. Ia memutar kepalanya, ingin berterima kasih pada orang itu, namun... "Ch−Chanyeol?" Pemuda tinggi yang berada di belakangnya hanya tersenyum tipis. Tipis sekali.
Chanyeol bergerak perlahan. Ia berdiri dan mulai memunguti buku−buku Baekhyun yang tercecer. Anak−anak basket tadi, entah kemana mereka, menghilang tertelan tembok mungkin. Baekhyun sendiri masih terpaku di tempatnya. Perasaannya mulai menghangat, seiring rasa rindu yang meluap−luap dalam hatinya. Sudah hampir seminggu mereka tak saling bertegur sapa. Bahkan Chanyeol menghilang selama lima hari tanpa alasan jelas. Darahnya berdesir hebat saat tanpa sengaja tangannya bersentuhan dengan jemari Chanyeol saat Chanyeol meletakkan semua buku itu di telapak tangannya. Sungguh, jika bisa... ia ingin memeluk pemuda jangkung itu dan mengatakan kalau dia sangat merindukannya. Tapi, bolehkah? Baekhyun, sadar, Chanyeol bahkan telah mencintai orang lain. Apa yang kau harapkan?
Chanyeol kembali tersenyum, walau senyum itu terlihat kaku dan penuh kesedihan. Baekhyun menyerngit, ada apa dengan Chanyeol? Kenapa ia tampak... bersedih? Pemuda tinggi itu menatapnya beberapa detik sampai akhirnya memberikan jarak diantara mereka.
"Lain kali berhati−hatilah, Baek." ucapnya lembut. Baekhyun tak dapat memungkiri, ia sangat sangat merindukan suara itu. Suara berat Chanyeol yang selalu memanggil namanya. Entah untuk memarahinya, meremehkannya, mencacinya ataupun menjelekkannya. Tak apa, ia masih tetap menyukai suara itu. Sekasar apapun ucapan Chanyeol, akan terdengar lembut di telinganya. Sedingin apapun tatapannya, ia masih bisa merasakan kehangatan di dalamnya. Ia merindukan Chanyeol. Chanyeol yang menyebutkan namanya, dan bukan Yejin. Semua berlalu begitu cepat. Ia pun tak sadar, satu liquid keluar dari pelupuknya. Bersamaan dengan hilangnya Chanyeol dari pandangannya.
Confession © ChanBaek
Jam istirahat pertama baru saja berbunyi. Baekhyun dengan cekatan membereskan semua peralatan sekolahnya dan memasukkannya ke dalam tasnya. Sumpah demi apapun dia masih canggung jika bertatap muka dengan Chanyeol lebih lama lagi. Walau ia sempat melirik kearah bangku Chanyeol dan mendapati pemiliknya tengah sibuk dengan buku catatannya, tetap saja ia merasa gugup. Namun Baekhyun terlihat menunggingkan senyum tipisnya, tipis sekali. Sedikit banyak, Chanyeol telah berubah. Ia tak pernah melewatkan pelajarannya lagi, dan dia selalu mengerjakan tugas−tugasnya. Terlihat seperti seorang yang sangat sibuk hingga melupakan keadaan disekitarnya. Tapi Baekhyun lega, setidaknya Chanyeol melakukan hal yang baik dan positif untuk dirinya sendiri. Ia juga berharap pemuda tinggi itu segera meninggalkan dunia malamnya itu.
"Baek, Kai sudah menunggu di kantin." Sentuhan di pundaknya membuat Baekhyun tersadar, ia menatap Kyungsoo dan mengangguk. Mereka berdua pun segera keluar dari kelasnya, tanpa menyadari bahwa pemuda tinggi tadi pun menunggingkan senyum simpul tanpa mengalihkan pandangannya dari buku di depannya.
'Aku tahu kau memperhatikanku, Byun Baekhyun...'
Baekhyun yang kini duduk di kantin tampak memiringkan kepalanya lucu. Ia mengetuk – ngetuk belahan bibirnya dengan sumpit, lalu memicingkan pandangannya pada dua orang di depannya. Hey, kenapa KaiSoo terlihat sangat mesra? Bahu kanan Kai menempel sempurna dengan bahu kiri Kyungsoo, menunjukkan kalau mereka sengaja duduk berdekatan –sangat sangat dekat. Dan saat Kyungsoo ingin menyuapkan makanan ke mulutnya, Kai akan langsung menarik tangan Kyungsoo dan memasukkan makanan tadi ke dalam mulutnya tanpa ada protes dari Kyungsoo. Yang ada, pemuda bermata bulat itu justru tersenyum manis. Sejenak Baekhyun berpikir, mereka makan berdua dengan sangat nyaman seolah di kantin hanya ada mereka saja. Apa disini Baekhyun hanya dianggap vas bunga saja? Dunia serasa milik mereka berdua lah.
"Kalian terlihat semakin dekat. Apa ada yang kulewatkan?"
"Kami sudah jadian." jawab Kai santai, sedangkan Kyungsoo sudah mulai merona. Mendengar jawaban dari Kai, wajah Baekhyun tiba−tiba saja berbinar layaknya menerima se−truk ice cream strawberry.
"Wuah, benarkah? Kenapa kalian tidak memberitahuku tentang ini?"
"Kami pikir, kau masih memiliki banyak masalah yang lebih penting dari hal ini. Aku tidak ingin menambah bebanmu dengan mengatakan ini, Baekkie." Kali ini Kyungsoo menjawab dengan ragu. Baekhyun tersenyum tipis. Yeah, dia mengalami banyak masalah akhir−akhir ini. Baekhyun juga tak yakin akan bisa melewati semua itu. Luhan bahkan tak bisa dihubungi. Setiap kali mereka berpapasan di sekolah, Luhan akan memalingkan wajahnya. Dan Sehun? Kini hanya tersenyum tipis padanya. Mau bagaimana lagi, ini semua memang salahnya. Baekhyun terlalu cepat mengambil keputusan. Hhh, untung saja kabar tentang KaiSoo sedikit demi sedikit bisa menghiburnya. Dia memang sangat menyetujui hubungan mereka berdua.
"Kau tak menganggapku teman?" Ia berpura – pura kesal, membuat Kyungsoo merasa bersalah. Namun detik berikutnya, ia tersenyum lebar hingga matanya menyipit lucu. "Mana mungkin aku tak bahagia mendengar kabar ini. Tentu saja aku akan menjadi orang paling bahagia disini. Ini bukan beban, Kyungsoo−ya. Ini merupakan berita baik!" Kyungsoo tersenyum hangat. Baekhyun kini mengalihkan pandangannya pada Kai. "Dan kau, Kai… jagalah Kyungsoo untukku. Jangan pernah menyakitinya, dia ini sensitif dan pencemburu. Jangan coba‒coba bermain dengannya atau kau mati di tanganku." Baekhyun mengepalkan tangannya dan Kai hanya menelan ludahnya susah payah lalu mengangguk – angguk patuh.
"Aku mengerti, sudahlah… Jangan memojokkanku seperti ini. Itu mengerikan." Kai mendengus kesal. Membuat BaekSoo tertawa gemas.
"Kalian harus berbahagia untukku." Baekhyun melemparkan senyum tulusnya. Ia sedang berusaha agar terlihat baik−baik saja. Ia tak ingin temannya mengkhawatirkannya. "Jika suatu hari kalian merasa bosan dengan hubungan ini, kalian harus mengingat bagaimana saat pertama kali kalian saling jatuh cinta. Dan aku jamin kalian akan jatuh cinta lagi dan lagi. Aku akan berdoa supaya hubungan kalian berjalan baik dan lamaaaaa hingga ke pernikahan." Wajah Kyungsoo kembali merona. Ia memukul kecil lengan Baekhyun, membuat pemuda manis itu terkekeh.
"Pasti Baek. Hn, bagaimana hubunganmu dengan Chanyeol?" tanya Kyungsoo hati−hati. Mendengar nama Chanyeol, senyuman di wajah Baekhyun perlahan menghilang. Ia menghela nafas.
"Kami sudah berakhir, dia telah memaafkanku."
"Baek‒‒"
"Kami akan menjalani hidup kami sebagai orang lain. Kami akan menganggap kalau kami tak pernah saling mengenal." KaiSoo memandangnya sendu. Mereka tahu benar perasaan Baekhyun. Disaat kita telah memberikan hati kita sepenuhnya, seseorang yang sangat kita cintai justru memilih meninggalkan semuanya. Itu terlalu menyakitkan. Bahkan ia tak bisa menggambarkan bagaimana perihnya di tolak seseorang secara tak langsung. Yeah, melihat Chanyeol mencium orang lain di depan kita, bukankah itu berarti Chanyeol tak menginginkannya? Namun, bukan sepenuhnya salah Chanyeol juga karena memang dalam perjanjian mereka tak ada kata 'cinta' yang di perbolehkan di dalamnya. Mereka hanya sebatas... saling membutuhkan dan ia sudah mulai menerima resiko itu.
"Kami akan selalu mendukung keputusanmu." Kini Kyungsoo membalas genggaman Baekhyun dan tersenyum kecil. Berusaha menguatkan sahabatnya.
"Kau memang sahabatku, Soo."
Confession © ChanBaek
"Maaf merepotkanmu, Sehun−ah." Sehun tersenyum tipis dan mengangguk. Mereka berjalan beriringan ke suatu tempat.
"Sebaiknya kita cepat sebelum Luhan berubah pikiran. Kemarin aku sudah mencoba membujuknya, yeah walau tidak bisa dikatakan berhasil." Sehun pun menatap Baekhyun penuh arti. "Aku mengharapkanmu, Baekhyun−ah." Baekhyun melemparkan senyuman terbaiknya. Harapan Sehun ada padanya. Bisa dikatakan, rumah tangga HunHan tergantung penjelasan Baekhyun nanti. Mereka berdua kini tengah berjalan kearah taman sekolah, ingin menemui Luhan di jam istirahat ini. Sehun tadi berkata kalau Luhan akan menunggunya di taman sekolah. Semoga saja itu benar. Sehun pun mengikutinya karena takut terjadi sesuatu nanti. Baekhyun segera memupuk keberaniannya saat dilihatnya sosok Luhan tengah berdiri membelakanginya, beberapa meter dari tempatnya berdiri.
"H−hyung..." lirih Baekhyun saat mereka sampai di tempat Luhan. Ah, lebih tepatnya hanya Baekhyun karena Sehun memilih untuk menunggu di bawah pohon, sekitar lima meter dari tempatnya dan Luhan bertemu. Luhan tak bergeming. Ia tampak melipat kedua tangannya ke depan dada dan menatap kolam kecil di depannya. Memilih menikmati beberapa ikan yang bermunculan di permukaannya. Baekhyun kembali menghela nafas panjang. "Lu hyung…" panggilnya lagi.
"Katakan saja apa yang ingin kau katakan. Aku tak punya banyak waktu." Dingin. Hanya jawaban bernada datar itu yang keluar dari bibir tipis Luhan. Baekhyun tersenyum miris. Bahkan untuk berhadapan dan bertatap muka dengannya saja, kakaknya masih enggan. Mungkin, Luhan sudah terlanjur kecewa dan muak melihatnya, pikir Baekhyun. Ia mencoba menahan sesak yang perlahan memenuhi rongganya. Ayolah Baek, kau bisa, semangatnya dalam hati. Semua tergantung padanya. Jika memang hyungnya tak mau memaafkannya, setidaknya hubungan Luhan dan Sehun akan baik−baik saja. Hanya itu yang diharapkannya.
"Maafkan aku, hyung…" lirihnya kemudian. Ia mengaitkan jemarinya dan menunduk. Siap menerima apapun yang akan dilakukan Luhan padanya. Namun hingga lima menit berlalu, Luhan diam. Entah apa yang dipikirkan pemuda bermata rusa itu. Ia masih sibuk memandang lurus dan kedua tangannya tersimpan di saku celananya. Terlihat enggan dan malas atau entahlah. Baekhyun tak bisa menebaknya. Beberapa menit lagi berlalu, akhirnya Baekhyun memilih berbicara. Jika kakaknya tak menjawabnya, mungkin ia akan mendengarkannya.
"…."
"Seharusnya aku mengiyakan pertanyaanmu dulu saat kau bertanya 'apa aku menyukai Sehun' dan merelakan dia secara terang ‒ terangan. Itu pasti akan menjadi lebih mudah dan aku pastinya juga lega." Baekhyun menarik nafasnya perlahan, ia mengangkat wajahnya dan menatap punggung Luhan. "Dan pasti, kejadian seperti kemarin takkan pernah terjadi." Baekhyun tertawa lirih, menertawai dirinya dan kebodohannya itu. "Maafkan kejadian kemarin hyung. Itu murni salahku. Dengan bodohnya aku mengungkapkan perasaan terpendamku pada Sehun. Padahal aku sudah mulai meragukan perasaan itu sendiri." Luhan tertegun sejenak, namun ia memilih untuk mendengarkan Baekhyun.
"…."
"Seharusnya aku tidak bertindak ceroboh kemarin. Aku telah mengacaukan segalanya. Tapi percayalah, hyung. Semua terjadi karena ketidaksengajaan. Aku terbawa emosi. Aku butuh pelampiasaan saat aku merasakan sakit karena Chanyeol. Aku salah, seharusnya aku tidak memintanya pada Sehun. Aku menyesal hyung, aku sungguh meminta maaf." Lagi−lagi Baekhyun menahan airmata di pelupuknya, membuat rasa sakit hatinya menumpuk di dalam dadanya. Pandangan Luhan mulai melembut, bukan ketus ataupun dingin. Walaupun ia tak membalikkan badannya sama sekali, namun ia mencoba mencerna semua perkataan adiknya.
"…."
"Kau masih tidak mau berbicara padaku hyung?" Luhan masih diam. Batinnya terus memberontak. Disatu sisi dia mempercayai Baekhyun, namun disisi lain ia masih ragu. Ah, apa yang kau ragukan Luhan?
"…."
"Baiklah. Apa jika aku pergi dari hidup kalian, hyung mau memaafkanku?" Deg. Entah kenapa jantung Luhan berdegup kencang. Kaget tentu saja. Pergi? Kemana? Entah kenapa ia merasa kalau perkataan Baekhyun ini serius dan bukan candaan belaka.
"Baekhyun‒ah, apa yang kau katakan?" Tiba−tiba Sehun bersuara setelah ia keluar dari tempatnya dan mendekati Byun bersaudara. Ia memandang Baekhyun dan Luhan bergantian. Terbesit rasa kesal karena Luhan sama sekali tak mengindahkan kalimat adiknya. Baekhyun sudah bersusah payah mencoba menemuinya. Ia sudah memberanikan diri mengakui kesalahannya, walau itu juga bukan sepenuhnya keinginan Baekhyun. Luhan mengepalkan tangannya. Ia juga tengah menahan gejolak sakit dari hatinya. Mengingat kejadian kemarin saat Baekhyun dan Sehun berciuman, tak urung membuat rasa sesak yang luar biasa dari dalam dadanya. Tapi mendengar suara adiknya yang bergetar, itu justru membuatnya semakin sakit.
"Tak ada, Hanya hal kecil, Sehun‒ah." Baekhyun tersenyum lembut pada Sehun lalu mengalihkan pandangannya pada punggung kakaknya. "Jawab aku, hyung." Suara Baekhyun terdengar makin bergetar dan Luhan sadar itu.
"…."
"Diam berarti iya. Berbahagialah hyung. Aku sangat menyayangimu." Baekhyun pun menundukkan wajahnya dan membalikkan badannya, pergi dari tempat itu. Meninggalkan Sehun yang memandangnya sedih dan Luhan yang meneteskan airmatanya tanpa disadari Baekhyun maupun Sehun.
"Baek‒‒" gumam Luhan lirih. Kali ini Sehun menatap Luhan. Pemuda yang lebih pendek darinya itu telah berjongkok di tanah dengan kedua telapak tangan yang menutupi wajahnya. Ia tahu betul, Luhan tengah menangis. Ia pun mendekati istrinya itu lalu memeluk tubuhnya dari samping, mengusap−usap rambutnya dengan lembut. "Aku—hiks− maafkan aku, Sehun−ah. A−aku terlalu egois dan tak mau—hiks mendengarkan kalian berdua..."
"Ssshh− sudahlah Lu. Nanti kita akan menemui Baekhyun. Sekarang berhentilah menangis, tak ada yang salah disini. Ini hanya salah paham." Sehun terus mengusap puncak kepala Luhan dan sesekali menciuminya. "Sekarang kau mengerti kan? Adikmu mencintai Chanyeol, bukan aku." Luhan mengangguk dalam pelukan Sehun. Ia mencengkeram erat blazer Sehun, meluapkan penyesalannya.
'Maafkan hyung, Baekhyunnie...'
"Sehun−ah?"
"Hm?"
"Saranghae..." ucapan lirih Luhan membuat Sehun tersenyum lebar. Penantiannya selama ini tak sia−sia. Kesabarannya telah membuahkan hasil. Luhan membalas cintanya. Dia benar−benar senang sekarang. Ia pasti akan mengucapkan banyak terima kasih pada Baekhyun nanti. Sehun mengeratkan pelukannya, menyamankan posisi Luhan di dalam dekapannya saat bibir rusa kecil itu terus menggumamkan kalimat cinta padanya.
Confession © ChanBaek
Setelah membasuh wajahnya yang basah karena liquid bening, Baekhyun memutuskan untuk membolos kelas terakhirnya. Ia kini duduk menyendiri di bawah pohon yang cukup teduh, berada di sisi lain taman sekolah mereka. Ia memikirkan banyak hal sekarang. Jika dia memang harus pergi? Kemana ia akan pergi? Dimana ia harus tinggal? Siapa yang sudi menolongnya? Haruskah ia merepotkan Kyungsoo atau Kai? Tidak, mereka baru saja menjalin hubungan. Baekhyun tak ingin mengacaukan moment kebersamaan mereka hanya karena permasalahannya. Ini masalahnya sendiri, ia tak harus melibatkan sahabatnya, kan?
Ia mendongak menatap langit−langit cerah diatasnya. Ia tersenyum kecil saat mengingat sosok Yejin. Orang yang paling berpengaruh dalam hidupnya. Gadis yang sangat berarti untuknya. Kenapa ia merasa sangat merindukan sosok itu? Sudah hampir 3 tahun sejak meninggalnya Yejin, namun ia masih belum bisa melupakan kenangannya bersama Yejin. Atau ia memang tak pernah ingin melupakannya, entahlah. Ia merasa sangat dekat dengan gadis itu, seolah memang ada ikatan batin diantara mereka. Baekhyun benar−benar merindukan gadis itu.
"Bagaimana kabarmu, Yejin−ah?" ucapnya kemudian. Baekhyun tersenyum lembut dan mengulurkan tangannya, menghalau sinar matahari yang mengenai matanya. "Terima kasih atas semuanya. Kau memang sahabat terbaikku. Aku menyayangimu." Matanya kembali berkaca−kaca, namun senyum di bibirnya tak luntur sedikit pun. "Jantungmu juga membuatku mencintainya. Maaf Yejin−ah, aku telah lancang mencintai Chanyeol. Kalau aku bisa, aku pasti akan melupakan perasaan ini. Tapi, aku tak bisa. Semakin aku berusaha, tapi rasa ini semakin besar. Aku tak tahu kenapa. Aku berjanji, suatu saat jika aku bisa, aku pasti akan pergi menjauh darinya." Baekhyun menundukkan wajahnya perlahan. "Dan menyimpan perasaan ini sendiri." lirihnya dengan tangan yang mulai meraba bagian dadanya yang terasa sesak. Ia memejamkan matanya, menikmati debaran jantungnya saat ia mulai mengingat sosok Chanyeol.
"Kau sedang apa?" Suara itu? Ia menoleh dan melihat Chanyeol tengah menghampirinya. Pemuda tinggi yang tengah berjalan kearahnya itu tampak memandangnya datar. Yeah, hanya tatapan biasa namun Baekhyun merasakan kehangatan menyelimuti hatinya. Baekhyun tersenyum. Lagi−lagi ia berusaha untuk terlihat baik.
"Ah, Chanyeol‒sshi. Kau tidak ikut kelas Mr. Albert?" Chanyeol mendudukkan dirinya di samping Baekhyun dan menatap lurus ke depan. Entah apa yang dipikirkannya. Namun hal itu takkan jauh−jauh dari masalah Baekhyun dan dirinya. Chanyeol hanya menggeleng pelan. Untuk kali ini, ia hanya ingin mendengarkan suara Baekhyun yang selalu terdengar indah di telinganya. "Kau tahu? Aku senang kau mau berbicara padaku." Chanyeol tertegun. Ia menatap Baekhyun barang sebentar, kemudian mengalihkan pandangannya lagi. Ada rasa senang ketika Baekhyun mengatakannya, namun ia segera menepis perasaan itu. 'Kau tidak pantas untuknya, Chanyeol' ingatnya dalam hati.
"Memangnya ada apa? Kau ingin membicarakan sesuatu denganku?" Ia bertanya dengan nada datar.
"Bukan sesuatu yang penting. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih karena kau telah memaafkanku." Chanyeol mengangguk. Sebenarnya ia sedikit tak suka dengan arah pembicaraan mereka. Karena itu hanya akan mengingatkannya pada perlakuan buruknya pada Baekhyun, juga mengingatkannya tentang Yejin. "Aku harap kita bisa berteman baik mulai sekarang. Kau mau, kan?" Chanyeol menatap wajah Baekhyun yang sibuk memandang langit luas. Ada rasa sakit ketika permintaan pertemanan itu meluncur dari bibir Baekhyun. Itu akan mengingatkannya kembali pada perjuangan Baekhyun untuk mempertahankan Kyungsoo. Bagaimana Baekhyun sangat menyayangi semua orang−orang terdekatnya, membuat Chanyeol semakin sadar kalau ia sudah keterlaluan selama ini dan Chanyeol sangat menyesali itu semua.
"Tak masalah." Bukan, Chanyeol bukannya ingin menjawab dengan nada datar seperti itu. Ia tak tahu harus berkata apa pada Baekhyun. Teman? Tapi Chanyeol mencintainya.
"Chukkae‒‒" Alis Chanyeol terangkat sebelah.
"Untuk?"
"Aku tahu kau sedang menyukai seseorang. Kau mengatakannya saat kau mabuk kemarin. Kembaran Yejin, kan?"
"A‒apa?" Jantung Chanyeol langsung berdegup saat mendengarnya. Jujur, dia tak mengingat apapun selain kaki bodohnya yang melangkah ke arah rumah Baekhyun. Beruntung saat itu orang tua Baekhyun tak ada. Ia menghembuskan nafasnya perlahan, menetralkan gemuruh di bagian jantungnya. Ya, Chanyeol jatuh cinta pada pemuda mungil yang pernah menjadi ajang balas dendamnya itu. Tapi bolehkah? Yang Chanyeol tahu, dia hanya bisa mencintai dalam diam. Ia tak berani menyentuhnya, ia tak sanggup menggapainya. Masa lalu membuat nyalinya menciut. Hal−hal buruk yang dilakukannya dulu mengurungkan niatnya untuk bersama pemuda itu. Dia tak bisa. Rasa penyesalan itu menyiksanya.
"Jangan gugup begitu, Chanyeol−sshi. Siapa orang yang tidak beruntung itu?" Baekhyun tertawa kecil, bermaksud bercanda namun Chanyeol tetap diam seolah tak menyukai kata−katanya. Ia pun berdehem kecil. "Aku hanya ingin menyarankan kalau kau benar‒benar mencintainya, berjuanglah. Jangan meragukan perasaanmu. Yejin tidak mungkin kecewa padamu. Kau bisa mencintai Yejin, sebagai masa lalumu, dan mencintai kembaran Yejin sebagai masa depanmu." Dahi Chanyeol berkerut. Haruskah ia melakukannya? Pantaskah?
"Dia membenciku." Ada nada kecewa yang kentara sekali di dalamnya.
"Maka dari itu perjuangkan dia." Chanyeol tersenyum kecut. "Kau harus mencobanya sebelum dia benar−benar pergi dari hidupmu. Kesempatan mungkin tak datang dua kali." Bahkan aku tak pernah mempunyai kesempatan untuk bersamamu, Chanyeol−ah. Baekhyun menunduk menatap sepatunya. Ia mengigit bibir bawahnya kuat−kuat. Ia menahan dirinya untuk tidak berteriak pada Chanyeol dan mengatakan kalau dia sangat mencintainya. Well, ia memang belum pernah mengatakannya kan? Mungkin saja ia tak tahan dan mengatakannya pada Chanyeol saat ini juga kan? Dan membuat Chanyeol semakin membencinya? Oh, itu bagus Byun Baekhyun. Kau akan semakin memperburuk keadaan setelahnya. Tapi bisakah dia menahannya lebih lama lagi. Bahkan hatinya mungkin sudah mati karena terlalu lama menahan rasa sakit setiap harinya.
"Akan ku usahakan."
"Baiklah semoga kau beruntung. Aku harus pergi sekarang." Baekhyun berdiri memunggungi Chanyeol. "Aku rasa pergi ke tempat terpencil akan lebih baik untukku." Ia sudah tak bisa. Baekhyun sudah terlalu lelah. Daripada dia harus mendengar Chanyeol menceritakan orang yang dicintainya, lebih baik ia pergi. Begini lebih baik. Mungkin ia memang harus pergi jauh, kalau bisa keluar dari Korea agar ia bisa menyimpan perasaan ini tanpa harus menghapusnya. Mungkin dia memang harus pergi dan mencari kehidupan yang baru.
"Tu‒tunggu! kau akan pergi?" Chanyeol berdiri dari tempatnya saat Baekhyun baru saja melangkahkan kakinya. Pemuda mungil itu berbalik dan tersenyum lembut kearah Chanyeol.
"Tidak. Aku hanya… ingin menenangkan hati saja."
"Baiklah..."
Kesempatan mungkin tak datang dua kali...
Sepintas ia teringat ucapan Baekhyun. Entah mengapa melihat punggung yang semakin menjauh itu, Chanyeol tak rela. Ada perasaan tak ingin melepaskannya dan ini sangat kuat. 'Kenapa? Apa yang akan terjadi? Dia ingin pergi kemana?' Chanyeol meringis saat merasakan sesak yang tiba−tiba di bagian dadanya.
Confession © ChanBaek
"Gomawo, hyung.." Baekhyun tersenyum dan Kris hanya mengacak rambutnya gemas. Pemuda mungil itu sedikit cemberut sebelum akhirnya bibirnya tersenyum lebar. Ia menenteng kantung plastik berisikan ice cream dan burger di dalamnya. "Terima kasih juga sudah mentraktirku." Senyumannya makin melebar hingga kedua matanya membentuk garik lurus layaknya bulan sabit. Kris sungguh gemas dibuatnya.
"Itu bukan apa−apa." Baekhyun mengangguk−angguk lucu.
"Kalau begitu kau harus mentraktirku lebih banyak dari ini. Ice cream ukuran jumbo dan berpuluh−puluh burger." Kris terkekeh dan mengangguk cepat. "Gomawo gomawo gomawoyo hyung!" Baekhyun membuka pintu mobil Kris dan keluar. Ia merendahkan tubuhnya untuk dapat berbicara pada pemuda jangkung itu. "Janji ya?" ucapnya lagi.
"Apapun untuk adik kecilku." Lagi−lagi Baekhyun mengerucutkan bibirnya lucu. Dia tak suka disebut kecil. Hey, dia sudah SMA, dia pernah merasakan jatuh cinta, dan pernah berpacaran juga... yeah, walau hanya dengan Chanyeol. "Kalau begitu hyung akan pulang. Kalau kau butuh hyung lagi, datanglah bermain ke apartemen hyung. Ah jika kau merasa sedih, habiskan saja semua makanan di kantung plastikmu itu. Itu akan membuatmu merasa lebih baik." Baekhyun tersenyum kecil dan mengangguk. "Ah sepertinya akan hujan. Hyungpulang sekarang." Kris pun segera melajukan mobilnya kembali. Meninggalkan Baekhyun yang masih melambai−lambai kearah mobilnya.
Cklek
"Darimana kau, Byun Baekhyun?" Deg. Baekhyun menghentikan langkahnya dan mendapati kedua orang tuanya yang tengah menatapnya dingin. "Jadi begini kelakuanmu ketika kami tak ada di rumah? Apa kau selalu bermain−main bersama pria−pria diluaran sana? Dimana harga dirimu itu, Byun Baekhyun?" Baekhyun dapat merasakan dadanya yang perlahan mulai terasa sesak. Bagaimana mungkin orang tuanya berpikiran buruk tentangnya? Ayahnya melipat kedua tangannya dan menatap Baekhyun dingin. Sedangkan ibunya lebih terlihat khawatir, walau tak begitu kentara di wajahnya.
"Memangnya apa yang aku lakukan?" tanyanya balik dengan intonasi yang datar. Baekhyun jengah, ia sudah lelah dengan semua hidupnya. Tak adakah seorang pun yang mempercayainya dan memperlakukannya secara layak? Baekhyun memberanikan dirinya menatap ke dalam mata ayahnya, pandangannya tajam dan dingin, walau sebenarnya tersirat rasa kecewa dan kesedihan disana. Tuan Byun tampaknya mulai geram, pria paruh baya itu mulai menghampiri Baekhyun dan menatap anak bungsunya dengan amarah yang memuncak.
"Pulang larut malam seperti ini, kau masih belum tahu kesalahanmu?" Baekhyun mendengus kesal. "Apa kau menjadi berandalan sekarang hah?!" bentak ayahnya menggema di seluruh ruangan. Bahkan para maid yang tadinya ingin membela Baekhyun nyalinya pun menciut. Mereka terlalu takut pada Tuan besar mereka.
"Terserah."
"Anak ini!" Baekhyun baru ingin beranjak pergi sebelum akhirnya ayahnya mencekal lengannya dan membalikkan badannya secara kasar.
Plaakk!
Hening...
Semua mata memandang kaget kearah Tuan Byun dan Baekhyun yang berdiri di tengah ruangan. Baekhyun memegangi pipinya yang terasa panas dan memerah. Ia memandang tak percaya pada ayahnya yang telah memukulnya. Bagaimana dia tidak sakit, ini pertama kali ayahnya memukulnya dengan begitu keras. Bukan, bukan sakit karena pukulan itu. Hatinya jauh lebih sakit dan kecewa. Sedang Tuan Byun sendiri tetap memandangnya tajam.
"Dasar anak tak tahu diri, kau hanya mempermalukan kami saja, Byun Baekhyun!" suara ayahnya kembali menggema di ruangan itu. Nyonya Byun lebih memilih menghampiri anaknya yang masih berdiri mematung disana, dengan bekas kemerahan di pipinya serta noda merah pekat di sudut bibirnya. Nyonya Byun mengusap−usap pundak anaknya dan Baekhyun langsung menggedikkan bahunya kasar. Tak mau menerima perlakuan ibunya.
"Kalian... bahkan tak mau mendengarkan penjelasanku?"
"Penjelasan apa lagi hah?! Dasar anak kurang ajar! Seharusnya kau saja yang aku berikan pada Tuan Kim!"
Deg.
"Yeobo!" Nyonya Byun membulatkan matanya, kaget. Sedang Baekhyun hanya menatap bingung ayahnya. Diberikan pada Tuan Kim? Tuan Kim siapa? Apa maksud ayahnya? Baekhyun mencoba menahan semua sesak dan airmata yang sudah menumpuk di pelupuknya. Ia masih sanggup kalau hanya untuk mendengar cacian dari orang tuanya sendiri.
"Biarkan saja dia tahu kalau dia itu hanya bisa merepotkan keluarga! Hanya mencoreng nama keluarga kita!"
"Hentikan yeobo! Ini bukan salah Baekhyun!" Nyonya Byun masih mencoba menghentikan suaminya. Takut−takut kalau mereka membicarakan hal yang tak seharusnya. Hal yang sudah menjadi rahasia mereka selama bertahun−tahun. Tuan Byun mengusap wajahnya kasar, dan menuding kearah wajah Baekhyun.
"Lalu salah siapa? Salah kita? Aku dengar hubungan Luhan dan Sehun juga berantakan gara−gara dia, anakmu yang tak berguna ini. Seharusnya kau saja yang mati!"
"BYUN YOUNGSOO! Astaga..." Nyonya Byun berteriak dengan keras. Tubuh Baekhyun perlahan bergetar. Ini benar−benar kalimat paling menyakitkan yang pernah keluar dari mulut ayahnya. Mana ayahnya yang menyayanginya saat kecil dulu? Mana ayah yang menggendongnya di pundaknya dulu? Mana ayahnya yang selalu tersenyum dan membacakan cerita dongeng untuknya? Kemana semua kenangan itu? Satu tetes liquid bertamu di pipinya. Sekuat apapun ia menahannya, pertahanannya sudah roboh. Ia sudah tak mampu berdiri lagi, ia sudah tak mau mendengar semua itu lagi. Ia takut. Ia takut kalau hatinya akan semakin mati karena terus merasakan sakit. Hyung dan ayahnya... kenapa orang−orang terdekatnya justru tak mempedulikannya? "Ba−baekhyun−ah—" suara lembut ibunya menyadarkan Baekhyun. Bibirnya bergetar, hatinya berdenyut sakit, dan kepalanya terasa sangat pening. Terlalu banyak hal yang membuat perasaannya makin lama makin terbunuh.
"A−apa... apa kalian tak pernah menginginkanku selama ini?" suara lirih Baekhyun membuat ibunya menangis keras. Baekhyun meremas seragam bagian dadanya dan menatap wajah tegas ayahnya. Perlahan, senyuman perih terlukis di bibirnya. "Ka−kalian ingin aku mati? Kalian ingin aku pergi?" Tuan Byun terdiam. Senyum Baekhyun semakin lebar dan menyakitkan. "Kalau begitu, aku akan pergi." Baekhyun melepaskan tangan ibunya yang mencengkeram lengannya. Ia mulai melangkah, berjalan melewati sang ayah. "Aku kira kalian akan mempercayaiku. Ternyata aku salah." Baekhyun menahan nafas dan dadanya yang terasa semakin sesak. "Aku akan pergi seperti yang kalian inginkan. Terima kasih sudah membesarkanku selama ini Tuan Byun. Aku berhutang banyak pada anda." Liquid−liquid mulai berlomba menjalari pipinya. "Aku tak akan membawa marga Byun lagi. Mulai saat ini anak kalian hanya Byun Luhan, tak ada Byun Baekhyun lagi." Dan dengan itu, Baekhyun benar−benar melangkah pergi dari rumah besarnya. Meninggalkan semuanya.
Confession © ChanBaek
Baekhyun menyelusuri jalanan Seoul dalam kesendirian. Ia abaikan saja pandangan aneh pejalan kaki lain karena ia terus terisak sedari tadi. Tangannya mengusak lelehan bening di wajahnya, menunduk dan berjalan tanpa arah. Ia terlalu bingung dengan semuanya. Kakaknya membencinya sekarang, ayahnya pun tak pernah mau mendengarkannya, dan Chanyeol? Satu−satunya orang yang paling diharapkannya kini telah pergi dan mencintai orang lain. Apa yang harus ia lakukan kini? Menangis pun tak ada gunanya. Tak akan mengubah semuanya. Matikah? Haruskah ia menabrakkan diri pada kendaraan yang lewat dan mati sekarang juga? Namun, ia teringat Kris. Ia teringat semua kata−kata Kris. Kris benar, dia masih memiliki Kris.
Tak terasa dia berjalan melewati kawasan club malam. Ia mendongak menatap keadaan sekitar yang sangat asing baginya. Tanpa sengaja matanya menangkap sosok jangkung yang selalu memenuhi pikirannya hingga kepalanya terasa sakit. Sosok yang memenuhi setiap rongga dan celah di hatinya. Kini tengah memeluk pinggang seorang gadis dan berciuman panas di depan mobilnya. Lagi−lagi hatinya berdenyut, kali ini bahkan lebih sakit dari sebelumnya. Chanyeol masih tak menyadari kehadiran Baekhyun, hingga pemuda mungil itu memilih untuk segera melewati Chanyeol.
Grebb
"Kau masuklah. Terima kasih telah menemaniku, tapi aku ada urusan lain sekarang." Chanyeol berkata pada gadis malam yang diciumnya tadi. Gadis itu tampak kecewa dan mengangguk pasrah. Baekhyun masih terdiam di tempatnya, dengan pergelangan tangannya yang dicengkeram oleh jemari panjang Chanyeol. Ia menunduk dalam, mencoba menyembunyikan tangisnya walau itu tak berpengaruh sama sekali. Chanyeol tahu, sangat tahu malah kalau ia tengah menangis sekarang. Chanyeol dapat merasakannya. Ia terlalu hafal dengan aroma milik Baekhyun. Masih hening dalam beberapa detik hingga Chanyeol memutuskan untuk bicara. "Kau menangis? Kenapa?" Dengan cepat Baekhyun mengusap kedua pipinya.
"Ti−tidak, Chanyeol−sshi." Chanyeol menghela nafas. Ia tak suka panggilan itu. Terlalu formal dan jauh. Ia merasa Baekhyun mulai jauh dari jangkauannya. "To−tolong lepaskan, aku harus pergi. Su−sudah gerimis." Baekhyun benar, rintik−rintik hujan dan hawa dingin mulai menerpa kulit Baekhyun yang sensitif.
"Aku akan mengantarkanmu pulang." Baekhyun tersenyum kecut, perlahan ia melepaskan cengkeram Chanyeol di lengannya.
"Aku sudah tidak tinggal disana. Lebih baik aku pergi sekarang sebelum hujan tambah deras." Chanyeol menatapnya sendu. Ada raut kekhawatiran yang sangat, walau ia masih bisa menutupinya dengan wajah datarnya itu. "Aku pergi."
"Tunggu!" Baru beberapa langkah, Chanyeol membuka suara lagi. Ia yang semula duduk di kap mobil kini menghampirinya. Baekhyun tak bergeming, masih membelakangi sosok itu. Ia sudah tak mau terjatuh semakin dalam. Ia sudah terlalu terjerat dalam pesona Chanyeol, ia tak sanggup lagi. Tiba−tiba kehangatan menyelimutinya. Chanyeol memasangkan jaketnya pada pundak Baekhyun, sebelum akhirnya meremas sedikit pundak Baekhyun. Ia sedang menahan dirinya untuk tidak memeluk sosok kecil ini. Baekhyun ingin melepaskan jaket itu namun Chanyeol menahannya. "Udara semakin dingin. Setidaknya jangan buat orang lain repot karena kau jatuh sakit. Pakailah." Chanyeol melangkah mundur, menahan sedikit nafasnya, dan mulai berbicara lagi. "Anggap saja itu bantuan dari seorang teman." Perlahan, kepala Baekhyun mengangguk.
"Terima kasih." Dan, selamat tinggal, Chanyeol... lanjutnya dalam hati. Ia mulai melangkahkan kakinya perlahan. Membiarkan tubuhnya basah kuyup. Air mata yang tertutup bulir−bulir air hujan, dan membiarkan hatinya merasa sedikit kehangatan karena Chanyeol. Setidaknya, pemuda itu masih 'sedikit' memperhatikannya. Lagi, liquid itu menetes kembali, dengan senyuman tipis penuh kepedihan di bibirnya.
Confession © ChanBaek
Cklek
"Baekhyun?" Baekhyun langsung memeluk Kris dengan erat. Ia tak peduli jika baju Kris akan basah karenanya. Ia tak peduli jika Kris akan memarahinya karena membasahi lantai apartemennya. Ia butuh seseorang sekarang. Pemuda berambut pirang itupun membalas pelukan Baekhyun dan mengusap − usap pundak dan rambutnya secara bergantian. Baru sejam lalu ia mengantarkannya pulang, Baekhyun sudah kembali padanya dengan keadaan yang sangat buruk seperti ini. "Sshh—uljima. Kita masuk dulu, kau basah kuyup." Baekhyun melepaskan pelukannya dan mengangguk menuruti kata−kata Kris.
Sementara Kris menyuruh Baekhyun mandi air hangat dan mengganti baju, Ia segera menyiapkan segelas coklat panas untuk menghangatkan tubuh mungil Baekhyun. Setengah jam kemudian, Baekhyun sudah duduk di sofa ruangan tengahnya, dengan sweater putih yang sedikit besar dan celana jeans hitam yang dibelikan Kris. Tubuhnya gemetar menahan dingin. Beruntung dia tidak mimisan. Biasanya, ia akan langsung mengeluarkan darah dari dalam hidungnya jika dia merasakan hawa dingin yang berlebih. Iba melihatnya, Kris pun segera menyodorkan cup gelas berukuran besar itu dan langsung diterima oleh Baekhyun.
"Gomawo hyung..." Kris mengangguk.
"Ada apa, Baek?" Baekhyun berhenti meniup−niup gelasnya dan tersenyum kecut. "Kau bisa menceritakannya padaku, Baekhyun−ah." Perlahan, Baekhyun mulai menceritakan semua kejadian yang dilaluinya hari ini. Dan yang paling membuat Kris kaget adalah sikap kedua orang tua Baekhyun. Bagaimana mungkin mereka menuduhnya dan mengatakan hal buruk padanya? Baekhyun bahkan sempat berpikir kalau ia bukan anak kandung keluarga Byun. Dan tentang Chanyeol, Kris tak bisa berkomentar apapun. Sifat Chanyeol keras, dan anak itu tak mudah untuk ditebak jalan pemikirannya. Ia juga sering bertindak gegabah. Itulah yang membuatnya menyesal telah menyakiti Baekhyun. Dan Kris tahu benar itu walau pun Baekhyun tak menceritakannya.
Baekhyun baru saja akan meneteskan liquid lagi, saat tiba−tiba ponsel Kris berdering. Baekhyun pun langsung mengusap pelupuk matanya sebelum liquid itu benar−benar keluar dari matanya. Kris pun segera beranjak dan menerima telefon itu. Ia pergi ke arah dapur untuk berbicara sedikit serius dengan penelponnya. Hampir setengah jam Kris berbicara lewat telefon itu. Baekhyun tidak tahu siapa, tapi ketika ia melirik kearah dapur ternyata Kris tengah tersenyum – senyum aneh. Mau tak mau Baekhyun terkikik kecil melihatnya. Saat Kris kembali, ia sudah tidak tahan untuk menyimpan pertanyaannya sedari tadi.
"Telefon dari siapa, hyung?" Kris tersenyum kecil lalu menunjukkan layar smartphonenya. Disana Baekhyun dapat melihat foto Kris bersama seorang pemuda berkulit agak gelap dan memiliki lingkar panda di sekitar matanya, bibir mungil yang tersenyum lucu dan wajahnya manis. Baekhyun dapat menyimpulkan kalau pemuda itu adalah orang yang spesial. Eh tunggu, bukankah ini Tao? Huang Zitao, teman sekelasnya?
"Dia kekasih hyung, namanya Tao." Kris menarik kembali ponselnya lalu tersenyum.
"Aku mengenalnya, hyung."
"Benarkah?" Baekhyun mengangguk. "Ah iya, Tao satu sekolah denganmu. Kenapa aku bisa lupa." Baekhyun terkikik kecil.
"Dia bahkan sekelas denganku. Memangnya kenapa dia meneleponmu, hyung?"
"Hyung di minta untuk kembali ke Kanada lusa. Hyung harus membantunya mengelola restaurantnya sebelum hyungkembali ditugaskan di perusahaan Park. Yah, kau tahu sendiri kalau dia belum berpengalaman. Mamanya meminta hyunguntuk membantunya, begitu katanya." Baekhyun mengangguk – angguk paham. Ia kemudian mengetuk−ngetuk belahan bibirnya, ia tengah berpikir.
"Ah, pantas saja dia pindah sekolah tiba−tiba. Ternyata dia harus mengurusi restaurant keluarganya?" Kris tersenyum lalu mengangguk. Tetapi jika Kris pergi, bagaimana dengannya? Dengan sedikit pertimbangan dan batin yang terus bertolak belakang, akhirnya Baekhyun memutuskan sesuatu. Ia menatap Kris dengan tatapan memohon. "Hyung‒‒"
"Ya?"
"Bolehkan aku ikut ke Kanada?" Mata Kris sedikit membulat. Baekhyun ingin ikut ke Kanada? Apa dia tak salah dengar? Lalu bagaimana dengan semua yang akan ditinggalkannya disini? Namun melihat pandangan sendu Baekhyun, sedikit demi sedikit membuatnya luluh. Yeah, Baekhyun sudah seperti adiknya sendiri dan dia sangat menyayanginya.
"Tapi bagaimana‒‒"
"Aku sudah menceritakan semua padamu kan, hyung." Baekhyun sudah terlebih dulu memotong perkataan Kris. Ia tahu apa yang akan ditanyakan Kris. Ia pun sudah memikirkan resiko dan akibatnya. "Aku… ingin menenangkan pikiranku, hyung. Aku juga ingin memulai hidup baru. Kau tak mau aku bunuh diri seperti orang‒orang bodoh itu, kan?" Kris menghela nafas. Dia tahu kalau Baekhyun itu juga bersifat keras. Kris takkan bisa menghalanginya. Kalau memang itu keputusan terakhir Baekhyun, jika dia memang sudah memikirkannya matang−matang, mungkin Kris akan mentoleransi.
"Sekolahmu?"
"Aku akan berhenti sekolah. Ijinkan aku ikut bersamamu~ Aku akan bekerja hyung. Aku akan meminta Tao untuk mempekerjakan aku di restaurantnya." Helaan nafas keluar dari mulut Kris lagi. Kris terdiam beberapa saat untuk memikirkan sesuatu. Dia tahu betul, jika membawa Baekhyun, itu berarti dia akan menyembunyikan anak orang. Tapi jika membiarkan Baekhyun sendiri disini, Kris tak tega. Dia benar−benar takut jika Baekhyun melakukan hal−hal aneh. Seperti bunuh diri mungkin? Dia sudah mengalami banyak tekanan batin. Dengan sedikit pemikiran matang, akhirnya Kris mulai berbicara. Ia memegang pundak Baekhyun dan menatapnya dengan senyuman.
"Baiklah, hyung akan mengurus semuanya. Kau akan pindah sekolah, hyung tidak mau kau berhenti sekolah. Hyung akan memindahkanmu ke sekolah di Kanada. Setelah kau lulus, kau bisa kuliah sembari bekerja di restaurant Tao. Dia pasti sangat senang"
"Terima kasih, hyung." Baekhyun tersenyum tulus. "Dan aku mohon, jangan beritahu orang tuaku, hyungku, maupun sahabatku. Terutama, jangan sampai Chanyeol tahu." Kris mengangguk menyanggupi. Yeah, ia tahu kalau Baekhyun pasti akan meminta hal itu. Baekhyun kembali melengkungkan garis tipis bernama senyuman di bibirnya. Akhirnya dia bisa pergi dari hidupnya yang menyedihkan. Baekhyun benar−benar membulatkan tekadnya untuk pergi ke Kanada bersama Kris. Mungkin ia bisa melupakan semuanya dan membuat kehidupan baru disana. Tanpa orang tua yang tak menginginkannya, tanpa hyungnya yang selalu dikecewakannya, dan tanpa Chanyeol, orang yang sangat dicintainya. Selamat tinggal semuanya...
.
A few months later...
Seorang pemuda manis tengah menatap kosong keluar jendela kamarnya. Ini hari libur dan ia tak ingin kemana pun. Memang masih terlalu pagi untuk melamun, namun ia merasa sangat hangat dengan udara pagi yang menyapa kulitnya. Semilir angin pagi yang dingin membuat sensasi nyaman tersendiri untuknya. Ia merasa pikirannya mulai tenang sedikit demi sedikit. Tiba−tiba sebuah tangan menepuk−nepuk puncak kepalanya. Ia tersentak kecil dan membalikkan kepalanya. Ia tersenyum simpul melihat suaminya. Tak lama, tangan sang suami terulur dan melingkari leher istrinya. Meletakkan dagunya pada puncak kepala sang istri, menghirup aroma tubuhnya yang selalu menjadi favoritnya di pagi hari.
"Kenapa melamun, hum? Bahkan ini masih terlalu pagi untuk itu." Kekeh suaminya. Luhan tersenyum kecil dan mengusap−usap tangan yang melingkari lehernya dan kembali mengedarkan pandangannya kearah taman di belakang rumahnya. Ia terdiam, memikirkan beberapa hal yang hampir membuatnya frustasi. Ia bahkan sempat drop dan masuk rumah sakit karenanya. "Kau merindukannya?" Luhan dapat merasakan dadanya perlahan terasa sesak, namun lingkaran hangat Sehun membuatnya merasakan kehangatan. Luhan mengangguk perlahan.
"Dimana Baekhyun? Aku merindukan adik kecilku..." Bahkan jawaban yang di dapat Sehun seperti jawaban seseorang yang putus asa dan terdengar sangat menyakitkan baginya. Bisa dikatakan, Luhan hampir depresi karenanya. "Dia kemana, kenapa dia tak menemuiku saat aku menyiapkan strawberry ice cup berukuran raksasa kemarin? Dia sangat menyukainya, Sehun−ah. Tapi kenapa dia tak mengambilnya kemarin?" Sehun mencium puncak kepala istrinya berkali−kali.
"Jangan seperti ini Lu, ini sudah empat bulan berlalu. Kau tak boleh terus−terusan bersedih." Sehun membalikkan tubuh Luhan yang duduk di kursi kayu putih. Hatinya ikut sakit saat melihat lelehan liquid di pipi Luhan. Ia mengusap lelehan liquiditu dan mengenggam tangan Luhan hangat. "Kita akan terus mencarinya. Dia akan baik−baik saja, Lu." Luhan mengigit bibir bawahnya saat isakan kecil mulai keluar dari mulutnya. Tanpa babibu, Sehun langsung memeluknya erat. "Kalau kau seperti ini, bagaimana dengan eomonim, hum? Ibumu sedang berada dirumah sakit, Lu. Kau tidak boleh selemah ini. Kau mau sakit ibumu makin parah karena memikirkanmu yang seperti ini?" Luhan menggeleng dalam pelukan Sehun.
"Aku...hh, aku bingung Sehun−ah. Aku belum menemukan Baekhyun, dan eomma... hiks. Kesehatan eomma semakin menurun. Appa juga frustasi karenanya. Kami.. hiks.. sampai merepotkan keluargamu karena perusahaan kami downkembali." Sehun mengusap−usap punggung Luhan.
"Tidak apa−apa, Lu. Kita keluarga kan? Keluargamu sudah menjadi bagian dari keluargaku juga. Perusahaan itu pun juga tanggung jawab kita semua. Kalian takkan merepotkan kami. Jadi tenanglah. Tak perlu memikirkan semuanya sampai kau seperti ini." Sehun melepaskan pelukannya dan menatap ke dalam mata rusa Luhan. Mata yang selalu membuatnya nyaman, dan merasakan kehangatan. Mata yang kini sinarnya mulai redup dan dingin. Ia mencium kedua mata Luhan dengan lembut, sekedar menghentikan tangis kecil Luhan. "Jja, sebentar lagi kau ulang tahun. Kau ingin kado apa?" tanya Sehun mencoba mengalihkan pembicaraan mereka yang mungkin akan semakin membuat Luhan bersedih. Melihat usaha Sehun, mau tak mau Luhan harus tersenyum. Ia juga sadar, ia tak mungkin terus bersikap lemah seperti ini. Sehun sudah melakukan banyak hal untuknya selama ini. Ia tak boleh membuatnya lebih khawatir lagi karena sikap egoisnya.
"Aku ingin anak kecil yang imut di dalam keluarga kita." Melihat senyuman manis Luhan, Sehun pun ikut tersenyum. Ia mengerti maksud Luhan. Istrinya ingin mereka memiliki momongan, yang artinya mereka akan mengadopsi seorang anak. Tak mungkin Sehun menolaknya karena ia justru sangat menginginkannya. Meskipun mereka masih SMA, siapa yang peduli. Sehun pun mendaratkan kecupan kecil di bibir plumpLuhan.
"Permintaan dikabulkan..." Dan dengan itu Sehun kembali mendekatkan wajahnya dan mengecup bibirnya, ia lalu memberikan lumatan−lumatan kecil pada bibir tipis Luhan. Luhan memejamkan matanya saat kehangatan mulai menyusup ke dalam hatinya. Membuatnya sedikit melupakan masalah yang sedang dihadapinya ini. Lumatan itu berubah menjadi hisapan dan gigitan kecil yang menimbulkan erangan sensual dari bibir Luhan. Ia melingkarkan lengannya pada Sehun yang mulai mengimbangi permainan Sehun yang mulai memanas. Tangan Sehun tak hanya diam, ia mulai mengerayangi titik−titik sensitif Luhan, membuat desahan sang istri memenuhi ruangan pribadi itu. Seks di pagi hari, tak terlalu buruk.
Confession © ChanBaek
Kyungsoo menghela nafas, dia baru saja keluar dari kantor polisi untuk menanyakan keberadaan Baekhyun. Dia juga sudah mengecek semua bandara dan stasiun kereta api, namun tak ada informasi satu pun yang didapatkannya. Baekhyun seolah menghilang di telan bumi. Kemana dia? Ke tempat terpencilkah? Kutub utara? Oh, yang benar saja. Baekhyun tidak akan sebodoh itu untuk membunuh dirinya sendiri karena berada dalam hawa ekstrim di kutub utara. Lagipula mana mungkin ada yang tinggal disana? Ah, kau semakin mengada−ada Kyungsoo. Tangan mungilnya mencengkeram kertas ditangannya. Sungguh, dia sedang bingung dan kalut sekarang.
"Kau perlu istirahat, Kyungsoo−ya. Kita bisa melanjutkannya besok." Kyungsoo langsung memeluk Kai dengan erat. Tak lama setelahnya, ia mengisak kecil. Kai hanya bisa menghela nafas dan mengusap−usap punggung kekasihnya dengan sayang. "Shhh, jangan menangis lagi Soo−ya. Dia pasti akan ketemu."
"Aku—aku khawatir, Kai. Aku takut terjadi sesuatu dengannya. Dia tiba−tiba saja menghilang setelah pindah sekolah. Dan pindah pun ia secara diam−diam. Ini sangat aneh, Kai. Pihak sekolah juga bungkam dan tak mengatakan kemana Baekhyun pergi, bahkan kepada orang tuanya sekalipun."
"Sshhh, kita akan menemukannya." Kai mengecupi puncak kepala Kyungsoo. Dia juga tak tahu harus mencari kemana lagi. Mereka bahkan mengabaikan waktu sekolah hanya untuk mencari Baekhyun. Kai tidak tahu, kalau ucapan Baekhyun waktu itu adalah ucapan terakhir sebelum dia menghilang. 'Jagalah Kyungsoo, Kai. Dia sudah seperti adikku sendiri. Sekarang dia adalah tanggung jawabmu. Aku sangat berharap padamu.' katanya waktu itu. Kai membuang nafas. Rasanya ia ingin memukul kepala Baekhyun yang berpikiran dangkal itu. Kenapa kau justru lari dari masalah dan memilih pergi, Baek. Kau sungguh bodoh, umpatnya dalam hati. Setelah melepaskan pelukan itu, Kai segera menghapus jejak−jejak airmata Kyungsoo. Ia tersenyum hangat, membuat Kyungsoo juga menunggingkan senyum simpul, meski masih terlihat kesedihan di dalamnya. "Nah, sebaiknya sekarang kita harus ke rumah sakit."
"Apa yang harus kukatakan pada Byun ahjumma, Kai?" Kai mengusap puncak kepalanya sayang.
"Katakan saja yang sebenarnya. Jangan memberikan harapan palsu pada Byun ahjumma. Kasihan beliau." Kyungsoo mengangguk mengerti. Tak lama kemudian, Kai mendapat telefon dari Sehun. Ia pun segera mengangkatnya. "Halo, Sehun−ah!"
"Cepat ke rumah sakit! Abeoji terkena serangan jantung!" pip. Bersamaan dengan matinya telefon itu, Kai membulatkan matanya kaget.
"Astaga, apalagi ini." keluhnya frustasi. Kyungsoo menatapnya bingung.
"Ada apa, Kai?"
"Kita harus ke rumah sakit sekarang, Byun ahjussi terkena serangan jantung." Kyungsoo pun membulatkan matanya dan mulai melangkah mengimbangi Kai yang tergesa di depannya. Drrt...drrtt... Kai membuka pesan yang baru masuk di smartphonenya dan mengerang frustasi. Kyungsoo berhenti disamping Kai. "Aku harus mencari Chanyeol di club malam. Sepertinya dia akan melakukan hal bodoh lagi." Kyungsoo masih tampak bingung. "Kau tidak apa kan naik taksi ke rumah sakit sendiri? Aku harus menjemput Chanyeol. Si gila itu bisa saja mengamuk di club lagi dan berakhir di kantor polisi seperti minggu lalu. Aku akan menyusulmu nanti."
"Baiklah, aku mengerti." Kai dan Kyungsoo pun melangkahkan kakinya berlawan arah dengan kepanikan yang sama.
Confession © ChanBaek
Seoul, 12:05 A.M
Seorang pemuda tinggi tampak tengah menengak minuman beralkohol di depannya. Beberapa wanita tampak mengelilingi dan menggoda dua pemuda itu namun tak ada yang menggubris mereka sama sekali. Pemuda berkulit tan tampak melipat kedua tangannya dan memandang tajam temannya. Sedangkan pemuda jangkung itu mengabaikannya dan justru sibuk dengan gelas−gelas alkoholnya. Meski pun kepalanya sudah mulai pening, namun ia tak menghentikan aksi minumnya yang semakin membuat seorang Kim Jongin emosi ditempat. Kai mengacak rambutnya frustasi sebelum akhirnya merebut gelas minuman Chanyeol yang masih setengah. Chanyeol mendesis dan menatap Kai tajam. Ia pun meraih botol didepannya namun Kai dengan cepat meraih botol itu dan membuat Chanyeol semakin emosi.
"Brengsek!" umpatnya. Kai masih menahan emosinya untuk tidak memukul temannya ini. Dia tahu Chanyeol frustasi, tapi bisakah dia melakukan hal yang benar dan tidak merepotkan orang lain seperti ini? "Hey kau! Berikan aku sebotol lagi!" teriak Chanyeol pada salah satu bartender disana.
"Hentikan bodoh!"
"Apa masalahmu?!" Kai mengatupkan rahangnya yang mulai mengeras. Sungguh menghadapi sifat keras Chanyeol memang harus penuh dengan kesabaran.
"Berhenti bersikap kekanakan, Yeol! Yoora noonamenunggumu di rumah. Kau itu senang sekali membuatnya khawatir!" bentak Kai cukup teredam oleh suara bising club malam yang dikunjungi mereka. Gadis−gadis yang semula mengerubungi mereka tampak menjauhkan diri masing−masing, takut kalau kedua pemuda di depan mereka akan berkelahi. Kai langsung mengusap wajahnya kasar saat Chanyeol mengabaikannya dan kembali menenggak minumannya.
"Pulanglah, Kai."
"Mwo? Kau—" Chanyeol menatapnya dingin.
"Aku akan segera pulang setelah ini. Bilang pada Yoora aku akan pulang sejam lagi. Aku ingin sendiri, Kai. Kumohon mengertilah." Helaan nafas keluar dari bibir tebal Kai. Sungguh, dia bingung harus menghadapi Chanyeol seperti apa. Dia bahkan lebih parah dari dulu. Empat bulan berlalu dan dia semakin bersikap aneh. Tak pernah pulang ke rumahnya dan menginap di hotel bersama beberapa gadis. Ia seolah menjadi makhluk malam dan bahkan melupakan sekolahnya.
"Baiklah, aku akan pulang dulu. Hentikan minummu itu, kau masih harus menyetir mobil nanti." Kai membalikkan badannya, namun sebelum ia benar−benar pergi, ia membalikkan wajahnya dan menatap Chanyeol dari samping. "Sebaiknya hentikan kebiasaan burukmu itu. Kau semakin terlihat brengsek sekarang." Chanyeol menahan nafas saat dadanya kembali tertekan benda berat tak kasat mata. "Kalau kau benar−benar mencintai Baekhyun, harusnya kau berubah menjadi lebih baik. Dia pasti sangat sedih dengan sikapmu yang berandalan itu. Jika kau ingin dia kembali, jadilah Chanyeol yang pantas untuknya, dan tinggalkan sosok brengsek Chanyeol sebelumnya. Tak akan ada yang tahu jika suatu saat nanti kau akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengannya kembali." Chanyeol menunduk, meremas gelas wine di tangannya. Kai pun berbalik, dan berjalan pergi meninggalkan sosok Chanyeol yang rapuh.
Confession © ChanBaek
Chanyeol berjalan terhuyung kearah tempat dimana ia memarkirkan mobilnya. Tangannya setia memegangi kepalanya yang terasa pening, dan berputar−putar. Beruntung ia tidak merasa mual setelah menghabiskan beberapa botol wine disana. Ia ingin segera pulang dan tidur di ranjang empuknya. Ia sudah mengirim pesan pada Yoora kalau ia akan pulang sendiri, sementara Kai pergi ke rumah sakit dimana ibu dan ayah Luhan dirawat. Chanyeol sedikit meruntuki dirinya yang justru berada di club malam dan bukannya menjenguk orang tua orang yang dikasihinya itu.
Setelah memasuki mobilnya, ia segera melajukannya dengan kecepatan sedang. Kepalanya sungguh sakit dan semua seakan bergoyang−goyang. Jalanan terlihat seperti lautan. Entah mengapa, kakinya justru menginjak pedal gasnya dan menambah kecepatan laju mobilnya. Pikirannya sedikit tidak waras kali ini. Ia merasa ia melihat Baekhyun dihadapannya. Ia mempercepat laju mobilnya karena ingin mengejar bayangan Baekhyun yang menurutnya semakin jauh dan jauh.
"Baekhyun−ah..." lirihnya. "Berhentilah... aku mohon." Lagi, dia menambah kecepatan mobilnya hingga melebihi batas kecepatan normal. Bisa saja polisi mengejarnya dan menilangnya, namun ia tak peduli. Bayangan Baekhyun semakin jauh darinya, dan ia hanya ingin menggapainya. Mobilnya bahkan berjalan berlawanan arah dari jalan yang seharusnya di laluinya. Dia mengendarai mobilnya dengan tidak seimbang dan melawan arus dari arah depan. Membuat klakson−klakson mobil lain seolah meneriakinya. Ia mengumpat di tengah−tengah rasa sakit di kepalanya. Ia pun tak peduli jika ini akan membuatnya celaka. Bahkan ia tak sadar jika sebuah truk pengangkut barang melaju tepat di depannya.
Chanyeol memejamkan matanya. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang saat mobil besar itu mengklaksonnya berkali−kali memintanya untuk menyingkir. Ia mengabaikannya. Tak ada gunanya toh jarak mereka sangatlah dekat. Bibirnya tertarik keatas, menunggingkan senyuman pahit yang menyakitkan. Baekhyun hilang, ia sudah pergi. Lalu untuk siapa ia disini? Ia hanya ingin menatapnya setiap harinya. Tak bolehkah? Ia tak kan memilikinya, ia hanya ingin melihatnya. Masih tak pantaskah dia? Mati mungkin lebih baik. Biarlah ini menjadi saat terakhir ia melihat dunia ini.
Tiiin... tiiinnn...
'Chanyeol−ah... Chanyeol... jangan.'
Deg.
Tiiin... tiiinn...
BRAAAAKKKK!
Confession © ChanBaek
Kanada, 12:05 PM.
"BAIXIAN!"
"Ya, Tao?" Seorang pemuda mungil terkekeh dan segera kabur dari bantal yang baru saja dilemparkan Tao padanya. Dan beruntung benda empuk itu tak berhasil mendarat di kepalanya. Ia menjulurkan lidahnya mengejek Tao. Wajah Tao memerah menahan amarah dan malu yang bercampur jadi satu. Ini memang sudah menjadi kegiatan rutin mereka, saling ejek dan bercanda satu sama lain. Seperti Baekhyun yang baru saja menggodanya. "Oh jadi alasan kalian tinggal berdua memang 'itu' yaaaa~ ayo mengaku Tao." goda Baekhyun lagi. Tao yang kesal segera bangkit dan mengejar sosok kecil Baekhyun yang berlari mengelilingi kursi.
"SHUT UP, DASAR BACON!" Baekhyun kembali tertawa keras membuat Tao semakin merengut kesal dan mengejar kakak angkatnya itu. "BAIXIAN!" Baekhyun menyerah, ia pun berhenti dan berjalan kearah Tao, tanpa tahu kalau pemuda yang memberenggut kesal itu menunggingkan seringaian liciknya.
Greb.
"Kena kau, Huang Baixian!" Baekhyun menjerit dengan saat keras saat Tao mencengkeram kedua tangannya dan menggelitiki pinggangnya. Baekhyun tergelak dan tertawa keras dengan airmata yang sudah menetes di sudut matanya. Sungguh, ini sangat geli. Dan Baekhyun sangat sensitif dengan gelitikan itu.
"Ampun Tao! Ahhhaha... Maafkan gege. Hentikan! Aduh, perutku... Ya Tuhan!." Baekhyun mengguling−gulingkan badannya menghindari jemari nakal Tao yang terus−terusan menyentuh bagian sensitifnya. Di tengkuk, leher, telapak kaki dan pinggangnya. "Tao−ya..." Baekhyun mulai merengek. Akhirnya Tao melepaskan kungkungannya dan mengusap peluh di dahinya. Ia menatap Baekhyun yang terbaring di lantai dengan senyuman yang mengejek.
"Berani menantangku lagi, huh?" Tao menggulingkan tubuh Baekhyun hingga tubuh itu terbungkus selimut dengan rapi. Yah, saat bermain tadi seluruh isi rumah berantakan. Entah itu selimut, pakaian, snack, dan barang−barang lain terlempar jauh dari tempatnya. Mereka hanya tinggal bersiap−siap untuk mendapat amukan naga yang sebentar lagi akan pulang. Kris memang selalu pulang saat jam 12 siang, dia ingin makan siang dirumah katanya.
"Astaga! Baixian, Tao! Apa yang kalian lakukan dengan rumahku!" Nah, suara sang naga pun menggema di seluruh sudut ruangan. Baekhyun dan Tao saling merapatkan diri dan menunduk menyesal. Kris sendiri melipat kedua tangannya dan menatap kesal. TaoBaek sudah seperti anak nakal yang dimarahi ibu mereka.
"Maaf ge, tapi Baibai gege yang mengajakku perang duluan."
"Kenapa aku? Kau kan melempariku dengan bantal dan barang−barang lainnya tadi." TaoBaek saling melempar tatapan membunuh membuat Kris berteriak kembali. Mereka sontak menutup kedua telinga mereka. Sudah siap untuk ceramah panjang kali lebar yang akan diucapkan Kris.
"Aduh, kalian membuatku pusing." Kris menatap Tao. "Huang Zitao, berhenti melempar barang−barang itu. Kalau rusak kau bisa menggantinya?" Tao menunduk dalam, lalu mengangguk−angguk mengerti. Kris kemudian menatap Baekhyun. "Huang Baixian, kau yang tertua, jadi berhenti mengejek adikmu dan membuatnya mengacau seperti ini." Bibir Baekhyun melengkung ke bawah. "Sekarang kalian bereskan semua ini!" Mereka pun segera mematuhi perintah Kris sebelum ia kembali menyemburkan api dari dalam mulutnya.
Ddrrtt...ddrrrttt...
Kris yang baru saja bersandar pada sofanya langsung dikagetkan oleh getaran dari ponselnya. Ia merogoh sakunya dan menemukan ID Yoora di layar smartphonenya. Ia menyerngitkan dahi. Tumben noonanya itu menghubunginya. Segera saja ia menyetuh tombol hijau dan meletakkan ponselnya di telinga.
"Yeob—"
"Pulang ke Korea sekarang, Chanyeol kecelakaan!" Mata Kris membulat. Ia sempat melirik Baekhyun sebelum akhirnya menanyakan keadaan Chanyeol dengan suara yang setengah berbisik. Ia pun mematikan sambungan telefonnya beberapa menit kemudian. Bukankah ini masih malam di Korea? Butuh delapan jam lebih untuk sampai disana. Setelah berbincang dengan Yoora dengan penuh kepanikan tadi, akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke Korea hari ini juga. Ia menyimpan smartphonenya ke dalam sakunya dan menatap TaoBaek yang kembali bercanda dan saling tertawa. Ia menghela nafas dan memanggil Tao. Tao pun segera menghampirinya.
"Aku akan pulang ke Korea sekarang juga." Kris berbisik pada Tao. Sesekali ia melirik Baekhyun yang sibuk melipat selimutnya. "Dan jangan katakan apapun pada Baekhyun." tambahnya lagi. Alis Tao terangkat sebelah. Dan saat melihat tatapan memohon Kris mau tidak mau ia menganggukkan kepalanya. "Kau harus menjaga rahasia ini." Oke, Tao benar−benar bingung sekarang.
"Apa terjadi sesuatu?" tanyanya.
"Chanyeol kecelakaan."
"Mwo?!" Tao memekik kecil dan menutup mulutnya saat menyadari Baekhyun tengah melirik mereka. "Lalu bagaimana keadaan Chanyeol?" Tao pun berbisik pada Kris.
"Yoora noona tadi bilang dia masih ditangani dokter karena mengalami benturan keras di kepalanya, dan matanya juga terkena serpihan kaca. Mungkin ia akan melewati beberapa kali operasi." Wajah Tao tampak memucat, dia memang takut sekali dengan darah atau adegan seram seperti tabrakan, pembunuhan, operasi dan sebagainya. Ia tak bisa membayangkan seperti apa keadaan Chanyeol yang mungkin wajahnya penuh dengan darah. "Abeoji dan eomma sudah pulang ke Korea lima belas menit yang lalu, sekarang aku harus menyusul mereka juga." Tao mengangguk. Kris ingin memasuki kamarnya saat Tao kembali memegang lengannya dengan erat.
"Tunggu ge, bagaimana itu bisa terjadi?"
"Chanyeol mengendarai mobil pada saat ia mabuk." Kris mengusap wajahnya kasar. Dia juga bingung sekarang. Matanya tampak tak tenang karena selalu melirik ke arah Baekhyun. Dia tak mungkin memberitahu Baekhyun. Pemuda kecil itu pasti akan panik. Jika ia membawa Baekhyun dan tiba−tiba muncul disana, orang−orang pasti akan mencekiknya saat itu juga karena dianggap telah menculik Baekhyun. Ia menghela nafas lagi. Ia lagi−lagi memandang Baekhyun yang kini tengah menatap keluar jendela dengan pandangan sendu, entah apa yang dipikirkan pemuda mungil itu. Ia lalu beralih pada Tao lagi. "Jaga dia Tao, katakan saja gege sedang ada bisnis di luar negeri." Tao mengangguk paham. "Aku akan mengabari lagi nanti."
"Semoga Chanyeol tidak apa−apa."
"Yeah, semoga saja."
Confession © ChanBaek
"Bagaimana keadaan Chanyeol?" Yoora yang tengah menunduk mulai mengangkat kepalanya dan menatap Kris.
"Kau langsung kemari tadi?" Kris mengangguk. "Dokter Lee sedang menanganinya lagi, Kris. Kondisinya sempat downtadi." Kakak perempuannya menunduk dalam, membuat Kris pun ikut merasakan kesedihannya. Ia duduk disamping Yoora dan memeluk kakaknya itu. Memberikan sedikit kenyaman untuknya. Ibu Chanyeol tampak menangis di dekapan suaminya sedangkan KaiSoo duduk berdua disamping Yoora dan Kris. Mereka hanya menatap bingung kearah Kris karena mereka memang tak mengenalnya.
"Kris hyung?" Kris mendongak dan menemukan Sehun yang tersenyum kecil padanya. "Lama tak bertemu. Dan sayang sekali kita bertemu dalam keadaan yang seperti ini." Kris tersenyum paksa. Benar, sudah lama sekali ia tak bertemu dengan cinta pertamanya, Oh Sehun. Sebenarnya ia dulu menyanggupi ajakan Tuan Park ke Kanada karena sosok Sehun. Dia pernah menyukai Sehun dulu, bahkan sangat mencintainya. Namun ia tak bisa memilikinya karena Sehun adalah sepupu Chanyeol, meskipun mereka tak sedarah, tetap saja Sehun bagian dari keluarganya. Ia pun mengikuti Tuan dan Nyonya Park ke Kanada, mengurusi perusahaan serta melanjutkan sekolah disana. Melupakan perasaan terpendamnya dan bertemu secara tak sengaja dengan Tao.
"Kau bersama suamimu?" Sehun mengangguk, menarik lengan Luhan dibelakangnya dan mengenalkan mereka berdua.
"Orang tua Luhan juga dirawat disini. Setelah kami melihat keadaan Chanyeol, kami akan kembali kesana. Jika kau membutuhkanku dan tak bisa menghubungi ponselku, kau bisa ke kamar rawat keluarga Byun." Oke, mungkin ini adalah saat pertama Kris bertemu Luhan. Tapi dia tahu betul siapa Luhan. Byun Luhan, kakak Byun Baekhyun. Salah satu orang yang juga membuat Baekhyun memilih pergi dari Korea. Jadi, orang tua Baekhyun masuk rumah sakit? Dia sedikit tertegun mendengarnya, haruskah dia memberi tahu Baekhyun? Ia menggeleng pelan dan mencoba mengalihkan pikirannya dengan mengobrol bersama Sehun. Sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk memikirkan masalah Baekhyun. Setelah obrolan kecil mereka, dokter yang memeriksa Chanyeol pun keluar, semua orang segera menanyakan keadaan Chanyeol. Sang dokter hanya menghela nafas dan tersenyum kecil.
"Hhh, maafkan saya sebelumnya. Tapi... saya harus mengatakan hal ini. Kondisi Park Chanyeol benar−benar kurang menguntungkan. Ia kehilangan banyak darah dan luka−luka di tubuhnya cukup serius. Dia juga terlihat dalam kondisi tertekan apalagi dia sempat menenggak banyak alkohol sebelumnya. Itu mungkin akan membuatnya tertidur cukup lama. Semua tergantung pada Chanyeol−sshi sekarang. Dia ingin membuka matanya atau justru sebaliknya." ucapan terakhir sang dokter benar−benar membuat tangis Yoora dan ibunya pecah. "Maaf, kami sudah melakukan yang terbaik dan semampu kami."
.
Disisi lain...
"Baibai gege, kenapa kau melamun?" Baekhyun tersentak saat tangan Tao menyentuh pundaknya. Ia tersenyum paksa dan menggeleng pelan. "Aku harus ke mini market dulu. Ingin membeli snack. Kau ingin menitip ice cream?" Baekhyun hanya mengangguk kecil. "Baiklah, aku tinggal dulu, ge." Tao pun segera melesat pergi dari rumahnya. Baekhyun kembali menopang dagunya. Ia menatap hamparan kebun bunga di samping rumahnya dengan pandangan kosong. Ia menghela nafas. Kenapa perasaannya tidak enak semenjak tadi? Entah kenapa dia ingin melihat Chanyeol. Ia sangat merindukannya.
"Astaga, sebenarnya apa yang telah kupikirkan?" Ia memukul−mukul kepalanya, mencoba menghilangkan sosok Chanyeol dari ingatannya. "Chanyeol−ah, apa yang sebenarnya terjadi denganmu?" Ia meremas kemejanya saat merasa dadanya mulai berdenyut sakit. "Jangan... jangan pergi..." Ia menggumam tidak jelas dan mengigit bibir bawahnya saat setetes airmata tak sengaja jatuh dari pelupuknya. Ia sendiri bahkan tidak tahu apa yang dirasakannya kini. Ia seolah tak ingin kehilangan Chanyeol. Jantungnya berdegup tak tenang dan sakit. Ia ingin bertemu Chanyeol sekarang juga. Perasaan itu sungguh meluap−luap dan membuatnya tak tenang. "Jangan pergi..." Ia semakin terisak karena tak bisa menemukan jawaban atas perasaan kalutnya ini.
Ya Tuhan... sebenarnya apa yang terjadi?
.
"Eomma, ada apa dengan Chanyeol?"
"Astaga, Chanyeol..."
"Kenapa badannya mengejang?"
"CHANYEOL! CHANYEOL−AH!"
"PARK CHANYEOL!"
"Eomma..."
"Kai, Kris! Cepat panggilkan Dokter Lee!"
"Baik... baik... tunggu sebentar!"
"Dokter Lee!"
"Tolong dia dokter! Cepat!"
"Dokter Lee, tolong Chanyeol! Dia... Dia..."
"ANDWAE CHANYEOL!"
Flashback
Seorang pria paruh baya berjalan ke suatu tempat dengan tergesa−gesa. Ia baru saja mendapat telefon dari kantor polisi yang telah menemukan sesuatu hal penting. Mungkin saja, petunjuk keberadaan Baekhyun. Memikirkannya saja, membuat ayah Baekhyun, Tuan Byun amat sangat senang. Ia sungguh tidak sabar untuk mendengarkan informasi yang akan diberikan polisi nanti. Ia hanya harus menemui mereka di sungai Han. Entah apa yang mereka temukan di sana. Tak lama kemudian, ia bisa melihat banyaknya polisi di bantaran sungai. Tengah berbicara satu sama lain. Langkahnya memelan saat merasakan aura yang aneh di sekitarnya. Mereka tampak serius dan sesekali menghubungi seseorang. Tepat saat ia akan bertanya pada salah satu petugas, sebuah mobil ambulance datang. Ia menyerngit bingung.
"Maaf, saya Byun Youngsoo. Anda tadi bilang anda menemukan petunjuk keberadaan anak saya?" ucapnya saat berhadapan dengan kepala polisi yang dimintainya untuk mencari anaknya. Polisi yang berumur sama dengannya itu menatapnya iba. Membuat jantung Tuan Byun berdebar tak karuan.
"Maafkan kami Tuan Byun. Kami tadi menemukan sesuatu di sini.." Kepala polisi itu memanggil anak buahnya yang membawa beberapa kantung plastik hitam, tempat yang biasanya digunakan untuk menyimpan barang bukti. "Kami menemukan ini... bukankah ini blazer sekolah anak anda?" Kepala polisi itu mengeluarkan sebuah blazer dari dalam kantung tersebut dan berhasil membuat Tuan Byun tercengang. Ada plat nama anaknya di sana. "Kami juga menemukan sepasang sepatu yang telah basah. Dan lagi... di sana..." Polisi itu menunjuk pinggir sungai Han. "Ada bekas telapak kaki..." Polisi itu menghela nafas membuat Tuan Byun makin berkeringat dingin.
"Sepertinya anak anda telah melakukan bunuh diri di sungai ini. Diperkuat dengan adanya jejak kaki dan seragam−seragam ini. Anda sendiri yang bilang kalau anak anda pergi menggunakan seragam sekolah kan? Maaf Tuan, sepertinya anak anda nekat menerjunkan dirinya ke dalam sungai dan maaf karena kami belum bisa menemukan mayatnya. Kami masih berusaha mencarinya. Anda harus tabah."
Deg.
Bagai di hujam ratusan tombak, Tuan Byun luruh di tanah. Pria paruh baya itu mulai menitikkan airmata. Penyesalan dalam hatinya menguap dan menguar hingga memenuhi saraf−sarafnya. Ingatan masa lalu bersama Baekhyun langsung berputar seperti film. Tangan pria itu meremas jasnya dengan sangat keras. Nafasnya tiba−tiba terasa sesak dan putus. Matanya melotot saat merasakan jantungnya seolah dihujam batu−batuan yang sangat berat. Ia sudah tak dapat mendengar kekhawatiran dan teriakkan kepala polisi yang bersamanya tadi. Ia hanya melihat bayangan Baekhyun yang rapuh dan menangis sebelum akhirnya Tuan Byun menutup matanya perlahan, kehilangan kesadaran.
Flashback End
.
Sudah beberapa jam keluarga Park menunggu dalam kebingungan. Ibu Chanyeol dan Yoora belum juga berhenti menangis. Sedangkan Kai tampak mengusap−usap pundak Kyungsoo, memberi ketenangan. Walau pun pemuda kecil itu tidak menangis, namun kesedihan sangat terlihat jelas di raut wajah manisnya. Membuat Kai tak bisa untuk mengabaikannya. Kris tampak terus memeluk ibunya. Dia juga tak sanggup jika kehilangan Chanyeol. Lebih tepatnya ia belum siap. Apalagi ia masih memiliki banyak rahasia yang belum dikatakannya pada Chanyeol. Tentang ia dan Baekhyun, tentang menghilangnya Baekhyun dan semuanya. Ia merasa bersalah. Sedangkan pasangan HunHan sudah kembali ke ruang rawat keluarga Byun karena ada masalah di sana. Dan di menit akhir jam 4 pagi, pintu akhirnya terbuka. Semua segera menghampiri sang dokter untuk menanyakan keadaan Chanyeol. Dokter Lee melepaskan masker di wajahnya dan hanya menunduk sedih.
"Bagaimana keadaan Chanyeol, dokter?" Yoora bertanya tidak sabaran. Sang dokter mengusap wajahnya dan menghela nafas berat. "Katakan dokter!"
"Maaf..."
"Apa maksudnya, dokter?"
"Chanyeol, dia..."
Confession © ChanBaek
3 tahun kemudian
Baekhyun terus mengigit bibir bawahnya. Airmata terus mendesak keluar, namun ia berusaha untuk tetap terlihat baik. Ia tak mau membuat Kris khawatir. Ia melemparkan pandangannya keluar jendela mobil yang ditumpanginya lalu menghela nafas perlahan saat sesak kembali menderanya. Seoul... sudah lama ia tak menginjakkan kakinya di kota kelahirannya ini. Semua kenangan yang berusaha dikuburnya seolah keluar dan menjadi flashback di sepanjang perjalanannya. Kenangan ketika ia dan Luhan masih kecil, kenangan saat bersama orang tuanya, saat ia sakit dan masuk rumah sakit, serta kenangannya bersama Yejin. Dan diakhir flashback kehidupannya, ia teringat sosok Chanyeol. Sosok yang tak mungkin digapainya lagi. Sosok yang kini hanya menjadi kenangan dalam album birunya. Sosok yang dicintainya tanpa bisa diraihnya. Sosok yang sudah tidak ada dalam kehidupannya lagi. Melihat kerapuhan adiknya, Kris hanya bisa mengeratkan genggaman tangannya pada Baekhyun.
"Menangislah jika kau ingin menangis..." Baekhyun menatap Kris dengan mata yang berkaca−kaca. Namun sekali lagi, ia menggeleng dan menahan kuat perasaannya. Setelah sekian lama, ia baru ingin mengunjunginya sekarang. Orang yang dikasihinya, orang yang sangat disayanginya, dicintainya sepenuh hati. "Kau baik−baik saja kan?" Ia mengangguk pelan dan kembali mengedarkan pandangannya keluar mobil. Tak berapa lama, mobil mereka berhenti di sebuah pemakaman umum. Baekhyun hanya mampu menahan segala sesak yang menumpuk dan akhirnya keluar menyusul sosok Kris.
'Apa... aku siap?' tanyanya dalam hati.
Dan di sinilah mereka berdua, berdiri di sebuah makam berukuran besar di sana. Baekhyun menahan nafas sebelum akhirnya menghampiri makam itu dan meninggalkan sebuket bunga mawar putih disamping nisan. Ia duduk disamping gundukan bundar itu, lalu mengusap pelan tulisan hangul di sana. Merasa airmatanya ingin keluar, Baekhyun segera mengenakan kacamata hitamnya. Ia tak mau Kris melihatnya menangis. Ia memantapkan hatinya dan tersenyum kearah nisan itu.
"Apa di sana sangat menyenangkan sampai kau memilih untuk pergi ke sana?" monolognya. Ia kemudian menunggingkan senyum kecut. "Apa...hhh, apa kau tak merindukanku, hah!" Baekhyun mulai menunduk dan menggigit bibir bawahnya lagi. "Kenapa kau tega meninggalkanku? Aku bahkan belum sempat mengatakan satu hal padamu." Ia mulai terisak. Ia tak bisa memungkiri kalau hatinya berdenyut sakit. Sakit karena kehilangan orang terpenting dalam hidupnya.
"Maaf, aku baru mengunjungimu setelah tiga tahun berlalu." Ia mengusap lelehan di matanya, mengabaikan kacamata hitam yang membuatnya semakin kesulitan. "Aku belum siap. Aku selalu mencoba untuk tetap baik−baik saja selama tiga tahun ini. Tapi apa? Aku selalu merindukanmu. Setiap saat..." Isakan Baekhyun semakin terdengar menyakitkan. "Perlu waktu yang lama untuk memupuk keberanianku. Namun nyatanya sia−sia karena aku tetap menangisimu. Hiks." Ia mencengkeram kemeja hitamnya. "Maaf... maafkan aku..." Ia mengusap makam itu sekali lagi sebelum akhirnya berdiri disamping Kris.
"Aku akan mengatakannya sekarang. Aku tahu, kau pasti akan mendengarnya. Aku... hiks.. aku sangat menyayangimu melebihi diriku sendiri. A−Aku... aku sangat mencintaimu—" Bahu Baekhyun bergetar pelan dan Kris dengan sigap mengusapnya. Berusaha menenangkannya. Baekhyun pun mulai mengangkat wajahnya dan tersenyum manis. "—Appa..."
Confession © ChanBaek
Seoul University...
"Hai, Yeol! Semakin rajin saja kau ini!"
"Sialan kau!" Seorang pemuda tinggi mengumpat saat salah satu teman fakultasnya mengejeknya. Bukan mengejek dalam artian menghina, namun lebih ke menggodanya. Dan umpatan Chanyeol hanyalah guyonan. Mereka saling melempar tawa renyah dan Chanyeol memilih untuk melanjutkan langkahnya yang tertunda. Ditangan kanannya, ada beberapa gulungan kertas karton berwarna putih, dan dibahunya tersampir tas ransel warna hitam. Tak lupa dengan dandanan super tampannya serta kacamata berbingkai hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Yah, Chanyeol berubah. Ia tampak lebih segar dan dewasa. Dari penampilannya, sudah bisa ditebak kalau ia adalah anak yang sangat rajin. Jadi jangan heran jika Chanyeol yang sekarang adalah mahasiswa terbaik dan tercerdas di angkatannya.
"Chanyeol−ah! Hoooee, Park Chanyeol!" Seseorang memukul belakang kepalanya membuat ia mendengus kesal. Ia memutar bola matanya saat pemuda di depannya tersenyum bodoh. Tak lama, ia pun mendengar kekehan pemuda lain di belakang pemuda tadi.
"Hentikan tingkahmu itu, Kim Jongin! Aku heran kenapa murid sepertimu bisa diterima di sini." Sekali lagi Kai memukulnya, kali ini di pundaknya.
"Sombong sekali kau sekarang." Chanyeol terkekeh pelan. Ia kemudian memindahkan beberapa kertas karton ditangannya ke tangan Kai. Kai pun tanpa keberatan menerimanya. Ia pun segera memperbaiki letak ranselnya. "Wah, kau semakin sibuk saja setelah berhasil menjadi asisten dosen. Astaga! Kemana si brengsek Chanyeol dulu?" Chanyeol melotot saat mendengar sindiran Kai, dan pemuda berkulit tan itu hanya nyengir kuda. Jika kau bertanya kemana? Tentu saja Chanyeol akan mengubur masa lalunya itu dalam−dalam. Tiga tahun lebih dia berusaha menjadi Chanyeol yang lebih baik, dan ia berhasil. Ia berjanji dalam hati kalau dia takkan pernah menyentuh dunia malamnya lagi.
"Jangan begitu, Kai. Memangnya kau tidak suka melihat Chanyeol yang seperti ini?" Kai hanya tertawa dan merangkul pundak Kyungsoo.
"Tentu saja aku senang. Aku tak perlu menjemputnya di club malam lagi, kan?" Chanyeol hanya memutar bola matanya bosan. Tak lama kemudian, Chanyeol melepaskan kacamatanya dan mengusap matanya perlahan. "Masih sakit ya?" Kai bertanya penasaran. Chanyeol hanya tersenyum kecil dan mengangguk pelan. Ia pun mengambil obat tetes mata yang selalu dibawanya setiap saat dan meminta Kai untuk meneteskannya ke dalam matanya. Setelah merasa lebih baik, ia pun menggunakan kacamatanya kembali.
"Sudah tidak apa−apa..." Kedua temannya menatapnya khawatir. "Hanya saja masih sensitif dengan cahaya." ujarnya kemudian. Mata Chanyeol yang terkena pecahan kaca memang pernah mengalami kebutaan, namun beberapa bulan setelahnya, ia mendapat donor mata. Namun karena luka di matanya cukup serius, ia masih akan mengalami masa−masa sulit untuk penyembuhan totalnya. Terkadang ia akan merasa perih, gatal, lalu berair. Dia juga sensitif dengan cahaya, entah cahaya lampu atau cahaya matahari secara langsung. Perlu bertahun−tahun untuk membuat kornea matanya benar−benar sesuai. Maka dari itu ia memilih menggunakan kacamata sekarang. Kadang ia menggunakan kacamata hitam atau bening. Ia masih dilarang untuk menggunakan softlens karena akan menganggu kinerja kornea barunya.
"Jangan terlalu lelah, Yeol. Kau belum sembuh benar." Chanyeol hanya tersenyum menanggapi Kyungsoo.
"Astaga! Kita ada kelas, Kyung. Ayo kembali atau Mrs. Wong akan mencekik kita." Kai melempar gulungan karton Chanyeol dan langsung menyeret lengan Kyungsoo, mengabaikan tatapan bingung Chanyeol. Kyungsoo yang diseret seperti itu hanya bisa melambai−lambai ke arah Chanyeol, meminta pertolongan. Pemuda tinggi itu terkekeh dan memungut gulungan kartonnya di lantai. Hari ini dia akan membahas sketsa yang tergambar di kartonnya tadi bersama beberapa anak dari fakultas yang sama dengannya. Ia pun mulai melangkah keluar gedung universitasnya menuju kafe di seberang jalan raya. Saat ia hendak menyeberang, tak sengaja matanya menatap ke dalam sebuah mobil yang melintas di depannya dan tertegun. Ia mematung beberapa saat sampai mobil itu melewatinya.
"B−Baekhyun?" Matanya membulat sempurna. Ia yang semula hendak menyeberang langsung berlari ke arah mobil tadi. Melewati trotoar dan menyenggol beberapa pengguna jalan. Ia hanya meminta maaf dengan berteriak dan kembali berlari mengejar mobil itu. Ia tak mungkin salah lihat. Walau pun matanya mengalami kelainan, namun ia tahu betul kalau itu adalah Baekhyunnya. "BAEKHYUN! BAEKHYUN−AH!" Ia terus berteriak memanggil nama Baekhyun, dan langkahnya berakhir saat mobil itu berbelok jalan lalu menghilang. Ia bertumpu pada lututnya dan mengatur nafasnya yang terengah−engah setelah berlari beberapa ratus meter dari tempatnya berdiri tadi. Wajahnya terangkat dan dapat dilihat beberapa peluh telah menetes di pelipisnya. Ia menyandarkan tubuhnya di batang pohon, saat merasakan matanya kembali perih.
'Itu pasti Baekhyun... aku yakin.'
Confession © ChanBaek
"Kau benar−benar tak ingin menengok Luhan sebelum kembali ke Kanada?" Baekhyun tersenyum dan menggeleng pelan. Kris hanya mampu menghela nafas. Adiknya belum bisa menghadapi masa lalunya, ia bahkan belum bisa bertatap muka dengan kakak kandungnya sendiri. Baekhyun pikir, ia belum siap untuk itu. Biarlah mereka menganggapnya sudah mati. Itu lebih baik. Atau bisa saja mereka telah melupakannya. Siapa yang tahu? Bukankah memang tak ada yang menginginkannya? Lalu untuk apa dia kembali? Mereka mungkin sudah berbahagia sekarang. "Kudengar Luhan dan Sehun mengadopsi seorang anak laki−laki." Baekhyun yang semula bermain ponselnya langsung beralih menatap Kris. "Namanya Daniel Oh atau Oh Hyunoo." Baekhyun tersenyum manis dan mengangguk mengerti.
"Baguslah. Mereka pasti sangat bahagia sekarang." Lagi−lagi helaan nafas keluar dari mulut Kris.
"Kau salah, Baek. Mereka bahkan masih mencarimu sampai sekarang."
"Bukankah kau bilang, mereka mengira aku telah bunuh diri di sungai Han? Apa itu kurang meyakinkan?" Kris menyenderkan punggungnya pada kursi tunggu bandara Incheon ini, sedangkah Baekhyun tetap memilih memandang layar smartphonenya, entah apa yang dilihatnya.
"Mereka tak mungkin percaya semudah itu, Baek. Mayatmu bahkan tak ketemu. Kau hanya melakukan hal yang sia−sia. Orang gila mana yang mau bunuh diri di sungai, huh. Kebanyakan mereka yang bunuh diri justru melakukannya dari atas lantai gedung agar mayatnya bisa dilihat nantinya. Dan lebih berefek dramatis pada keluarganya. Tapi kau... mana ada yang percaya. Yang kau lakukan hanya meninggalkan barang−barang itu di sana." Benar, semua yang terjadi serta bukti−bukti dan petunjuk di sungai Han itu hanyalah akal Baekhyun agar semua mengira ia telah meninggal. Namun justru berujung pada kematian ayahnya dan semua keluarganya juga tak mempercayai itu. "Itu justru membunuh ayahmu sendiri, Baek." Baekhyun tertegun. Ia dapat merasakan sesak secara perlahan menjalari rongga dadanya.
"Maka dari itu aku merasa bersalah, hyung. Aku takut."
"Kau terlalu pesimis, Baekhyun−ah. Bahkan butuh tiga tahun untuk membujukmu agar mau kembali kemari dan mengunjungi makam ayahmu." Baekhyun menunduk. Ia sadar, Kris tak berniat menyalahkannya atau pun memojokkannya. Ia tahu betul kalau ia yang bersalah. Hanya saja, ia tak suka diingatkan seperti ini. Ini membuatnya semakin bersalah. "Maaf, Baek. Hyung tak bermaksud membuatmu sedih. Hyung hanya tak ingin kau terus−terusan menghindari mereka. Suatu saat kalian semua pasti akan bertemu, Baek. Kau takkan bisa membodohi mereka selamanya." Perlahan, pundak Baekhyun bergetar. Ia menangis lagi. Ia tahu kalau ia sangat egois. Ia membuat keluarganya makin hancur. Tapi dia bisa apa, ia terlalu takut untuk menghadapi mereka. Ia tak sanggup.
"Maaf hyung... maafkan aku. hiks." Kris memeluknya hangat dan mengusap−usap pundaknya. Menyalurkan kehangatan barang sebentar sebelum mereka berpisah karena Baekhyun harus kembali ke Kanada sementara Kris harus tinggal di sini. Tak lama kemudian, suara panggilan keberangkatan pesawat mulai terdengar. Kris pun melepaskan pelukannya dan mulai berdiri.
"Nah, sekarang kau harus bersiap. Pesawatmu akan segera berangkat." Kris mengusap lelehan airmata Baekhyun dan Baekhyun hanya tersenyum kecil. Kris mulai berjalan dengan menggandeng tangan pemuda kecil itu. "Kau bisa tidur nanti di perjalanan, dan jangan mengabaikan makanan di dalam pesawat nanti. Dan hubungi Tao jika kau sudah sampai di bandara agar dia menjemputmu. Nah, setelah itu... kau harus menghubungi hyung. Mengerti?" Baekhyun tersenyum dan mengangguk lucu.
"Aku mengerti hyung. Jangan khawatir. Aku bisa menjaga diriku sendiri." Kris hanya balas tersenyum dan mengacak helaian rambut adiknya. Saat akan memasuki pintu menuju lapangan penerbangan, Baekhyun pun melepaskan tautan tangannya. Ia tersenyum lagi sebelum akhirnya bergegas menyeret kopernya lalu melambai pada Kris saat akan melewati petugas tiketnya.
"Jangan lupa menghubungi hyung jika kau sudah sampai!" Kris berteriak. Baekhyun pun mengangguk tanda mengerti.
.
Piip.
"Yeoboseyo?"
"Kris hyung, kau sedang dimana?"
"Bandara Incheon, aku baru saja mengantar temanku. Ada apa, Chanyeol−ah?"
"Abeoji memintamu untuk segera pulang."
"Ke rumah?"
"Hn, ke rumah. Kami menunggumu."
"Baiklah, aku akan segera pulang."
Confession © ChanBaek
A few months later...
Canada.
"Apa?! Gege belum bisa kembali ke Kanada? Ugh, ini sudah hampir tujuh bulan, ge. Aku bisa gila di sini!" Tao berteriak kesal pada penelepon di seberang. Tak peduli kalau seluruh pegawainya bergidik ketakutan melihatnya. Apalagi dia menggunakan bahasa korea yang membuat semua pegawainya yang kebanyakan adalah warga China dan Kanada itu semakin bingung. Baekhyun sendiri justru terkikik mendengarnya. "Mwo? Aku tidak merindukanmu, dasar naga jelek!" Wajah Tao memerah. Oke, Baekhyun sudah tidak bisa menahan tawanya lagi sekarang. Ekspresi adiknya sungguh lucu. Rindu tapi gengsi. Kentara sekali di wajahnya. "TIDAK! A−Aku... Aku hanya kerepotan di sini!" Bibir Tao kemudian mengerucut lucu. "Huh? Baibai gege tak membantu sama sekali."
"Mwo?!" pekik Baekhyun tidak terima dan hanya di balas cengiran tanpa dosa dari Tao.
"Baiklah... beberapa minggu lagi ya. Maaf ge."
"..."
"Hn, aku mengerti. Aku akan menjaganya."
"..."
"Aku akan menunggu. Baiklah, sampai jumpa. A−Aku j−juga menc−cin−cintai gege. Bye."
Piip.
"BWAAHAHAHAAA!" Tawa pemuda kecil itu pun menggema di seluruh bagian belakang restaurant. Beruntung restaurantHuang baru saja ditutup, kalau saja restaurant masih buka, mungkin suara Baekhyun akan terdengar oleh semua pelanggan. Sedangkan Tao? Bibirnya semakin melengkung ke bawah. Baekhyun pasti menertawainya karena pembicaraan terakhirnya tadi. Ugh, itu sangat memalukan. Ia menghempaskan tubuhnya di kursi samping Baekhyun dan menatap sengit kakak angkatnya.
"Berhenti tertawa, Baixian! Suaramu membuatku tuli!"
"Hhhahaha. Tapi...pfttt. aku tidak bisa. Itu terlalu lucu." Tao memukul−mukul punggung Baekhyun hingga pemuda kecil itu tersedak ludahnya sendiri. Kini justru Taolah yang menertawainya. "Sialan! Uhhuk. Ambilkan air!" omel Baekhyun lucu. Ia masih saja terbatuk−batuk dan memegangi tenggorokannya yang perih. 'Sepertinya Tao baru saja menyumpahiku' batinnya dalam hati. Setelah Tao mengambilkan jus stroberi dingin padanya, ia langsung menengak minuman pink itu hingga habis.
"Rasakan! Hhaha."
"Ssshh—shut up!" Baekhyun menuding Tao kesal. Ia mengusap sisa−sisa jus di bibirnya lalu menatap Tao. "Kris hyung tadi bilang apa?" Tangan Tao yang sibuk mengaduk−aduk jus mangganya pun terhenti. Ia menghela nafas kecewa.
"Kris ge bilang dia akan pulang beberapa minggu lagi. Dia masih dibutuhkan di sana."
"Sabar Taozi, hum." Baekhyun mengangguk−angguk meyakinkan Tao. Tangannya pun tergerak untuk mengusap punggung Tao. Tao tersenyum melihatnya. Sungguh, dia merasa sangat beruntung menjadikan Baekhyun sebagai kakaknya. Ia bahkan tidak menduga kalau sifat asli Baekhyun begitu ceria dan asyik. Sangat berbeda sangat dia masih di Korea. Terkesan pendiam dan suka menyendiri.
Ia jadi teringat saat pertama kali Kris membawanya kemari. Saat itu tentu saja ia kaget. Baekhyun dengan wajah yang muram dan mata yang membengkak datang bersama Kris ke rumahnya. Ibu Tao yang memang sangat baik, langsung saja memeluk dan menenangkan Baekhyun setelah Kris menceritakan semuanya. Ia sungguh iba. Maka dari itu Tao langsung mengusulkan untuk mengangkat Baekhyun sebagai saudaranya dan mengganti namanya. Mereka pindah dari rumah besar Huang ke rumah Kris dan memulai semuanya dari sana. Awalnya Baekhyun sempat drop. Sering menangis sendiri dan terus−terusan melamun. Membuat hatinya tergerak untuk memberikan kasih sayang pada pemuda kecil itu. Lama kelamaan, Baekhyun pun menjadi pribadi yang lebih terbuka dan sering tersenyum. Ia tak menyangka kalau ia akan sedekat ini dengan Baekhyun. Melihat bagaimana tersiksanya Baekhyun oleh Chanyeol dulu, membuat Tao ingin sekali melindunginya.
"Ah ge, sudah jam 10 malam. Ayo pulang!" Baekhyun meletakkan gelas jusnya yang telah kosong dan mulai berdiri dari kursinya. "Guixian ge!" Seorang pemuda tampan bertubuh tinggi langsung menghampiri Tao. "Katakan pada semua pegawai untuk segera pulang dan beristirahat. Lalu, nanti kau kunci semua pintunya ya. Besok datang lebih pagi. Bukankah besok waktu piketmu?" Pemuda itu tersenyum kecil dan mengangguk. "Terima kasih, ge." Baekhyun dan Tao pun bergegas keluar dari restaurant keluarga Huang.
"Guixian gege itu sangat tampan dan pintar... sayang sekali, dia bisu." ujar Tao sedih, saat mereka baru saja memasuki mobil.
"Hey Taozi! Di dunia ini tak ada yang sempurna, bukan?" Dan mereka pun saling melempar senyuman manis.
Confession © ChanBaek
Seoul, South Korea...
Keluarga Park terlihat tengah berkumpul di ruang makan. Baik orang tua Chanyeol maupun kakaknya, Yoora, sudah lebih sering menghabiskan waktu mereka di rumah bersama si bungsu Chanyeol. Setelah kecelakaan yang hampir membuat Chanyeol meninggal, semua kembali normal dan justru semakin membaik. Perhatian−perhatian yang jarang di dapatkan Chanyeol sekarang selalu ada setiap saat. Kakaknya juga sering keluar makan siang bersama Chanyeol. Apalagi di tambah Kris yang selalu menghabiskan waktunya dengan bekerja di Kanada. Semua kebersamaan ini menjadi terasa hangat.
"Jadi, kalian sudah mengurusi semua surat−surat kepindahan Chanyeol?" Tuan Park membuka suara memecahkan keheningan yang hanya berisi suara dentingan sendok dan gelas itu. Kris menelan makanannya dan tersenyum.
"Semua sudah beres abeoji. Pihak kampus Chanyeol sedikit menyayangkan kepindahannya karena Chanyeol sangat berprestasi di sana." Tuan Park tertawa mendengar penuturan Kris. Sedangkan Chanyeol hanya memutar bola matanya malas. Kris memang sangat berlebihan. Tuan Park menepuk−nepuk pundak Chanyeol bangga. Nyonya Park sendiri secara refleks langsung menambahkan nasi ke dalam piring Chanyeol. Membuat sang anak langsung protes. Ibunya hanya tertawa jahil. "Dan lusa kami sudah akan berangkat ke Kanada." tambah Kris kemudian. Dia sedikit ragu menerima keputusan ayahnya tentang kepindahan Chanyeol ke Kanada.
"Jaga adikmu itu ya, Kris." Nyonya Park berkata, dan berhasil menyadarkan Kris yang sempat melamun tadi.
"Tentu saja eomma. Aku akan menggantungnya jika dia berani menginjakkan kakinya di club malam."
"Ah hyung!" Chanyeol protes dan mendapat jitakan dari ibunya. Menjadi maknae di dalam keluarga ini memang harus rela diperlakukan layaknya anak kecil. Keluarga Park pun saling melempar tawa bahagia. Sungguh, gurat wajah bahagia ini sangat diimpikan Chanyeol sejak dulu. Dengan begini, ia sudah bisa merelakan sosok Yejin yang memberinya kehangatan dulu. Yeah, memang benar. Ia menjadi sangat tergantung pada gadis itu karena ia tak pernah mendapatkan kasih sayang seperti ini dulu. Semua terlalu sibuk dengan urusan mereka masing−masing. Hanya Yejin yang memperhatikannya saat ia terpuruk. Bahkan Yejin yang merawatnya saat tengah sakit. Itu membuatnya tak bisa jauh dari gadis itu. Sudah dibilang kan? Ia sudah terlalu bergantung pada sosok itu.
Namun kini, hatinya sangat lega. Ia merasakan kehangatan telah menyelimuti hatinya. Tak terasa, bibir Chanyeol terus melengkungkan senyuman. Sifat dinginnya sudah mulai mencair. Ia bahkan lebih suka tertawa lebar daripada menatap tajam orang lain. Mata Chanyeol melirik Kris dan Yoora yang tengah bercanda bersama, sungguh sangat menyenangkan. Soal Kris dan Tao? Keluarga Park memang telah mengetahuinya. Mereka juga dekat dengan keluarga Huang. Mereka memang tak pernah menentang hubungan sesama jenis. Jika itu demi kebahagian anak mereka, keluarga Park takkan mempermasalahkannya. Dan Chanyeol lega, setidaknya orang tuanya takkan mempermasalahkan jika dia kelak akan menyukai seorang lelaki. Err... Baekhyun mungkin? Hhh, mengingat sosok Baekhyun, membuat senyuman di bibirnya menghilang perlahan.
"Chanyeol, kau baik−baik saja jika harus kuliah serta mengurusi perusahaan kita bersama hyungmu?" Chanyeol menghentikan suapannya dan menatap ibunya.
"Aku? Ah, tidak apa−apa. Kasihan Kris hyung jika harus mengurusinya sendiri." Ia lalu melanjutkan suapan nasinya. Nyonya Park tersenyum dan mengusap rambut anaknya.
"Eomma senang kau sudah mulai berpikir dewasa. Rasanya senang sekali saat kau mau meninggalkan sekolahmu di sini dan pindah ke sana membantu hyungmu. Eomma sangat bangga padamu. Dan..." Ibunya menggantungkan kalimatnya serta tersenyum jahil. "Eomma sepertinya harus berterima kasih pada seseorang yang telah merubahmu itu." Chanyeol menyerngit bingung.
"Seseorang?"
"Heh, tak usah malu. Eomma melihat fotomu bersama seorang pemuda manis di kamarmu kemarin sore. Kau menyembunyikan foto kalian di bawah bantal kan?" Chanyeol tersentak kaget, namun ibunya justru tersenyum makin lebar. Chanyeol mencoba mengingat lagi. Foto? Bantal? Mungkinkah? "Eomma merasa kalau eomma sangat berhutang budi pada... Byun Baekhyun."
Uhhukk. Ia tersedak ludahnya sendiri.
"Eh? reaksimu berlebihan sekali, Chanyeol−ah." Ayah dan ibu Chanyeol tertawa melihat anaknya yang salah tingkah. Mereka bahkan tidak menyadari kalau raut wajah Chanyeol bukan menandakan kalau ia tengah malu. Ia menatap sendu kearah piringnya yang makanannya masih separuh. Hatinya berdenyut saat mengingat pemuda mungil itu. Kris sempat terkesiap namun segera memasang wajah 'pura−pura tidak tahu'nya. Yoora sendiri menatap khawatir Chanyeol lalu berdehem, menghentikan tawa kedua orang tuanya.
"Ehemm... eomma... sebaiknya jangan membicarakan masalah Baekhyun. Dia—"
"Hn, aku sudah selesai. Aku akan kembali ke kamar dan segera mengemasi pakaianku. Aku permisi." Chanyeol memotong perkataan kakaknya dan segera bangkit dari kursinya. Ia berjalan cepat dan membanting pintunya saat sampai di kamarnya. Membuat kerutan heran kedua orang tuanya. Yoora pun hanya bisa menghela nafas dan mulai menceritakan tentang Baekhyun pada kedua orang tuanya. Dan Tuan serta Nyonya Park pun merasa bersalah karena sudah mengingatkan Chanyeol pada sosok yang tiba−tiba menghilang itu. Sedangkan Kris? Ia pun hanya bisa diam seolah tak mengerti apapun. Padahal dia tahu betul bagaimana perasaan Chanyeol. Ya, tak ada bedanya dengan Baekhyun di Kanada. Mereka... saling merindukan satu sama lain.
.
"Bisakah kau berhenti menghukumku, Baek..." lirih Chanyeol saat ia berada di kamarnya. Ia menatap foto yang sudah lama tidak dilihatnya itu. Fotonya bersama Baekhyun saat mereka pergi ke museum teddy bear di Pulau Jeju. Ia bahkan hampir lupa jika masih menaruh foto itu di bawah bantalnya. Ia tersenyum kecil saat mengingat kenangan itu. Jemarinya bergerak mengusap wajah Baekhyun yang tampak ceria di sana. "Maafkan aku, Baek. Maaf karena aku tak berani mengatakannya padamu..." Pandangan Chanyeol semakin sendu yang menyiratkan luka yang teramat sangat.
"Kembalilah... aku mencintaimu, Byun Baekhyun... aku merindukanmu."
"Aku berjanji... jika kita bertemu kembali... aku takkan pernah melepaskanmu. Akan kukatakan semua perasaanku selama ini. Aku takkan membiarkanmu pergi lagi, Baek..." Kini Chanyeol meraih bingkai foto Yejin diatas nakasnya dan mengusapnya pelan. "Yejin−ah... bantu aku. Ku mohon..." Perlahan bibirnya melengkung ke atas menunjukkan senyuman yang sangat tulus.
"Aku berjanji takkan menyakitinya lagi. Bantu aku, Yejin−ah..." Ia kemudian menatap kembali fotonya bersama Baekhyun.
"Kelak.. saat aku kembali ke Seoul, aku akan mencarimu lagi, Baek... aku harap kau belum bersama orang lain karena aku takkan membiarkan itu terjadi. Tunggulah aku, Baekhyun−ah... sebentar lagi..."
"Ya, sebentar lagi aku pasti akan menemukanmu Byun Baekhyun."
.
Canada
Seorang pemuda bermata panda tengah sibuk celingukan kesana kemari mencari sosok tinggi berambut pirang yang harus dijemputnya. Sudah sejak setengah jam yang lalu, pemuda tinggi yang sudah menjadi kekasihnya selama enam tahun lebih itu belum menampakkan batang hidungnya. Entah salahnya yang datang lebih awal atau memang pesawatnya yang terlambat. Oh, jangan salahkan dia... Tao memang sudah sangat merindukan Kris. Hampir sepuluh bulan Kris baru kembali ke Kanada. Sungguh, itu sangat menyiksanya.
Tak lama kemudian, Kris, pemuda yang sudah ditunggunya sedari tadi tengah berjalan ke arahnya dengan gaya coolnya. Ia mengenakan kacamata hitamnya, dandanan ala model hollywood dan tangannya menyeret koper yang tidak terlalu besar. Oh, ingin sekali Tao langsung berhambur memeluk pemuda itu. Sayang sekali, ia memiliki rasa gengsi yang besar. Ia hanya melipat kedua tangannya dan menatap datar sosok di depannya. Memasang wajah sangar yang membuat siapapun bergidik. Kris hanya tersenyum kecil. Dia sudah hafal sekali dengan tabiat Tao. Sedetik setelahnya, ia memeluk pemuda panda itu. Menyalurkan kerinduan selama beberapa bulan ini.
"Astaga ge! Lama sekali sih? Aku sampai lumutan menunggumu di sini..." Tao menghentak−hentak lantai bandara dengan brutal. Kris terkekeh dan mengusap rambut hitamnya sayang.
"Kenapa kau menyalahkanku, Tao? Kau marahi saja pilotnya... Lagi pula siapa suruh kau datang tiga puluh lima menit lebih awal." Bibir kucing Tao mengerucut lucu. Mengundang siapapun untuk mengecupnya. Asal kalian berani saja menghadapi naga super galak ini. "Maaf baby... Gege harus menunggu Chanyeol yang masih di toilet. Aku rasa dia mengalami jet lag karena sudah lama tidak menaiki pesawat." Mulut Tao langsung menganga. Dia tak tahu kalau Kris bersama Chanyeol.
"Jadi Chanyeol di sini?" Kris mengangguk. "Kenapa tidak bilang kalau Chanyeol akan kesini sekarang? Aku kira kalian akan menunggunya sampai lulus kuliah."
"Tidak bisa Tao. Dia dibutuhkan sekarang... kami tidak bisa menundanya. Itu kemauan abeoji." Tao hanya bisa menghela nafas. "Gege takkan membawa Chanyeol langsung ke rumah gege. Hari ini, biar gege dan Chanyeol menginap di hotel dulu. Sementara itu, kau bersiaplah di rumah. Kau dan Baekhyun harus pindah ke rumah besarmu karena Chanyeol akan tinggal di rumah gege. Dan, jangan sampai Baekhyun curiga. Bilang saja pada Baekhyun kalau ibumu yang menyuruh kalian pindah. Kita tak bisa memberitahunya begitu saja, dia pasti akan kaget. Lagipula dia bilang sendiri kalau dia belum bisa bertemu dengan semua orang di masa lalunya." Tao mengangguk−angguk mengerti. "Hhh, tapi aku rasa mereka akan bertemu sebentar lagi..."
Beberapa menit kemudian, Chanyeol datang dari arah belakang Kris. Ia melambai ke arah Kris dan Tao lalu mendapat balasan antusias dari Tao. Yeah, Tao sedang berpura−pura seolah tidak tahu apapun selama ini. Chanyeol melepas kacamatanya dan menatap Tao dari atas hingga ke bawah. Membuat Tao risih dan sebal.
"Sudah berapa lama kita tidak bertemu? Kenapa kulitmu semakin eksotis saja?" Tao memutar bola matanya malas. Chanyeol memang suka sekali menggodanya. Hanya saja, ia merasa nada bicara Chanyeol yang sekarang lebih bersahabat. Entah mengapa, Tao seolah bisa merasakan perubahan Chanyeol juga. Chanyeol menepuk pundak Tao dan tertawa lebar. "Aku hanya bercanda, kakak ipar." Tao hampir saja memukulnya, namun Chanyeol dengan sigap bersembunyi di balik punggung Kris. Tak menyadari kalau tingkah kekanakkannya dilihat beberapa orang di bandara itu. Kini, mereka pun melangkah menuju tempat parkir mobil Tao.
"Chanyeol−ah, nanti kita menginap di hotel dulu. Rumah hyung masih berantakan. Aku rasa kau tak akan nyaman berada di sana. Biar Tao membersihkannya dulu bersama maid bayaran. Baru besok kita akan kembali ke rumah, hyung." Tanpa curiga sedikit pun, Chanyeol mengiyakan ajakan kakaknya. Lagipula ia memang tak menyukai tempat yang berantakan. Maklum, ia benar−benar telah berubah hingga akar−akarnya. Selain merubah sikap, ia juga mengubah pola hidupnya. Dari winemenjadi air putih, dan steak−steak daging menjadi sayuran. Yeah, bisa dikatakan... Chanyeol mulai menerapkan pola makan sehat. Dalam perjalanan pun mereka habiskan dalam canda tawa, saling mengejek, serta pertanyaan−pertanyaan bodoh dari Tao yang akan dijawab tak kalah bodohnya oleh Chanyeol. Suasana hangat perlahan mulai terasa.
Confession © ChanBaek
Baekhyun baru saja akan melayani pelanggan restaurant Huang, namun gerakannya terhenti oleh teriakan Tao yang memanggilnya dari arah pintu masuk. Baekhyun pun meminta salah satu pegawai untuk menggantikannya dan bergegas menemui adiknya.
"Ada apa, Taozi?" Baekhyun bertanya penasaran. Pasalnya tadi Tao bilang akan menjemput Kris di bandara, namun ia datang sendirian ke restaurant. Lalu, Kris kemana? "Eh, kemana Kris hyung?" Tao terlihat menggerakkan bola matanya dengan gelisah. Ia ragu, apa ia harus mengatakan tentang kepindahan mereka siang ini juga? Tapi, kalau mereka tidak segera berkemas, Chanyeol akan datang dan mungkin Baekhyun belum siap untuk bertemu dengannya. Mereka berdua, baik Kris maupun Tao hanya tidak ingin Baekhyun terpuruk lagi. Ia seperti punya rasa trauma sendiri pada masa lalunya.
"Kita pulang, Baibai ge." Baekhyun mengerutkan dahinya bingung. Belum sempat ia protes, Tao sudah menyeretnya ke dalam mobilnya setelah sebelumnya berteriak pada Guixian kalau mereka akan pergi sebentar. Setelah mereka memasuki mobil Tao, pemuda bermata panda itu mulai angkat bicara. Berusaha untuk tidak terlihat gugup. "Baibai ge, mamameminta kita pulang ke rumah besar. Err...maksudku mulai sekarang kita akan tinggal di sana lagi. Mama bilang dia sangat merindukanmu." ucap Tao asal. Kerutan di dahi Baekhyun semakin jelas.
"Tadi mama meneleponku dan tidak berbicara apapun, Tao." Tao menghembuskan nafasnya perlahan.
"Mungkin mama lupa."
"Lalu dimana Kris hyung?"
"Kris ge langsung pergi ke kantornya. Dia terlihat sangat sibuk." Baekhyun masih mengamati Tao yang tengah menyetir. Ia merasa kalau adiknya seperti tengah menyembunyikan sesuatu darinya. Dan dia tahu benar kalau Kris bukan orang yang gila kerja. Dia pasti akan menemuinya walau pun hanya sebentar. Melihat Baekhyun yang seperti mencurigainya, Tao langsung menambahkan, "Nanti malam Kris ge akan berkunjung ke rumah dan menjelaskannya. Aku tidak sedang berbohong, oke? Berhenti menatapku seperti itu!" Tao pura−pura cemberut kesal. Baekhyun akhirnya terkikik dan memutuskan untuk mempercayai Tao saja. Mereka pun terdiam.
Baekhyun masih sibuk mengamati suasana Kanada di siang hari. Ia mengedarkan pandangannya ke lautan luas saat mereka tengah melewati jembatan besar. Perasaan nyaman tiba−tiba saja menyelimutinya. Hatinya seperti tengah menemukan sesuatu yang hilang selama ini. Jantungnya berdebar dengan sangat kuat. Ia memejamkan matanya saat kehangatan mulai menyapanya. Dan disaat ia mencoba membayangkan hal yang menyenangkan, justru Chanyeollah yang muncul pertama kali. Ia tiba−tiba saja seolah berada di sebuah pandang dandelion dengan suasana yang sangat nyaman dan sejuk. Ia mengedarkan pandangan, menikmati segala suguhan alam yang sangat indah itu. Kemudian, ia melihat seorang pemuda tinggi tengah menatapnya di kejauhan. Ia seperti melihat Chanyeol tengah tersenyum lebar dan melambaikan tangan padanya, memintanya untuk mendekat. Saat ia akan menangkap uluran tangan Chanyeol, tiba−tiba suara mesin mobil yang mati langsung menyadarkannya. Ia mengusap matanya dan melihat sekelilingnya. Dia sudah sampai di rumah Kris.
"Aku tertidur, Tao?" Tao yang tengah melepas seatbeltnya tersenyum dan mengangguk mengiyakan.
"Kau juga terlihat sangat nyenyak sekali ge. Kau pasti lelah, ayo masuk... aku akan membuatkan jus untukmu." Baekhyun tersenyum dan mengikuti langkah kaki Tao memasuki rumah mereka.
'Hhhh, hanya mimpi...'
.
"Apa kau sudah menghubungi Kris hyung?" Baekhyun bertanya saat mereka tengah memasukkan semua barang ke dalam bagasi. Tao yang tengah bermain dengan smartphonenya terlihat berpikir, kemudian mengangguk kecil. "Kau yakin?" Tao mengangguk lagi. "Apa Kris hyung tidak apa−apa ditinggal sendirian di rumah ini? Lalu siapa yang akan merawat rumah ini kalau Kris hyung sedang tidak ada? Lalu jam makan siangnya? Dia kan selalu pulang untuk makan siang." Tao terkekeh pelan dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Dia membuka pintu mobilnya dan memasukinya. Kemudian disusul Baekhyun yang memasang wajah masam sedari tadi.
"Kris gege akan menyewa maid, Baixian ge... kenapa kau khawatir sekali sih?" Tao menstarter mobilnya, sedangkan Baekhyun justru cemberut mendengarnya.
"Yeah... bagaimana pun juga kan Kris hyung itu kakakku Huang Zitao. Dia yang sudah memperhatikanku selama ini. Ugh... kau ini kenapa santai sekali sih. Dia kan calon suamimu, Taozi jelek!" Baekhyun menggeram pelan dan membuat Tao semakin tergelak. Baekhyun jadi terlihat seperti adik yang over protektif. Tao menepuk−nepuk pundak Baekhyun.
"Dia akan baik−baik saja, Huang Baixian." balasnya lembut. Akhirnya Baekhyun memilih mengalah dan diam di tempatnya. "Gege..." Baekhyun menoleh. "Ayo taruhan! Kalau kau bisa memainkan flappy birdmu dengan baik dan mendapat skor lebih tinggi dari skorku, aku akan melakukan apapun untukmu. Dan jika kau tidak bisa mengalahkanku, kau harus menuruti satu permintaanku. Bagaimana?" Baekhyun mengerutkan dahinya kemudian mengangguk tak yakin.
"Baiklah! Siapa takut!" Tao tersenyum dan mengulurkan smartphonenya. Tak lama setelahnya, hanya terdengar suara heboh Baekhyun yang sibuk menggerutu dan bersorak di dalam mobil itu. Ia masih berusaha mengalahkan skor Tao. Beberapa menit kemudian, Baekhyun mengumpat dengan keras dan hampir membanting smartphone Tao saat burungnya terjatuh. Ia gagal. Melihat itu, Tao bersorak dalam hati. Ia memang sengaja melakukan itu karena ia tahu Baekhyun tak ahli dalam permainan itu.
"Kau kalah kan?" Baekhyun mendengus.
"Hn, lalu apa permintaanmu?"
"Kau akan tahu nanti..."
Confession © ChanBaek
Pagi ini, Baekhyun sudah manyun dengan bibir yang maju beberapa senti ke depan. Semenjak memasuki gerbang kampusnya, semua mata memandangnya bingung. Ada juga yang menertawakan penampilannya yang mengerikan itu. Baekhyun hanya bisa menunduk untuk menghindari tatapan−tatapan heran itu. Bagaimana tidak heran, jika biasanya Baekhyun berpenampilan manis sekarang justru berubah tiga ratus enam puluh derajat dari biasanya. Ia mengenakan pakaian yang kelewat rapi. Memasukkan ujung bajunya ke dalam celananya dan celananya pun bukan jeans seperti biasanya, melainkan celana kain berwarna abu−abu. Ia memakai kemeja yang dikancing hingga kerahnya dan ia memakai sweater berwarna biru. Tak lupa kacamata besar dan jadul bertengger di hidungnya dengan rambut ungu yang disisir sangat sangat rapi. Jika ada yang bertanya, ia hanya akan tersenyum kikuk dan segera berlalu.
Sepanjang koridor, ia meruntuki kebodohannya yang mau saja menuruti permintaan konyol Tao untuk berubah seperti ini. Benar−benar culun dan ia merasa sangat tidak nyaman. Dia juga meruntuki kelasnya yang berbeda dengan Tao, membuatnya harus menahan malu karena berjalan sendirian di koridor dengan beberapa buku besar yang menempel di dadanya. Ia hanya berjalan menunduk hingga sampai di kelasnya.
"Oh God! Baixian, ada apa dengan penampilanmu?" Seorang pemuda berwajah Asia memekik −dengan bahasa inggris, saat melihat penampilan buruk Baekhyun. Baekhyun sendiri hanya mengabaikan teriakan menggelegar pemuda itu dan berjalan menuju kursinya. Ia sempat tersenyum kecil pada teman−temannya yang terlihat cengo melihatnya. "Astaga, astaga! Apa yang terjadi dengan wajah cantikmu?" Baekhyun memutar bola matanya malas. Temannya ini selalu berlebihan.
"Diamlah Yuta! Aku sedang bad mood." Yuta, pemuda berdarah Jepang−Korea itu terkekeh pelan.
"Okay, okay. Tapi kenapa dengan penampilanmu hari ini?" Yuta menatapnya dari bawah ke atas lalu tertawa lagi. Membuat Baekhyun semakin cemberut. Walau pun malas, ia tetap menceritakan semuanya pada pemuda yang sudah menjadi teman akrabnya selama tiga tahun ini. Tentang ia yang kalah taruhan dan terpaksa menuruti permintaan adiknya yang konyol itu. Yeah, walaupun hanya sehari ia pasti malu. Dan entah kenapa ia jadi teringat perkataan terakhir adiknya tadi. 'Kau akan membutuhkannya ge. Kau pasti akan berterima kasih padaku setelah kita pulang nanti.' Dan Baekhyun pun bertambah bingung. Berterima kasih? Untuk permintaan bodohnya ini? Oh ayolah, Baekhyun bukan orang idiot yang akan mempermalukan dirinya sendiri.
Tak lama kemudian, percakapan Baekhyun dan temannya terhenti karena sang dosen telah memasuki kelasnya. Semua pun kembali pada tempatnya masing−masing. Baekhyun lebih memilih melihat pemandangan luar untuk merilekskan dirinya sebentar sebelum bergelut dengan mata kuliah yang bisa membuatnya botak kapan saja. Calculus. Sang guru berdehem membuat perhatian sekelas terarah pada wanita paruh baya yang bertubuh tambun itu, tak terkecuali seorang Huang Baixian.
Tak lama, masuklah seorang pemuda berwajah Asia dengan penampilan memukau. Rambut lurus berwarna merah tua sangat kontras dengan kulitnya yang putih. Kacamata berbingkai hitam yang melekat di tulang hidungnya menambah kesan tampan dan manis dalam satu waktu. Baekhyun tertegun dengan badan yang bergetar pelan. Jantungnya berpacu dengan ritme cepat dan berat. Tak dipungkiri kalau perasaan hangat perlahan menyelimutinya. Sekarang dia tahu, apa maksud perkataan Tao tadi pagi.
"—Baixian! Baixian Huang!" Baekhyun tersentak saat suara sang dosen memanggilnya dengan keras. Ia baru sadar kalau ia terlalu lama bergelut dengan pemikirannya. Ia mengedarkan pandangannya ke depan dan akhirnya matanya bersiborok dengan mata phoniex Chanyeol, membuatnya langsung tertunduk. Ia dapat merasakan matanya semakin memanas dan ingin melepaskan liquidnya. Dia sangat merindukan sosok itu. Setelah ia merasa bisa mengontrol detak jantungnya, ia kembali menatap ke depan.
"A−Ada apa Mrs?" Baekhyun bertanya dalam bahasa inggris, masih dengan nada yang gugup.
"Karena kau satu−satunya murid yang bisa berbahasa korea dengan lancar, maka kau akan menjadi pemandu Mr. Park untuk beberapa minggu ini. Kau bisa kan?" Baekhyun menelan ludahnya dengan kasar. Memandu Chanyeol? Berarti dia akan bersama Chanyeol untuk beberapa minggu ini? Ia menatap ke arah Chanyeol dengan ragu. Pemuda tinggi itu masih menatapnya datar, sama dengan tatapan saat ia dan Chanyeol dulu bermusuhan. Tatapan yang entah mengapa membuat dadanya berdenyut sakit. Apa Chanyeol mengenalinya? Tapi dilihat dari sikapnya, seperti Chanyeol tak tahu siapa dirinya. Atau Chanyeol memang telah melupakannya? Entahlah.
"B−Baiklah, Mrs."
"Baik, silahkan duduk Mr. Park... Hm, kau bisa duduk di samping Mr. Huang mulai sekarang. Dia yang akan menjadi pemandumu. Ku harap kau nyaman bersamanya." Chanyeol mengangguk dan mulai melangkah mendekati Baekhyun. Seiring langkah berat Chanyeol, semakin cepat pula detakan jantung Baekhyun. Saat pemuda itu telah duduk disampingnya, ia merasakan kenyamanan yang pernah hilang sebelumnya. Ia merasa... lengkap. Tak terasa, Baekhyun menunggingkan senyuman manis tanpa ada yang menyadarinya.
Confession © ChanBaek
Baekhyun kini tengah berjalan beriringan dengan Chanyeol. Keheningan pun menjadi teman mereka berdua. Baekhyun masih memilih diam dengan wajah yang menunduk, sedangkan Chanyeol masih kukuh dengan tatapan dinginnya. Jam kuliah mereka telah selesai dan mengharuskan siswanya untuk mengistirahatkan diri mereka masing−masing. Namun lain dengan Baekhyun, karena ia harus menjadi pemandu Chanyeol. Di Universitas ini, sesuatu yang disebut pemandu, bukan hanya menolong dalam hal pelajaran atau mengenalkan tentang sekolah ini. Melainkan menjadi seorang guide touryang akan mengenalkan Kanada bagi mahasiswa baru itu. Biasanya itu dilakukan selama sebulan. Jadi, mau tak mau Baekhyun harus bersama dengan Chanyeol setiap saat. Ia sudah menghubungi Tao untuk pulang tanpanya, karena ia memiliki tanggung jawab untuk menjadi guide Chanyeol mulai hari ini juga.
"Chan−Chanyeol−sshi, K−Kau ingin kemana dulu?" Baekhyun bertanya dengan nada yang sangat lirih. Chanyeol menoleh ke arah Baekhyun barang sebentar, kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke depan.
"Terserah kau saja dan berhenti memanggilku Chanyeol−sshi! Kau membuat telingaku gatal!" Baekhyun mengerucutkan bibirnya sebal. Chanyeol benar−benar tidak berubah, dia masih sangat menyebalkan. Memperlakukan orang lain dengan seenaknya, berbicara dingin padanya, dan dia bahkan tak menatap lawan bicaranya. Rasanya Baekhyun ingin membenturkan kepalanya ke tembok saja. Ia pun berjalan mendahului Chanyeol dengan langkah yang sedikit dihentak−hentakkan. Tanpa disadarinya, Chanyeol tersenyum lembut dibelakang.
.
Perpustakaan kota
Baekhyun mengitari beberapa rak buku di bagian belakang gedung perpustakaan ini. Mencari beberapa buku tebal yang pernah dipelajarinya dulu sebelum ia masuk ke Universitas itu. Mencari beberapa referensi yang mungkin akan dibutuhkan Chanyeol. Ia pun sempat melirik ke arah Chanyeol yang berada beberapa meter di sebelahnya, tampak sibuk mengusapkan jemarinya pada sisi−sisi buku sembari menggerakkan bibirnya perlahan, membaca judul buku yang terletak dibagian samping. Tak terasa, Baekhyun mengulum senyum manis. Chanyeol memang berubah, ia terlihat sangat baik sekarang. Tapi, ia masih merasa ada yang mengganjal di otaknya. Apakah Chanyeol sudah meninggalkan dunia malamnya? Jujur, diantara semua kelakuan buruk Chanyeol, Baekhyun paling tidak bisa melihatnya mabuk dan meniduri orang lain. Itu sangat sangat menyakitkan ketimbang waktu Chanyeol menghina dan membullynya.
"Baixian! Kau sudah mendapatkannya?" Chanyeol tiba−tiba saja sudah berada tepat di hadapannya. Membuat Baekhyun tertegun dan menatap Chanyeol tepat di matanya. Melihat tak ada pergerakan dari Baekhyun, pemuda tinggi itu melambaikan tangannya di depan wajah pemuda yang lebih kecil, namun Baekhyun tetap kukuh. Tanpa berkedip dan bahkan ia menahan nafas sedari tadi. Berada dalam jarak yang sangat dekat dengan Chanyeol membuat kerja jantungnya bertambah. Apalagi ia dapat menghidup aroma Chanyeol yang entah mengapa terasa menenangkan. Tanpa sadar, ia mengulurkan tangan kanannya ke arah pipi Chanyeol, merasakan betapa kenyalnya bagian itu. Chanyeol tampak lebih sehat dan segar. Ia mengusapnya perlahan, masih dengan jarak wajah yang hanya beberapa jengkal saja. Chanyeol berdehem, membuat Baekhyun tersadar. Ia segera menarik tangannya dan memutar badannya membelakangi Chanyeol.
Dadanya mulai bergemuruh dengan alunan yang berat dan menenangkan. Kehangatan mulai menyelimuti hatinya saat merasakan kulitnya telah bersentuhan dengan kulit pipi Chanyeol. Perlahan pipinya mulai memanas dan dijalari oleh rona merah samar. Ia berjalan cepat ke arah meja perpustakaan dan meletakkan semua buku besar itu diatasnya. Melihat Chanyeol yang menyusulnya dari arah belakang, Baekhyun segera menelungkupkan wajahnya diantara lengannya yang terlipat. Malu sekali ketahuan menyentuh orang yang baru dikenalnya –menurut Baekhyun, Chanyeol masih belum mengenalinya.
"Baixian..." Chanyeol menyentuh pundak Baekhyun, membuat Baekhyun sedikit tersentak namun ia tak mengubah posisinya sama sekali.
"A−Aku sudah mengambil semua buku yang k−kau butuhkan, Chanyeol. A−Aku mengantuk, ingin tidur sebentar." Chanyeol menyerngit heran. Namun ia abaikan saja sikap aneh teman sefakultasnya ini dan mulai membuka−buka isi buku itu. Ia tampak serius sehingga tak menyadari kalau Baekhyun sudah memiringkan kepalanya. Yeah, Baekhyun kini tengah memandangnya dari sela diantara lengannya. Menatap wajah serius Chanyeol yang entah mengapa terlihat semakin tampan sekarang. Surai merah yang cocok untuknya. Tampan dan berkharisma.
*A/N : Di sini model rambut Chanyeol kaya di Mama tapi waktu udah gak keriting, tapi warna rambutnya sama di era Overdose
Confession © ChanBaek
Chanyeol dan Baekhyun kini tengah menikmati se−cup kopi panas yang baru dibeli oleh Baekhyun –atas permintaan atau mungkin paksaan dari Chanyeol pastinya. Entah mengapa, Chanyeol jadi terkesan membullynya lagi. Ditambah dukungan dengan perbedaan penampilan mereka. Baekhyun yang cupu dengan Chanyeol yang super tampan. Seperti majikan dan pembantunya saja. Dan entah kenapa juga Baekhyun mau melakukannya. Terlihat seperti... ia tak mau kehilangan moment kebersamaan mereka. Yeah, mungkin saja. Mereka baru saja pulang dari perpustakaan kota untuk meminjam beberapa buku yang mungkin akan dibutuhkan Chanyeol di Kanada. Sistem pembelajaran yang sedikit berbeda mengharuskan Chanyeol untuk menyesuaikan dirinya di sini.
Saat ini keheningan menemani mereka. Baik Chanyeol maupun Baekhyun tak ada yang membuka suara. Mereka sibuk menikmati kopi mereka dan merasakan dinginnya angin sore di Kanada. Kedua pasang obsidian dua pemuda itu menatap lurus kearah depan. Dimana ada lautan luas yang hampir menelan sang raja siang. Warna jingga dan merah menjadi perpaduan di langit. Kicauan burung yang kembali ke sarang juga menjadi nyanyian tersendiri bagi keduanya. Terdengar suara seruputan kopi di sebelahnya dan Baekhyun menatap sang pelaku.
"Kau merasa dingin, Baixian?"
"Eh?" Chanyeol balas menatapnya, masih dengan pandangan datar. Tak ada kesan apapun dalam pandangan itu. Hanya pandangan kosong yang terlihat menyedihkan. Baekhyun menelan ludahnya susah payah dan mengeratkan jaketnya. "Ini bukan musim dingin, jadi takkan sedingin ketika salju turun. Aku sudah merasa hangat walau hanya selembar jaket." Ia berusaha tersenyum, menampilkan eyesmile cantik yang menjadi ciri khasnya. Chanyeol masih terdiam, tak menanggapi. Pemuda jangkung itu memilih menatap langit yang mulai berubah warna menjadi biru gelap, tanda akan mengarungi malam.
"Tapi jaket dan mantel tebal takkan berguna jika yang terasa dingin adalah hatimu." Baekhyun tertegun, ia masih menatap Chanyeol. Kepulan uap dari mulut Chanyeol menandakan kalau ia mulai kedinginan. "Hatiku bahkan sudah sangat dingin hingga rasanya seperti membeku. Tak ada lagi kehangatan di dalamnya." Chanyeol masih menatap lurus. Ia mengangkat bahunya hingga lehernya berkerut ke dalam. Ia terlihat sangat kedinginan sekarang. Entah mengapa Baekhyun sedikit khawatir melihatnya. Seingatnya, kesehatan Chanyeol itu sangat baik. Yeah, kecuali jika dia depresi lagi. "Dingin..." gumamnya pelan. Baekhyun dengan ragu mulai merapatkan duduknya dengan Chanyeol. Dengan perlahan ia mengangkat sebelah tangannya dan menempelkannya di dahi Chanyeol. Sontak matanya langsung membulat.
"Chanyeol, kau demam. Bagaimana bisa? Ta−Tadi kau tampak baik−baik saja." Baekhyun yang panik langsung berdiri di depan Chanyeol, mengusap kedua telapak tangannya. Berusaha membuat aliran panas dari telapak yang bergesekan lalu menempelkannya di kedua pipi Chanyeol. "Kau pasti kelelahan. Sebaiknya aku mengantarmu pulang." Baekhyun berusaha mengangkat bahu Chanyeol, namun pemiliknya masih bersikukuh di tempatnya.
"Aku hanya kelelahan, Baixian."
"Tidak... Tidak... kau harus istirahat. Dimana rumahmu, aku akan mengantarkanmu." Chanyeol tersenyum dan menggeleng pelan.
"Aku tinggal di hotel sekitar sini." jawabnya lirih. Sepertinya kondisi Chanyeol memburuk. Pemuda tinggi itu dapat merasakan tubuhnya merasakan dingin yang berlebih. Kepalanya pening dan semua terasa berputar. Ia memang sudah menduga kalau ia kelelahan. Kemarin ia bersikukuh untuk ikut Kris ke kantornya padahal ia baru saja datang. Ia pulang menjelang pagi dan sudah harus menjadi mahasiswa baru saat jam menunjukkan angka delapan. Sekarang ia merasakan akibatnya. Badannya terasa lemas. Ia juga lapar.
"Berikan alamatmu!" Chanyeol menarik kerah Baekhyun dan berbisik tepat di samping telinga Baekhyun. Baekhyun memang sempat gugup dan wajahnya pun memerah, namun apa yang didengarnya membuat ia cepat melupakan kegugupan itu. Chanyeol tengah membisikkan alamat hotelnya. Segera saja ia berlari meninggalkan Chanyeol untuk mencari taksi. Setelah berhasil mendapatkan taksi, ia pun memapah Chanyeol untuk masuk ke dalam taksi dan meninggalkan dua cup kopi mereka yang masih setengah, di sana.
.
Entah dorongan darimana, Baekhyun merawat Chanyeol. Ia bisa saja menelepon Kris dan memintanya untuk membawa Chanyeol ke rumah sakit. Namun ia tahu kalau Kris sibuk dengan pekerjaannya. Sedangkan Tao mungkin masih berada di restaurantnya. Lagipula ia juga tak berniat meninggalkan Chanyeol dalam keadaan ini. Mungkin dengan merawatnya sendiri, Chanyeol akan lekas sembuh. Beberapa kali ia mengganti kompres Chanyeol atau terkadang dia akan mengusap peluh yang keluar dari dahi, pelipis maupun leher Chanyeol. Dengan telaten ia terus melakukannya dalam beberapa menit terakhir ini. Tanpa lelah dan mengabaikan rasa kantuknya. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, ia menghubungi Tao dan mengatakan pada Tao kalau ia akan menginap di rumah temannya.
"Kenapa kau masih saja mengabaikan kesehatanmu, hum?" Baekhyun bermonolog sendiri ketika Chanyeol tertidur dengan pulas. "Seharusnya kau menjadi Chanyeol yang kuat dan bisa melindungi kekasihmu kelak." Baekhyun tersenyum kecut setelahnya. Ia ingat, Chanyeol tengah mencintai seseorang. Atau mungkin mereka sudah menjadi sepasang kekasih sekarang? Entahlah. Ia terlalu takut untuk memikirkannya.
"B−Ba—hhh..." Chanyeol melenguh dan membuka matanya perlahan, membuat Baekhyun langsung bungkam. Semoga Chanyeol tak mendengarnya. "H—ha..us..." Baekhyun yang mendengar suara lirih Chanyeol langsung meraih gelas di atas nakas dan mengulurkan air putih itu untuk Chanyeol. Ia membantu Chanyeol mengangkat tubuhnya, meneguk air putih di gelasnya, kemudian membaringkannya lagi. "D−Dingin sekali..." Samar−samar Baekhyun dapat mendengar suara Chanyeol yang kedinginan. Ia pun menari selimut Chanyeol hingga menutupi lehernya. Ia mengusap surai Chanyeol perlahan. Panasnya belum turun sama sekali. Chanyeol juga terlihat sangat kedinginan. Baekhyun menghela nafas. Ia harus melakukan sesuatu atau Chanyeol takkan bisa tidur malam ini.
"Chanyeol−ah, bolehkah aku memelukmu?" Chanyeol hanya mengangguk lemah, terlalu malas membuka suara karena kerongkongannya terasa panas dan kering. Baekhyun pun bergegas menaiki ranjang Chanyeol dengan gerakan pelan. Ia merapatkan tubuhnya kearah Chanyeol dan mulai menarik selimutnya. Ia meletakkan kepala Chanyeol ke dalam dekapannya dan melingkarkan tangannya pada leher Chanyeol. Tak lama, ia dapat merasakan nafas Chanyeol yang berhembus tenang. Sepertinya ia sudah bisa tertidur nyenyak sekarang. Ia tersenyum sebelum akhirnya ikut menutup matanya.
'Selamat malam, Chanyeol...'
.
"Ugh~" Chanyeol sedikit menggeliat sebelum merasakan tubuhnya terhimpit sesuatu. Ia membuka matanya perlahan dan mendongak menatap wajah damai yang mendekapnya. Sedikit demi sedikit ia mulai ingat kalau kemarin ia demam mendadak dan Baekhyun membawanya ke hotel. Ia tersenyum lembut. Tangannya dengan perlahan bergerak untuk menyingkirkan lengan Baekhyun. Ia kemudian menaikkan tubuhnya hingga menjadi lebih tinggi dari tubuh kecil Baekhyun, lalu memasukkan pemuda mungil itu ke dalam dekapan hangatnya. Ia yang memeluknya kali kini, lebih erat dari dekapan Baekhyun sebelumnya. Baekhyun sedikit menggeliat sebelum akhirnya menyamankan posisinya dalam pelukan Chanyeol.
Chanyeol tersenyum lega. Ia melepaskan kacamata jadul Baekhyun dan meletakkannya diatas kepalanya. Jemarinya menyingkirkan surai Baekhyun lalu memberikan kecupan kecil di pelipis pemuda itu. Tangannya lagi−lagi bergerak untuk mengusap pipi Baekhyun, menyentuh ujung hidungnya, sebelum akhirnya berhenti pada belahan bibirnya. Chanyeol menghela nafas, merapatkan dekapannya dan mencium puncak kepala Baekhyun.
"Ciuman di koridor dulu adalah awal mulainya permusuhan kita yang paling sengit, Baek." Chanyeol menghela nafas kembali. Ia ingat sekali waktu ia mencium Baekhyun secara paksa karena saat itu ada Kyungsoo di sana. Ia ingin persahabatan Baekhyun hancur dan ia sangat menginginkan sosok kecil itu sendirian. Ia dulu sangat berharap kalau Baekhyun semakin menderita. Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai menyadari kalau ia keterlaluan, dan puncak permasalahan itu berujung pada kenyataan kalau Yejin dan Baekhyun adalah saudara kembar. Membuat hati Chanyeol semakin merasakan sakit waktu itu. Namun, melihat keadaan Baekhyun yang sekarang tampak lebih baik, ia sungguh lega. Chanyeol sudah berniat untuk memiliki Baekhyun sekarang. Tak ada keraguan lagi di hatinya. Ia akan memulai semuanya dari awal. Kalau pun Baekhyun menolaknya, ia akan tetap berusaha. Itulah janjinya. Ia terkekeh tanpa suara lalu mengecup pipi Baekhyun.
"I got you! Sudah aku bilang aku pasti menemukanmu, Park Baekhyun..."
Flashback 1
"Haaahhh... lelah sekali." Chanyeol yang baru saja sampai di hotel langsung memesan satu kamar bersama Kris dan merebahkan diri di atas ranjang king sizenya. Ia mengacak sedikit rambutnya sebelum akhirnya memandangi hyungnya yang sibuk melonggarkan pakaiannya. Terasa gerah sekali memang. "Hyung, kau mau mandi?" Kris mengganguk yakin. Chanyeol pun kembali berkutat dengan ranjang empuknya dan mengabaikan Kris yang langsung memasuki kamar mandi. Matanya dengan terampil mengamati isi kamar hotel berkelas ini. Tempat ia akan bermalam selama sehari. "Aku seperti menginap di istana saja. Kris hyung memang selalu berlebihan... padahal motel biasa saja sudah cukup nyaman. Ckck." Ia berdecak, antara kagum dengan mewahnya hotel ini dan banyaknya uang kakak angkatnya itu. Ternyata Kris memang sangat kaya di Kanada. Ia terkekeh kecil.
Drrtt...ddrttt.
Mendengar getaran sebuah ponsel, Chanyeol langsung memalingkan wajahnya pada nakas di sampingnya. Smartphone Kris bergetar dan menampilkan nama Tao disana. Sebenarnya, ia tak peduli dan rasanya juga tidak sopan untuk mengecek ponsel kakaknya. Hanya saja, ada satu hal yang membuatnya penasaran. Foto yang digunakan Kris sebagai wallpaper ponselnya. Ada wajah yang sangat familiar disana. Akhirnya dengan rasa penasaran yang tinggi, ia meraih ponsel Kris dan membuka pesan yang sudah terpampang jelas di layar datar itu terlebih dahulu.
'Ge, aku sudah mengemasi semua barangku dan milik Baixian. Kau bisa langsung pulang besok. Oh ya, Baixian ingin bertemu nanti malam. Luangkan waktumu untuk mengunjungi kami yaaa... bye ge. I love you...'
"Baixian?"
Dahi Chanyeol berkerut heran. Baixian? Ia rasa, ia tak pernah mengenal siapa pun yang bernama Baixian. Orang China? Teman Tao? Lalu kenapa ia tinggal di rumah Kris? Tak mau terlalu memikirkannya, Chanyeol langsung menutup tab pesan dan menekan tombol home. Matanya melebar saat menemukan wallpaper yang dicurigainya tadi. Ini... foto Baekhyun, kan? Dalam wallpaper itu, tampak Kris dan Tao mengapit tubuh kecil Baekhyun yang berada di tengah. Mereka bertiga saling tersenyum dengan latar sebuah pantai dengan laut biru yang cantik. Tak terasa, ia mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih. Sejak kapan mereka saling mengenal? Apa selama ini Kris dan Tao yang telah menyembunyikan Baekhyun? Ia membuka semua folder foto Kris dan kembali menemukan beberapa foto random mereka bertiga. Semakin Chanyeol berpikir, semakin banyak pula kebingungan yang di dapatkannya. Ia kembali menekan tombol home dan mengusap foto Baekhyun disana.
Cklek.
"O−Oh, Ch−Chanyeol..." Kris gelagapan saat melihat ponselnya berada di tangan Chanyeol dengan wallpaper fotonya bersama Tao dan Baekhyun. Tanpa bertanya pun, Kris tahu kalau adiknya telah mengetahui semua dan dapat dipastikan kalau Chanyeol akan marah besar setelah ini. "Ch−Chanyeol−ah..."
"Sejak kapan, hyung?" Kris menahan nafas saat Chanyeol bertanya dengan nada dingin kepadanya. Kris tahu ini akan terjadi. Tapi dia tak tahu kalau ini akan terjadi secepat ini. Baru beberapa jam yang lalu mereka menginjakkan kaki di Kanada dan Chanyeol telah mengetahui semua fakta yang disembunyikannya selama tiga tahun ini. "Sejak kapan kalian mengenal Baekhyun?" Chanyeol menatap kakaknya tajam. Sedangkan Kris bungkam. Mencoba mencari cara agar Chanyeol bisa mengerti keadaannya. "Kenapa kau diam, hyung! Katakan!" Suara Chanyeol meninggi saat Kris tetap tak juga bersuara. Helaan nafas keluar dari mulut Kris. Ia mengusak rambut basahnya dan duduk di sofa yang berseberangan dengan ranjang Chanyeol.
"Hhh...aku tak menyangka kau akan tahu secepat ini..." Kris berujar tenang. "Well, aku mengenalnya sejak tiga setengah tahun yang lalu." Melihat tak ada sanggahan, Kris melanjutkan ceritanya. "Dia terlihat bersedih saat itu, jadi aku menegurnya. Tak kusangka, dia adalah orang yang kau cari selama ini. Dan setelah mendengar semua ceritanya, aku merasa... aku ingin melindunginya. Aku merasa, aku perlu membelanya. Dia sendiri, Chanyeol. Tak ada orang lain untuknya bersandar. Kalau Tuhan tidak mempertemukan aku dengannya waktu itu, pasti dia sudah bunuh diri. Yeah, itu perkiraanku...karena dia terlihat sangat putus asa."
"Melindunginya dari apa?" Nada suara Chanyeol mulai melemah. "Kau berusaha melindunginya dariku?" Chanyeol dapat merasakan dadanya sesak saat mengingat bagaimana kelakuannya pada Baekhyun dulu. Bagaimana buruknya dia di mata Baekhyun. "Apa aku dulu memang sangat kejam? Apa aku keterlaluan?" Chanyeol menatap hyungnya dengan pandangan sendu. Sarat akan kesedihan. Kris bangkit dari duduknya dan menepuk pundak Chanyeol.
"Kau memang sangat keterlaluan dulu. Tapi aku yakin, kau berubah juga demi Baekhyun. Kau berubah menjadi lebih baik karena ingin menjadi orang yang pantas untuknya, kan?" Kris tersenyum. "Menjadikannya sebagai pelampiasan rasa dendammu memang hal terkonyol yang pernah kau lakukan. Itu memang sangat keterlaluan dan kejam. Tetapi menjaga hatimu untuknya selama hampir empat tahun ini sudah cukup untuk mengubur semua kesalahanmu di masa lalu. Melihat bagaimana perjuanganmu untuk mencarinya, membuat hyungyakin kalau kau memang mencintainya..."
"Aku memang...sangat mencintainya."
"Maafkan hyung karena telah menyembunyikannya selama ini. Hyung hanya mintamu mengerti dengan keadaan sebelumnya. Bagaimana tertekannya dia, bagaimana traumanya dia dengan masa lalunya. Hyung harap kau memakluminya. Butuh bertahun−tahun untuk mengubur rasa sakit itu. Walau tidak sepenuhnya bisa, asalkan ia tersenyum itu sudah merupakan kehangatan tersendiri bagiku." Sekali lagi, Kris menepuk pundak adiknya dan Chanyeol akhirnya mulai menyunggingkan senyuman tipis. "Aku rasa, ini memang sudah saatnya kau membawa kembali sosok Baekhyun ke dunia ini. Bukan hanya Baekhyun yang bersembunyi di balik nama Huang Baixian."
"Huang Baixian..." Chanyeol bergumam. "Terima kasih karena sudah menjaganya dengan baik, hyung."
"Ya, ya... tak perlu berterima kasih. Ini bahkan hal terburuk yang pernah kulakukan selama hidupku. Aku sudah membohongimu. Maafkan hyung, Chanyeol−ah." Chanyeol terkekeh dan meninju lengan kakaknya.
"Dasar naga bodoh! Kau akan mendapat hukuman dariku kelak." Tawa Chanyeol meledak saat itu juga. Kris hanya membalasnya dengan kekehan kecil. Ia bersyukur, Chanyeol mau memakluminya. Padahal ia sudah berpikir kalau Chanyeol akan membencinya. Untunglah, semua itu tak terjadi. Dan berharap saja kalau itu takkan pernah terjadi. Meskipun mereka bukan keluarga kandung, Kris memang sangat mencintai semua keluarga angkatnya, terlebih pada Chanyeol. Entah hukuman apa yang akan diberikan Chanyeol, ia tak peduli. Melihat adiknya yang begitu bersemangat, membuatnya ikut senang.
'Kau bahkan terlihat lebih cerah dari tadi, Yeol.' kekeh Kris dalam hati.
Kris pun menceritakan tentang semua yang dialami Baekhyun selama berada disini dan apa yang terjadi sebelumnya. Bagaimana ia dulu diusir dari rumahnya dan menanggalkan marganya. Bagaimana ia diangkat menjadi anak keluarga Huang. Hingga janji Baekhyun untuk bekerja di restaurant Huang. Tak ada yang terlewat satu pun. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Chanyeol masih saja antusias mendengar cerita dari hyungnya. Sesekali ia tersenyum dan terkekeh kecil. Hatinya menghangat setiap mendengar nama Baekhyun disebutkan. Seolah Baekhyun adalah obat penenang yang dicarinya selama ini.
"Astaga, aku harus ke kantor, Chanyeol−ah. Ada sesuatu yang harus kuselesaikan disana malam ini juga. Aku juga harus menemui Tao di rumahnya atau anak itu tidak akan mau berbicara denganku lagi. Sebaiknya kau segera istirahat, karena besok kau akan memulai kuliahmu." Huh? Kuliah? Ia menyerngit heran. Sebelum hyungnya berhasil meraih kunci mobilnya, Chanyeol kembali bersuara.
"Hyung! Apa aku satu Universitas dengan Baekhyun?"
"Ya, kalian satu Universitas dan satu fakultas. Hanya saja, kelas kalian berbeda." Otak Chanyeol kembali memikirkan sesuatu. Setelah mendapat ide yang menurutnya bagus, ia kembali bersuara dan kali ini berhasil membuat Kris melebarkan matanya.
"Kalau begitu, hukuman pertamamu adalah memindahkanku ke kelas yang sama dengan Baekhyun. Lalu beri tahu Tao kalau aku akan berada di kelas yang sama dengan Baekhyun." Chanyeol tersenyum misterius. "Ah, aku ingin tahu hal gila apa yang akan Tao lakukan untuk menyembunyikan Baekhyun nanti." Kris baru akan bersuara untuk protes namun Chanyeol buru−buru memotongnya. "Jangan katakan pada Tao kalau aku sudah mengetahui semuanya. Lebih baik, kita buat permainan hide and seek dulu." Bibir Chanyeol tiba−tiba mengulum seringaian setan yang membuat Kris bergidik. "Aku rasa ini akan menarik."
"Kau pikir memindahkan kelasmu itu gampang?!" teriak Kris protes.
"Aku tak mau tahu. Itu urusanmu... dan lagi, itu juga merupakan bagian dari hukumanmu." Chanyeol tertawa dan Kris hanya bisa mengacak rambutnya frustasi. Lagi−lagi bibir Chanyeol tertarik sebelah, menunjukkan seringaian menyebalkan bagi siapa pun yang melihatnya. "I'll get you, Baekhyun." Kris memutar bola matanya malas. Baru dua jam yang lalu wajah adiknya memelas seperti ingin menangis. Sekarang, dia sudah mirip iblis yang penuh dengan kejahilan. Oh, Devilyeol is back.
"Kau benar−benar gila!"
"Kau baru tahu?" Kedua alis Chanyeol bergoyang jahil. Sungguh menyebalkan. Kris bahkan tak tahu kalau Chanyeol akan sangat OOC setelah mendengar kabar tentang Baekhyun. "Hey hyung, aku ikut ke kantormu. Kau turuti saja kemauanku tadi dan aku akan membantumu di kantor supaya urusanmu cepat beres. Aku baik, kan?"
"Terserah! Kau membuatku semakin pusing."
Flashback End
Confession © ChanBaek
Flashback 2
Chanyeol melangkah memasuki gerbang kampusnya dengan gaya cool ala model Asia. Penampilannya yang keren dan elegan membuat beberapa gadis bule menatapnya tak berkedip. Hey, Chanyeol itu sangat tampan. Jadi jangan heran jika ia mendapat penggemar mendadak disini. Sesekali ia tersenyum kecil dan lirikan−lirikan genit itu berubah menjadi pekikan kecil bernada sok malu. Setelah menemukan dimana ruang chancellornya, ia pun memasukinya.
"Ah, selamat datang di Universitas ini, Mr. Park!" Seorang pria berjas hitam dengan rambut yang sudah beruban menyambutnya dengan hangat. Wajah khas Kanada dengan senyum yang menghiasi wajah tuanya. "Sudah menjadi suatu keberuntungan kami mendapatkan murid tercerdas dari Universitas ternama di Korea Selatan." Chanyeol tersenyum. Bersyukur dia mahir bahasa Inggris. Kalau tidak, ia pasti hanya melongo mendengar deretan kalimat yang begitu cepat melewati indera pendengarannya.
"Maaf, karena kemarin malam saya meminta pindah kelas secara mendadak. Saya hanya merasa akan nyaman bila berada di kelas yang banyak mahasiswa dari Asia. Setidaknya saya tidak akan merasa asing." ucapan Chanyeol –yang juga dalam bahasa Inggris− hanya dimaklumi Kepala Universitas itu. Melihat respon positif, Chanyeol pun segera mengutarakan permintaannya. "Bukankah di Universitas ini saya boleh memilih guide tour saya?"
"Oh... ya benar. Sebenarnya, saya sudah menyiapkan seorang guide tour untuk Mr. Park. Tapi jika Mr. Park sudah mendapatkan guide tour yang di inginkan, anda boleh mengatakannya pada saya. Dan saya akan memberitahu dosen kelas anda untuk mempertemukan kalian." Chanyeol mengulum senyum lebar. Rencananya benar−benar berjalan lancar. Tidak sia−sia dia hanya tidur selama tiga jam tadi. Tidak sia−sia dia datang ke kampus ini walaupun ia sedikit kurang enak badan. Akhirnya dia akan bertemu Baekhyun. Orang yang sudah dicarinya selama bertahun−tahun. "Siapa orang yang akan menjadi guide anda, Mr. Park?"
"Huang Baixian. Saya ingin mahasiswa bernama Huang Baixian menjadi guide saya."
.
Sepanjang koridor, Chanyeol mengulum senyum puas. Dia dapat merasakan jantungnya berdetak makin keras di setiap langkahnya. Ia dapat merasakan perasaan yang makin menghangat di hatinya. Melihat punggung dosennya telah memasuki kelasnya, ia menghela nafas perlahan. Berusaha menahan gugup yang langsung melanda. Setelah mendengar perintah sang dosen untuk memasuki kelasnya, tanpa ragu Chanyeol segera melangkah. Makin lama makin lebar, dan semakin menggila pula detak jantungnya. Setelah berada di tengah ruangan, ia segera mengedarkan pandangannya ke sekitar. Mencari sosok yang selalu muncul dalam mimpinya. Sosok yang berhasil membangunkannya dari koma tiga tahun yang lalu.
Deg
Deg
Deg.
'Baekhyun...'
Setelah gurunya memanggil nama Huang Baixian, tak sengaja kedua iris permata mereka bertemu. Saling bertubrukan dan menimbulkan berbagai perasaan yang membuncah dalam hatinya. Melihat penampilan Baekhyun yang aneh, ingin sekali ia tertawa. Namun, ia tahu kalau itu akan mengacaukan rencananya. Chanyeol sudah berusaha mati−matian menahan senyuman lebar. Ia sudah berusaha memasang wajar datar sedatar−datarnya. Memasang wajah tak saling mengenal. Menahan kakinya untuk tidak berlari dan memeluk sosok itu. Mereka masih bertatapan dalam beberapa detik sebelum akhirnya Baekhyun atau Baixian, memalingkan wajahnya.
Sang dosen memintanya untuk segera menduduki kursi di samping Huang Baixian. Tanpa menunggu lagi, ia berjalan mendekati kursi Baekhyun yang berada di tengah ruangan. Posisi ruangan yang menanjak keatas membuatnya bisa menatap sosok itu dengan jelas. Bagaimana wajah manisnya masih tampak sangat cantik. Bagaimana mata itu masih berhias eyeliner yang menjadi ciri khas Baekhyun. Walaupun mata sipit cantik itu terhalang kacamata jadul, namun Chanyeol masih bisa menikmati keindahan itu. Seperti apapun rupa Baekhyun, ia pasti bisa mengenalinya. Sosok pemuda kecil itu menundukkan wajahnya, entah apa yang dipikirkannya. Entah benci, kesal, marah, atau sebaliknya. Atau perasaan rindu yang sama dengannya? Entahlah. Chanyeol hanya berpikir, bagaimana ia bisa mendapatkan kembali sosok di sampingnya itu. Sosok yang diam−diam tersenyum kecil tanpa disadarinya.
.
Chanyeol tak tahu sejak kapan ia bisa merasa segugup ini berada di samping Baekhyun. Ia tak tahu kalau menahan diri untuk tidak mendekap sosok itu akan membuat seluruh sendinya sakit dan kaku. Jujur, Chanyeol tidak bisa berhenti melirik ke arah Baekhyun yang sibuk dengan rak−rak buku di depannya. Ia tak bisa untuk mengabaikan sosok lucu yang selalu mengerucutkan bibirnya ketika bingung. Berulang kali ia mencoba mengalihkan pandangannya agar Baekhyun tak mencuringainya, namun ia tetap tak bisa. Ia terlalu merindukan sosok itu. Chanyeol berusaha untuk tetap bersikap biasa dengan mulai mendekatkan dirinya pada Baekhyun.
Ia hanya mampu menahan nafas saat mereka tengah menatap satu sama lain. Dari jarak yang hanya beberapa jengkal saja, ia dapat melihat wajah dengan ukiran yang sangat sempurna itu berhasil membuat jantungnya kembali bekerja. Bahkan sentuhan Baekhyun di pipinya membuat darahnya mengalir dengan sangat cepat. Ia tak tahu kenapa Baekhyun melakukannya. Namun Chanyeol yakin, masih ada cinta untuknya disana. Ia tahu Baekhyun masih mencintainya. Ia tahu, pemuda itu juga merindukannya. Ia yakin. Dan semua dorongan itu membuat tekatnya semakin bulat. Ia akan mendapatkan Baekhyun kembali.
.
"Kau merasa dingin, Baixian?"
"Eh? Ini bukan musim dingin, jadi takkan sedingin ketika salju turun. Aku sudah merasa hangat walau hanya selembar jaket." Baekhyun tersenyum. Sangat manis, sangat cantik seperti dulu. Namun Chanyeol tersenyum kecut. Ia ingat bagaimana dulu ia berusaha untuk menghilangkan senyuman itu. Bagaimana ia berusaha untuk membuat senyuman itu menjadi senyuman perih yang menyakitkan. Jika tahu Baekhyun akan seindah ini, jika tahu Baekhyun akan sesempurna ini, ia takkan pernah menyianyiakannya dari dulu. Ia akan menjaganya dan takkan pernah menyakitinya.
"Tapi jaket dan mantel tebal takkan berguna jika yang terasa dingin adalah hatimu." Masih dengan senyuman pahit, Chanyeol berujar. Ia tak tahu kenapa ia mengatakannya. Ia tak tahu kenapa semua kalimat itu harus keluar dari bibirnya. Hatinya memang dingin, dan akan semakin membeku jika Baekhyun tidak menghangatkannya. Bolehkah ia berharap lagi? Sudikah Baekhyun memaafkannya? Chanyeol mengeratkan jaketnya. Ia tak tahu, apa karena pertemuannya dengan Baekhyun terlalu membuatnya senang, atau karena ia kelelahan, ia merasa seluruh badannya sakit. Suhu mulai mendingin dan membuatnya mengigil. Ia sadar, mungkin ia akan demam setelah ini.
Tak lama setelah itu, Baekhyun mendekatinya. Merapatkan kedua tubuh mereka. Hangat, masih terasa sangat hangat meskipun udara mulai menusuk−nusuk kulitnya. Ia tersenyum kecil saat Baekhyun mengangkat telapak tangannya dan menempelkannya di dahinya. Ia senang saat Baekhyun berjengit heran dan memekik mengkhawatirkannya. Ia suka ketika Baekhyun panik memanggil taksi untuknya. Ia suka semua perhatian itu. Sakit pun, tak masalah baginya. Asal ia tetap bersama Baekhyun.
Flashback End
Confession © ChanBaek
At Hotel, Canada.
"Eungh~" Baekhyun menggeliat dalam tidurnya. Dengan mata yang masih tertutup, ia berusaha bangun. Sedikit membuka matanya saat sinar dari jendela kamar ini mengenai retinanya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar dan langsung terbelalak saat ingat kalau ia tengah berada di hotel bersama Chanyeol. Tunggu! Chanyeol. Dimana Chanyeol? Ia bangkit dari ranjangnya dan merapikan bantal serta selimutnya dengan gerakan yang panik. Ia mengusak rambutnya dan tersenyum lega saat kacamata jadulnya masih bertengger di hidungnya. Kalau Chanyeol tahu dia Baekhyun, pasti dia akan marah besar. Begitulah yang dipikirkan Baekhyun.
Cklek.
"Oh, kau sudah bangun..." Baekhyun terkesiap. Ia membalikkan badannya dan menemukan Chanyeol yang tengah keluar dari kamar mandi. Beruntung Chanyeol selalu memakai pakaian lengkap, coba saja ia toples. Baekhyun yakin ia takkan bisa bernafas dengan baik. "Kau langsung mandi saja. Aku akan menyiapkan baju ganti untukmu. Dan lagi—" Chanyeol yang masih mengusak rambut basahnya, langsung menatap Baekhyun. "Aku sudah memesankan makanan. Mereka akan mengantarnya kemari." Baekhyun tersenyum gugup dan mengangguk kaku. Ia mengusap tengkuknya dan menatap Chanyeol ragu.
"Bi−Bisakah kau mengambilkan bajunya sekarang, Ch−Chanyeol? A−Aku tidak mungkin berganti pakaian di depanmu, kan?" Chanyeol tersenyum sekilas. Lucu juga sikap Baekhyun. Chanyeol segera membuka lemarinya dan memilah−milah pakaiannya yang sekiranya muat dipakai Baekhyun. Atau setidaknya sesuatu yang longgar namun manis untuk Baekhyun. Setelah menemukan sebuah kemeja berwarna putih, ia melemparkannya kearah Baekhyun. Dengan sigap, kedua tangan Baekhyun langsung menangkapnya. Menyadari Chanyeol hanya memberikan benda itu, ia kembali bersuara. "Ch−Chanyeol−sshi?" Chanyeol menyerngit. "Celana...nya?"
"Ah, kau tak usah memakai celana saja." Mata Baekhyun membelalak lebar dengan mulut yang juga menganga. Tak terasa pipinya mulai merona. Chanyeol terkekeh dan mendekati Baekhyun. Pemuda kecil itu refleks mundur karena terlalu gugup. Apalagi saat ia merasakan usakkan halus di puncak kepalanya. "Nanti aku akan keluar membeli celana, mungkin juga pakaian untukmu. Untuk sekarang pakai ini dulu." Dengan ragu, Baekhyun mengangguk mengiyakan. Dia juga tak mungkin menggunakan celana Chanyeol. Meskipun muat, mungkin ... err... kakinya tidak akan bisa menyentuh lantai karena celana Chanyeol yang pasti sangat panjang itu.
.
Baekhyun benar−benar keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit pinggangnya dan kemeja putih polos yang menutupi tubuhnya. Meskipun ragu, ia tetap memilih untuk menghampiri Chanyeol yang sibuk dengan ponselnya. Chanyeol menatap Baekhyun dan matanya hampir saja keluar dari tempatnya kalau ia tidak segera mengontrolnya. Ia meneguk ludahnya berkali−kali saat melihat betapa manisnya Baekhyun sekarang ini. Baekhyun duduk di samping ranjang dan menunduk. Menatap Chanyeol barang sebentar, kemudian menunduk lagi. Terlalu ragu untuk memulai percakapan.
Chanyeol sendiri memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya. Ia tak mau semua kacau hanya karena ia yang tak bisa mengendalikan hormonnya. Jujur, penampilan Baekhyun saat ini sangat menggoda, kan? Baru kali ini Chanyeol melihat leher jenjang Baekhyun yang terekspos tanpa tertutup kerah ketat seragam SMA seperti dulu. Berulang kali Chanyeol mengeser letak duduknya di sofa. Duduk, berbaring, dan duduk lagi. Dia tak bisa berkonsentrasi saat ini. Layar ponselnya seolah tak menampilkan apapun. Ini terlalu... menggoda.
Tak lama setelahnya, seorang petugas hotel mengetuk pintunya. Chanyeol memekik senang dalam hati. Dengan begini, mereka takkan merasa terlalu canggung. Petugas itu masuk dan meletakkan semua makanan di atas meja. Setelah petugas hotel itu pergi, Chanyeol segera mengambil duduk di depan sofa, diatas karpet. Ia membuka semua tudung masakan dan ber'oh ria setelahnya. Sarapan khas Kanada.
"Hey baobei... kemarilah. Makanannya sudah siap." Baekhyun sempat kaget dan menenguk ludahnya. Chanyeol memanggilnya apa? Baobei? Kenapa ia memanggilnya semanis itu? "A−Ah, maaf... itu kebiasaanku ketika berbicara dengan Tao, calon kakak iparku." Pemuda mungil itu tersenyum kaku. Ia berjalan dengan perlahan dan duduk di karpet yang berseberangan dengan Chanyeol. "Selamat makan!" Melihat Chanyeol yang entah mengapa terlihat begitu gembira, membuat perasaan Baekhyun menghangat. Ia menyunggingkan senyuman manis dan memulai sarapan mereka. Diiringi obrolan ringan tentang sekolah dan juga tempat wisata di Kanada.
"Baixian, bagaimana kalau kita berjalan−jalan sebelum aku mengantarmu pulang?"
"Hn, baiklah..."
Confession © ChanBaek
Saat ini Chanyeol dan Baekhyun tengah berjalan−jalan di taman sekitar hotel. Hari ini mereka libur sehingga mereka bisa menghabiskan waktu berdua lebih banyak. Mereka berjalan beriringan dalam diam. Sesekali Chanyeol melirik Baekhyun, sedangkan pemuda mungil itu sibuk menatap sekitarnya. Banyak warga Vancouver yang sedang melakukan aktivitas keci seperti sarapan dan olah raga. Sesekali Baekhyun akan tersenyum melihat beberapa anak bule itu bermain sepeda dan berkejar−kejaran. Suasana pagi yang hampir mirip dengan Seoul. Vancouver memang kota paling indah di dunia, kan?
"Kau tersenyum sejak tadi." Baekhyun menoleh saat mendengar suara Chanyeol. Pemuda tinggi itu kemudian tersenyum lembut.
"Aku hanya sedang merindukan negara asalku." Chanyeol mengangguk paham. Tangan besar pemuda itu mengambil I−Pod dari dalam saku jaketnya dan mulai memutar sebuah lagu. Ia memakai sebelah earphonenya dan menyodorkan sebelah earphone lagi pada Baekhyun. Dengan ragu Baekhyun mengambil earphone itu dan menanamnya ke dalam telinganya. Alunan lagu lembut mulai terdengar dari sana. Sebuah lagu yang pernah di dengarkannya dulu. Lagu dari Boyband EXO berjudul 'Don't Go'. Lagu yang menjadi favoritnya dulu. Ia menatap Chanyeol dan Chanyeol hanya tersenyum kecil. Don't go... don't go... seperti sebuah ungkapan perasaan. Ini hanya perasaannya saja, atau Chanyeol sengaja memutar lagu itu? Entahlah. Namun Baekhyun segera menepis pemikirannya. Tidak mungkin Chanyeol tahu kalau dia Baekhyun, kan?
"Apa kau sekarang mempunyai seseorang yang sangat spesial, Baixian?" Tiba−tiba Chanyeol bertanya. Baekhyun tersentak sebelum akhirnya tersenyum dan menggeleng. "Benarkah? Cinta pertama yang belum kau lupakan mungkin?" Sekali lagi ia menggeleng. Cinta pertamanya... Sehun, kan? Ia bahkan hampir melupakan sosok yang sudah menjadi kakak iparnya itu. Lagipula perasaannya sudah menghilang sejak dulu. Sejak ia mulai bersama Chanyeol. "Lalu, apa kau mempunyai seseorang di masa lalu yang sangat kau cintai hingga sekarang?"
Deg.
"A−Aku..."
"Aku punya." Chanyeol tiba−tiba memotong perkataannya. Mereka berhenti berjalan dan mulai menikmati pemandangan laut yang terpampang di depannya. Taman dan hotel Chanyeol memang terletak di pinggir pantai. Sehingga mereka bisa leluasa menikmati pagi mereka dengan hembusan angin laut yang dingin dan sinar cerah mentari yang hangat. Chanyeol menatapnya barang sebentar, kemudian mengalihkan pandangannya lagi. "Dia seseorang yang dulu aku benci. Seseorang yang selalu ingin kusingkirkan dari hidupku. Seseorang yang melunturkan seluruh perasaan benciku padanya." Baekhyun tertegun. "Dia mengajariku banyak hal. Dia seseorang yang kuat menghadapi apapun. Dia seseorang yang mengajariku tentang merelakan dan mencintai dengan tulus. Persahabatan dan keluarga. Ia mengajarkanku segalanya. Jujur, dulu aku memang sangat brengsek. Aku bahkan tidur dengan banyak gadis dan pemuda. Tapi, aku telah meninggalkan semua itu sekarang."
Baekhyun menelan ludahnya kasar dan mengigit bibir bawahnya. Apa Chanyeol tengah membicarakannya? Tapi, mana mungkin Chanyeol mencintainya setelah apa yang ia lakukan selama ini? Ia yang telah membuat Yejin meninggal, kan? Atau Chanyeol tengah membicarakan kembaran Yejin itu? Orang yang dicintainya dulu? Ia menghela nafas perlahan. Memikirkannya, hanya membuat perasaannya semakin sesak. Tapi ada hal yang membuatnya bisa bernafas lega. Chanyeol sudah meninggalkan dunia malamnya. Siapapun seseorang yang sangat dicintai Chanyeol itu pastilah orang yang sangat berarti hingga Chanyeol rela meninggalkan semua kesenangan duniawi itu. Baekhyun harusnya berterima kasih karena orang itu telah merubah sifat buruk Chanyeol.
"Aku..." Baekhyun bergumam pelan dan perhatian Chanyeol mulai tertuju padanya. "Aku juga punya seseorang yang sangat kucintai." lanjutnya lirih.
"Oh ya?"
"Dia... seseorang yang entah sejak kapan mulai kuperhatikan. Dia adalah orang yang sangat buruk dulu, tapi entah mengapa aku merasa kalau dia sebenarnya orang yang sangat baik. Entah sejak kapan perlakuan kasarnya menjadi sebuah perlakuan manis bagiku. Melihatnya tertawa puas setelah membullyku, membuatku tanpa sadar tersenyum. Membuatnya senang dengan cara seperti itu adalah kebahagiaan tersendiri bagiku." Baekhyun tersenyum lembut. "Bahkan tanpa terasa aku telah melupakan cinta pertamaku dan lebih memperhatikannya. Semua itu terjadi begitu saja. Apalagi setelah aku tahu kalau aku pernah menyakitinya secara tidak langsung, membuatku merasa sangat bersalah. Aku melakukan segala cara agar membuatnya terus melihatku. Jika dengan menyiksaku dapat meringankan kesedihannya, maka aku akan melakukannya. Aku dulu juga pernah melawannya, berharap dengan begitu dia akan membalasku dan juga membalas rasa sakit hatinya selama ini."
"Kau... sengaja?" Chanyeol menatap Baekhyun nanar. Jadi, selama ini Baekhyun sengaja? Ia sengaja mendekatinya dan membiarkan Chanyeol membullynya? Ia sengaja melawannya agar Chanyeol semakin membencinya?
"Jika dia semakin membenciku, ia takkan ragu lagi untuk menyiksaku bukan? Dengan begitu, dia takkan pernah merasa bersalah padaku." Pandangan Baekhyun semakin sendu, bahkan matanya tampak mengabur sedari tadi. "Tapi aku benar−benar tidak bisa. Ketika dia mulai memperlakukanku lembut, aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Itu membuatku semakin terjatuh. Jadi, aku memilih pergi darinya untuk menjaga perasaan itu." Tangan mungilnya terangkat ingin menghapus satu liquid yang baru saja menuruni pipinya, namun Chanyeol menghentikan gerakannya.
Mereka saling pandang hingga beberapa detik. Baik Chanyeol maupun Baekhyun enggan melepaskan kontak mata itu. Keduanya larut dalam masa lalu mereka. Kenangan buruk hingga kenangan manis kebersamaan mereka. Sejak pertama mereka bertemu hingga perasaan itu muncul dari hati kecil mereka. Semua menjadi flashback yang terus berputar dalam ingatan mereka. Menjadi album biru yang kembali terbuka setelah bertahun−tahun lamanya. Perasaan hangat dan debaran jantung yang semakin menggila setiap detiknya. Chanyeol maupun Baekhyun sama−sama merasakannya. Jantung yang seirama, darah yang berdesir hebat hingga membuat pandangan sendu mereka tadi berubah menjadi pandangan lembut. Tak ada kebisingan ombak maupun suara angin. Telinga mereka seolah menjadi tuli mendadak dan hanya bisa mendengar detakan berat dari jantung keduanya. Mereka terlalu larut dalam suasana itu. Sebelah tangan Chanyeol tergerak untuk mengusap lelehan air mata itu. Pemuda tinggi itu mengulum senyum.
"Mungkin menangis akan membuatmu merasa lebih baik." Dan Baekhyun benar−benar menangis setelahnya. Bukan sebuah isak tangis pilu, hanya lelehan air mata yang terus menuruni pipinya dan Chanyeol yang setia mengusapnya. Ia menangis dalam diam, dengan senyuman kecil yang tak lepas dari wajahnya. Melupakan fakta kalau ia seorang lelaki, mengabaikan para pengunjung taman yang berlalu lalang. Bersama Chanyeol, membuat perasaannya menjadi tenang. Jika menjadi Huang Baixian bisa membuatnya dekat dengan Chanyeol. Ia rela jika harus terus bersembunyi di balik nama itu.
Confession © ChanBaek
"Baixian?! Astaga, kau dari mana saja?" Tao langsung menghampiri Baekhyun yang baru saja memasuki rumah besarnya. Wajahnya masih sembab walaupun ia sudah membasuhnya dengan air. Ia menampilkan senyuman kecil dan langsung melingkarkan lengannya pada pinggang Tao. Tao yang dipeluk erat seperti itu hanya menyerngit heran.
"Kau tahu kalau aku akan bertemu dengannya, kan?" Tao menelan ludahnya kasar. Apa Baekhyun akan memarahinya? Tetapi ia sudah berusaha menyembunyikannya. Ia bahkan sudah mendadaninya sedemikian rupa. Tidak mungkin Chanyeol akan mengenalinya. "Sayangnya aku menjadi guide tournya." Ugh, sial! Jadi percuma saja apa yang dilakukan Tao kemarin. Baekhyun menatap Tao barang sebentar kemudian mengeratkan pelukannya. "Aku bahkan bermalam di hotelnya kemarin."
"M−MWOOO?! J−Jadi kau berbohong padaku?" Baekhyun nyengir.
"Maaf Taozi, tapi dia sedang sakit. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja." Tao menghela nafas. Ia membalas pelukan kakak angkatnya.
"Lalu, apa dia mencurigaimu?"
"Aku rasa tidak. Dia tetap memanggilku Baixian dan memperlakukanku layaknya teman akrab." Baekhyun melepaskan pelukan itu dan duduk di sofa ruang keluarga ini. "Tapi aku rasa dia mulai mencurigai ceritaku..." Tao yang bingung memilih untuk duduk disamping Baekhyun. Ia juga penasaran dengan apa yang dilakukan dua orang ini. "Aku kelepasan tadi.. Aku menceritakan tentang dirinya. Aku juga tak tahu kenapa aku bisa menceritakan rahasiaku padanya. Ah, aku sangat menyesal sekarang. Aku rasa aku harus berhati−hati mulai sekarang agar penyamaran ini tak ketahuan." Tao mengangguk mengiyakan.
"Apa kau akan tetap menyamar?" Anggukan menjadi jawaban Baekhyun "Kau belum siap bertemu dengannya dengan sosok aslimu?" Lalu Baekhyun menggeleng pelan. Pemuda bermata panda itu tersenyum dan mengenggam jemari kakaknya. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Kalau kau memang belum siap menunjukkan dirimu sebagai Baekhyun, kau boleh menjadi Baixian selama yang kau mau. Baekhyun atau pun Baixian, kau tetaplah saudaraku."
"Terima kasih, Tao."
"Hn."
Baekhyun menatap rumah keluarga besar Huang ini dengan ragu. Ada yang sedang dipikirkannya sekarang. Chanyeol pasti akan datang berkunjung ke rumah ini suatu saat nanti. Bukankah keluarga Park dan keluarga Huang akan menjadi satu keluarga? Itulah yang sedang dipikirkan Baekhyun sekarang. Kalau ia masih disini, ia akan bertemu dengan Chanyeol nanti. Ia masih belum siap jika Chanyeol bertanya kenapa dia berada di rumah ini. Chanyeol tidak tahu kalau keluarga Huang telah mengangkatnya sebagai anak. Lagipula, ia tak mau keluarga barunya terlibat masalahnya. Yeah, walau sebenarnya sudah terlibat, namun Baekhyun tak ingin membebani mereka lebih dari ini. Mungkin ia harus mencari tempat tinggal baru.
"Tao−ie, Kris hyung kemarin tidur dimana? Disini atau di kantor? Kenapa dia tak tidur di hotel bersama Chanyeol kemarin malam?"
"Oh, dia tidur di rumahnya sendiri. Katanya, Chanyeol masih ingin tidur di hotel itu. Jadi ya, dia meninggalkannya. Tapi, mungkin besok Chanyeol sudah berada di rumah Kris gege." Baekhyun mengangguk mengerti.
"Taozi..." Tao yang sedang sibuk dengan televisinya kembali menatap Baekhyun dengan wajah bertanya−tanya. "Aku ingin cuti kerja selama sebulan ini. Aku harus menemani Chanyeol." Mulut Tao langsung menganga setelahnya. Ia menatap Baekhyun horror. Katanya belum siap? Kenapa dia justru mengatakan kalau ia harus menemani Chanyeol dengan begitu entengnya? Kenapa mereka justru semakin dekat begitu? Baekhyun dan Chanyeol memang spesies yang tidak bisa ditebak apa maunya.
"Haruskah?"
"Chanyeol yang menginginkannya. Ia mau aku menemaninya terus... Apalagi ia menjadi tanggung jawabku sekarang. Dia itu salah satu murid yang diistimewakan, oke? Aku tidak mau di hukum rektor karena mengabaikan tanggung jawabku."
"Terserah kaulah..." Baekhyun tersenyum puas. Soal tempat tinggal? Mungkin ia akan memikirkannya nanti dan membicarakan dengan keluarganya di saat yang tepat.
Confession © ChanBaek
At Seoul, South Korea.
Kriiinngg... krrinng.
"Baba, ada telepon!" Seorang anak kecil berumur sekitar enam tahun yang sedang bermain playstation langsung berteriak dengan kencang setelah mendengar telepon rumahnya berdering. Tak lama kemudian, seorang pemuda cantik menuruni anak tangga dengan kecepatan cahaya. Mungkin itu suaminya, pikirnya. Ia segera meraih gagang telepon itu dan menempelkannya di telinga.
"Yeoboseyo, Sehunnie..."
"Ah hyung, ini aku Chanyeol." Eh? Luhan menatap gagang teleponnya sebentar kemudian menempelkannya lagi.
"Kenapa kau menelepon malam−malam begini? Kau ingin mencari Sehun?" Terdengar kekehan dari seberang membuat dahi Luhan berkerut heran. "YA! Park Chanyeol! Jangan tertawa seperti itu atau aku putuskan sambunganmu!"
"Tunggu... tunggu! Iya, aku minta maaf. Jangan ditutup sekarang. Lagipula disini masih siang, hyung. Jadi wajar kan aku telepon di jam seperti ini?" Luhan memutar bola matanya malas. Sebenarnya ia lupa kalau Chanyeol sudah berada di Kanada.
"Kau mencari Sehun?" tanya Luhan lagi. "Tapi Sehun belum pulang dari kantor." lanjutnya. Ia melirik anak kecil yang tengah asyik bermain game dan tersenyum kecil setelahnya. Tak ada suara balasan dari Chanyeol membuat Luhan bingung. "Chanyeol?"
"Aku ingin berbicara denganmu, hyung..." suara Chanyeol terdengar memelan dan penuh keraguan.
"Hn, ada apa Yeol? Tidak biasanya kau ingin berbicara denganku? Dan... kenapa dengan suaramu itu?" Jujur, Luhan merasa aneh. Ia juga sudah gugup menanti setiap kalimat yang akan dikatakan Chanyeol. Entah kenapa jantungnya berdegup dan ia sangat penasaran dengan apa yang ingin Chanyeol katakan. Dan semua pemikirannya berakhir pada satu sosok yang sangat dirindukannya, Baekhyun.
"Baekhyun—"
Deg.
"—aku menemukannya..."
"A−Apa?"
"Iya hyung..." Helaan nafas terdengar dari seberang. "Dia ada di Kanada selama ini."
"Ba−Bagaimana mungkin—"
"Ceritanya sangat panjang dan mungkin aku tak bisa menjelaskannya sekarang." Mata Luhan memanas. Ia mencoba menahan semua sesak yang menjalar ke dalam dadanya. Rasa rindu yang membuncah keluar setelah mendengar nama adik kesayangannya. "Tapi aku berjanji akan membawanya pulang, hyung. Membawanya padamu. Hanya saja, aku perlu waktu untuk mendekatinya..."
"Ch−Chanyeol, kau sedang tidak bercanda, kan?"
"Tidak hyung... Aku berani bersumpah."
Sehun yang baru saja memasuki rumah besarnya terheran−heran melihat suaminya tengah bertelepon dengan wajah setegang itu. Bahkan memerah seolah menahan tangis. Ia mendekati Luhan dan memegang pundaknya. Ia bertanya melalui pandangan matanya namun Luhan mengabaikannya. Sepertinya isi percakapan Luhan lebih penting darinya.
"B−Baiklah... Aku mohon, bawa dia pulang, Yeol. Aku merindukannya." Setelah terdengar balasan dari Chanyeol, Luhan pun menutup panggilannya. Dengan perlahan Luhan menurunkan gagang teleponnya. Menatap Sehunnya dengan mata yang sudah meneteskan liquid beningnya. Sehun yang panik langsung memeluk suaminya itu. Mengabaikan tatapan anak mereka yang kebingungan. "Baekhyun, Hun−ah... Chanyeol menemukan Baekhyun." Sehun terkesiap. Beberapa detik ia butuhkan untuk memproses semua kata−kata Luhan dan berakhir dengan senyuman lega. "Aku senang sekali, Sehunnie..."
"Aku juga senang mendengarnya, Lu."
Confession © ChanBaek
Three months later...
At Canada University
Baekhyun saat ini tengah berada di perpustakaan Universitasnya. Kelasnya baru saja selesai sepuluh menit yang lalu. Dan entah mengapa ia berakhir di perpustakaan ini dengan sebuah novel di tangannya. Ia duduk di lantai dengan punggung yang bersandar pada lemari buku di perpustakaan ini. Sesekali ia membuka lembaran novel itu dan membaca beberapa kalimat, namun otaknya tidak benar−benar terarah kesana. Sebelah tangannya memegang ponsel dan tertempel di telinga. Ia tengah berusaha menghubungi seseorang sekarang. Setelah seseorang itu mengangkat panggilannya, ia langsung menutup bukunya dan menegakkan tubuhnya.
"Tao−ie!" Ia memekik.
"Astaga ge! Kau mengangetkanku! Ada apa?" Baekhyun terkekeh lalu membuka−buka kembali novelnya tanpa berniat membacanya.
"Sebenarnya... aku ingin kau menemaniku mencari apartemen baru nanti sore." Jemari Baekhyun memilin ujung bajunya. Ia sudah memikirkannya matang−matang. Ia harus mencari tempat tinggal baru atau ia akan terus−terusan berurusan dengan Chanyeol. Entahlah, ia masih terlalu ragu dan takut untuk mengakui kalau dia adalah Byun Baekhyun. Karena sekarang ia sudah terlepas dari tanggung jawabnya sebagai guide Chanyeol, maka dari itu ia memberanikan diri untuk meminta Tao menemaninya mencari tempat tinggal baru.
"Kenapa mendadak? Kalau mama marah bagaimana?"
"Ayolah Tao... Aku janji akan memberitahu mama nanti. Aku akan mencari apartemen yang dekat dengan restaurant kita. Temani aku yaaaa..." Baekhyun meringis saat Tao mulai mengomel di seberang sana. Kalau Tao hari ini ke kampus, mungkin ia akan mencarinya dan mencincangnya sekarang juga. Untunglah pemuda yang menjadi adiknya itu tengah berada di restaurant Huang. "Ayolah Tao... aku tidak mungkin tinggal disana lebih lama. Kata Kris hyung, Chanyeol akan sering−sering berkunjung ke rumah kita. Aku tidak mau terus−terusan bersembunyi seperti beberapa bulan ini. Ayolah~" Baekhyun mencoba merajuk dengan suara aegyonya yang pasti berhasil membuat Tao luluh. Akhirnya, pemuda di seberang mengiyakan permintaannya itu. Ia memekik senang, sedikit menahan suaranya karena ia memang tengah berada di perpustakaan.
"..." Tiba−tiba Tao mengatakan suatu hal yang membuat senyumnya luntur.
"Aku tidak bisa, Tao... aku takut. Yeah, aku memang menghindarinya sekarang." Baekhyun menghela nafas. "Awalnya aku juga berpikir semua akan baik−baik saja. Aku berpikir kalau bersamanya akan membuatku tenang. Tapi aku sedang membohonginya, Tao. Suatu saat nanti dia pasti akan tahu. Daripada dia membenciku, lebih baik aku menghindarinya... begini lebih baik." Baekhyun memejamkan matanya dan mendongak. Ia sedikit memijit pelipisnya saat mendengar suara Tao yang tengah menasehatinya. Tao memang benar. Tak seharusnya ia terus−terusan menghindar seperti ini. Tapi, ia benar−benar tak bisa berpikir jernih sekarang. Awalnya ia memang berniat untuk tetap bersama Chanyeol dan mungkin menjalin persahabatan dengannya. Namun jika dipikir lagi, Chanyeol pasti akan sangat membencinya jika tahu kalau ia membohonginya selama ini.
"..."
"Terima kasih, Tao... Aku akan baik−baik saja. Aku pernah tinggal sendiri, oke? Jangan khawatir. Hn, annyeong~"
Pip.
"Ya Tuhan... semoga ini menjadi pilihan terbaikku." Baekhyun bangkit dari tempat ia duduk dan mulai berjalan pergi setelah mengembalikan novel tadi ke dalam raknya. Tanpa disadarinya, seseorang tengah menatapnya dari balik rak lain. Pemuda yang memperhatikannya itu masih menatap punggung Baekhyun dengan pandangan yang sulit diartikan. Tangan kanannya mengenggam smartphonenya dan tengah menghubungi seseorang −tanpa melepaskan pandangannya dari sosok Baekhyun yang baru menghilang di balik tembok.
"Halo—"
"Hyung, kau bisa tinggal dengan Tao mulai sekarang. Aku akan mencari apartemen."
At Canada University
"Hey Yuta, kau melihat Baixian?" Yuta menoleh saat merasakan pundaknya di tepuk seseorang. Ia berbalik dan tersenyum lebar setelah mengetahui Chanyeollah yang bertanya. Ugh, tadi apa? Chanyeol menanyakan Baixian? Yuta tertawa kecil. Entahlah, dia senang saja melihat kedekatan Chanyeol dan Baixian. Duo korean itu benar−benar moodmakernya.
"Mungkin dia ada di atap kampus, kalau tidak ya di taman, kantin, ruang musik, kafe dekat kampus, atau perpustakaan." jawabnya panjang lebar. Chanyeol memutar mata bosan dan mendengus kesal.
"Bisakah lebih jelas? Kau bisa memberitahuku tempat yang paling sering dia kunjungi akhir−akhir ini." Pemuda berdarah Jepang itu tertawa.
"Kau tahu, ekspresimu itu sudah seperti orang yang frustasi karena kekasihnya sedang marah dan tidak mau diajak bertemu. Hhaha. Santai sajalah, Yeol." Sekali lagi, pemuda yang lebih tinggi mendengus kesal. Berteman dengan anak ajaib seperti Yuta memang harus punya kesabaran yang ekstra. Dia sangat cerewet, sungguh. Chanyeol jadi heran kenapa Baekhyun bisa bertahan berteman selama bertahun−tahun dengan anak itu.
"Dia bukan kekasihku! Dia calon suamiku."
Brakkk.
"WHAT, SERIOUSLY?!" Yuta sontak berdiri dan menimbulkan kegaduhan mendadak di kelas itu. Membuat Chanyeol harus menahan malu karena mereka berdua menjadi pusat perhatian sekarang. Apalagi pandangan berlebihan yang ditunjukkan Yuta dengan mata yang melotot seperti itu membuat Chanyeol mual. Oh, Yuta memang ajaib. "Be−Benarkah? Uwah!" Chanyeol berdecak kesal.
"Lupakan. Aku hanya bercanda." Chanyeol mengibaskan tangannya di depan wajahnya dengan ekspresi jengah. "Jadi, dia dimana?" Yuta terkekeh –lagi− sembari mencoba berpikir dimana kawan kecilnya itu sering merelaksasikan dirinya. Beberapa detik setelahnya ia menjentikkan jarinya.
"Perpustakaan. Aku sering sekali melihatnya membawa buku dari perpustakaan."
"Baiklah, thanks."
"Most welcome, Chanyeol."
.
Seperti biasa Chanyeol berjalan sepanjang koridor kampus dengan senyuman yang melekat di wajahnya. Tampan seperti biasa, berkharisma dan tampak bersahabat. Banyak mahasiswa Kanada yang menyukai kepribadiannya. Tak jarang pula beberapa orang gadis dan pria bule itu menyapanya. Bahkan dosen yang lewat pun menyapanya. Chanyeol sangat terkenal disini. Dan dia beruntung tak ada yang namanya pembullyan di kampus ini. Semua orang sangat ramah meskipun− yeah, mereka sedikit waw disini. Seperti contohnya saja, ciuman. Hal itu bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Chanyeol pun harus bisa menyesuaikan dirinya agar tidak terpengaruh.
Wajahnya langsung sumringah saat sampai di depan pintu perpustakaan. Dengan langkah pasti ia mengitari rak−rak sekitarnya. Mencari keberadaan pemuda mungil yang sudah dirindukannya beberapa minggu ini. Selama sepuluh menit mencari, ia mulai jengah. Chanyeol hampir saja meneriakkan nama Baekhyun karena pemuda itu tak kunjung ketemu. Hingga tiba−tiba ia mendengar pekikan di salah satu sudut rak buku. Ia sangat mengenali suara itu. Kakinya pun tanpa sadar membawanya kesana. Sebelum sempat ia menyapa sosok Baekhyun, percakapan pemuda itu dengan seseorang dihandphonenya menghentikan pergerakan kakinya. Ia memilih menyembunyikan dirinya di rak sebelah dan menguping pembicaraan yang sepertinya rahasia itu.
"Sebenarnya... aku ingin kau menemaniku mencari apartemen baru nanti sore." Chanyeol menyerngit heran mendengar perkataan lirih Baekhyun. Ia melirik pemuda itu dari celah−celah diantara buku dan ia dapat melihat ia pemuda kecil itu tampak termenung dengan jemari yang memilin lembaran bukunya.
"..."
"Ayolah Tao... Aku janji akan memberitahu mama nanti. Aku akan mencari apartemen yang dekat dengan restaurant kita. Temani aku yaaaa..." Chanyeol dapat melihat pemuda itu meringis. Seolah mendapat ceramah memuakkan dari seseorang. "Ayolah Tao... aku tidak mungkin tinggal disana lebih lama. Kata Kris hyung, Chanyeol akan sering−sering berkunjung ke rumah kita. Aku tidak mau terus−terusan bersembunyi seperti beberapa bulan ini. Ayolah~" Pemuda tinggi itu tertegun. Baekhyun terdengar seperti tengah menghindarinya. Tapi kenapa? Jadi selama ini Baekhyun tinggal dengan Tao? Dan... dia tak pernah menampakkan diri saat Chanyeol berkunjung? Pantas saja ia tak mengetahui tempat tinggal Baekhyun selama ini.
"..." Tiba−tiba senyuman di wajah Baekhyun luntur. Entah apa yang dibicarakannya bersama Tao, tapi Chanyeol yakin kalau pembicaraan itu takkan jauh−jauh dari dirinya.
"Aku tidak bisa, Tao... aku takut. Yeah, aku memang menghindarinya sekarang." Chanyeol menahan nafas saat ucapan itu keluar langsung dari bibir Baekhyun. Ia tak menyangka kalau Baekhyun benar−benar sengaja menghindarinya. Dan jujur, itu sedikit menyakitinya. "Awalnya aku juga berpikir semua akan baik−baik saja. Aku berpikir kalau bersamanya akan membuatku tenang. Tapi aku sedang membohonginya, Tao. Suatu saat nanti dia pasti akan tahu. Daripada dia membenciku, lebih baik aku menghindarinya... begini lebih baik." Baekhyun terlihat tengah memijit kepalanya. Seolah menumpu beban yang berat dalam hidupnya. Dan Chanyeol pun sadar, selama ini dialah sumber kesialan Baekhyun. Dia yang menyebabkan pemuda itu mengalami masa−masa sulit ini. Mengingat kenangan buruk mereka, membuat Chanyeol hanya bisa mengutuk dirinya dalam hati.
"..."
"Terima kasih, Tao... Aku akan baik−baik saja. Aku pernah tinggal sendiri, oke? Jangan khawatir. Hn, annyeong~" Pemuda tinggi itu mulai memutar otak setelah pembicaraan Baekhyun dan seseorang itu –Tao− berakhir. Bagaimana pun juga dia takkan melepaskan Baekhyun. Dia sudah bertemu sejauh ini, menghabiskan beberapa waktu untuk mendekati Baekhyun. Ia tak mau semuanya sia−sia. Baekhyun tak boleh lepas dari genggamannya.
"Ya Tuhan... semoga ini menjadi pilihan terbaikku." Baekhyun mulai bangkit dan meninggalkan perpustakaan itu. Sedangkan Chanyeol tengah sibuk menghubungi seseorang tanpa melepas pandangannya pada punggung kecil itu hingga menghilang di balik tembok. Bibirnya mengulas senyuman kecil. Dia tahu apa yang harus dia lakukan sekarang.
"Halo—"
"Hyung, kau bisa tinggal dengan Tao mulai sekarang. Aku akan mencari apartemen." Pip. Chanyeol tersenyum kecil, lebih tepatnya sebuah seringaian yang sudah lama tak nampak dari bibirnya. 'Aku bersumpah tidak akan melepasmu, Park Baekhyun. Sejauh apapun kau menghindariku, aku selalu bisa menangkapmu.'
Confession © ChanBaek
Setelah beberapa hari berusaha mencari, akhirnya Baekhyun berhasil menyewa salah satu apartemen di dekat restaurant Huang. Hari ini dia sudah bisa menempati apartemen tersebut. Apartemen miliknya berada di lantai tujuh, nomor 627. Dan dia terpaksa harus membenahi apartemennya sendirian, pasalnya Tao tengah sibuk membantu ibunya mengurus salah satu restaurant mereka itu.
"Oh astaga, ini sungguh melelahkan." Jemarinya mengusap peluh di dahinya karena harus menyeret 3 koper ke lantai tujuh sendirian. Ia memang menaiki lift, tapi bawaannya memang sangat banyak. Tidak heran lagi jika leher dan pelipisnya sudah basah oleh keringat. Tangan dan kakinya sangat pegal. Ia bersumpah akan segera tidur ketika sampai di kamarnya nanti.
625...
626...
627...
Baekhyun tersenyum saat menemukan dimana letak kamarnya. Ia segera mengambil kunci kamarnya yang berupa kartu dan mengesekkannya di tempatnya. Hingga bunyi 'ting', sedikit membuatnya tersentak. Bukan, bukan suara dari pintunya −karena pintunya sudah terbuka−, namun suara pintu kamar tetangga sampingnya, kamar nomor 628.
Cklek.
Deg.
"Park—Chanyeol." desisnya lirih. Baekhyun bisa merasakan jantungnya berdebar dengan sangat keras dan lututnya melemas seketika. Seseorang yang selama ini dihindarinya justru bertemu dengannya di tempat yang ia anggap 'zona aman'nya. Pemuda tinggi itu menunjukkan ekspresi terkejutnya sebelum akhirnya bibirnya mengulas senyuman lebar dan berhasil membuat hatinya kembali bergetar.
"Ah, hai Baixian! Kebetulan sekali." Chanyeol −dengan membawa kantong plastik hitam− perlahan menghampirinya. Dengan senyuman lebar yang entah mengapa menjadi hal yang paling Baekhyun sukai. Baekhyun mengulum senyuman paksa di bibir tipisnya. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Chanyeol berpura−pura tak tahu.
"Ini... kamarku." Baekhyun menunjuk nomor pintunya. Chanyeol yang melihatnya hanya menyeringai kecil, tanpa sepengetahuannya.
"Kebetulan lagi—" Pemuda jangkung itu tertawa. "Kamarku tepat berada di sebelahmu." Chanyeol menunjuk pintu kamarnya. Baekhyun hanya tersenyum kecut dan mengangguk. Dan kenyataan ini, membuatnya semakin sulit untuk menghindari Chanyeol lagi. "Barangmu sangat banyak. Aku akan membuang kantung sampah ini dulu dan membantumu beres−beres. Tunggulah di dalam." Tangan besar itu mengusak surai Baekhyun, dan berhasil menimbulkan desiran kecil di hati pemuda mungil itu. Baekhyun menatap punggung Chanyeol –yang baru saja beranjak pergi− dengan sendu.
'Aku rasa aku takkan bisa lepas darimu, Chanyeol−ah...'
.
Chanyeol memencet bel apartemen Baekhyun dengan hidungnya. Dia sedikit kesusahan karena membawa beberapa kantung belanjaan di kedua tangannya. Tak lama kemudian, pemuda mungil pemilik kamar itu membuka pintu dan menyerngit heran saat melihat kantung plastik yang dibawa Chanyeol. Sepertinya berisi bahan makanan dan beberapa cemilan. Ada sekitar 4 kantung plastik besar. Bagaimana dia bisa membawanya sendirian?
"Bisakah kau membantuku? Ini sedikit berat." Chanyeol tersenyum dengan ekspresi lucu.
"O−Oh, maaf." Baekhyun segera meraih dua kantung belanjaan itu dan menempatkannya di ruang tamu. Setelah Chanyeol menutup pintu apartemen Baekhyun, dia beranjak menghampiri pemuda mungil itu. Baekhyun masih memandangnya penuh tanya membuat Chanyeol terkekeh dalam hati.
"Kau pasti lelah jadi aku tadi belanja bahan makanan untukmu dulu." Chanyeol tersenyum. "Jja! Kita buat makan malam dulu sebelum kita membereskan perlengkapanmu itu." Jari telunjuknya terarah pada koper Baekhyun yang berantakan. Baekhyun yang teringat, segera menutup koper itu dengan kakinya dengan gerakan tergesa. Err... itu tadi koper barang pribadi. Malu sekali dia. Ia hanya mengusap tengkuknya canggung.
Melihat Chanyeol yang sudah berada di dapurnya, mau tidak mau Baekhyun mengikuti pemuda itu. Ia dapat melihat Chanyeol yang selalu tersenyum sedari tadi. Entah apa yang membuatnya senang, Baekhyun tak tahu. Tangan besarnya dengan cekatan mengeluarkan bahan−bahan makanan itu dan meletakkannya di kulkas. Baekhyun akhirnya memutuskan untuk membantunya. Keduanya berjongkok dan saling mengulurkan bahan makanan. Baekhyun mengambil benda−benda itu dari dalam kantung plastiknya sedangkan Chanyeol yang menatanya di dalam kulkas.
"Kau tidak perlu repot−repot, Chanyeol−ah. Aku besok juga akan membelinya." Jemari besar Chanyeol kembali bermain di helaian rambut si pemuda kecil.
"Supermarketnya dekat, jadi kau takkan merepotkanku. Kau pasti lelah... matamu terlihat berkantung." Chanyeol mengusap kedua mata Baekhyun dengan ibu jarinya, membuat pemuda bersurai hitam itu refleks menutup matanya dan menikmati sentuhan yang sangat dirindukannya ini. Hingga benda basah yang mengecup kedua belah matanya membuatnya sedikit tersentak. Sial! Baekhyun baru ingat kalau dia tidak berpenampilan culun. Astaga! Kacamatanya? Bajunya? Bodoh! Kenapa dia baru sadar? Perlahan Baekhyun membuka matanya dan mendorong lengan Chanyeol. Dia segera berdiri dan berbalik memunggungi Chanyeol dengan perasaan yang sangat gugup. Ia memilin jemarinya yang berkeringat dingin.
"A−Aku terbiasa memakai kacamata, makanya mataku terlihat berkantung—" jelasnya berusaha tenang. "A−Aku akan mengambil kacamataku. O−Oh astaga, mataku perih." Ia berakting mengipas−ipas matanya seolah menahan sakit di matanya. Ia segera melangkah ke dalam kamarnya dengan sangat cepat. Chanyeol sendiri hanya menatapnya heran.
"Ck, masih belum mau mengaku rupanya..." gumam pemuda jangkung itu lirih. Ia hanya menggelengkan kepalanya dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
.
Chanyeol dan Baekhyun –yang sudah memakai kacamata jadulnya− tengah sibuk di dalam dapur apartemen Baekhyun. Lebih tepatnya Chanyeol yang sibuk mengaduk ramyun mereka, sedangkan Baekhyun disampingnya tengah memperhatikan cara mengaduk Chanyeol. Sesekali ia meneguk ludahnya karena aroma makanan khas negaranya itu masuk ke dalam hidungnya dan memanjakan perutnya, seolah meminta Baekhyun untuk segera melahapnya. Jelas saja ia kelaparan, sejak pagi ia belum makan karena terlalu sibuk berkemas.
"Kenapa? Kau benar−benar lapar ya?" ejek Chanyeol dan tersenyum geli melihat mulut Baekhyun yang terbuka seolah ingin meneteskan liurnya. Baekhyun mendelik sebal, namun sedetik kemudian ia tersenyum canggung lalu mengangguk pelan. "Kau belum makan tadi siang?"
"Aku tidak sempat."
"Yah, karena kau sibuk menghindariku." Chanyeol tersenyum kecil. Namun Baekhyun tahu betul kalau senyuman itu adalah senyuman pahit. Chanyeol terlihat bersedih. Tapi kenapa? Apa Baekhyun keterlaluan?
"Aku tidak menghindarimu, Chanyeol." balasnya dan diakhiri senyuman tulus.
"Baguslah."
Hening.
Mereka berdua sama−sama terdiam hingga acara masak memasak itu selesai. Setelah menyiapkan segala peralatan makan, mereka duduk bersila di lantai dan berhadapan. Hanya beberapa obrolan kecil dan candaan Chanyeol yang berhasil melenyapkan suasana canggung beberapa menit yang lalu. Hingga ucapan terakhir Chanyeol membuat Baekhyun menghentikan suapan ramyunnya.
"Kau tahu, tanpa memakai kacamata itu wajahmu mengingatkanku pada seseorang di masa laluku. Kau sangat mirip dengannya." Baekhyun mendongak perlahan dan menatap Chanyeol takut−takut. Sedang Chanyeol sendiri sibuk dengan ramyunnya dan tak menyadari wajah Baekhyun yang sudah memucat.
"S−Siapa?"
"Seseorang yang aku cintai."
Deg.
Kepala pemuda mungil itu menunduk dalam. Ia mencengkeram kuat−kuat sumpitnya. Apa Chanyeol sedang membicarakannya? Apa Chanyeol mencintainya? Baekhyun ingin rasanya memekik senang, namun ia teringat kalau wajahnya sangat mirip dengan Yejin. Pundaknya menurun dengan helaan nafas yang berat. Benar juga, Chanyeol mungkin sedang membicarakan Yejin saat ini. Kenapa dia bisa sebodoh ini? Kau terlalu percaya diri, Byun Baekhyun.
"Apa kau baik−baik saja, Baixian?" Baekhyun menegakkan tubuhnya dan tersenyum bodoh kearah Chanyeol.
"Aku baik−baik saja, Chanyeol. Hanya saja, aku merasa sudah kenyang." tuturnya kemudian. Ia tidak bohong. Ia memang baik−baik saja... tadi. Namun, rasa laparnya langsung hilang saat Chanyeol membicarakan seseorang itu. Mungkin saja Chanyeol memang membicarakan Yejin, atau mungkin... kembaran Yejin yang tak pernah diketahuinya.
Confession © ChanBaek
Canada University.
Chanyeol benar−benar tampak seperti orang gila sekarang. Sedari tadi ia tersenyum−senyum sendiri melihat pemuda mungil yang tengah bermain basket bersama teman−temannya. Penampilan Baekhyun memang sedikit berbeda sekarang. Pemuda mungil itu memakai pakaian kasual, namun di hidungnya masih bertengger kacamata bulat berbingkai hitam kemarin. Berulang kali ia membenahi kacamatanya yang melorot saat bermain dan itu membuat Chanyeol terkekeh geli. Pemuda jangkung itu duduk di pinggir lapangan basket indoor sembari menyeka peluh di leher dan pelipisnya.
Mereka tadi –ChanBaek, Yuta, dan beberapa mahasiswa Kanada− memang tengah bermain basket di lapangan indoor. Jam kuliah pertama mereka kosong karena para dosen tengah mengadakan rapat. Baekhyun sebenarnya sudah menolak ajakan itu, tapi Chanyeol langsung menyeret lengannya dengan tidak berperikemanusiaan. Sejak pagi mereka bertemu di depan lobi apartemen, Baekhyun terus saja mengabaikannya, membuat Chanyeol jengah. Akhirnya ia nekat menyeret Baekhyun dengan alasan ingin ditemani bermain basket bersama teman−temannya yang lain.
"Hai Yeol. Kau payah... coba lihat Baixian. Dia saja masih bermain sedari tadi. Tapi kau? Ckck, kau bilang dia calon suamimu. Bukankah dia bottom? Kenapa kau malah terlihat lebih lemah darinya?" Yuta berbicara panjang lebar dan diakhiri dengan ejekan untuk Chanyeol. Pemuda yang lebih tinggi mendelik sebal.
"Aku lebih suka memperhatikannya bermain."
"Ya, sudahlah. Aku akan bermain lagi."
"Hn..."
.
Chanyeol tahu betul kalau Baekhyun tak membawa baju ganti karena ia mengajak–atau memaksa−nya secara mendadak. Dan kemeja pemuda kecil itu pasti sudah basah oleh keringatnya. Dengan inisiatifnya sendiri, Chanyeol pergi dari lapangan basket indoor tanpa disadari teman−temannya dan pergi ke supermarket terdekat untuk membelikan baju baru untuk Baekhyun. Beberapa menit dia butuhkan sampai ia kembali ke universitasnya. Kakinya baru saja menapaki koridor menuju ruang loker Baekhyun. Ia sudah memastikan Baekhyun masih berada di lapangan, jadi dia akan memberikan bajunya secara diam−diam.
Ia tersenyum melihat nomor loker Baekhyun. Dengan gerakan perlahan, ia meletakkan kantung plastik berisi pakaian itu ke dalam loker Baekhyun. Ia menutup pintu loker itu dan mengusapnya pelan. Semua yang dilakukannya ini, membuatnya teringat kembali pada masa SMA mereka. Saat dia berhasil mengerjai Baekhyun dengan tepung dan telur yang melumuri tubuh kecilnya.
Flashback
Saat itu, Chanyeol memang dalam mood yang bagus untuk mengerjai Baekhyun. Ia sudah membeli sekantung penuh bungkusan tepung dan satu kantung telur. Ia tahu kalau apa yang dilakukannya nanti mungkin akan membuat Baekhyun mengutuknya. Namun ia sangat suka wajah kesal Baekhyun yang menurutnya sangat lucu. Sebelum Baekhyun kembali ke kelas, Chanyeol sudah mengkomando semua anak di kelasnya untuk memberikan kejutan pada Baekhyun di hari ulang tahunnya. Padahal dia tahu betul kalau bulan Oktober bukanlah ulang tahun Baekhyun. Dia sengaja. Dia sudah merencanakan ini kemarin. Mengerjai Baekhyun habis−habisan.
Dan setelah melihat posisi Baekhyun di mejanya, Chanyeol pun bersorak dalam hati. Semua berjalan lancar sesuai rencananya. Baekhyun dengan tubuh yang penuh dengan tepung dan telur, menatapnya tajam. Sungguh, ini pertama kalinya Baekhyun bersikap dingin. Ia sempat merasa bersalah namun ia menepisnya. Bukankah ini memang tujuannya? Membuat Baekhyun menderita seumur hidupnya.
Hatinya memang tak sejalan dengan pikirannya.
Setelah Baekhyun keluar dari kelasnya, Chanyeol pun ikut keluar dan berjalan jauh di belakang Baekhyun tanpa pemuda itu sadari. Tubuh kecil penuh tepung itu tampak ringkih. Di setiap langkahnya, Chanyeol selalu bertanya dalam hati, apa dia keterlaluan? Saat pemuda kecil menuju lokernya, Chanyeol dengan segera menyembunyikan tubuh jangkungnya di balik tembok. Ia dapat melihat mata Baekhyun yang membulat saat menemukan celana trainingnya sobek di beberapa bagian. Bekas guntingan anak−anak lain yang memang suka sekali menjahilinya. Baekhyun menghela nafas berat, dan Chanyeol menyadari itu. Pemuda kecil itu menahan tangisnya. Itu sudah biasa. Dan Chanyeol benci kenyataan kalau Baekhyun selalu pintar menyembunyikan kesedihannya.
Baekhyun mungkin menyerah dan tak mau memikirkan resikonya, ia tetap berjalan ke arah kamar mandi dengan setelan training olah raganya dan celana yang sobek. Chanyeol menatapnya prihatin. Entah mengapa, hatinya tergerak untuk melakukan sesuatu. Maka dari itu, ia berani berlarian sepanjang koridor menuju koperasi sekolah mereka. Setelah mendapat setelan baju olah raga yang baru, ia pun meletakkan di pintu loker Baekhyun. Ia tersenyum kecil –tanpa ia sadari− dan pergi untuk menyembunyikan dirinya kembali. Saat memastikan Baekhyun melihat kantung plastik itu, ia pun pergi meninggalkan ruang loker.
"Aku tahu kau baru saja di kerjai seseorang. Jadi, terimalah pakaian ini. –OSH"
Yah, Chanyeol meninggalkan pesan dan inisial OSH. Yang siapapun pasti bisa menebaknya. OH SE HUN. Chanyeol menggunakan nama Sehun di kertas memonya tadi. Dia tak ingin Baekhyun tahu kalau ia masih mempedulikannya.
Flashback end.
Mengingat semua kejadian itu, Chanyeol hanya bisa tersenyum kecil.
"Aku baru sadar kalau aku memang sudah tertarik padamu sejak dulu, Baekhyun−ah."
Confession © ChanBaek
Kelas terakhir ternyata diisi oleh sang dosen dengan beberapa tugas yang membosankan. Setelah jam itu berakhir, Baekhyun −dengan kecepatan cahaya− langsung melesat meninggalkan bangkunya. Mengabaikan tatapan sendu yang ditujukan padanya. Chanyeol menghela nafas melihat punggung itu menghilang di balik tembok. Telinganya tak sengaja mendengar kekehan disampingnya dan menemukan wajah menyebalkan Yuta.
"Kau ditinggalkan lagi ya? Astaga, Park Chanyeol... kalian ada masalah apa sih? Ekspresimu sungguh patuh dikasihani." Pemuda yang lebih pendek dari Chanyeol itu tertawa seolah mengejeknya habis−habisan.
"Cih, diam kau." Dan dengan itu, Chanyeol keluar dari dalam kelasnya diiringi tawa menyebalkan dari teman barunya itu. Oh sungguh, tangan Chanyeol sudah gatal ingin menyobek mulut cerewetnya itu.
.
"Baixian!" Chanyeol tak menyerah. Pemuda tinggi itu memutuskan untuk mengejar Baekhyun keluar. Dan kaki kecil Baekhyun –yang memang tak bisa diajak kompromi− membuat Chanyeol berhasil mengejarnya. Mereka pun berjalan beriringan sekarang, dengan Baekhyun yang selalu mengalihkan pandangannya. "Kau memang menghindariku." Terdengar nada sedih di dalam kalimat Chanyeol. Membuat Baekhyun sedikit merasa bersalah. Ia berhenti dan menatap langsung ke dalam mata Chanyeol. Oh benar, pemuda tinggi itu menunjukkan ekspresi sedihnya secara gamblang. Baekhyun menyerah, ia takkan pernah bisa lepas dari jerat mata bulat itu.
"Aku tidak menghindarimu, Mr. Park. Aku hanya sedang terburu−buru. Aku ingin membeli novel dan aku tak mau kehabisan." Baekhyun berucap setelah ia memutuskan untuk melangkahkan kakinya lagi bersama Chanyeol.
"Membeli novel?"
"Ya."
"Kenapa kau takut kehabisan?" Baekhyun memutar matanya bosan.
"Mahasiswa disini banyak yang menyukai novelnya, Chanyeol. Mereka bahkan berlomba−lomba untuk mendapatkan novel itu." Chanyeol terkekeh dan langsung menggenggam tangan Baekhyun. Pemuda kecil itu tersentak dengan rona merah muda samar di kedua pipinya. Genggaman itu masih hangat seperti dulu dan Baekhyun tak bisa membohongi dirinya sendiri kalau ia memang menyukai setiap perlakuan mendadak Chanyeol.
"Aku akan menemanimu." Baekhyun hanya dapat tersenyum kecil melihat punggung Chanyeol.
.
Baekhyun tak berbohong soal novel itu. Beberapa mahasiswa –dan kebayakan adalah perempuan− tengah berjejer dan berebut novel tersebut. Chanyeol sendiri jadi penasaran novel apa sehingga harus diperebutkan mereka. Ia dengan sangat terpaksa melepaskan genggaman tangannya bersama Baekhyun dan membiarkan pemuda kecil itu ikut kerumunan itu. Memperebutkan novel yang bahkan Chanyeol tak tahu judulnya. Mereka sangat menggelikan, batinnya.
Daripada mendapat cakaran para gadis itu, lebih baik Chanyeol melihat buku−buku lain. Mungkin ia dapat referensi untuk mata kuliahnya nanti. Setengah jam berlalu, ia mulai bosan. Ia menatap kerumunan itu dan mendapati Baekhyun dengan dadanan mengerikan berjalan kearahnya dengan sempoyongan. Ia tersenyum lebar pada Chanyeol dan mengacungkan buku bersampul putih di tangannya tinggi−tinggi. Pemuda jangkung itu tersenyum. Dia tak tahu kalau Baekhyun itu tipe pejuang. Hanya karena novel ia rela wajahnya dicakar dan rambutnya dijambaki para wanita itu.
"Hahhh...hahhh... aku mendapatkannya, Yeol−ah." Baekhyun memainkan novelnya ke depan wajah Chanyeol dan Chanyeol bisa membaca judul novel itu.
'The Last Story Of True Love Edition, karya Robert Fulghum."
Chanyeol tertegun. Itu adalah salah satu buku novel romansa yang pernah diberikan Sehun untuknya. Novel yang membuatnya berpikir beribu kali untuk membenci sosok Baekhyun. Semua yang ada di novel itu adalah kisah nyata. Dan ia ingat betul kalimat sang penulis di dalam buku novel itu dulu −yang sekarang di berikannya pada Baekhyun.
"Lawan dari cinta bukanlah benci, melainkan rasa ketidakpedulian."
Dan itu semua adalah benar. Dia terlalu membenci Baekhyun, sehingga tanpa sadar ia mulai peduli pada pemuda itu hingga perasaan cinta itu mulai tumbuh. Kalau saja ia mengabaikan Baekhyun dan tidak terobsesi untuk membalas dendam, mungkin semuanya takkan serumit ini. Ia tak mungkin merasakan rasa bersalah ini hingga perasaan itu membunuhnya secara perlahan. Kini ia hanya berharap, Baekhyun mau memaafkannya dan kembali padanya. Ia sudah terlalu mencintai pemuda mungil itu. Terlalu besar dan banyak.
"Kau menyukai novel romansa seperti ini? Kau benar−benar lelaki 'kan, Huang Baixian? Kau bukan jelmaan wanita, kan?" Baekhyun menoyor kepala Chanyeol saat mendengar kalimat ejekan itu dari mulut pemuda tinggi itu.
"Aku memang telah mengoleksi semua karya Robert Fulghum." Baekhyun tersenyum sangat manis dan Chanyeol harus berusaha menetralkan detak jantungnya yang mulai menggila lagi. Senyum itu sudah lama sekali. Entah sejak kapan, ia merindukan senyuman itu. "Seseorang pernah memberikanku novel karya Fulghum, dan aku sangat menyukai semua kisah di dalamnya. Memang menggelikan saat membacanya, tapi semakin lama aku semakin tahu kenapa banyak wanita menyukai novelnya. Kisah di dalamnya memang berhasil menyentuh hati. Bahkan untuk seorang lelaki sepertiku."
"Aku juga pernah membaca novel karyanya, meskipun aku belum menghabiskan semuanya." Chanyeol menghela nafas panjang. Sepertinya ini sudah saatnya. "Lalu, apa kau pernah membaca edisi tentang 1000 kisah nyata dari seluruh belahan dunia? Edisi lama Fulghum yang mengisahkan hampir semua cerita sedih di dalamnya?" Chanyeol berkata dengan suara berat dan berhasil membuat dada Baekhyun bergemuruh. Baekhyun tahu betul apa yang dipertanyakan Chanyeol, namun lidahnya kelu untuk sekedar menjawab. Ia ingin mengalihkan pandangannya ke arah lain, namun mata bulat Chanyeol selalu berhasil memenjarakan matanya. Pandangan lembut yang membuat perasaan Baekhyun semakin membesar setiap detiknya. Ia ingin berkata tidak, namun ia mengangguk pelan. Terlalu terhipnotis oleh mata Chanyeol yang menatapnya dalam.
"Seseorang pernah memberikan edisi itu padaku..." jawabnya lirih.
"Apa kau sudah membaca semuanya?"
"Ya, ada satu kisah yang hampir mirip dengan kisahku..." Baekhyun tertawa kecil.
"Kau masih menyimpannya?"
"Aku bahkan membawanya kemana pun aku pergi." aku Baekhyun tanpa sadar. Chanyeol melangkah maju, sehingga membuat Baekhyun mundur secara perlahan. Pemuda tinggi itu tersenyum saat menyadari posisinya sudah menghadap jendela besar toko buku di lantai 3 ini dan berada diantara rak−rak buku lain. Yang artinya, tak kan ada seorang pun yang memperhatikan mereka.
"Siapa yang memberikanmu novel itu?" Baekhyun sudah berhenti mundur saat punggungnya menabrak kaca besar itu. Tubuhnya sedikit gemetar saat tangan kanan Chanyeol membelai pipinya dengan gerakan pelan. Seluruh tubuhnya memanas terutama di bagian pipinya. Ia bahkan tak menyadari kalau salah satu tangan Chanyeol sudah melingkari pinggangnya dan menariknya lebih dekat. "Siapa yang memberikannya?" Chanyeol bertanya lagi, dengan suara yang terdengar semakin berat dan berbahaya. Jarak wajah mereka yang hanya terpaut sejengkal, membuat Baekhyun dapat merasakan nafas hangat Chanyeol menerpa wajahnya. Ia terpaku, ia tak bisa menolak pesona Chanyeol. Ia seolah lupa dimana mereka sekarang.
"Kau, Chanhmp—"
Ucapan Baekhyun terhenti saat benda basah itu menempel tepat di bibirnya. Ia bahkan tak sadar sejak kapan Chanyeol mendekatkan wajahnya dan berhasil meraih bibirnya. Semua terjadi begitu cepat. Ciuman hangat yang berhasil menghantarkan ribuan volt listrik tak kasat mata tepat ke dalam hati kecilnya. Berdebar dan terasa menyenangkan. Ia hanya bisa memejamkan matanya saat Chanyeol mulai menggerakkan bibirnya dengan gerakan yang lembut dan tidak memaksa. Ciuman hangat yang sarat akan kerinduan. Sebelah tangan Chanyeol menekan tengkuk Baekhyun perlahan. Sedangkan pemuda kecil itu hanya mampu mencengkeram lengan Chanyeol saat merasakan kedua kakinya melemas seperti jelly. Chanyeol tersenyum di sela−sela ciuman itu dan melepaskannya saat merasakan nafas Baekhyun yang habis. Pemuda mungil itu ternyata menahan nafas saat ciuman mereka. Mungkin dia terlalu gugup. Baekhyun membuka matanya perlahan dan menatap Chanyeol dengan bingung. Wajahnya sudah merona manis sekarang dan membuat pemuda mungil itu bertambah cantik, berkali−kali lipat dari sebelumnya.
"Berhentilah berpura−pura. Aku merindukanmu, Byun Baekhyun..."
Deg.
"C−Chanyeol..."
Cupph.
Berhentilah berpura−pura. Aku merindukanmu, Byun Baekhyun..."
Deg.
"C−Chanyeol..."
Cupph.
Baekhyun memejamkan matanya saat merasakan permukaan bibirnya dikecup Chanyeol untuk beberapa detik. Setelah tautan itu terlepas, keduanya tampak enggan membuka suara. Baekhyun masih menunduk dalam, sedangkan Chanyeol menatapnya tanpa berkedip. Masih dengan jarak yang sangat−sangat dekat dengan debaran di jantung keduanya yang seolah saling berbicara.
"Maaf..." ujar Baekhyun lirih. Ia mengigit bibirnya menahan perasaan yang kembali membuatnya tertekan. Ia takut. Terlalu takut untuk menghadapi tatapan mata Chanyeol. "Sejak kapan kau mengetahuinya?" Pemuda mungil itu mendongak sedikit, hingga keningnya tanpa sengaja menempel pada bibir Chanyeol. Chanyeol tersenyum dan mengusap pipi kanan Baekhyun, namun secepat itu pula Baekhyun menoleh. Enggan untuk menerima sentuhan Chanyeol barusan. Yang lebih tinggi hanya mampu menghela nafas dan mulai memberi jarak diantara keduanya.
"Sejak aku memasuki kelas kita." Baekhyun tersenyum kecut. Jadi Chanyeol mengetahuinya sejak lama? Ternyata selama ini apa yang dilakukannya adalah sia−sia? Hah, bodohnya dia. Bagaimana mungkin ia masuk dalam perangkap Chanyeol? Bagaimana mungkin dengan bodohnya ia mengikuti permainan Chanyeol? Terus menutupi sosok dirinya yang bahkan sudah diketahui Chanyeol sejak awal. Lalu, kenapa pemuda tinggi itu harus berbohong padanya?
"Kenapa kau berpura−pura tak mengenalku?" Chanyeol menyandarkan punggungnya pada rak buku disampingnya.
"Karena aku tahu kalau kau akan bersikap seperti ini. Karena aku tahu kalau kau pasti akan menghindariku, Baekhyun−ah." Baekhyun terduduk di lantai dengan perlahan. Ia menunduk dan terus berpikir apa yang harus dilakukannya sekarang. Pergi lebih jauh lagi? Ia bahkan tak memiliki siapapun. Siapa yang bersedia membantunya lagi? "Jangan pergi lagi..." ucapan Chanyeol membuatnya mendongak menatap pemuda yang dicintainya itu. "Aku lelah mengejarmu... jangan lari lagi." Seolah mengerti arti kediaman Baekhyun, Chanyeol langsung mengutarakan pikirannya. Ia hanya tak ingin Baekhyun terus menghindarinya seperti pengecut.
"Kalau begitu jangan mengejarku." Chanyeol menghampiri sosok itu dan berjongkok di depannya. Jemarinya mengapit dagu Baekhyun dan menariknya untuk mempertemukan hazel mereka berdua. Tatapan sendu dan penuh kerinduan terpancar dari manik keduanya. Namun entah mengapa, Baekhyun selalu menolaknya. Menolak untuk menatap langsung pada mata Chanyeol. Jujur, itu membuat Chanyeol sedikit merasakan sakit.
"Bukankah kau sendiri yang bilang padaku kalau aku harus berusaha mendapatkan orang yang kucintai?" bibir Chanyeol mengulas senyuman lembut. "Aku sudah mendapatkannya, dan aku bersumpah tidak akan melepasnya." Tatapan Chanyeol membuat Baekhyun tertegun. Tersimpan janji yang sangat besar disana. Tatapan itu seolah meyakinkannya akan sesuatu. Namun Baekhyun sama sekali tak mengerti. "Aku mencintaimu..."
Deg.
Deg.
Deg.
Debaran itu semakin keras saat bibir Chanyeol menggumamkan kalimat indah itu untuk pertama kalinya. Pikiran Baekhyun tiba−tiba kosong. Bodoh untuk mencerna maksud perkataan Chanyeol. Apa ini bagian dari permainannya? Apa Chanyeol datang untuk membalas dendam lagi? Belum cukupkah semua yang terjadi selama ini? Kenapa kalimat Chanyeol terdengar seperti ribuan jarum yang menusuk tepat ke ulu hatinya. Tapi kenapa debaran jantungnya menggila? Saat ia mendongak dan menatap mata itu. Saat itu juga Baekhyun sadar, ia semakin terjatuh dalam pesona pemuda jangkung itu.
"Aku mencint—"
"Hentikan!" Baekhyun menepis tangan Chanyeol yang hendak menyentuh permukaan pipinya kembali. Ia segera bangkit dan menatap Chanyeol dengan tatapan datar. Sebisa mungkin menyembunyikan perasaan aneh yang meletub−letub di hatinya. Jika semua ini hanyalah sebuah bualan, mungkin Baekhyun berencana untuk bunuh diri pulang nanti. "Hentikan semua bualan ini, Park Chanyeol. Apa kau ingin mempermainkanku lagi? Apa kepergianku belum cukup untuk membuatmu memaafkanku? Kau ingin aku mati, hah!" suara Baekhyun sedikit lebih keras dari sebelumnya.
"Baek—"
"Jelas−jelas kau mencintai kembaran Yejin! Kenapa sekarang kau mengatakan kalau kau mencintaiku?! Belum cukup kau balas dendam padaku? Hiks—" Isakan kecil mengakhiri kalimat menyedihkan itu. Chanyeol segera mendekap sosok itu ke dalam pelukannya. Kenapa semuanya terlalu rumit? "Hentikan! Aku sudah cukup sakit!" Pemuda kecil itu memberontak dan berusaha lepas dari kungkungan Chanyeol, namun bukan Chanyeol jika ia melepaskan Baekhyun begitu saja.
"Dengarkan aku, Baek... kau salah paham."
"APA?! SUDAH CUKUP CHANYEOL−AH!" Baekhyun kembali terisak. "Bi−Bisakah kau melepaskanku? Aku mohon..." Perkataan Baekhyun benar−benar berhasil membuat dada Chanyeol berdenyut sakit. Apa sebegitu jahatnya dia, sampai Baekhyun harus memohon untuk lepas darinya? Memikirkannya saja, membuat Chanyeol ingin memotong lidahnya yang selalu berkata seenaknya itu. "Lebih baik aku mati saja!" Mata Chanyeol membulat perlahan. Tangannya kembali mengusap−usap punggung Baekhyun, berusaha menenangkan pemuda mungil yang tengah emosi itu.
"Maafkan aku, Baek... Maaf. Aku mohon dengarkan aku sekali ini saja..." Ia terus mengusap−usap punggung itu hingga tangisan Baekhyun perlahan−lahan mulai menjadi isakan kecil. Ia mulai tenang dalam pelukan Chanyeol. Menikmati usapan kasih dari pemuda tinggi itu. Chanyeol mengecup puncak kepala Baekhyun dan mengeratkan dekapannya. "Aku sudah mencarimu selama bertahun−tahun, Baek. Aku tak bisa melepasmu lagi. Kami selama ini merindukanmu. Luhan, Kyungsoo, ibumu... apa kau tak memikirkan kami?" Tubuh Baekhyun sedikit menegang mendengarkan kalimat terakhir Chanyeol.
"..."
"Kau ingin mati? Kenapa kau bisa berpikiran sedangkal itu, hum? Akulah yang paling bersalah disini. Jika aku tak bisa memperbaiki semuanya, kau boleh membunuhku, Baekhyun−ah. Akulah yang pantas mati disini." Tangan besar itu terus mengusap helaian rambut Baekhyun, berusaha menyalurkan ketenangan dan perasaannya selama ini. Betapa ia sangat ingin mendekapnya sejak pertama bertemu. Baekhyun memejamkan matanya, menyimpan kesedihan itu rapat−rapat. Mengenang semua keluarga yang ditinggalkannya. Bagaimana mereka sekarang? Ia sangat merindukan mereka.
"Aku tak bisa melepasmu, Baekhyun−ah. Tidak akan pernah. Kau milikku dan aku terlalu mencintaimu..." Chanyeol menarik diri dan mengusap pundak Baekhyun sayang. Sekali lagi ia mengangkat dagu Baekhyun dan tersenyum lembut. "Dan soal siapa kembaran Yejin—" Perlahan, ia memutar tubuh Baekhyun hingga menghadap kaca besar di depan mereka. Hari yang sudah mulai petang ditambah dengan penerangan dari dalam toko membuat Baekhyun dapat melihat jelas sosoknya di kaca besar itu. Chanyeol mendekatkan wajahnya ke telinga Baekhyun dan berbisik, "Coba kau bayangkan kalau kau memiliki rambut yang panjang... siapa yang kau lihat disana?" Jemarinya menunjuk ke arah kaca besar itu. Baekhyun hanya menyerngit heran, namun ia mengikuti apa yang diminta Chanyeol.
Deg
Rambut panjang... mata itu... dan semuanya...
"Kim Yejin?"
"Ya, kau bisa melihat Yejin. Atau lebih tepatnya... Byun Yejin."
Deg.
"A−Apa?" Chanyeol kembali memutar tubuh Baekhyun dan mendekapnya kembali. Kali ini bukan raut wajah sedih seperti sebelumnya, pemuda tinggi itu tersenyum tulus.
"Yejin itu adik kembarmu, Baekhyun−ah..." Pikiran Baekhyun kembali kosong. Ia memutar matanya bingung. Dia... Yejin... tidak mungkin. Kenapa ia tak pernah mengetahui ini? "Alasan orang tuamu memperlakukanmu secara berbeda, dan alasan kenapa dia mendonorkan jantungnya... semua itu karena kau adalah saudaranya. Lebih dari itu, kau adalah bagian dari dirinya." Dada Baekhyun kembali berdenyut sakit. Pikirannya melayang pada masa−masa dimana dia bersama Yejin. Bagaimana gadis itu memperlakukannya dengan baik, bagaimana ia merasa sangat begitu dekat dengan sosok cantik itu. Semua membuat matanya kembali memanas. Ia merindukannya, merindukan sahabat sekaligus... saudaranya? Tanpa sadar, tangannya melingkari pinggang Chanyeol dan membenamkan wajahnya pada dada Chanyeol −menangis kembali.
Confession © ChanBaek
"Kau baik−baik saja?" Chanyeol bertanya khawatir karena Baekhyun terdiam sejak tadi. Pemuda kecil itu hanya tersenyum dan menggeleng pelan. Mereka sudah berada di dalam apartemen Baekhyun sekarang. Setelah semua pernyataan dan penjelasan Chanyeol tadi, Baekhyun tak bisa berhenti memikirkan sesuatu. Ia terus saja memaksa otaknya untuk kembali mengingat apa−apa saja yang terjadi selama ini. Orang tuanya, Yejin, dan semuanya. "Istirahatlah. Aku akan membuatkan makan malam untukmu..." Si pemuda kecil mengangguk dan berjalan lemas ke dalam kamarnya. Chanyeol sendiri hanya tersenyum dan meletakkan tasnya sembarangan. Sebelum ia benar−benar memasuki dapur apartemen Baekhyun, pemuda kecil itu kembali bersuara.
"Chanyeol−ah!" Chanyeol mengulum senyum dan berbalik menatap pemuda yang tengah menatapnya dengan sendu itu. Baekhyun menunduk dan memilin kedua tangannya, seperti tengah memikirkan sesuatu. Apa mungkin dia masih memikirkan tentang Yejin dan dia? batin Chanyeol. Chanyeol sendiri hanya memilih diam dan memperhatikan sosok kecil itu. Sebenarnya dia sudah sangat penasaran, tapi mungkin lebih baik untuk tidak memaksa Baekhyun sekarang. "Mulai besok, bisakah kau memberiku waktu untuk sendiri?" Pemuda jangkung itu tampak terkejut dan menatap Baekhyun penuh tanya.
"Kenapa?"
"Aku ingin sendiri, Chanyeol−ah. Kau bisa mengerti, kan?" Ketakutan mulai memenuhi pikiran Chanyeol. Membiarkan Baekhyun sendiri sama saja dengan memberinya jalan untuk pergi lagi. Tapi, dia tak bisa untuk menolak permintaan pemuda itu. Apalagi Baekhyun menatapnya dengan pandangan yang memohon seperti itu. Tak mungkin ia akan menolak. Ia tak mau menyakitinya lagi.
"B−Baiklah."
"Aku takkan pergi lagi, aku janji. Aku hanya butuh waktu untuk berpikir jernih." Senyuman kecil tercetak di wajah cantik Baekhyun. "Chanyeol?" Pemuda tinggi yang tengah berpikir itu mulai mendongak dan matanya bersiborok dengan hazel Baekhyun. "Pikirkanlah sekali lagi sebelum kau mengatakan kalau kau mencintaiku." Dahi Chanyeol berkerut menandakan kalau ia bingung dengan lontaran kalimat Baekhyun.
"..."
"Kau harus tahu betul perasaanmu itu. Aku tak mau hanya menjadi bahan permainanmu lagi." Chanyeol tertegun sejenak. "Siapa yang sebenarnya kau cintai, Park Chanyeol? Kau mencintai kembaran Yejin, Baixian, atau... Baekhyun? Pikirkanlah baik−baik." Baekhyun terlihat menahan nafas saat mengatakannya. Memang pertanyaan yang sedikit aneh. Hanya saja, mungkin ini sangat berarti untuk Baekhyun. Ia tak mau kalau rasa cinta Chanyeol hanya sebatas rasa bersalah dan kasihan padanya. Bagaimana pun juga pemuda mungil itu sangat mencintainya. Ia tak mau terjatuh pada orang yang salah dan semakin membuatnya mati.
"Apa maksudmu, Baek?"
"Kau boleh pergi setelah selesai dengan makan malam itu. Aku butuh sendiri sekarang."
"Baek—"
"Aku janji akan memakannya. Maaf aku butuh sendiri, Chanyeol−ah." Dan tubuh itu pun menghilang di balik pintu kamarnya. Meninggalkan Chanyeol dengan segala pertanyaan yang berputar dalam otaknya. Pertanyaan macam apa yang ditanyakan Baekhyun. Apa pemuda kecil itu masih meragukannya? Siapa yang ia cintai? Saudara kembar Yejin, Baixian, atau Baekhyun? Bukankah mereka orang yang sama? Apa maksudnya?
"Apa mungkin—" Chanyeol mengangkat wajahnya dan menatap pintu kamar Baekhyun yang tertutup. "Bodoh! Tentu saja aku tahu jawabannya." Dan senyuman lebar pun tercetak di wajah tampan Chanyeol.
Confession © ChanBaek
Baekhyun membuka matanya secara perlahan saat cahaya matahari mulai menerobos masuk melalui celah−celah gordennya. Ia mengucek kedua matanya dan mulai bangkit dari peraduan empuknya. Tiba−tiba saja ingatannya kembali pada saat dimana Chanyeol mengucapkan kalimat indah yang bahkan tak pernah ia bayangkan. 'Aku mencintaimu', sederhana bukan? Namun entah mengapa kalimat itu mampu membuat jantungnya memompa darah dengan begitu cepat. See? Membayangkannya saja membuat jantung Baekhyun harus bekerja ekstra pagi ini. Bibirnya menyunggingkan senyuman manis sebelum akhirnya ia membawa tubuh kecilnya itu memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah beberapa menit membersihkan diri dan berdandan rapi –kali ini dia menggunakan kacamata berbingkai hitam yang tampak modis dari sebelumnya−, ia pun segera melangkah menuju dapur untuk membuat sarapan paginya. Baru saja ia ingin mengambil selai dalam kulkas, ia menemukan sebuah note di depan pintu lemari esnya. Kenapa kemarin malam ia tak melihat catatan ini?
'Kau pasti akan sarapan dengan roti dan selai strawberry, iya kan? Hey, itu kurang mengenyangkan. Tapi jangan khawatir, kemarin aku membuatkan makanan lebih banyak, kau bisa mengambilnya di lemari es dan menghangatkannya di microwave. Selamat makan, Baekhyunee...'
Ugh, manis sekali.
Pipi Baekhyun perlahan mulai memerah dengan senyuman –yang tanpa sadar− telah tercetak di bibirnya. Bagaimana bisa ia menolak pesona Chanyeol jika dia saja bersikap semanis ini? Baru kemarin malam ia meminta Chanyeol untuk membiarkannya sendiri selama beberapa waktu, tapi pagi ini ia sudah merindukannya. Apa−apaan perasaan ini? Benar−benar tidak bisa diajak kompromi.
"Chanyeol bodoh." gumam Baekhyun, masih tersenyum. Ia pun mengambil makanan dari dalam kulkas dan mulai menghangatkannya. Sembari menunggu, ia pun menelepon Tao. Mungkin bersama Tao akan membuatnya lupa dengan keberadaan Chanyeol di dalam otaknya. Ah iya, Kris juga jarang sekali meneleponnya. Ada apa dengan mereka berdua? Setelah menunggu beberapa detik, suara Tao mulai terdengar.
"Haa... Looo..." jawab Tao dengan nada yang dibuat−buat. Membuat Baekhyun terkekeh kecil.
"Dasar aneh. Hey, aku merindukanmu, Tao−ie." Ia menjepit ponselnya diantara telinga dan bahunya. Ia berjalan ke arah lemari es dan mulai membukanya. Mencari makanan yang dimaksud Chanyeol dan memasukkannya ke dalam microwave. Baekhyun sudah sangat lapar sekali. Jika dia mempunyai suami seperti Chanyeol yang mau memasakkan setiap pagi, ia pasti senang sekali. Eh? Suami? Otaknya benar−benar tak beres pagi ini.
"Hhhehe, aku juga merindukanmu ge... maaf, karena terlalu sibuk akhir−akhir ini. Mama juga minta maaf karena belum bisa berkunjung ke apartemenmu. Mungkin kami akan kesana minggu depan. Ah iya, ada apa gege meneleponku?" ucap Tao panjang lebar. Ia bahkan tak memberi kesempatan Baekhyun untuk menanggapi ucapan tentang dia dan mamanya tadi.
"Hn, aku akan kembali bekerja di restaurant mulai hari ini. Jadi, kita nanti pulang bersama ya?" Baekhyun mengeluarkan makanan yang telah hangat itu dan meletakkannya di meja makannya. Ia mengambil mangkuk dan sendok sebelum akhirnya mendudukkan dirinya di kursi meja makan apartemennya.
"Ah, baiklah... kau belum berangkat ke kampus?" Baekhyun menggeleng. Ia mulai menyendokkan nasi hangatnya dan sup serta lauk yang dibuat Chanyeol semalam. Dia sendiri juga tidak tahu kalau Chanyeol bisa memasak. Setahunya dulu waktu mereka masih bersama, dia selalu memasakkan untuk Chanyeol. Jadi, sejak kapan pemuda tinggi itu belajar memasak? Dan kenapa rasanya hampir menyaingi Kyungsoo? Memikirkannya saja membuat bibir Baekhyun melengkungkan senyuman geli.
"Sebentar lagi, Tao." Ia mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dan mengunyahnya perlahan. "Aku masih sarapan... mungkin 10 menit lagi. Tunggu aku, oke?" ucapnya perlahan agar tak sampai tersedak. Sebelah tangannya mengambil gelas dan air kemudian menenggaknya pelan.
"Oke Baibai ge... sampai jumpa di kampus."
"Okay... Bye."
.
Baekhyun baru saja memasuki kelasnya. Ia hampir saja terlambat tadi. Dan benar saja, selang dua menit ia duduk di kursinya, sang dosen sudah memasuki kelas mereka. Ia melirik sebentar kearah meja Yuta di pojok belakang dan sedikit tertegun karena Chanyeol duduk disana bersama Yuta. Mereka tampak asyik berbicara dan mengabaikan pelajaran sang dosen yang sudah dimulai lima menit yang lalu. Keakraban mereka tak urung membuat Baekhyun sedikit kesal. Apa−apaan itu? Yuta kan sahabat baiknya, kenapa sekarang jadi menempel pada Chanyeol? Tanpa sadar, ia mendengus kesal membuat teman yang duduk di sebelahnya terheran−heran.
"What's happening, Baixian?" bisik lelaki bernama Josephene disampingnya. "There's something wrong?"
"O−Oh no, nothing. Hhehe." Baekhyun nyengir kuda. Selanjutnya ia memutuskan untuk fokus pada pelajaran dan mengabaikan hatinya yang 'sedikit' mengganjal karena melihat kedekatan Chanyeol dengan Yuta.
Dua jam berkutat dengan calculus sialan itu membuat kepala Baekhyun pening. Ia membereskan perlengkapan belajarnya dan menyandang ranselnya di bahu kanannya. Ia segera berdiri, berniat meninggalkan kelasnya dan mencari ketenangan di taman kampus. Ia berjalan keluar dengan santai tanpa menyadari Chanyeol yang tersenyum melihat punggungnya. Walau tak ada percakapan diantara mereka sedari pagi, tapi Chanyeol sadar betul kalau pemuda kecil itu sempat meliriknya beberapa kali saat pelajaran berlangsung tadi.
'Merindukanku, Park Baekhyun?' kekehnya dalam hati.
Confession © ChanBaek
"M−Mwo?! Jadi, Chanyeol selama ini sudah tahu kalau Baixian itu Baekhyun? T−Tapi a−aku sudah membuat penyamaran itu dan... dan—" Kris tersenyum dan membawa kekasihnya yang terlihat bingung ke dalam dekapannya. Sesekali ia mengecup puncak kepala Tao dan menggoyangkan tubuh mereka ke depan ke belakang dengan alunan lembut. Tao mencengkeram erat kemeja belakang Kris. Dia memang sangat panik dan sempat takut saat mendengar penjelasan dari Kris. Tentang ChanBaek dan semuanya. Yang parahnya, penyamaran yang direncanakan Tao justru gagal total. Chanyeol memang licik, batinnya. Pemuda bermata panda itu melirik ke sekitarnya, mencoba berpikir jernih yang malah berakhir dengan dengusan frustasi. Kris hanya tersenyum menanggapi. Tangan besarnya terus mengusap kepala Tao sayang, memberi ketenangan.
"Sebenarnya dia sudah tahu tentang Baekhyun sejak kami masih tinggal di hotel. Dia tak sengaja melihat foto kita dan pesanmu. Aku juga tak menyangka akan secepat itu." Tao memberi jarak keduanya dan meletakkan kedua tangannya di dada Kris. Menatap pemuda tinggi itu tidak percaya. "Maaf karena tidak memberitahumu. Ini semua karena permintaan Chanyeol. Dan aku juga tidak mau dia membawa paksa Baekhyun untuk pulang ke Seoul, maka dari itu aku mengikuti permainannya. Baekhyun mungkin akan marah padaku, tapi aku melakukan ini juga demi kita semua."
"Kau jahat, ge."
"Iya, aku tahu. Tapi ini demi Baekhyun, Tao. Kalau Chanyeol muncul begitu saja dan bertemu Baekhyun, pasti Baekhyun langsung menghindar atau mungkin pergi lagi. Bagaimana kalau Baekhyun juga menghindari kita? Bagaimana kalau dia lepas dari jangkauan kita? Semua pasti akan bertambah kacau. Kau tak mau dia kenapa−napa kan?" Tao mengangguk pelan. Ia kembali menyandarkan kepalanya di dada Kris, walau ia harus sedikit membungkuk saat melakukannya. Well, tinggi mereka hanya terpaut beberapa centi saja kan?
"Aku akan mewushu Chanyeol jika dia berani menyakitinya lagi."
"Dia sangat mencintai Baekhyun. Percayalah..." Tao menghela nafas. Mungkin memang sudah saatnya Baekhyun kembali pada keluarganya dan menghadapi semua masalahnya. Dia tak mungkin bersembunyi selamanya dan di cap sebagai seorang pengecut kan? Ketika ia tak berada di negaranya pada saat ayahnya meninggal, itu sudah merupakan kesalahan terbesar Baekhyun. Ia terus menyalahkan dirinya waktu itu. Pemuda kecil itu sempat tak berani pulang ke Korea dan tertekan disini selama hampir tiga tahun. Semua itu membuat Tao miris.
"Aku tak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini. Padahal Chanyeol dulu sangat membencinya..." gumamnya pelan namun masih bisa ditangkap oleh indera pemuda yang lebih tinggi. Kris kembali mengingat dimana ia pertama kali bertemu Baekhyun secara tidak sengaja. Dimana Baekhyun langsung mempercayainya dan bercerita panjang lebar tentang kehidupannya, seolah meminta harapan padanya dan Kris tak bisa untuk mengabaikannya. Baekhyun itu baik, maka dari itu ia sangat ingin melindunginya.
"Maka dari itu jangan terlalu membenci seseorang, kau bisa saja sangat mencintainya kelak." Bibir Tao mengerucut imut. Kris bertanya dengan enteng seolah ia akan baik−baik saja kalau Tao menyukai orang lain.
"Ck, aku kan hanya mencintai gege." Tao mengeratkan pelukannya dengan manja membuat Kris terkekeh.
"Tumben mau mengakuinya..."
"Gege!"
Confession © ChanBaek
Seoul, South Korea.
Seorang pemuda manis tampak duduk bersama seorang anak laki−laki disampingnya. Mereka, Luhan dan anaknya Daniel tengah duduk di ayunan dekat kolam renang sembari membuka lembaran album lama milik Luhan. Sesekali Luhan akan menceritakan masa kecilnya dan membuat Little HunHan tertawa. Setelah selesai dengan album Luhan kecil, tangan mungil Daniel lalu mengambil album yang sedikit lebih tebal dari lainnya. Di covernya tertulis nama Byun Baekhyun−Byun Luhan. Anak kecil itu tersenyum lalu mendorong album itu pada babanya, meminta Luhan untuk menceritakan tentang foto−foto disana. Luhan hanya tersenyum kecil dan meraih buku itu. Menyiapkan hatinya untuk tidak meledak karena terlalu merindukan sosok adik kecilnya. Ia mulai membuka lembaran itu dan menunjukkan sebuah foto dua orang anak lelaki berumur sekitar 10 tahun tengah bermain pasir di pantai.
"Ini baba, Daniel−ah... dan ini unclemu, Byun Baekhyun namanya. Dia orang yang sangat imut dan manis. Uncle juga sangat baik dan menyayangi keluarganya." Ujar Luhan dengan senyuman yang tak lepas dari wajah manisnya. Ia mengusap foto Baekhyun perlahan dan merasakan sesak disaat yang bersamaan. Daniel kecil melongokkan kepalanya dan menatap foto itu berbinar.
"Uncle sangat cantik." Daniel memekik lucu saat melihat foto Baekhyun kecil yang tengah tersenyum kearah kamera dengan tangan yang membentuk V−sign. Jemari Luhan terus membolak−balik foto mereka berdua –BaekHan− sampai foto saat mereka dewasa. Baekhyun tampak tersenyum sangat hangat disana. Polos dan penuh keceriaan. Anak itu memang pintar sekali menyembunyikan kesedihannya. Andai saja dulu Luhan tak terbawa emosi, mungkin Baekhyun takkan pergi jauh dan mereka tetap bersama sampai sekarang. Kalau saja Luhan berusaha untuk menolak perjodohan itu, mungkin mereka masih bersaudara. Tapi semua sudah terjadi dan ia pun sudah terlalu mencintai Sehun. "Lihat−lihat, baba! Uncle memang sangat cantik..."
"Hn, dia memang sangat cantik."
"Tapi baba lebih cantik." Daniel mengecup pipi babanya dan tersenyum lebar. Menunjukkan deretan gigi susu yang sudah tanggal satu dibagian samping. Senyuman imut yang sangat mirip dengan senyuman Sehun. Luhan mencubit pipi anaknya dan tertawa kecil melihat bibir Daniel mengerucut lucu. Senyum yang seperti Sehun dan wajah manis sepertinya. Walau bukan anak kandung, tapi Daniel sangat mirip dengan keduanya. Hanya saja, sifatnya yang sedikit manja padanya sangat mirip dengan Baekhyun.
"Tapi uncle mu sangat manis. Baba saja sampai iri melihatnya."
"Lalu kemana uncle? Kenapa Hyunnie belum pernah melihatnya?" senyuman di wajah Luhan perlahan menghilang, tergantikan dengan senyuman kecut yang tak mungkin disadari anaknya. Netranya memandang jauh kearah kolam renang di depannya. Ia menutup matanya beberapa detik karena merasa dadanya semakin sesak. Seolah rasa bersalah serta rasa rindu itu telah menjadi batu besar beratus−ratus ton yang menimpanya.
"Uncle sedang pergi. Mungkin sebentar lagi akan kembali. Daniel mau menunggu uncle?" Anak kecil itu tersenyum lebar dan mengangguk−angguk cepat. Luhan hanya bisa tersenyum kecil. "Kau pasti akan sangat menyukainya kelak." Luhan berdiri lalu menurunkan tubuh anaknya hingga kakinya menempel dengan tanah. "Sudah sore, saatnya mandi. Kita akan menjenguk nenekmu, ingat?" Anak itu mengangguk kembali. Tangan Luhan dengan cekatan meraih pergelangan tangan Daniel dan menariknya masuk ke dalam rumah. Meninggalkan album foto yang terbuka di atas ayunan itu. Foto Baekhyun dan Luhan saat di pernikahan Luhan dulu.
*A/N : Daniel Oh/Oh Hyunoo, remember?
Confession © ChanBaek
Sudah seminggu ini Chanyeol dan Baekhyun tidak pernah bertutur sapa. Entah saat di apartemen atau di kampus. Mereka benar−benar menjaga jarak, atau lebih tepatnya, Chanyeol memenuhi permintaan Baekhyun untuk memberinya waktu. Namun semua itu bukan berarti Chanyeol akan melepaskan Baekhyun begitu saja. Ia masih akan mengawasi Baekhyun, kemana pun pemuda manis itu pergi. Kapan pun, dimana pun, tanpa sepengetahuan Baekhyun. Pemuda tinggi itu tak mau memaksa Baekhyun. Lagipula Baekhyun telah berjanji takkan pergi lagi. Ia hanya mencoba mempercayainya.
Seperti saat ini, Chanyeol tengah berada di Huang restaurantdekat apartemennya. Tempat kerja Baekhyun sekaligus restaurant milik keluarga Huang. Selama Baekhyun kembali menjadi pelayan di restaurant ini, Chanyeol sering kemari untuk menjadi stalker pemuda kecil itu. Seperti biasa, dia akan memesan capuccino pada Guixian dan duduk manis di outdoorrestaurant, tepat di bawah pohon maple berdaun merah lebat. Obsidiannya tak lelah untuk mengitari sekitar restaurant hingga ia menemukan objek yang selalu diamatinya setiap harinya. Tampaknya hari ini Chanyeol telah meneguhkan hatinya untuk bertatap muka dengannya –nanti. Ia akan berbicara dengan Baekhyun sekaligus menjawab pertanyaan bodoh Baekhyun waktu itu. Pemuda manis itu masih setia melayani setiap pelanggan, tanpa tahu kalau salah satu pelanggannya adalah Chanyeol.
'Aku merindukanmu, Baekhyun-ah.'
Chanyeol tersenyum kecil, saat pemuda mungil berambut hitam itu tengah tersenyum kearah para pelanggannya. Dengan cekatan tangan mungilnya mencatat semua pesanan, setelah membungkuk ia akan mencari meja lain yang belum dilayani, lalu menyapa kembali dengan senyum indahnya. Pemuda manis itu lalu melangkah pergi barang sebentar untuk memberikan notenya pada salah satu koki. Chanyeol sedikit terkekeh saat pemuda mungil itu tersandung kakinya sendiri, untungnya dia tak sampai terjatuh dan menjadi bahan tertawaan seluruh penghuni restaurant. Pemuda mungil itu menggaruk–garuk kepalanya dan mengambil notenya yang terjatuh. Dengan bibir yang mengerucut, dia kembali ke tempat duduknya, menanti pelanggan lain. Sesekali jari lentiknya mengetuk–ketuk dagunya mengisi rasa kebosanannya.
'Sangat cantik dan manis. Sempurna...'
Pemuda mungil itu mengibas–kibaskan tangannya kearah lehernya, mengusap peluh di pelipisnya atau meniup–niup surainya dengan gerakan imut yang sangat menggemaskan bagi Chanyeol. Dan setiap gerakan serta ekspresi pemuda itu, selalu berhasil menyita perhatian Chanyeol. Membuatnya melupakan capuccinonya yang mulai mendingin dan lebih menikmati debaran jantungnya yang menggila. Sangat cepat dan membuatnya hangat. Dia baru sadar kalau mencintai seseorang itu akan semenyenangkan ini. Perasaan ini bahkan lebih besar dari perasaannya pada Yejin dulu.
'Aku harus membawamu pulang, Baekhyun-ah.'
"Baixian!"
Pemuda mungil bername-tag Baekhyun itu menoleh kearah pemanggilnya dan menemukan Joonmyeon yang melambai kearahnya, memintanya untuk masuk ke dalam ruangan manager restaurant Huang itu. Nyonya Huang memang pemilik restaurant ini, namun manager restaurant ini adalah Kim Joonmyeon dan Tao juga ikut membantunya. Baekhyun tersenyum lalu mengangguk. Kakinya berlari–lari kecil ke dalam ruangan manager retaurant itu dan menghilang di balik pintu. Melihat kepergian Baekhyun, Chanyeol mendesah kecewa.
.
Canada, 10.00 P.M
"Hati – hati Baibai!"
"Tentu! Kau juga Myungsoo! Sungyeol hyung! Guixian gege! Bye. Bye!" Ketiga pemuda tinggi itupun pergi berlainan arah dari jalan Baekhyun. Baekhyun tersenyum dan mengeratkan jaketnya. Uh—dia masih saja tak tahan udara dingin. Sesekali ia akan menggosok–gosokkan kedua telapak tangannya dan menempelkannya pada kedua pipinya. Bibirnya mengulas senyum saat merasakan aliran hangat dari telapak tangannya. Kedua mata indahnya menatap langit yang berwarna gelap dengan bintik–bintik berkilauan yang menghiasinya. Malam terlihat sangat terang meskipun udaranya sangat dingin. Ia ingat, dulu ia selalu tidur dengan Luhan saat memasuki musim dingin.
'Luhan hyung. Eomma. Aku merindukan kalian—' Baekhyun menunduk saat merasakan matanya mulai memanas. 'Kyungsoo, Kai, Sehun, aku juga merindukan kalian. Apa ini sudah saatnya aku kembali?' Gosokan di hidungnya menandakan kalau pemuda mungil ini tengah menahan tangis. Walaupun sudah hampir 4 tahun berada di Kanada, dia masih saja merindukan kenangan di Seoul. Merindukan semuanya. Masa sekolahnya, kehangatan rumahnya, semua sahabatnya, teman seperjuangannya. Dan dia bahkan sangat merindukan sosok jangkung yang menjadi tetangga apartemennya itu. Baekhyun mengusap liquid di sudut matanya dan tersenyum simpul. Ia membenarkan jaketnya sekali lagi dan kembali meneruskan langkahnya. Sesekali ia bersenandung kecil saat merasa bosan.
Tes.
Tes.
Tes.
"Huh? Hujan?" Matanya membulat dan ia pun segera mempercepat langkahnya. Dia harus kembali ke apartemennya sebelum hujan semakin menggila. Tinggal melewati belokan di depannya dan dia akan sampai di apartemen hangatnya.
Tap
Tap
Tap
Suara langkah kaki di belakangnya membuat jantung Baekhyun berdegup kencang. Enggan menoleh ke belakang, Baekhyun lebih memilih mempercepat langkahnya. Takut kalau–kalau ada penguntit di belakangnya. Hujan yang awalnya hanya rintik–rintik, perlahan mulai deras dan membasahi jaket Baekhyun. Ia menjadikan kedua tangannya sebagai payung dan berlari kecil. Saat akan berbelok, ia merasakan tangan seseorang membekap mulutnya dan menyeretnya menuju gang gelap.
"Hmmpph—" Baekhyun meronta dalam kungkungan orang asing ini. Baekhyun dapat merasakan punggungnya terasa panas dan sakit saat orang itu membenturkannya ke tembok gang. Baekhyun membulatkan matanya saat tangan orang itu menangkup kedua pipinya dan mendaratkan kecupan di bibirnya. Jantungnya berdegup tak tenang, nafasnya bahkan tercekat di tenggorokan. Hanya menempel namun sensasi yang dirasakan seluruh sarafnya sangat menggila. Mata sabitnya mengerjap–kerjap lucu saat orang asing ini menjauhkan wajahnya. Sinar lampu yang menembus gang ini sedikit demi sedikit membantu penglihatannya. Jantungnya makin berdebar kencang saat wajah orang itu semakin jelas.
"Chan—Chanyeol—"
Cuph.
"Dengarkan aku." Baekhyun ingin membuka mulutnya lagi namun Chanyeol menempelkan jari telunjukkan pada bibirnya. "Aku hanya akan mengatakannya sekali. Aku mohon dengarkan aku." Akhirnya Baekhyun hanya mengangguk. Semua terlalu cepat, ia belum bisa mencerna kehadiran Chanyeol yang tiba–tiba ini. Chanyeol mengusap pipi Baekhyun dan tersenyum lembut. "Maafkan aku karena telah menyakitimu selama ini, Baekhyun-ah. Maaf karena menyianyiakanmu. Maaf karena selalu membuatmu menangis. Maafkan aku yang bodoh ini, Baekhyun-ah. Maafkan aku yang tak pernah mau melihat ketulusanmu. Maaf."
Cuph.
"Aku merindukanmu, Baekhyun-ah."
Cuph.
"Aku benar−benar mencintaimu. Sangat mencintai Byun Baekhyun." Mata Baekhyun memerah mendengar penuturan Chanyeol. Detakan jantungnya pun makin menggila di dalam sana. "Aku memilih Byun Baekhyun, karena selama ini yang kukenal adalah Byun Baekhyun. Namun harus kuakui, berkat saudara kembar Yejin, aku bisa menyadari perilakuku dan mengubah sikapku yang kasar. Itu semua demi Byun Baekhyun. Dan aku juga harus berterima kasih pada sosok Baixian. Karena munculnya sosok itu, aku bisa selalu dekat dengan Baekhyun dan bisa mengembalikan Baekhyunku yang dulu. Aku mencintai Baekhyun. Byun Baekhyun..."
"Aku sudah menanggalkan margaku, Yeol. Aku bukan siapa−siapa sekarang." Chanyeol tersenyum lagi, dan mengecup pucuk hidung Baekhyun hingga kedua pipi pemuda itu bertambah merah.
"Aku akan memberikan margaku padamu. Kau adalah milikku dan aku tak bisa melepasmu lagi. Park Baekhyun. Bagaimana? Kau menyukainya? Aku rasa nama itu tidak terlalu buruk." Baekhyun menahan bibirnya untuk tidak tersenyum lebar mendengar tawaran dari Chanyeol. Memakai marga Chanyeol? Mimpi apa dia sampai memakai marganya? Ini benar−benar hadiah yang sangat berharga. Mana bisa Baekhyun menolaknya. "Apa kau mau mengulang semuanya dari awal, Baek? Apa kau mau memberikanku kesempatan sekali lagi?"
Mata dan hidung Baekhyun terasa semakin memanas. Entah sejak kapan matanya mulai meneteskan liquidnya. Wajahnya masih terlihat merona walau pun telah basah oleh rintik hujan dan airmatanya sendiri. Mendengar suara Chanyeol, sentuhan Chanyeol, dan ciumannya, seakan menghangatkan seluruh sistem tubuhnya. Hawa dingin yang sempat menusuk – nusuk kulitnya entah menguap kemana. Semua terasa hangat saat kedua tangan Chanyeol mulai melingkari tubuhnya. Mendekapnya dan memberikan semua kehangatan yang dirindukannya. Tangan mungilnya terangkat dan membalas pelukan Chanyeol. Membiarkan nafas Chanyeol beradu dengan kulit lehernya. Mengeratkan dekapannya dan melesakkan wajahnya ke dada Chanyeol. Mendengar alunan detakan jantung Chanyeol yang seirama dengan miliknya. Dia sangat merindukannya, terlalu sulit melepasnya.
"Terima kasih, Yeol−ah. Aku juga mencintaimu..." Dan Chanyeol dapat merasakan kelegaan yang luar biasa dalam lubuk hatinya. Semuanya terasa lengkap sekarang.
.
At Baekhyun's apartement
"Apa itu, Baek?"
"Ini dari Tao. Sepertinya dia tadi kemari dan meninggalkan susu strawberry di pintu apartemenku."
"Boleh aku memintanya?"
"Bajumu basah Chanyeol. Kau ganti baju dulu lalu makan malamlah di apartemenku."
"Siap kapten!"
.
At Kris' house
"Kenapa kau tersenyum seperti itu, Tao−ie?"
"Aku puas karena sudah mengerjai Baixian, Kris ge. Aku penasaran dengan efeknya besok pagi."
"Mengerjai?"
"Kau tahu, aku sudah mengkontaminasi susu yang kubelikan untuk Baixian tadi dengan cairan dari botol ini."
"Botol apa itu?"
"Obat perangsang."
"MWOOO?!"
Seoul
Kyungsoo dan Kai kini tengah berada di dalam mobil untuk menuju toko perhiasan di sekitar jalan Myeongdong. Kyungsoo tampak terdiam sembari memandangi jalanan dengan tatapan kosongnya. Sekitar sebulan yang lalu, Kai telah melamarnya, dan seminggu lagi adalah hari pernikahan mereka berdua. Kyungsoo diam bukan karena dia tidak menyukai pernikahannya. Ia sangat bahagia malah. Hanya saja, dia teringat Baekhyun. Dulu, setiap ada hal yang terjadi diantara keduanya, mereka pasti saling bercerita satu sama lain. Kyungsoo juga sangat menyukai bagaimana reaksi Baekhyun setiap ia membawa kabar gembira. Ia merindukan semua kenangan itu. Ia bisa membayangkan bagaimana wajah bahagia Baekhyun jika dia mengetahui hal ini. Mereka pasti sudah berpelukan layaknya teletubies. Kekanakkan, namun menyenangkan.
Ia menghela nafas, tak menyadari kalau Kai tengah memperhatikannya sedari tadi. Pemuda berkulit tan itu tahu apa yang dipikirkan kekasihnya. Baekhyun juga sahabat kecilnya, ia pun merindukannya. Namun apa daya. Segalanya sudah mereka lakukan, namun mereka tak dapat menemukan Baekhyun. Sesekali Kyungsoo dan Kai akan berkunjung ke rumah Baekhyun untuk mengurangi rasa rindu mereka, sekaligus menjenguk ibu Baekhyun yang tengah sakit. Mengingat keadaan Nyonya Byun yang hanya duduk diatas kursi roda, membuat Kyungsoo merasakan kesedihan yang mendalam. Kenapa semua jadi sekacau ini?
Kyungsoo tersentak saat merasakan puncak kepalanya diusap lembut oleh tangan besar Kai. Mereka saling menatap satu sama lain selama beberapa detik sebelum akhirnya Kai tersenyum lembut. Hangat, hingga masuk ke dalam hati Kyungsoo, senyum yang selalu membawa ketenangan padanya. Sebelah tangan Kyungsoo melepaskan tangan Kai dari kepalanya, mengenggamnya pelan, sambil sesekali mengusapnya. Kai sendiri hanya bisa tersenyum kecil dan sesekali melempar pandangannya ke depan. Membagi konsentrasinya pada jalanan yang sedikit sepi ini.
"Kau merindukannya?" Kyungsoo melepaskan tangannya dari tangan Kai, dan mengedarkan pandangannya ke depan. Ia mengangguk pelan sementara Kai meliriknya.
"Dia pasti senang mendengar berita pernikahan kita. Tapi bagaimana aku menyampaikannya jika aku saja tak bisa menemuinya."
"Dia akan kembali pada kita. Kau harus yakin, hm?" Kyungsoo menatap Kai dan Kai balas menatapnya dengan sorot mata yang penuh harapan. Seolah menuntunnya untuk terus berharap akan keajaiban itu suatu saat. Dimana mereka berkumpul kembali bersama sahabat mereka. Orang yang mereka sayangi.
.
"Aku pilih yang itu, Kai. Kau setuju?" Kai menatap cincin pernikahan yang ditunjuk Kyungsoo dengan tatapan bingung. Mereka baru saja sampai di tempat yang diinginkan Kyungsoo, dan pemuda manis itu langsung saja memilih model cincin yang akan mereka kenakan di pernikahan mereka, seolah ia memang telah mengincarnya sejak dulu.
"Kau serius? Kau langsung memilih ini?"
"Kenapa? Kau tidak suka?" Kai tersenyum dan mengusap rambut Kyungsoo. Tak peduli akan tatapan bingung beberapa pegawai disana. Well, mereka sesama lelaki namun bersikap sangat mesra, bagi orang awam yang melihatnya langsung, pasti bingung kan?
"Aku menyukainya. Hanya saja, kau seperti sudah mengincarnya sejak dulu." Kekehan kecil keluar dari bibir tebal Kai, membuat Kyungsoo mengerucutkan bibirnya lucu. Pemuda bermata bulat itu membuang nafas perlahan dan mencoba cincin yang lebih kecil. Pas sekali di jari manisnya. Masih sama seperti pertama kali ia mencobanya.
"Aku memang pernah mencoba cincin ini... bersama Baekhyun." Perlahan, senyuman Kai mulai luntur. Ia menatap iba pada kekasihnya sendiri. Sesedih itukah ketika sahabat baik kita harus meninggalkan kita? Kai dan Baekhyun memang mengenal lama dan berteman sejak kecil. Mereka memang dekat, namun sebatas teman akrab. Sedangkan Kyungsoo? Ia sudah merasa seperti saudara sedarah. Walaupun pertemuan keduanya singkat, namun berkesan karena mereka selalu berbagi dalam suka maupun duka. Seperti sepasang sepatu yang tak akan berguna lagi jika satunya hilang. Seperti itulah kedekatan keduanya.
"Kalian pernah kemari?"
"Ya. Hanya iseng sebenarnya." Kyungsoo menatap cincin itu dengan senyuman kecut. "Kami berjalan−jalan disekitar Myeongdong dan tidak sengaja melihat cincin ini masih promo. Kami langsung melihatnya, dan Baekhyun sangat menyukainya. Ia memaksaku untuk mengucapkan sebuah janji." Kai menyerngit heran, namun ia tetap mendengarkan cerita Kyungsoo. "Jika Baekhyun menikah duluan, ia akan langsung membeli cincin ini dan mengenakannya disaat pernikahannya. Namun, jika aku yang ternyata menikah duluan, maka aku harus membelinya karena ini adalah pilihan Baekhyun. Mau tidak mau aku menyanggupinya. Meskipun ini bukan cincin yang sama seperti yang kami lihat dulu, namun cincin ini sama modelnya. Jadi aku ingin membeli ini." Tangan Kyungsoo menggoyangkan kotak cincin itu di depan wajah Kai. Kai tersenyum lembut dan mengangguk perlahan.
"Baiklah. Kita akan membeli yang ini."
Confession © ChanBaek
Canada
Baekhyun menggerutu kesal karena Chanyeol tidak segera datang ke apartemennya. Ini sudah sejam sejak ia menyuruhnya untuk membersihkan diri. Namun dimana pria sialan itu? Bukankah seharusnya mereka makan malam bersama? Ia sudah selesai dengan semua makanan di meja, namun pemuda kelebihan kalsium itu tak juga datang, membuat supnya mulai dingin karena terabaikan. Baekhyun memutuskan menuang susu strawberry pemberian Tao pada gelas bergambar rillakumanya. Ia mengusap jemarinya diatas bibir gelas itu dan mulai mengingat−ingat apa yang terjadi padanya beberapa jam yang lalu.
Ia kembali mengingat bagaimana Chanyeol menciumnya dan menjelaskan semuanya di bawah guyuran hujan. Astaga, benar−benar seperti drama dan itu romantis sekali. Ia dulu bahkan tak berani membayangkan untuk bisa bersama Chanyeol, orang yang dulu dibencinya. Pemuda yang merusak masa SMAnya. Mengingat kelakuan Chanyeol dulu, membuat Baekhyun tersenyum kecut. Chanyeol sangat membencinya dulu, bahkan memanfaatkan Kyungsoo untuk menghancurkannya. Ia menghela nafas perlahan, apa dia bisa mempercayakan hatinya pada pemuda itu sedangkan dia maupun Chanyeol dulu saling membenci?
"Mungkinkah ini salah bukti dari buku Robert Fulghum?" monolognya sendiri. Ia menggedikkan bahunya sebelum akhirnya menenggak minuman berwarna pink itu perlahan. Meneguknya hanya dalam sekali minum. Tanpa tahu kalau di dalam minuman itu telah mengandung sesuatu yang akan merubah seluruh malamnya lebih sempurna dari malam−malam sebelumnya.
.
Chanyeol kini tengah bertelepon dengan Kai. Pemuda berkulit tan itu meminta maaf karena mengundang Chanyeol dengan cara meneleponnya. Hell, dari Korea ke Kanada akan memakan waktu yang lama hanya untuk mengepost undangannya. Jadi, Kai memutuskan untuk membuat slide gambar undangan di galaxy note−nya yang mengirimkannya pada Chanyeol dalam bentuk video. Setelah Chanyeol melihatnya, ia pun langsung menelepon Kai, tak peduli biaya yang akan dihabiskannya untuk berhubungan antar negara. Ia sangat terkejut melihat undangan itu.
"Kau gila! Kalian menikah duluan? Sial. Dan apa−apaan ini? Bagaimana bisa kau mengundangku dengan undangan menggelikan itu?" omel Chanyeol dan mendapat kekehan dari seberang. Kai masih saja tertawa kalau Kyungsoo disana tak memukul lengannya.
"Aww, Kyungie baby! Ini sakit!" ucapan Kai membuat Chanyeol memutar bola matanya malas. Mereka berdua selalu saja berlovey dovey dan menjadikannya obat nyamuk. Tidak di Korea, tidak di Kanada, sama saja. "Maaf yeol, Kyungsoo sedang dalam mode monster!" –HEY! Suara Kyungsoo yang tengah protes di seberang telepon membuat dua pemuda –ChanKai− itu tertawa bersama. "Jadi, kau bisa datang kan? Aku akan membunuhmu jika kau tidak datang!" ancam Kai sok ganas. Chanyeol menatap langit−langit kamarnya kemudian tersenyum, atau lebih tepatnya ia menyeringai.
"Aku akan datang dan membawakan hadiah spesial untuk kalian berdua." ujarnya sok misterius. KaiSoo di seberang hanya saling tatap dan menggedikkan bahu tidak peduli. Palingan juga kado konyol, melihat siapa yang memberikannya adalah si Park Idiot.
"Ya..ya, kalau bisa yang mahal." Chanyeol mendengus kesal dan KaiSoo terbahak. Mereka terus membicarakan hal konyol hingga mata Chanyeol yang tak sengaja melihat jam dinding langsung terbelalak. Baekhyun! Ia punya janji dengan Baekhyun!
"Kai, Soo−ya. Aku tutup ya! Aku lupa jika punya setumpuk tugas mengerikan dari dosenku." Setelah mendengar jawaban mengiyakan dari seberang, Chanyeol langsung saja mematikan sambungan teleponnya dan bergegas memakai kaos hitam tanpa lengan. Well, dia tadi halfnaked saat bertelepon dengan KaiSoo. Ia meraih handphonenya dan segera menuju pintu. Baru saja ia menggenggam knop pintunya, handphonenya sudah berbunyi dan terpampang nama 'Baixian' di layarnya. Ia menyerngit, dan tanpa babibu langsung mengangkat panggilan itu.
"Yeob—" Chanyeol menghentikan suaranya dan dahinya berkerut saat mendengarkan suara rintihan disana. "B−Baekhyun, gwenchanha?" tanyanya panik dengan mata yang membulat penuh kekhawatiran.
"C−Chanh. Hh, C−Chanyeol, tolongh—" Baekhyun terdengar menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan cepat. "A−Aku—"
"Aku akan kesana!" ucap Chanyeol tanpa sadar kalau suaranya meninggi. Ia frustasi mendengar nada suara Baekhyun yang aneh dengan sedikit... desahan atau mungkin rintihan kesakitan? Entahlah. Ia langsung saja mematikan sambungan telepon itu dan berlari ke apartemen Baekhyun. Ia memencet password kamar Baekhyun dengan tergesa−gesa sehingga berulang kali ia mendapatkan error kode. Ia menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Setelah merasa ia bisa berpikir jernih, Chanyeol langsung memencet digit angka itu secara hati−hati.
Cklek.
Berhasil!
Confession © ChanBaek
Hal pertama yang dilihat Chanyeol adalah Baekhyun yang tengah bersimpuh di samping meja makan dengan keadaan yang kacau. Chanyeol berlari menghampiri kekasihnya itu dan hanya mendapat tatapan sayu dari Baekhyun. Wajah pemuda mungil itu berpeluh dan kedua kakinya menempel erat seolah menutupi sesuatu di selangkangannya. Rambutnya acak−acakan dan nafasnya memberat. Berulang kali Chanyeol bertanya, namun Baekhyun hanya menggeleng. Suaranya seolah habis karena ia menahan sesuatu yang ia sendiri tak tahu apa. Tangan Chanyeol mengusap peluh−peluh itu, dan ia hanya mampu meneguk ludah melihat leher jenjang Baekhyun yang berpeluh. Ia menggelengkan kepalanya saat pikiran kotor mulai melintas di otaknya.
"Berdirilah. Lebih baik kau duduk di kursi, Baekhyun−ah." Chanyeol menarik lengan dan tangan Baekhyun, namun pemuda kecil itu hanya mengigit bibirnya dan menggeleng lemah. Dahi Chanyeol makin berkerut saat melihat kedua kaki Baekhyun yang merapat layaknya diberi lem perekat. "Baekhyunee, ayolah..." Dengan sangat terpaksa Baekhyun menuruti perintah Chanyeol dan seiring tarikan lembut dari Chanyeol, Ia mulai mengangkat tubuhnya. Ia menunduk malu saat mereka telah sama−sama berdiri dengan Chanyeol yang menatap selangkangan Baekhyun dengan mata yang membulat.
"J−Jangan dilihat! Ugh.." Wajah Baekhyun memerah hingga kupingnya. Ia sudah susah payah mencoba berdiri tadi, namun ia selalu merasa sakit di bagian privatnya. Ia pun terpaksa menghubungi Chanyeol, tapi entahlah... dia menyesal melakukannya karena respon Chanyeol benar−benar membuatnya malu.
"K−Kenapa bisa seperti itu?" tanya Chanyeol ragu. Ia pun mulai menatap wajah sayu Baekhyun sebelum pikiran kotor memasuki otaknya karena terlalu lama melihat bagian itu. Inikah alasan suara Baekhyun yang memberat, tubuh yang berpeluh, dan... astaga, tentu saja pemuda itu kesakitan kalau bagian privatnya saja bisa membesar seperti itu. "K−Kau menonton video porno atau apa?" tanya Chanyeol konyol. Sungguh, dia tak menyadari apa yang tengah diucapkannya tadi. Wajah Baekhyun semakin memerah dan ia segera menunduk. Menyadari ucapannya yang mungkin terdengar frontal oleh Baekhyun, Chanyeol pun memutuskan untuk membawa kekasihnya duduk di kursi meja makan. "Ah sudahlah, aku tahu kau bukan orang pervert seperti Jongin." Baekhyun nyaris saja tertawa kalau dia tidak ingat dengan urusannya yang lebih dangerous daripada Jongin dan otak pervertnya.
"Apa yang kau makan tadi? Atau mungkin kau minum?"
"Ermh, A−Aku belum makan apapun dan hanya meminum susu dari Tao." jawab Baekhyun susah payah sembari menahan suara anehnya yang bisa saja keluar tanpa bisa dikontrolnya. Chanyeol menjentikkan jarinya saat nama Tao keluar dari bibir tipis Baekhyun. Pemuda tinggi itu mengusap wajahnya −yang tiba−tiba saja memerah− dengan frustasi. Ia mengambil air putih dan memberikannya pada Baekhyun. Dengan tangan sedikit gemetar Baekhyun mengambilnya dari tangan Chanyeol dan hampir tersedak meskipun ia telah meminumnya dengan hati−hati. Pemuda tinggi yang telah menjadi kekasihnya itu tiba−tiba saja mengelilingi dapurnya dan mengobrak−abrik tempat sampah di sekitarnya.
"Apa yang kau..." Baekhyun merintih pelan lalu mengigit bibirnya barang sebentar. "Apa yang kau cari?"
"Sesuatu yang mencurigakan." Matanya berkilat saat menemukan apa yang dicarinya. Chanyeol mengambil stickeraneh yang tergeletak di samping lemari es Baekhyun dan mulai membaca sederet kalimat inggris disana. "Sial!" runtuknya dan Baekhyun pun langsung menatapnya. "Dia memberimu obat perangsang dengan dosis yang cukup—ah, bagaimana mengatakannya?! Efek sampingnya sangat mengerikan." Dengusan kesal Chanyeol membuat wajahnya memerah dan urat−urat pelipisnya terlihat. Tao benar−benar membuatnya kesal. Netranya lalu menatap pemuda mungil yang sibuk mencengkeram meja makan itu. Wajah sayu dan tatapan menggoda Baekhyun benar−benar meningkatkan libidonya dengan cepat. Tapi dia tidak bisa melakukan'nya'. Mereka baru saja berbaikan. Ia tak mau menyakiti Baekhyun.
"A−Apa yang—erghh, apa yang harus kulakukan?"
"Kau... apa kau pernah masturbasi?"
"Err... seperti onani?"
"Ya. Sama saja." Baekhyun menundukkan kepalanya lalu menggeleng pelan. Chanyeol melotot melihatnya. Astaga, kekasihnya benar−benar polos. Bagaimana bisa seorang lelaki tidak pernah terangsang oleh apapun? "Kau serius?" tanyanya tidak percaya. Sekali lagi Baekhyun menggeleng, menyembunyikan wajahnya yang merona parah. Menonton video porno saja tidak pernah, bagaimana mungkin dia pernah terangsang. Baru kali ini Baekhyun merasakan hal ini, jadi ia sangat panik dan tak tahu apa yang harus dia lakukan. Chanyeol mendekati Baekhyun lalu melirik kearah celana Baekhyun. Lagi−lagi ia mendesah frustasi. "Ah, aku lupa. Tanganmu pasti lemas untuk sekedar memuaskan dirimu sendiri." Chanyeol berdehem sedikit lalu menatap Baekhyun lembut.
"..."
"Hm—" Mungkin ini akan menjadi keputusan gila, tapi Chanyeol akan mencobanya. Setidaknya itu bisa membantu Baekhyun. "Baek, jika kau mengijinkanku, aku akan membantumu menuntaskannya. Yeah, kalau kau mengerti maksudku." Baekhyun sontak menatap Chanyeol dengan tatapan tidak percaya. Wajahnya sudah merah seperti sambal balado dan jantungnya berdebar−debar tak tentu. Ia ingin melakukannya sendiri, namun benar kata Chanyeol. Entah apa yang dimasukkan Tao, tapi tubuhnya seolah lemas dan rasa sakit menumpuk di bagian privatnya. Kemejanya bahkan sudah mulai basah, mulai dari pundak hingga punggungnya karena berkeringat sedari tadi. Ia menggigit bibir bawahnya lalu mengangguk dengan gerakan kaku.
.
Chanyeol memejamkan matanya dan merasakan debaran sangat kuat di bagian dadanya. Ia tak tahu mengapa, ia bahkan sudah pernah melakukannya, hanya saja... ini benar−benar berbeda. Menyentuh Baekhyun, bahkan bisa membuatnya berkeringat dingin. Ia terus berdoa dalam hati semoga saja ia mampu mengendalikan nafsunya karena ia tak ingin menyakiti Baekhyunnya. Chanyeol menunduk dan meremas tautan tangannya dengan Baekhyun. Ia sangat gugup karena hatinya terasa seperti meledak−ledak sekarang. Baekhyun sendiri hanya menatap Chanyeol penuh rasa bersalah. Si tinggi mendongak, menatap mata Baekhyun barang sebentar dan tersenyum lembut, sekaligus menetralkan perasaan gugupnya. Baekhyun sendiri hanya membalasnya dengan senyuman canggung.
Posisi Baekhyun kini tengah duduk di atas meja makan dengan kedua kaki yang mengangkang di depan wajah Chanyeol yang tengah duduk di kursi. Keadaan Baekhyun yang hanya menggunakan underwear benar−benar membuat pemuda tinggi itu menggeram perlahan –tanpa disadari Baekhyun tentunya−. Kekasih mungilnya benar−benar seksi dan itu membuatnya hampir gila. Chanyeol menuntun Baekhyun untuk menumpukan kedua telapak kakinya pada kursi di samping kanan dan kiri Chanyeol −untuk memudahkan pemuda tinggi itu. Kedua tangan Baekhyun menyangga tubuhnya di belakang punggung. Posisi intim yang sangat mendebarkan. Hanya melakukan hal 'ini' saja, Chanyeol sudah merasa seperti melakukan sebuah ritual tahuan yang menegangkan.
"Kau bisa mengigit kemejamu, kan?"
"Hh? Kenapa?" Saat mata mereka bertemu, Chanyeol tak sanggup lagi untuk menahan semuanya. Dengan susah payah ia meneguk ludahnya dan langsung memberikan kecupan kecil di bibir tipis Baekhyun. Sebagai pengalihan, mungkin. Baekhyun kembali merona dan menunduk dalam. Ia menjilat sedikit bibirnya.
"Kau pasti akan mengeluarkan desahan, Baekhyunee. Suara itu akan membuat libido seseorang naik dengan cepat. Aku hanya tak ingin hilang kendali. Apa kau mengerti maksudku?" Baekhyun mengangguk paham dan langsung mengigit kemeja bagian depannya. Chanyeol tersenyum lalu mengusak rambut Baekhyun. Ia menahan nafas dan mulai duduk tepat dihadapan bagian pribadi kekasihnya. Dengan tangan yang berkeringat dan sedikit bergetar, ia menyentuh bagian itu membuat Baekhyun sontak memejamkan matanya.
Rasanya sungguh aneh. Tubuh Baekhyun langsung bergetar tak terkendali. Ia hampir saja berteriak saat sentuhan itu berubah menjadi usapan lembut. Keringat dingin di pelipisnya kembali bermunculan. Ia mengigit kemeja –sekaligus bibir bawahnya− dengan kuat karena suara desahanya nyaris saja lolos. Ia mendongak dan memejamkan matanya saat merasakan sesuatu yang basah mulai merembes melalui kain underwearnya dan mengenai kulit kejantanannya. Tubuh Baekhyun langsung menegang. Seluruh persendiannya melemas saat ia menyadari kalau sesuatu yang basah itu adalah lidah Chanyeol. Bermain di sekitar kejantanannya –yang masih tertutup underwear− dengan gerakan yang sensual dan lembut. Kecupan dan sedikit hisapan disana membuat keringat dingin perlahan menuruni pelipis hingga leher jenjangnya.
Deg
Deg
Baekhyun tidak tahu kalau ternyata rasanya akan sangat memabukkan. Perutnya terasa tergelitik dan jantungnya berdebar semakin cepat. Kenikmatan mulai menjalar hingga ubun−ubunnya membuatnya menggeram tertahan. Ia melirik kearah selangkangannya dan melihat Chanyeol tengah menikmati pekerjaannya sembari berusaha untuk membuka underwearnya dengan tangan kanannya. Ia jadi malu sendiri, Baekhyun lalu memalingkan wajahnya yang memerah kearah lain. Kenapa Chanyeol terlihat menikmatinya? Entah mengapa itu membuat perasaannya mulai menghangat. Apa Chanyeol melakukannya dengan penuh cinta? Lagi−lagi wajah, bahkan tubuhnya ikut memanas.
Deg
Deg
Deg
Tubuh Baekhyun bergetar hebat saat Chanyeol berhasil membuka celana dalamnya. Terlebih saat jemari Chanyeol tiba−tiba meraih batang kejantanan Baekhyun dan menggenggamnya dengan sedikit remasan. Pemuda kecil itu tanpa sadar memekik nikmat dan melepaskan gigitan pada kemejanya. Kuku−kuku tangannya menggaruk meja makan itu dan kepalanya menggeleng−geleng saat Chanyeol mulai memainkan jari−jari panjangnya disana. Mengusap dan terus mengurutnya dengan gerakan pelan. Kenikmatan kembali membuat otak Baekhyun berputar. Rasanya aneh namun menyenangkan. Ini bahkan terasa lebih nikmat dibandingkan susu strawberry dan sekotak coklat kesukaannya.
"Ye−Yeol—ahhh...ermh."
Ia menunduk memperhatikan Chanyeol yang juga memejamkan matanya. Entah apa yang ada dipikiran pemuda tinggi itu. Wajahnya pun berkeringat seolah ia tengah menahan sesuatu. Saat melihat wajah Chanyeol mendekat kearah kejantanannya, Baekhyun langsung mengigit kemejanya kembali dan menutup matanya rapat−rapat. Rasa basah, hangat, dan menakjubkan membuatnya kelimpungan. Ketika lidah Chanyeol mulai bergerak untuk memuaskannya, Baekhyun rasanya ingin pingsan saja. Ia terus mengigit kemejanya −dan bibirnya− hingga tanpa sadar ia telah melukai bibir bawahnya.
"Ughhh~ Chanh..." Karena tak sanggup lagi menahan suaranya, Baekhyun langsung melepaskan gigitan di kemejanya. Jika diperhatikan, kemeja putihnya bahkan sudah basah oleh air liurnya sendiri. Menandakan kalau ia sudah sangat lama menahan desahannya itu. Chanyeol berusaha menulikan pendengarannya saat suara Baekhyun mulai mengalun memenuhi indera pendengarannya. Lembut, berat, dan menggoda. Semakin lama desahan itu semakin keras membuat Chanyeol tanpa sengaja mengigit kecil ujung kejantanan Baekhyun dan pemuda yang lebih kecil langsung mengerang nikmat. "Akh, Ya Tuhan! Yeolliehh~" Shit! Tubuh Chanyeol langsung memanas mendengar suara Baekhyun. Masih mencoba untuk mengabaikan nafsunya yang memuncak, Chanyeol berusaha untuk menuntaskan Baekhyun, yang entah mengapa sangat sulit. Ia masih berusaha melakukan handjob dan blowjob disaat yang bersamaan, diiringi suara Baekhyun yang menggema di seluruh ruangan.
'Shit! Brengsek! Aku bisa gila!' batinnya menggeram.
Baekhyun terengah dengan kepala yang mendongak merasakan nikmat yang menjalar ke seluruh saraf tubuhnya bahkan hingga tulang ekornya. Chanyeol benar−benar seorang ahli. Pantas saja, banyak orang yang menyukainya. Pantas saja, wanita maupun pria dengan mudah bertekuk lutut padanya. Chanyeol memang luar biasa dalam hal apapun. Ia bersyukur karena pemuda ini mencintainya. Ya, semoga saja.
"Eunghh~"
Chanyeol memberikan beberapa hickey –kissmark− di bagian paha dalam Baekhyun. Berusaha merangsang semua bagian sensitif pemuda itu agar ia dengan cepat mendapatkan klimaksnya. Hampir lima belas menit berlalu namun Baekhyun masih belum bisa mengeluarkan hasratnya. 'Dia benar−benar kuat menahan nafsu' batin Chanyeol. Ia mengulum, mengigit, menjilat, dan menghisap seluruh bagian selangkangan Baekhyun dengan tanpa cela. Saat merasakan tubuh Baekhyun mulai bergetar hebat, ia pun menghisap kejantanannya dengan kuat−kuat.
"Aaaakkhh!" jeritan Baekhyun menandakan kalau ia telah sampai pada klimaksnya yang luar biasa. Ia menumpahkan spermanya langsung ke dalam mulut Chanyeol hingga membasahi dagu hingga dada Chanyeol. Tanpa segan−segan Chanyeol menelan semuanya ke dalam mulutnya dan menjilat bibirnya sendiri lalu tersenyum kearah Baekhyun yang sudah memerah. "K−Kenapa kau menelannya?" tanya Baekhyun masih dengan nafas yang terengah. Pandangannya masih sedikit memutih dan buram –efek klimaks− saat menatap Chanyeol. Sungguh, ini adalah hal luar biasa yang baru pertama kali dilakukannya. Ia bersyukur karena orang yang dicintainyalah yang melakukannya.
"Ini manis." Blush. Wajahnya semakin parah saja. Ia memukul kepala Chanyeol membuat pemuda tinggi itu meringis. "Kau tahu, kau beruntung karena aku bersedia melakukannya. Biasanya aku tak mau melakukan ini saat melakukan seks." Senyuman kecil berkembang di bibir Baekhyun. Walau sedikit cemburu saat mendengar pengakuan Chanyeol, namun ia tahu Chanyeol tak bermaksud menyakitinya. Mungkin Chanyeol hanya ingin menyampaikan kalau dia adalah orang spesial?
Tanpa sengaja mata Baekhyun menangkap kearah celana Chanyeol dan terkejut melihatnya. Pasti desahannya tadi membuat Chanyeol menegang. Tiba−tiba ia merasa bersalah saat melihat Chanyeol. Ia terus menatap pemuda itu tanpa berkedip. Saat Chanyeol hendak pergi dengan alasan ingin ke toilet, Baekhyun langsung meraih lengannya. Setelah Chanyeol membalikkan badannya, disaat itu pula Baekhyun langsung menarik wajah Chanyeol dan meraih bibirnya dalam pagutan lembut. Awalnya Chanyeol kaget, namun dengan segera ia meraih pinggang Baekhyun –yang masih duduk di meja− dan menempelkan tubuh keduanya. Ia membalas ciuman Baekhyun dengan intensitas yang lebih dalam dan panas −mungkin karena ia sudah benar−benar tegang. Lidah mereka saling membelit dan menghisap di dalam rongga mulut Baekhyun. Bunyi kecipak pun langsung memenuhi seluruh ruangan. Tangan Baekhyun mengusap punggung Chanyeol dengan gerakan acak membuat tubuh Chanyeol semakin memanas. Baekhyun melepaskan pertautan itu terlebih dahulu lalu menatap Chanyeol, lagi−lagi dengan pandangan sayu dengan kedua tangan yang melingkari leher Chanyeol.
"Kita lakukan."
"Huh?"
"Kita lakukan saja. Lagipula ini juga salahku karena telah membuatmu tegang." Chanyeol sempat terkejut saat Baekhyun menyadari perubahannya. Ia menatap ke dalam mata Baekhyun dan tersenyum saat ia melihat pancaran ketulusan dari kekasihnya. Pemuda berambut meran maroon itu mengangguk lalu membawa Baekhyun ke dalam ciuman panasnya lagi. Ciuman yang saling menghangatkan mereka dalam dinginnya malam hujan di Kanada. Berbagi manisnya saliva bersama. Berbagi sentuhan dan kehangatan bersama untuk pertama kali. Berbagi kecupan dan tanda kepemilikan atas Baekhyunnya di semua bagian tubuh polos itu. Menjadikan Baekhyun sebagai miliknya secara paten dalam sebuah penyatuan yang indah. Dan untuk pertama kalinya, Chanyeol menyentuh seseorang karena cinta dan bukan karena nafsu seperti yang sebelum−sebelumnya.
Confession © ChanBaek
Baekhyun mengerjap−kerjapkan matanya saat merasakan cahaya mulai memasuki retinanya. Ia bangun dengan perlahan dan mulai merenggangkan sendi−sendinya yang masih kaku. Jam menunjukkan pukul delapan pagi, matahari pun sudah terasa panas ketika mengenai kulitnya. Ia terdiam sembari mengacak rambutnya, mengingat−ingat apa yang dilakukannya semalam hingga membuat badannya pegal−pegal.
1 detik...
2 detik...
3 detik...
4 det—oh astaga! Bukankah ia dan Chanyeol semalam—
—perlahan pipi Baekhyun mulai dihiasi rona merah. Bibirnya tersenyum amat manis hingga matanya menyipit seperti bulan sabit. Ingatannya mulai kembali pada kejadian semalam, dimana ia meminta Chanyeol untuk membantunya 'menuntaskan hasrat'nya, dan mereka justru berakhir di ranjang –atas permintaannya−. Bagaimana ciuman Chanyeol yang terasa memabukkan, sentuhan jemarinya di setiap lekukan tubuhnya, lidah Chanyeol yang mengabsen setiap inchi tubuhnya. Semuanya berhasil membuat jantungnya meledak seketika. Darahnya membuncah hingga wajah Baekhyun semakin merah padam. Oh astaga!
"Eh, tapi dimana Chanyeol?" Ia celingukan saat menyadari kalau dia sendiri di dalam kamarnya. Perlahan ia menyingkap selimutnya, dan mendapati dirinya hanya mengenakan kemeja putih tanpa celana –dalam artian, ia hanya mengenakan celana dalam−. Ia mengedikkan bahunya acuh dan memilih untuk segera melangkahkan kakinya menapaki lantai untuk menemukan kekasihnya.
"Aisshhh...ugh." Ia meringis saat merasakan perih dan ngilu di bagian belakangnya. Semoga saja bagian belakangnya tak lebam. Chanyeol semalam benar−benar hebat mengerjainya. Ia benar−benar bergerak dengan liar. Baekhyun jadi kembali mengingatnya. Bagaimana pemuda itu berada diatasnya dan menyentuh bagian vitalnya dengan brutal hingga membuat desahannya begitu keras malam itu.
Blush.
"Oh astaga!" Ia meruntuk karena pipinya lagi−lagi memanas saat mengingat kejadian semalam. "Awas kau Tao! Aku akan balas dendam!" monolognya. Kalau bukan karena ulah Tao, ia mungkin takkan berakhir di ranjang seperti semalam. Apa dia menyesal? TENTU SAJA TIDAK. Semua yang berhubungan dengan kekasihnya takkan membuatnya menyesal. Hanya saja, memberi adiknya itu sedikit pelajaran, tak apa kan?
Baekhyun berjalan keluar kamarnya dengan perlahan. Ia tak mau menyakiti bokongnya sendiri oke? Tak lama setelahnya, ia menangkap bau sedap dari arah dapur apartemennya. Secara perlahan, ia dapat melihat sosok tinggi yang sudah dirindukannya itu. Tengah sibuk berkutat dengan masakan di depannya, membuat pemuda kecil yang memperhatikannya mulai melengkungkan senyuman manis. Ia berjalan perlahan tanpa disadari pemuda tinggi itu. Setelah sampai di belakangnya, tangan Baekhyun terulur ke sela−sela lengan Chanyeol dan memeluk perutnya dari belakang. Chanyeol sempat tersentak sebelum akhirnya tersenyum –walau Baekhyun takkan mengetahuinya−.
"Kau sudah bangun, hum?"
"Hmm.. aku lapar."
"Duduklah di meja makan. Sarapan kita hampir siap." Bukannya menuruti perintah Chanyeol, Baekhyun justru mengeratkan pelukannya dan mengusakkan wajahnya di punggung Chanyeol. Chanyeol yang diperlakukan seperti itu hanya bisa tertawa kecil. Baekhyunnya sangat manja dan itu sangat menggemaskan. "Hey, Park Baekhyun!"
"Tidak mau~ aku akan menunggumu disini."
"Hhh...baiklah."
Hening. Mereka terdiam dengan pikiran masing−masing. Sebenarnya sedikit canggung juga saat mengingat apa yang telah mereka lakukan semalam. Baekhyun mengamati pergerakan Chanyeol yang tampak lucu. Ia sungguh kagum dengan kemampuan memasak Chanyeol. Pemuda itu ternyata sosok yang sangat hangat dan perhatian. Beruntung sekali dia memiliki Chanyeol. Ia bersyukur semua kejadian di masa lalunya membuahkan kebahagiaan untuknya. Keheningan terjadi selama beberapa menit sampai Baekhyun memutuskan untuk kembali membuka suaranya.
"Darimana kau belajar memasak?" Chanyeol menoleh sebentar lalu tersenyum dan kembali mengaduk supnya.
"Sejak kecil Yoora noona sudah mengajarkanku. Tapi karena aku sudah lupa caranya, aku meminta bantuan Kyungsoo untuk mengajariku lagi. Dan aku rasa, aku ingin menjadi koki kelak." Tawa renyah keluar dari bibir itu. Suara tawa yang entah sejak kapan mulai disukai Baekhyun dan masuk ke dalam list favoritnya.
"Eh, menjadi koki tidak cocok untukmu." gumam Baekhyun pelan "Kenapa kau harus belajar memasak? Bukankah itu tugas istri masa depanmu?" Chanyeol langsung memutar kepalanya dan mencium ujung hidung Baekhyun secara tiba−tiba. Membuat jantung pemuda kecil itu langsung meledak karena kaget.
"Karena aku tak mau merepotkan suamiku disaat−saat seperti, Baek." Chanyeol menunjuk hidung Baekhyun dengan spatula yang dipegangnya. "Setelah kita menghabiskan waktu seperti semalam, aku tak mungkin menyuruhmu memasak, kan?" Baekhyun menggeram kesal dan bibirnya mengerucut lucu. Chanyeol pintar sekali dalam hal membuat ia merona. Chanyeol mulai menggoreng telur, tak memperdulikan kekasihnya yang tengah merajuk. Merasa tak digubris, Baekhyun menggeplak kepala Chanyeol hingga pemuda bersurai merah itu mengaduh.
"Dasar Park Idiot! Memangnya kau sudah tahu kalau kau akan menikah dengan seorang lelaki?" ujarnya asal−asalan.
"Tentu saja aku sudah merencanakannya dengan matang. Memangnya kau tak mau menikah denganku?" Chanyeol menjawab enteng tanpa memandang kearah Baekhyun yang matanya sudah membola saking kagetnya dengan pertanyaan barusan. Chanyeol secara tidak langsung mengajaknya menikah, kan? Me−ni−kah? Bayangkan saja seperti apa jantungnya sekarang. Yang pasti perutnya rasanya melilit dan diremas−remas dari dalam. Sensasi yang menyebalkan sekaligus menyenangkan. Yang hanya dirasakannya pada Chanyeol, kekasih raksasanya. Cinta terakhirnya? Mungkin.
"Ehem." Baekhyun berdehem untuk menutupi rasa gugup yang melandanya. Melihat kekasihnya salah tingkah, Chanyeol hanya bisa tersenyum maklum. "Kalau dulu kau tidak bisa menemukanku, apa kau masih berpikir untuk menikahiku?" tanya Baekhyun terdengar seperti cicitan. Anak ini benar−benar penasaran rupanya. Atau dia berusaha untuk membuktikan sedalam apa perasaan Chanyeol padanya?
"Dari dulu aku selalu memiliki keyakinan kalau aku akan menemukanmu, Baekhyun−ah." Perasaan hangat mulai menyusupi hati keduanya. Baekhyun mempererat pelukannya pada perut Chanyeol, seolah tak ingin kehilangannya.
"Kalau ternyata aku sudah menikah dengan orang lain?" Chanyeol terkekeh.
"Maka aku akan merebutmu darinya..."
"Kalau aku tidak mencintaimu lagi?" Deg. Chanyeol tertegun mendengarnya. Gerakan tangannya yang ingin meletakkan telur diatas piring langsung terhenti begitu saja. Benar, ia selalu memikirkan perasaannya pada Baekhyun. Ia tak tahu apa Baekhyun benar−benar masih mencintainya atau justru hanya kasihan padanya. Bukankah Chanyeol yang sekarang lebih menyedihkan? Dia benar−benar telah bertekuk lutut pada Baekhyun. Jika Baekhyun tiba−tiba meninggalkannya, mungkin ia akan bunuh diri hari itu juga. Ia tersenyum kecil dan berusaha membuat jawaban yang terkesan menenangkan –untuk dirinya dan Baekhyunnya−.
"Maka aku akan membuatmu mencintaiku..." gumam Chanyeol masih terdengar oleh indera Baekhyun. "Walau harus menggunakan cara seperti semalam sekalipun."
Blush
"Bodoh!" pekik Baekhyun sembari menggigit punggung Chanyeol. Pemuda tinggi itu dengan refleks memutar tubuhnya dan mengangkat tubuh kecil Baekhyun diatas pantry dapur. Ia tersenyum lalu menoel ujung hidung Baekhyun dengan gemas.
"Aku mencintaimu..." Baekhyun tersenyum manis, amat sangat lembut dan cantik.
"Aku lebih mencintaimu..."
Chanyeol memiringkan wajahnya dan segera meraih bibir softpink favoritnya itu. Baekhyun tersenyum ditengah ciumannya dan segera meraih leher Chanyeol. Mengalungkan lengannya disana dan menarik kekasihnya lebih dekat. Keduanya saling mengecup, mencumbu, menjilat bahkan menghisap bibir masing−masing dengan penuh kehangatan. Berbagi ciuman di pagi hari mungkin akan menjadi rutinitas baru bagi mereka berdua. Awal yang indah untuk keduanya. Bukan begitu?
Hal terindah dalam hidup Baekhyun adalah mendengarkan musik yang datang dari alunan lembut piano yang dihasilkan oleh jemari Chanyeol. Alunan indah pianis terkenal Korea, Yiruma, telah menghipnotisnya untuk tak berpaling dari sosok yang dicintainya itu. Waktu seolah berjalan lambat. Di ruangan musik itu, seolah hanya ada mereka berdua. Pemuda mungil itu tersenyum manis. Ia sangat bersyukur kalau pemuda tampan yang selalu hidup dengan musik itu adalah kekasihnya, miliknya.
Iringan lagu 'Maybe' benar−benar mengalun indah di seluruh penjuru ruangan. Ia memejamkan mata dan memfokuskan pendengarannya pada melodi lembut itu. Mulai membayangkan semua yang telah terjadi selama hidupnya. Membuka kembali memori kenangan−kenangan lama yang mulai ia lupakan. Membuka album biru yang selama ini selalu ia tutup rapat. Sahabatnya, kakaknya, orang tuanya dan Yejin. Semua kenangan−kenangan manis dan pahit yang ia rasakan selama ini.
Dan di akhir dentingan piano itu, setetes air mata turun melewati pipi kanan Baekhyun. Saat kedua mata bulan sabit itu perlahan terbuka, senyuman lembut Chanyeol langsung menyapa indera penglihatannya. Hangat hingga masuk ke relung hatinya. Membuat debaran di jantungnya –atau mungkin keduanya− semakin menggila.
'Aku benar−benar telah terjatuh oleh pesonanya...' –Baekhyun
'Aku benar−benar telah jatuh cinta...' –Chanyeol
Confession © ChanBaek
Ponsel Chanyeol bergetar saat ia tengah menunggu Baekhyun di meja makan apartemen Baekhyun. Ia membuka pesan gambar dari Sehun setelah sebelumnya melirik kearah Baekhyun yang tampak sibuk dengan masakannya untuk sarapan pagi mereka. Chanyeol menghela nafas saat melihat gambar yang terpampang di ponselnya. Itu foto ibu Baekhyun yang tengah duduk di kursi roda dengan wajah yang sangat pucat, serta syal yang melilit lehernya. Semalam ia menanyakan kabar ibu Baekhyun dan baru mendapat balasan pagi ini dari Sehun.
"Foto siapa?" suara Baekhyun dari arah belakang membuat Chanyeol tersentak kaget. Ia buru−buru menutup isi pesannya dan tersenyum bodoh kearah Baekhyun. Baekhyun melotot melihat reaksi Chanyeol. Ia mulai curiga. "Kau jangan main−main denganku, Park Chanyeol! Berikan ponselmu!" ucap tegas Baekhyun dengan tangan yang menjulur kearah kekasihnya. Pemuda tinggi itu menggeleng−gelengkan kepalanya, tanda tidak ingin menuruti perintah Baekhyun. "CHANYEOL!"
"..." Chanyeol menatapnya dengan pandangan memelas. "Jangan. Ini foto masa kecilku! Jangan dilihat!~" Chanyeol bahkan hampir merengek saat Baekhyun mencoba meraih ponselnya.
"Kalau hanya itu cepat berikan padaku, Park! Aku ingin lihat!"
"Baekhyunee~"
"BE−RI−KAN!" Chanyeol hanya mendesah pasrah dan Baekhyun segera mengambil ponsel kekasihnya. Ia membuka pesan gambar terakhir yang dikirimkan Sehun. Senyuman jahil dan penuh kemenangan terpampang di wajahnya. "Ini dia!" Dan senyuman itu langsung luntur saat melihat gambar wanita paruh baya yang ada di kursi roda itu. Ekspresinya yang tadinya ceria langsung berubah sendu dan matanya terasa memanas. Chanyeol yang melihat itu langsung panik.
"Baek—"
"E−Eomma—" lirih Baekhyun dengan wajah yang sangat shocksaat melihat foto itu. Ia mendekap ponsel Chanyeol di dadanya bersamaan dengan linangan air mata di pipinya. Saat isakan perlahan mulai mendominasi tangis Baekhyun, Chanyeol segera memeluknya dan mengusap−usap punggung Baekhyun. "E−Eomma—" Baekhyun terus mengatakan itu dengan bahu yang bergetar hebat. Ini pertama kalinya Chanyeol melihat tangis pilu Baekhyun. Sebelumnya, hanya ada tangisan emosi dan amarah. Namun kini, sosok rapuh Baekhyun mulai terlihat. Ibunya adalah kelemahan Baekhyun.
"Shhh—sudahlah. Jangan menangis. Kau itu lelaki, Baek." canda Chanyeol berusaha menghibur kekasihnya. Tetapi memang benar kata orang dulu, anak lelaki memang sangat dekat dengan ibunya. Hati mereka akan berubah menjadi sensitif jika berhubungan dengan ibunya. Sama saja dengan keadaan Baekhyun sekarang.
"E−Eomma." Baekhyun terisak makin keras. "C−Chanyeol—" Ia terisak lagi "Kenapa eommaku seperti ini? Katakan padaku, Yeol." desaknya. Chanyeol menghela nafas, memantabkan hatinya sebelum akhirnya memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Baekhyun.
"Saat itu eommoni depresi karena kau menghilang, dan kabar kematian ayahmu membuatnya mengalami stroke ringan. Ia lumpuh dibagian kakinya. Saraf−saraf kakinya tegang dan melemah karena tak kuat menahan kesedihannya. Ibumu sangat shock dan depresi setelah kejadian itu. Semua itu mengakibatkan gangguan pada kinerja otak dan sarafnya." Chanyeol menatap langit−langit ruang makan mereka dan membuang nafas. "Maaf karena tidak bisa menjaga orang tuamu, Baek."
"I−Ini salahku..."
"Bukan Baek. Ini bukan salahmu..."
"T−Tapi aku yang membuat eomma, appa—"
"Bukan kau, Baek. Bukan. Keadaan yang membuat semuanya sekacau ini. Ini takdir yang telah ditentukan Tuhan."
"A−Aku—"
"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri!" Baekhyun terdiam dengan isakan kecil saat mendengar nada suara Chanyeol yang meninggi. Bukan salahnya? Ia pergi dan membuat ayahnya meninggal serta ibunya mengalami stroke. Tentu saja ini salahnya. Iya, kan? "Jangan memikirkan itu lagi. Ini bukan salahmu." Tangan Baekhyun membalas pelukan Chanyeol dengan sangat erat. Ia membenamkan wajahnya pada dada Chanyeol untuk mengurangi rasa sesak yang menumpuk di dadanya.
Confession © ChanBaek
Chanyeol menyeret beberapa koper memasuki kamar Baekhyun. Dengan senyum yang mengembang, ia meletakkan 4 koper itu di ruang tamu Baekhyun. Ia menghempaskan badannya ke sofa apartemen dan mendongakkan kepalanya untuk melihat langit−langit ruang apartemen ini sembari sesekali meniupi ujung poninya.
"Eoh, Chanyeol?!" Baekhyun yang tadinya sibuk mengusak rambutnya yang basah seketika terbengong melihat kekasihnya datang dengan koper−koper besar di depannya. Pemuda itu menyengir lebar dan menunjukkan V sign pada Baekhyun. "Kenapa kau membawa koper−koper ini? Untuk apa?" tanya Baekhyun kemudian mengambil air putih di dalam lemari esnya dan menuangkannya ke dalam gelas.
"Aku akan pindah kemari."
"Uhhukk—" Baru saja ia meminum air putihnya, Baekhyun langsung tersedak setelah mendengar penuturan Chanyeol. What the—tinggal se−apartemen? Dia dengan Chanyeol? Berdua?! Matanya membulat dan ia menatap Chanyeol dengan tatapan horror.
"Kenapa? Kau tidak suka?"
"Lalu, apartemenmu?" Baekhyun duduk di samping Chanyeol dan meletakkan air putih itu di meja. Tangan jahil Chanyeol langsung saja mengambil gelas air putih itu dan meminumnya tepat di jejak bibir Baekhyun yang berada di gelas itu. Bisa dikatakan kalau mereka berciuman secara tidak langsung.
"Indirect kiss!" gumam Chanyeol dengan cengirannya, membuat wajah Baekhyun merona. Baekhyun memukul kepala Chanyeol sayang. Dan hanya disambut kata 'aduh' lalu kekehan kecil setelahnya. Sembari mengusap−usap kepalanya, Chanyeol menjelaskan, "Kris hyung membelinya. Katanya ia akan menjual rumahnya dan pindah ke apartemen itu bersama Tao. Jadi, kita akan menjadi tetangga."
"Mwoyaaaa! Kenapa Tao tak memberitahuku?" protes pemuda mungil itu tak terima. Chanyeol hanya menggedikkan bahunya dan menghabiskan sisa air putih itu. "Sialan! Tao benar−benar adik yang sangat menyebalkan!" Bibir Baekhyun mengerucut beberapa centi membuat Chanyeol sangat gemas melihatnya.
"Kau tidak suka kita tinggal berdua? Why? Kau takut aku menghabiskan makananmu? Atau kau takut aku tidak membayar tagihan apartemenmu?" Baekhyun facepalm. Dasar telinga gajah! Tubuh saja yang menjulang, otaknya masih saja dangkal. Chanyeol itu selalu berpikir konyol. Baekhyun kan hanya takut kalau— "Tenang saja, Huang Baixian... aku tidak akan menidurimu setiap hari kok." bisik Chanyeol tepat di telinga Baekhyun. Membuat si empunya merinding hebat dan segera menjauhkan dirinya dari Chanyeol.
"Park pervert! Diam kau, atau kutendang bokongmu!" teriak Baekhyun keras hingga menggema memenuhi ruangannya. Wajahnya sudah memerah hingga ujung kupingnya. Jantungnya pun sudah mulai tak tenang. Chanyeol memang paling pintar menggodanya. Sedangkan pemuda jangkung itu justru tertawa dan tak mengindahkan teriakkan Baekhyun. Dia suka sekali melihat kekasihnya yang salah tingkah itu. Sangat menggemaskan. Mereka berdua saling ejek dan berakhir dengan suara tawa Chanyeol yang sangat keras. Baekhyun sendiri akan langsung merengek jika kalah telak saat berbicara dengan Chanyeol. Sepertinya sifat manja Baekhyun mulai terlihat.
Confession © ChanBaek
Seoul, South Korea
"Kau sedang apa?" Kai berbisik di belakang telinga Kyungsoo, membuat si empunya kaget dan bulu kuduknya langsung berdiri. Ia melotot kearah Kai yang dengan teganya membuat jantungnya berolah raga.
"Masa kau tak lihat aku sedang apa?!" ketusnya dengan bibir yang mendumel lucu. Kai tersenyum geli, lalu mulai mengamati kegiatan calon suaminya. Pemuda mungil itu tengah sibuk menguncikan gembok berisikan nama mereka berdua di salah satu pagar di Namsan Tower. Sudah manjadi tradisi dan kebiasaan unik bagi setiap pasangan kekasih disini. Meskipun kebenarannya tidak bisa seratus persen, namun berdoa supaya semua jadi kenyataan tidak ada salahnya bukan? Setelah mengucapkan doa dalam hati, Kyungsoo pun membuang kuncinya ke dalam jurang di samping tower itu.
"Kau masih saja percaya tahayul seperti ini. Mana ada gembok yang menyatukan sepasang kekasih hingga selamanya. Yang ada mereka bersatu karena takdir. Yah, seperti kita." Kai menumpukan sikunya diatas pagar yang mengelilingi Namsan –yang tidak terdapat gembok− dan mengedarkan pandangan kesekitarnya, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.
"Kau pikir kau takdirku?" Kai menoleh kearah Kyungsoo yang sudah mengambil posisi sama dengannya. "Kau tidak mungkin takdir yang ditentukan Tuhan untukku." Kai mengernyit heran. Ekspresi itu pun membuat kekasih mungilnya terkekeh. "Tuhan menciptakan setiap manusia itu berpasangan, Kai. Lelaki dan perempuan. Dan kita? Kita adalah salah satu diantara makhluk Tuhan yang telah mengingkari takdir−Nya, melawan takdir yang ditentukan−Nya." Kai hanya tersenyum dan menggedikkan bahu.
"Aku bingung." Kyungsoo tersenyum simpul, ia ikut mengedarkan pandangannya ke sekitar, menikmati suasana malam di Namsan.
"Aku mengikat nama kita dalam gembok itu untuk meminta restu pada Tuhan, agar tetap menyatukan kita meskipun jalan yang kita ambil itu salah." Mau tak mau, Kai tersenyum mendengarnya. Kekasihnya memang pintar memainkan kata. "Hal ini adalah satu−satunya cara sederhana yang kutujukan pada Tuhan. Agar memaafkan kita dan memudahkan kehidupan kita kelak setelah menikah. Luhan hyung dan Sehun juga melakukannya. Aku mendapat saran ini darinya." Dan diakhiri tawa renyah dari pemuda bermata bulat itu.
Tanpa sadar, Kai telah menempelkan bibirnya pada sudut bibir Kyungsoo dalam beberapa detik hingga pemiliknya berdiri kaku di sampingnya dengan wajah yang memerah dan jantung yang berpacu cepat. Ia melepaskan kecupan itu dan menatap wajah Kyungsoo dari samping. Tetap manis seperti biasa.
"Terima kasih." ujar Kai tulus.
Confession © ChanBaek
Baekhyun saat ini sedang mengamati kekasihnya yang tengah memakan spaghettinya dengan rakus. Sepertinya ia sangat lapar. Akhir−akhir ini Chanyeol tampak berbeda dari biasanya. Ia sering termenung sendiri setelah berkirim pesan dengan seseorang. Bahkan ia sampai lupa waktu makannya dan mengharuskan Baekhyun untuk mengomelinya setiap hari hanya untuk mengingatkannya. Chanyeol juga menjadi sedikit pendiam dan berbicara seperlunya saja. Namun pemuda itu tak pernah mau bercerita, jadi Baekhyun memilih diam. Takut menyinggung perasaan kekasihnya. Mereka baru saja berbaikan, ia tak mau hubungan keduanya kembali seperti masa SMA dimana hanya ada kebencian diantara keduanya.
Omong−omong soal perasaaan, Baekhyun tak akan pernah menanyakannya. Ia percaya kalau Chanyeol memang menyayanginya. Ia tak ingin curiga tentang siapa yang sering menghubungi Chanyeol. Entahlah, rasa cemburunya langsung hilang ketika melihat senyuman kecil Chanyeol. Semua kecurigaan serasa musnah di telah bumi. Ia hanya bisa percaya dan berdoa saja semoga Chanyeol tidak mempermainkan hatinya.
Tiba−tiba ia teringat sesuatu.
"Chanyeol−ah, bagaimana kau bisa tahu jawabannya?" tanyanya tiba−tiba. Membuat kerutan di dahi si pemuda tinggi. "Yeah, bagaimana kau tahu kalau aku menginginkan jawaban itu. Byun Baekhyun." Pemuda yang lebih kecil berusaha memberi kode pada Chanyeol dengan menyebutkan namanya, dan kekasihnya pun mulai memahami maksudnya. Ia meletakkan garpunya dan tersenyum tampan.
"Itu mudah saja, Baekhyunee~" Chanyeol menatap ke dalam mata Baekhyun, penuh dengan ketulusan. "Jika aku memilih saudara kembar Yejin, itu berarti aku mencintaimu karena rasa kasihan. Dan jika aku memilih Baixian, maka aku mencintaimu hanya karena rasa bersalah." jelasnya dengan suara lembut. Mengalun merdu di telinga Baekhyun. jawaban yang memang sangat ingin di dengarnya dan ia senang karena Chanyeol mengerti. Itulah alasan mengapa Baekhyun mempercayai Chanyeol. "Maka dari itu aku memilih Baekhyun, seseorang yang memang sudah menarik perhatianku dari awal." Baekhyun tersenyum lebar. Menampilkan deretan giginya yang rapih dengan eyesmile yang sangat cantik seperti ibunya, Byun Miyoung.
"Ah, aku tahu sekarang. Ternyata tebakanku selama ini benar." ucapnya kemudian. Ia tiba−tiba saja teringat beberapa kejadian setelah datangnya Chanyeol ke Kanada. Chanyeol menatapnya bingung.
"Tahu apa?"
"Kalau kau memang sudah memperhatikanku dari awal." Yang lebih tinggi terkekeh dan mengusak rambut Baekhyun sayang. Ia melanjutkan acara makannya sembari mencibir Baekhyun.
"Dasar sok tahu!" Pemuda pendek itu menumpu dagunya di atas kepalan tangannya dan menatap Chanyeol dengan cengiran yang lucu.
"Aku tahu kalau kau yang membelikanku pakaian saat anak−anak jahil itu menggunting baju olahragaku. Kau yang mengambilkan sepatuku saat mereka melemparnya ke atas pohon. Kau juga yang mengganti buku tugasku dari Choi sonsaengnim yang dibuang mereka ke tong sampah." Chanyeol hampir tersedak mendengarnya. "Aku juga tahu kalau kau yang meletakkan payung itu di dalam laci mejaku dulu." ujarnya lagi dengan senyuman yang makin lebar, menggoda Chanyeol yang wajahnya sudah menunjukkan kegugupan yang luar biasa. "Saat aku sakit dan masuk ke UKS gara−gara ulahmu, kau membeli obat dan meminta Minseok sunbae memberikannya padaku. Awalnya aku ragu dan tidak percaya saat Minseok sunbae memberitahuku, karena sikapmu masih saja jahat padaku, tapi sekarang aku tahu—" Ia mendekatkan wajahnya dan berbisik, "—karena dengan cara itulah kau menunjukkan perhatianmu padaku. Kau gengsi, kan?" Chanyeol tersenyum bodoh dan menggaruk belakang kepalanya.
"A−Ah, jadi ketahuan ya?" Akhirnya hanya tawa sumbang yang terdengar. Mau tak mau membuat Baekhyun terkekeh geli. "Tapi, bagaimana kau bisa tahu?"
"Sebenarnya aku hanya merasa familiar dengan perbuatanmu beberapa bulan yang lalu." Baekhyun bergumam pelan. "Saat kau membelikan baju itu, kau mengingatkanku pada masa−masa SMA kita. Dan juga—" Ia tersenyum, amat manis dan cantik "Karena Sehun tidak berada disini, Chanyeol−ah. Dan pesan yang kau buat sama persis dengan yang dulu. Aku sadar, kalau selama ini kau tidak benar−benar membenciku kan? Aku tidak menyangka kalau kau orang yang sangat perhatian." Si pemuda manis menyeringai, ekspresi yang sangat jarang ia tunjukkan pada siapa pun.
"U−Ugh?" Tangan besar Chanyeol menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tiba−tiba saja ia merasa gugup karena sudah ketahuan memperhatikan Baekhyun sedari dulu. "Yah, kau jangan salah paham, aku bukannya menyukaimu dari dulu. Aku dulu hanya kasihan padamu. A−Aku tidak—" Cengiran lebar Baekhyun benar−benar membuat Chanyeol mati kutu. "—ah, terserah kau saja!" Wajahnya memerah menahan malu dan kekasihnya kecilnya sangat gemas melihatnya.
"Aku juga mencintaimu, Chanyeol−ah. Gomawo." Chanyeol nyengir.
"Bodoh." Ia mengumpat, namun senyuman lega tak bisa disembunyikannya lagi. "Aku lebih lebih lebih mencintaimu, Park Baekhyun."
Confession © ChanBaek
Chanyeol tengah memandang pemandangan Vancouver di malam hari. Tampak indah berhiaskan lampu−lampu jalanan dan gemerlap lampu yang dihasilkan mobil−mobil yang melintas di setiap celah gedung. Melihat semua itu, mengingatkannya pada Seoul. Sudah berapa lama ia tidak pulang ke Seoul? Ia melirik kearah kekasihnya yang tengah menyiapkan teh hangat untuk mereka berdua. Mereka memang sering menghabiskan malam hanya untuk melihat bintang yang gemerlap di tengah keramaian kota Vancouver.
Ia mengais sesuatu di kantung blazernya dan menghela nafas saat melihat dua tiket pesawat menuju Seoul. Ia berniat untuk membicara ini pada Baekhyun esok pagi. Mau tidak mau, ia harus bisa membujuk Baekhyun untuk pulang bersamanya sebelum pernikahan KaiSoo.
"Yeol−ah," Pemuda tinggi itu tersentak dan segera menyembunyikan dua tiket itu ke dalam kantungnya lagi. Ia melempar senyum pada kekasih mungilnya sebelum berjalan ke arah kursi balkon mereka. Baekhyun menatap kekasihnya penuh kecurigaan. "Akhir−akhir ini kau terlihat murung, apa ada sesuatu yang terjadi?" Jantung Baekhyun mulai berdegup kencang saat mata Chanyeol menilik tepat ke dalam matanya, seolah ingin mengatakan sesuatu namun ditahan oleh pemuda itu.
Chanyeol tersenyum dan meraih tangan Baekhyun untuk dielusnya.
"Aku akan mengatakannya besok." Baekhyun cemberut. Lagi−lagi Chanyeol terlihat seperti tengah menyembunyikan sesuatu. "Aku janji." Ia hanya menanggapinya dengan anggukan pasrah.
Confession © ChanBaek
"Hyung!"
"Ah, Kyungsoo−ya!" Luhan berlarian kecil ke arah Kyungsoo dengan menggandeng tangan mungil anak lelakinya. Ia memeluk sebentar sahabatnya itu, lalu Kyungsoo pun membalas pelukan itu dan memberikan pelukan yang sama untuk Daniel Oh –beserta kecupan kecil di pipi tentunya−. Luhan menatap ke sekelilingnya dengan pandangan takjub. Ini sungguh luar biasa. Padahal pernikahannya dulu tak seromantis ini. Ia jadi iri. "Kyungsoo−ya, ini benar−benar awesome! Jjang! Menakjubkan. Aku tak punya kata−kata lagi selain 'Luar biasa' untuk mendeskripsikan tempat ini." Kyungsoo ikut menatap ke sekitarnya dan terkekeh pelan.
"Kau berlebihan, hyung!"
"Uncle, ini memang benar−benar daebak!" Daniel ikut berkomentar dengan wajah yang sama berbinarnya seperti Luhan. Dengan kedua ibu jari kecilnya yang mengacung tinggi ke arah Kyungsoo, membuat pemuda mungil itu tertawa kecil dan mendaratkan usakan lembut di rambut kecoklatan bocah itu.
"Kalian benar−benar memiliki kepribadian yang sama, hyung!" Luhan melotot tak suka. Pasti kalimat Kyungsoo nanti tak jauh−jauh dari sebuah sindiran yang mengatakan kalau mereka berdua— "Sama−sama kekanakan." —dan bibir Luhan mengerucut setelahnya. Ia sudah menikah terlebih dahulu dari Kyungsoo, ia juga punya anak angkat dan ia pun bisa merawatnya dengan baik. Kenapa semua orang masih saja menganggapnya kekanakkan? Itu sungguh menyebalkan.
"Uwahhh~" Daniel yang tidak mengerti situasi dan kondisi kedua pemuda itu justru sibuk mengagumi keindahan pemandangan di sekitar tempat yang akan menjadi lokasi resepsi pernikahan KaiSoo nanti. Kyungsoo berjongkok di depan bocah itu dan memegang kedua pundak mungilnya.
"Daniel−ah, kau suka?" Bocah kecil itu menatap Kyungsoo barang sebentar lalu mengangguk cepat.
"Joha! Hyunnie sangat menyukainya, uncle." jawabnya antusias. Cara bicara khas anak kecil yang sangat menggemaskan. "Apa Hyunnie boleh berjalan−jalan sebentar untuk melihat pemandangan disini?" Kyungsoo mengangguk, membuat bocah itu memekik girang.
"Hyunnie−ya, kau boleh berjalan−jalan asalkan ditemani appamu, oke?"
"T−Tapi, appa sedang sibuk dengan uncle Jong dan halmeoni!" Bocah itu mengerucutkan bibirnya imut. Sangat mirip dengan tingkah Luhan tadi. Kyungsoo tak bisa lagi untuk tidak tergelak melihat kedua orang berbeda usia itu tengah berdebat. "Kenapa bukan baba yang menemaniku?" Anak itu kembali merajuk dengan tangan kecilnya yang mengayunkan lengan Luhan dengan manja. Mirip seperti Baekhyun ketika pemuda itu sedang merajuk pada Luhan. Ugh, Luhan jadi merindukan adik kesayangannya itu.
"Baba harus membicarakan sesuatu dengan uncle Soo. Sana! Cari appa dan halmeonimu!" Daniel kecil mendengus pelan dan segera berlari menemui ayahnya beserta neneknya −yang tengah duduk di kursi roda. Luhan hanya tersenyum kecil dan mengalihkan pandangannya pada Kyungsoo. "Kita memang harus membicarakan sesuatu, Soo."
"Tentang Baekhyun?" tebaknya.
"Yeah..." Luhan berujar lirih.
"Ayo, kita cari tempat yang lebih baik." Mereka berdua pun pergi ke samping gereja, dimana terdapat sebuah pohon oak besar dengan ayunan kayu yang menggantung dibawahnya. Mereka berdua duduk di ayunan kayu itu dan menatap pemandangan indah di depannya. Tempat yang dikunjungi Luhan ini adalah tempat yang akan dijadikan resepsi pernikahan KaiSoo lusa. Tempatnya tepat di sebuah bukit yang sedikit jauh dari Seoul. Ada gereja tepat diatas bukit dan akan menjadi tempat berlangsungnya acara pernikahan mereka. Tempat ini sudah sangat indah dan menjadi lebih menakjubkan lagi saat hiasan−hiasan bunga pernikahan mulai ditata. Suasananya sangat nyaman dan hening, jauh dari hiruk pikuk kota Seoul yang ramai.
"Disini sangat indah." puji Luhan entah untuk keberapa kalinya. "Kalian bahkan berani membayar mahal hanya untuk menyewa tempat ini dan gereja itu. Selera kalian benar−benar jjang!" Kyungsoo tertawa kecil. Namun beberapa detik setelahnya mereka saling terdiam. Netra keduanya menatap kearah depan dengan pandangan sendu. Bayangan masa lalu Luhan dan Kyungsoo bersama Baekhyun mulai berputar layaknya film tua di dalam ingatan mereka.
"Dulu, Baekhyun selalu bilang kalau ia ingin menikah di tempat seperti ini, hyung. Maka dari itu, aku memaksa Kai untuk mencarikanku tempat spesial ini." Luhan tersenyum kecil.
Baekhyun dulu memang suka sekali menceritakan rencana masa depannya pada mereka berdua. Ia memang seseorang yang sangat menyukai hal−hal romantis dan manis. Dimana semua orang merasakan kebahagiaan. Dari kecil, Baekhyun selalu membayangkan hal−hal yang indah dan itu menjadi dorongan Baekhyun untuk menjadi sosok yang ceria. Membayangkan hal indah dapat membuat perasaan kita lebih baik bukan? Namun, impian memang tak selalu bisa menjadi kenyataan. Saat dewasa, hanya kenangan−kenangan buruk yang di dapat Baekhyun. hingga membuat pemuda kecil itu memilih pergi meninggalkan kenangan−kenangan itu.
"Aku merindukannya." ujar Luhan lirih dengan pandangan yang tertuju kearah ibunya yang tengah bersenda gurau dengan anak lelakinya. Jika tak ada Daniel, Luhan tak tahu cara apa lagi yang harus dilakukannya untuk membuat ibunya itu tersenyum. Semenjak kepergian Baekhyun, Nyonya Byun menjadi sosok yang sangat rapuh dan kehilangan suaminya membuatnya harus berakhir di kursi roda.
"Aku juga hyung. Aku sangat berharap Baekhyun hadir dalam pernikahanku besok." Luhan tersentak saat mendengar isakan kecil Kyungsoo. Ia memalingkan wajahnya pada sahabatnya itu dan tertegun melihat tangisan Kyungsoo. Luhan pun segera mendekati tubuh yang lebih kecil darinya itu dan memeluknya hangat. Memberi ketenangan walau tak dapat ia pungkiri kalau hatinya tengah menangis sekarang.
"..."
Confession © ChanBaek
Kanada, 07. 30 A. M
"Cappucino!" Baekhyun tersenyum hangat pada kekasihnya yang tengah duduk di kursi balkon apartemen mereka sambil menikmati cahaya pagi di Kanada. Chanyeol tersenyum dan meraih cangkir berisikan capuccino panas buatan kekasihnya. Sebelah tangannya menarik Baekhyun untuk duduk di sampingnya. "Mana milikmu?" tanyanya dengan sebelah tangan yang mengusap helaian poni kekasihnya. Baekhyun tersenyum lebar dan menggeleng pelan.
"Aku sudah minum mint tea tadi." Chanyeol mengangguk mengiyakan. Keduanya lalu terdiam dan sama−sama sibuk menikmati pemandangan indah kota Vancouver. "Apa kau lelah membantu Kris hyung pindah kemarin? Wajahmu sedikit pucat." Jemari lentik Baekhyun mengusap permukaan wajah Chanyeol dengan lembut. Menikmati ukiran indah yang selalu dikaguminya. Pemuda tinggi itu memang sedikit pucat hari ini, ia juga tak seberisik biasanya. Jadi, Baekhyun berpikir kalau Chanyeol terlalu lelah karena membantu kepindahan Kris dan Tao ke apartemennya dulu. Chanyeol menangkap tangan itu dan mengenggamnya.
"Tidak, aku hanya sedang memikirkan sesuatu."
"Apa itu?" tanya Baekhyun penasaran dengan mata yang berbinar lucu. Chanyeol terkekeh dan mengusak rambut Baekhyun.
"Kalau aku tidak mau memberitahumu?" Yang lebih kecil cemberut dan memukul lengan Chanyeol dengan manja.
"Kau sudah berjanji!" Ia protes dan memberikan pukulan lagi pada kekasihnya. Chanyeol yang gemas akhirnya menghadiahi Baekhyun dengan kecupan kecil di pelipisnya. Pemuda tinggi itu lalu mengenggam kedua tangan Baekhyun sebentar, lalu melepasnya dengan hati−hati. Dan saat itulah, jari−jari Baekhyun dapat merasakan lembaran kertas disana. Dahinya mengernyit saat mendapati tiket pesawat di tangannya.
"Ini—" Chanyeol tersenyum kecil. Jujur saja, jantungnya berdegup saat Baekhyun mengamati tiket itu. Entahlah, ada ketakutan tersendiri dalam hatinya. Takut jika Baekhyun akan menolak tiket itu. "—tiket ke Korea." Baekhyun tercekat, wajahnya mendadak berubah memucat. Membuat pemuda tinggi itu mau tak mau merasa bersalah sekaligus khawatir. Tak ada jawaban yang berarti membuat tatapan Chanyeol berubah menjadi sendu. Apa ajakannya di tolak oleh Baekhyun? "Baek—"
"Kau mengajakku pulang ke Korea?" Mata sipit itu menatap mata bulat milik Chanyeol. Kegugupan langsung menyusupi hati Chanyeol.
"I−Iya."
"Kenapa begitu mendadak?" nada suara Baekhyun sedikit lirih membuat Chanyeol merasa bersalah. Pasti sulit sekali bagi Baekhyun untuk menyetujui ajakan Chanyeol ini. Si pemuda tinggi menjilat sedikit bibirnya dan merangkul pundak Baekhyun lalu mengusapnya pelan.
"Maafkan aku, Baekhyun−ah." Chanyeol memberikan senyuman terbaiknya. "Besok adalah hari pernikahan Kai dan Kyungsoo. Aku takut kau akan menolak, maka dari itu aku memberikannya sekarang." Tubuh Baekhyun menegang saat mendengarnya. Hatinya berdebar dan rasanya ia tak bisa lagi menahan senyumnya. Rasa senang langsung meluap−luap di dalam hatinya. "Aku mohon ikutlah pulang denganku untuk memberikan kejutan pada mereka. Ini sudah bertahun−tahun, Baek. Mereka sangat merindukanmu." Pemuda kecil itu menunduk. Ia bingung, ia belum siap. Tapi kalau bukan sekarang, kapan lagi dia harus menyiapkan dirinya? Chanyeol benar, mungkin dia harus pulang ke Korea sekarang juga. Tapi, trauma masa lalu masih menghantui Baekhyun. Ditambah rasa bersalahnya yang sudah menumpuk dalam hatinya.
"A−Aku bingung, Chanyeol−ah." Tangan besar Chanyeol kembali menggenggam jemari lentik Baekhyun dan meremasnya pelan. Memberi kekuatan untuk kekasih kecilnya. Senyuman tampan Chanyeol mampu meluluhkan semua perasaan negatifnya tadi.
"Kau bersamaku, Baekhyun−ah. Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan selalu ada disampingmu. Kau bisa berpijak padaku jika memang kau tak mampu berdiri sendiri. Kau bisa menjadikan aku kekuatanmu, Park Baekhyun. Aku milikmu." Bibir tipis Baekhyun melengkungkan senyuman yang sangat tulus. Ketakutan dan kegundahan hatinya perlahan mulai menghilang dan tergantikan dengan kehangatan. Mungkin memang sudah saatnya. Ia harus menghadapinya, ia harus mendapatkan kebahagiaannya. Ia harus melangkah maju dan bukannya menghindar lagi. Ada Chanyeol bersamanya, ia takkan ragu lagi.
Anggukan pelan Baekhyun menjadi kelegaan luar biasa di hati Chanyeol. Ia langsung memeluk kekasih mungilnya dan mendekapnya erat−erat seolah tak ada hari esok. Ia rasanya ingin menangis saja sekarang.
"Terima kasih, Baekhyun−ah. Terima kasih." gumamnya lirih. Baekhyun hanya membalasnya dengan pelukan erat dan senyuman hangat.
'Aku pulang... aku akan pulang, eomma. Tunggu aku...' –Baekhyun.
.
Sehun baru saja pulang dari kantornya dan mendapati rumahnya yang sepi seperti pemakaman. Hanya ada salah satu pelayannya saja di dalam, itu pun sedang sibuk menutup semua gorden dan mengunci semua pintu dan jendela yang terbuka. Hari ini ia memang lembur dan pulang larut, namun biasanya rumah takkan sesepi ini. Rasanya aneh saat tidak mendapati suami cantiknya menyambutnya. Ia baru saja akan menapaki anak tangga saat matanya menangkap cahaya lampu dari ruangan perpustakaan pribadinya, persis disamping ruang kerjanya. Diletakkannya tas kerjanya sebelum memutuskan untuk mengecek ruangan itu.
Cklek.
Senyum Sehun mengembang.
Suami cantiknya tampak tengah menikmati sederet kalimat dari buku besar yang dibawanya. Wajahnya sangat serius sampai−sampai tak menyadari jikalau Sehun tengah mendekatinya. Pemuda bermata rusa itu mengenakan piyama tidur, namun di hidungnya bertengger kacamata minus berframe hitam dan tangannya memegang buku tebal yang Sehun tahu itu adalah salah buku karangan Robert Fulghum, buku favorit Baekhyun −dan mungkin mereka?. Luhan duduk dilantai dengan kaki terlentang dan punggungnya bersandar pada dinding ruangan. Kulitnya seolah mengabaikan dinginnya lantai dan lebih memilih fokus pada isi bukunya.
Sehun mendekat dan berjongkok di depan suami cantiknya. Ia tersenyum sebelum menurunkan buku yang menghalangi wajah cantik suaminya. Dan saat itu juga, dengan kecepatan kilat, ia mendaratkan bibirnya pada bibir tipis suami cantiknya. Membuat Luhan terkesiap karena kontak fisik yang mendadak itu. Jantung keduanya sama−sama berteriak rindu saat itu juga. Sehun memiringkan sedikit kepalanya untuk dapat menjangkau bibir yang dirindukannya itu dan melumatnya penuh rasa sayang. Masih dengan wajah yang syok, Luhan mendorong dahi Sehun pelan. Dia benar−benar belum siap untuk ciuman selamat datang itu.
"Hosh—sejak kapan kau pulang eoh? Mengagetkanku saja!" omel Luhan dengan bibir yang sengaja ia majukan. Pose imut yang menjadi favorit Sehun. Dengan gemas, Sehun kembali mengecup bibir itu. Berulang kali hingga Luhan mengerang malu. Wajahnya bahkan sudah melebihi merahnya cherry.
"Salah sendiri karena mengabaikan kepulangan suami tampanmu ini." Luhan mencibir. Ia menunjukkan buku besarnya ke depan wajah Sehun.
"Kau tidak melihat aku sedang membaca buku?" Sehun menggedikkan bahu acuh. "Cih, kau presdir termalas dan tercuek yang pernah kutemui." Lagi−lagi yang lebih muda hanya bersikap acuh. Ia duduk disamping Luhan dan mulai membaca beberapa deret kalimat itu. Namun tiba−tiba ia merasa mual saat beberapa kalimat cheesy tertuang di dalamnya. Buku ini lebih parah dari miliknya dulu –yang diberikannya pada Chanyeol dulu.
"Aku benar−benar tak bisa membaca buku bergenre seperti ini lagi. Aku mual dengan kalimatnya." Luhan melotot saat Sehun berpose seolah ingin muntah.
"Dulu kau sendiri yang merekomendasikan buku karya Fulghum! Tsk, tsk, menyebalkan!"
"Kau tahu, seorang presdir tidak akan membaca novel romansa ok? Aku hanya mencoba menjadi dewasa." Sontak Luhan tergelak karenanya. Dewasa? Dengan tampang bocah seperti itu? Mana ada yang percaya.
"Terserah lah." Pemuda imut itu memutar bola matanya bosan.
"Kau belum mengantuk?"
"Tidurlah dulu, aku masih ingin membaca ini." Luhan bahkan tidak menoleh ke arah Sehun, membuat si penanya tadi cemberut. Sehun mendekatkan wajahnya dan menggesek pipi Luhan dengan hidung mancungnya. Luhan berusaha untuk tidak menghiraukan rajukan Sehun, namun yang ada tubuhnya malah merinding hebat karena lidah Sehun menghisap cupingnya secara tiba−tiba. "Y−Ya, kau mau cari mati hah?!"
"Xiao Lu~ aku rasa aku merindukanmu dan semua yang ada padamu..." bisik Sehun ambigu. Luhan menggeser sedikit tubuhnya hingga ia berada di pojokan ruangan. Bagus, dia justru mengumpankan dirinya sendiri pada singa yang lapar. Sehun menyeringai dan bergerak mendekat.
"S−Sehun, b−besok pernikahan Kyungsoo..." Luhan pun berbisik. Tangannya menyentuh dada Sehun. Suaminya itu bergerak cepat hingga membuatnya terpepet seperti ini. Sehun menunduk dan menghirup aroma di perpotongan leher Luhan sebelum akhirnya meraup leher itu dengan ganas. "S−Se...ahh, ya! H−hentikannhh..." Tangan Sehun langsung bergerilya ke area paha dalam Luhan dan mulai memberi rangsangan di setiap titik sensitifnya. Luhan kembali melenguh. Nikmat dan ia tak bisa menolak lagi.
"Bagaimana?" bisik Sehun lagi, tepat di telinganya dan kembali menyeringai saat tangan Luhan sendiri meraih tangannya dan menempatkannya pada kejantanan Luhan yang masih berbalut celana. "Oh, ternyata suamiku nakal juga." Luhan mengerling dan Sehun pun kembali melancarkan aksinya. Menguasai tubuh Luhan seutuhnya.
Padahal ia tadi berencana untuk langsung tidur sepulang dari kantor. Heh.
Confession © ChanBaek
"Ada apa?" Kai mengernyit saat mendengar suara calon suaminya yang terdengar malas. Pemuda tan itu tersenyum dan mengetuk−ketukkan jarinya pada kaca besar –sebagai pengganti tembok− di apartemennya. Ia tersenyum singkat melihat gemerlap kota Seoul. Kota yang tak pernah mati dari keramaian. Ibukota negara Korea itu memang tak mengenal jam tidur. Suasana malam dengan gemerlap lampu−lampu mobil dan bangunan menjadi pemandangan malam yang cantik. Biarpun demikian, namun bintang–bintang di atas kota itu masih saja tampak terang dan berkedip−kedip malu pada setiap mata yang melihatnya. Ditambah lagi pantulan cahaya lampu itu bertabrakkan dengan rintik hujan bulan Februari, menambah kesan indah yang kentara. "Kai?"
"Hn..." Terdengar suara dengusan dari seberang membuat Kai tersenyum lebar karena berhasil mengerjai calon suaminya itu. Kyungsoo memang sangat benci diabaikan seperti yang tadi. Apalagi, Kailah yang terlebih dulu meneleponnya.
"Kai?"
"Hn..."
"Ada apa, Kai?" Jemari Kai menulis tanda love di kaca apartemennya –yang berembun karena efek hujan− dengan main−main dan berulang kali. Tak lupa nama panggilan sayang serta tulisan 'Kim Kyungsoo' memenuhi lubang setiap love sign itu. Ia terlihat seperti remaja puber yang baru mengalami jatuh cinta. "Kim Jongin!"
"Hng?"
"Baiklah. Akan aku matikan!"
"H−Hey! Aku hanya bercanda, sayang." panik Kai saat Kyungsoo terdengar begitu kesal. Ada jeda beberapa detik sampai orang yang diseberang sana tiba−tiba saja tertawa renyah. Ah, balas dendam rupanya. Kyungsoo tak tahu saja kalau calon suami tampannya itu tengah cemberut sekarang, merasa dibodohi.
"Ada apa, calon suamiku? Merindukanku?" tanya suara lembut di seberang. Kai tersenyum lima jari. Panggilan itu adalah panggilan paling disukainya selama ia berpacaran dengan Kyungsoo. Ia merasa seolah Kyungsoo−nya sangat mencintainya. Ingin memilikinya dan ingin menghabiskan masa tua bersamanya. Itu terdengar sangat melankolis, puitis, namun manis ditelinganya.
"Yeah—" Kai menggedikkan bahunya. "Aku merindukanmu, tunanganku~" Kyungsoo tersenyum tulus di seberang, walau ia tahu Kai takkan melihatnya. "Aku tak sabar bertemu denganmu besok, di pernikahan kita." Kai terkekeh di akhir kalimatnya. Hatinya berbunga saat mengatakan kata 'pernikahan' itu. Seolah−olah kalimat itu berhasil menghidupkan seluruh euphoria dalam dirinya dan membuat senyuman tak pernah luntur dari bibirnya.
"Hanya tinggal beberapa jam dari sekarang, Kai. Kita akan bertemu. Aku juga sangat merindukanmu." Desahan lega keluar dari mulut Kai.
"Kalau begitu beristirahatlah. Aku tak mau kalau ada garis hitam di bawah matamu karena kau tidur terlalu larut. Kau harus tampil cantik, oke?"
"Tampan!" koreksi Kyungsoo.
"Terserahlah. Yang jelas aku lebih tampan darimu, tunanganku."
"Terserahlah." Diseberang sana, Kyungsoo memutar bola matanya malas. Kai tertawa lagi. Ia menang untuk kali ini. "Baiklah, selamat malam, mine."
"Selamat malam, Kim Kyungsoo." Sambungan langsung di putus oleh Kyungsoo. Kai bisa menebak kalau wajah imut calon suaminya itu pasti sudah merona sekarang.
Confession © ChanBaek
Canada Airport
Baekhyun memegang kopernya dengan erat. Ia berulang kali menghembuskan nafas dengan sangat berat, seolah ada beban berton−ton yang menimpa dadanya. Terasa sesak dan sakit. Ia tidak menyangka, setelah bertahun−tahun ia berusaha mengubur kenangan lama, sekarang ia justru bersiap untuk kembali menghadapi kenangan−kenangan itu. Semua kenangan pahit saat orang tuanya mengusirnya dan ketika Luhan membencinya justru terputar dalam ingatannya. Seolah mengejek keputusannya sekarang. Menciutkan nyalinya. Apa ia bisa menghadapinya, bisakah ia? Apa Chanyeol akan tetap berada di pihaknya? Apa Chanyeol akan menjaganya?
"Baibai ge? Are you okay?" Baekhyun tersentak saat tangan Tao menepuk pundaknya pelan. Netra keduanya bertemu dan Tao dapat menangkap kegugupan Baekhyun sekarang. Antara siap dan tak siap. Sinar matanya meredup dan ketakutannya semakin menjadi. Begitu buruknyakah kenangan itu sampai meninggalkan trauma yang begitu dalam? Tao hanya memandang kakak angkatnya sedih. Ia mengutuk dirinya sendiri yang tak dapat membantu banyak.
"Aku tak bisa, Tao. Aku tidak bisa." Baekhyun merancau. Tubuhnya bergetar dan matanya mulai berkaca−kaca. Tao yang panik pun segera mengenggam tangan Baekhyun.
"Gege, cepat atau lambat semua ini pasti terjadi. Ini hanya masalah waktu. Gege pasti mampu menghadapinya." Baekhyun menggeleng−gelengkan kepalanya. Ia terlihat sangat frustasi. Bibir mungilnya terus mengucapkan kata 'tidak bisa' berulang kali. Bahkan rasa rindunya tak mampu menghilangkan rasa traumanya di masa lalu. Semua ingatan itu menyiksanya. Ia tak bisa berpura−pura dan mengatakan kalau ia baik−baik saja kalau kenyataannya ia tak mampu mengendalikan rasa takutnya. "Gege, Chanyeol ge akan menjagamu. Percayalah, kau akan baik−baik saja."
"Tidak Tao, aku takut. Aku tak bisa melakukan ini. Aku tak bisa!" Baekhyun melepaskan genggaman Tao dan beranjak berdiri, membuat kepanikan Tao makin menjadi. Apalagi Kris dan Chanyeol masih mengurusi persiapan keberangkat mereka yang tinggal dua puluh menit lagi. "Aku tak harus kembali, Tao. Aku akan tetap disini. Aku tak mau kembali kesana!" Tangan Baekhyun mulai mencengkeram erat pegangan kopernya. Wajahnya terlihat sangat pucat.
"Gege mau kemana?"
"Aku harus pergi! Aku tidak bisa menghadapi ini, aku tak mau!" Baekhyun langsung berlari sembari menyeret kopernya tanpa menggubris Tao yang berteriak memanggilnya. Tao bingung antara menjaga koper−koper mereka atau mengejar Baekhyun. Akhirnya ia hanya mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Chanyeol. Ia terus mengumpat ketika mendapati panggilan itu terus teralihkan oleh layanan operator.
"C'mon! Angkat Park Chanyeol!" gerutunya. "CHANYEOL, BAEKHYUN KABUR!" teriaknya frustasi saat panggilan ke−enam−nya diterima oleh seberang.
"Apa maksudmu?"
"DIA KABUR, DIA TAK MAU PULANG KE KOREA! CARI DIA, CHANYEOL!"
"KENAPA KAU TIDAK MENCEGAHNYA?!" Chanyeol berteriak kesal diseberang. Ia juga tampak panik disana. Bahkan amarahnya saja sudah menunjukkan betapa murka pemuda jangkung itu. Tao mengigit bibir bawahnya menahan sesak karena takut akan bentakan Chanyeol serta khawatir akan keadaan Baekhyun. Suara pun jadi ikut bergetar karenanya.
"A−AKU M−MENJAGA KOPER KITA, BODOH!"
"KENAPA KAU MALAH MEMENTINGKAN KOPER SIALAN ITU, HAHH! SHIT!" Sambungan telepon dimatikan oleh Chanyeol. Tao terduduk pasrah dengan mata yang sudah sembab. Ia menahan tangisnya sedari tadi. Ia memang sangat bodoh. Bagaimana bisa dalam keadaan darurat dia malah memikirkan koper mereka.
"Bodoh, Tao. Kau memang bodoh!" runtuknya lirih. Entah apa yang harus dilakukannya nanti kalau Baekhyun benar−benar tak mau pulang. Seharusnya dia mampu menahan Baekhyun setidaknya sampai Chanyeol datang, kan? Jam di pergelangan tangannya justru membuatnya semakin panik. Sepuluh menit lagi mereka sudah harus berada di dalam pesawat. Ck, kenapa semuanya jadi kacau sekarang?
Confession © ChanBaek
Nyonya Byun tampak tengah memandangi sang cucu bersama ayahnya dari dalam kamar miliknya yang menghadap langsung ke arah taman belakang rumah besarnya. Daniel tampak memotongi beberapa tangkai bunga yang ditanam ibunya untuk dijadikan karangan bunga di pernikahan KaiSoo nanti. Mereka memang sengaja membuatnya dengan tangan sendiri agar terkesan lebih istimewa karena Kyungsoo sangat menyukai bunga−bunga itu. Bunga−bunga yang ditanam Baekhyun, Luhan, serta ibunya sejak mereka masih kecil.
Tak terasa setetes air mengalir melewati pipi wanita setengah baya itu. Tangannya gemetar saat menyeka air matanya sendiri. Ia sungguh sangat merindukan anak bungsunya itu. Merindukan setiap moment kebersamaan mereka. Mengapa ia menjadi sangat egois hanya karena kematian Yejin? Mengapa ia mengucilkan Baekhyun hanya karena kesalahan yang tak pernah Baekhyun lakukan? Ia menyesal. Sungguh amat menyesal dengan semua tindakan egoisnya. Ia tak tahu semuanya akan menjadi seperti ini. Jika ia tahu, ia tak akan menyiayiakan keberadaan Baekhyun yang kenyataannya sangat dirindukannya.
Sebelah tangannya tampak memegang figura foto keluarga yang diambil sekitar lima belas tahun yang lalu. Saat keluarga kecil itu masih utuh, meskipun tanpa kehadiran Yejin yang saat itu sudah menjadi keluarga Kim. Namun di dalam foto itu nampak Baekhyun kecil yang tersenyum sangat lebar. Manis seperti biasanya. Imut dan terkesan sangat manja. Membuat siapapun yang melihatnya akan gemas dengan sendirinya. Itulah Baekhyun yang sebenarnya. Baekhyun yang sangat diharapkan kehadirannya kembali.
"Eomma—" Luhan menatap sendu ibunya. Ia tahu kalau ibunya sangat merindukan Baekhyun karena ia pun merasakannya. Bahkan mungkin kerinduan ibunya melebihi perasaan rindunya sendiri. Tapi dia bisa apa? Setiap hari ia hanya mampu menanyakan keadaan Baekhyun pada Chanyeol lewat e−mail dan telfon. Ia tak bisa membawa Baekhyun kembali. Satu−satunya harapan mereka hanyalah Chanyeol, meskipun keberhasilannya mungkin hanya sekian persen. "Eomma, kita harus bersiap untuk pernikahan Kyungsoo." ujar Luhan lembut.
Wanita rapuh itu menoleh dan tersenyum lembut juga. Pancaran matanya tak dapat membohongi Luhan kalau ibunya tengah kesepian selama ini. Apalagi ibunya sendirian di rumah besar ini, hanya beberapa maid dan penjaga saja yang menemani. Wanita itu tampak lebih tua dari umur yang seharusnya. Pundaknya sangat ringkih apalagi kursi roda sialan itu menambah kesan menyedihkan pada ibunya. Kenapa semua menjadi seperti ini?
Confession © ChanBaek
Kediaman Park, Seoul, South Korea.
Tao menghela nafas lega setelah tubuhnya telah sepenuhnya terendam dalam air hangat bath up. Sesekali ia menggosok lengannya dengan busa−busa wangi perpanduan jasmine dan kayu manis. Ia memandangi dirinya pada cermin besar yang terletak persis di depannya. Kulitnya yang mengkilap terkena air dan lampu itu membuatnya nampak seksi. Ia terkekeh menyadari betapa konyolnya dirinya saat ini. Namun, senyum itu tak berlangsung lama. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut sakit.
"Bagaimana? Kau menemukan Baixian gege?" Tao mengigit bibirnya. Wajahnya terlihat sangat khawatir dan takut. Kris menggeleng pelan dan menepuk pundak Chanyeol yang wajahnya sungguh sangat muram. Lelaki jangkung itu mendaratkan tubuhnya di kursi tunggu bandara dengan lemas, seolah kehilangan separuh kekuatannya. Melihat keadaan Chanyeol, Tao mulai menangis.
"Maaf, Chanyeol. A−Aku seharusnya bisa mencegahnya." Tao menunduk dalam. Ia sungguh sangat merasa bersalah pada Chanyeol. Apalagi usaha Chanyeol untuk membujuk Baekhyun amatlah sulit. Pemuda itu terus memijit pelipisnya, merasa penat dengan semua kejadian ini. "A−Apa kau baik−baik saja?" Tao bertanya takut−takut padanya. Chanyeol mendongak dan hanya memberikan senyum kecilnya pada Tao. Seolah mengatakan ia baik−baik saja. Tao beralih menatap Kris dengan wajah melasnya.
"Ge, apa kau tidak bisa menemukan Baixian? Ayolah, aku khawatir." Kris mengusap helaian rambut hitam Tao.
"Dua menit lagi kita sudah harus masuk pesawat, Tao. Aku yakin Baekhyun baik−baik saja. Ia sudah hampir empat tahun berada disini, kan?" Tunangan tingginya itu berusaha menenangkan Tao yang nyatanya masih saja gelisah. Ia terus melirik kearah Chanyeol yang nampak diam. Dan kediaman itu membuat perasaan Tao semakin memburuk. Bagaimana jika Chanyeol membencinya? Bagaimana jika Chanyeol tak sudi memiliki ipar sepertinya?
"C−Chanyeol—"
PERHATIAN KEPADA SEMUA PENUMPANG DENGAN TUJUAN INCHEON, KOREA SELATAN, HARAP SEGERA MEMASUKI PESAWAT KARENA PESAWAT AKAN SEGERA LEPAS LANDAS
"Gege!" Tao kembali menitikkan air matanya.
"Sudahlah, ayo kita berangkat."
"T−Tapi—"
"Mungkin Baekhyun belum siap untuk pulang. Ini semua salahku. Seharusnya aku tidak terlalu terburu−buru dalam memutuskan." Bukan Kris yang mengatakannya, melainkan Chanyeol. Setelah terdiam lama, pemuda itu mengatakan hal menyakitkan itu dan memberikan senyuman pahit pada TaoRis. Dengan terpaksa, mereka menyeret koper−koper mereka menuju pesawat dengan hati yang berat. Sesekali Tao menoleh ke belakang dan berharap mungkin saja Baekhyun akan kembali. Namun nyatanya sampai mereka memasuki pesawat, pemuda mungil yang sudah dianggapnya seperti saudara kandung itu tak kunjung terlihat. Tao hanya bisa menitikkan air mata hingga ia tertidur dan sampai di bandara Incheon.
"Bodoh!" Ia memukul kepalanya sedikit keras dan terdengar kata 'aduh' dari mulutnya. Ia kembali merendam tubuhnya hingga kepalanya saja yang timbul di permukaan. Memori saat−saat kebersamaannya dengan Baekhyun di Vancouver, membuat hatinya sakit. Ini masih sehari namun ia sudah sangat merindukan sosok kakak itu.
Cklek.
"Mungkin kau butuh bantuan seseorang untuk menggosok punggungmu?" Mata Tao yang semula terpejam langsung saja terbelalak kaget. Kris, dengan kilatan mata penuh nafsunya, memandang Tao lapar. Wajah Tao langsung bersemu merah karenanya. Sial! Kris yang hanya berbalut bathrobe dan memperlihatkan dadanya yang bidang tak urung membuat jantungnya berdebar dengan sangat keras. Sudah lama sekali ia tak menyentuh tubuh telanjang Kris, mungkin dua bulan? Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing−masing sampai lupa untuk menghabiskan waktu berdua.
Kris melepaskan bathrobe yang menghalangi pemandangan itu dan ikut berendam di belakang Tao dengan tubuh telanjangnya. Tangannya melingkari pinggang Tao dan hidungnya mengendus−endus belakang telinga Tao membuat pemuda berkulit tan itu mendesah geli.
"Kau tampak tidak baik. Ada apa? Apa ini semua tentang Baekhyun?" Kris berbisik pelan sembali mengusap paha dalam Tao, membuat tunangannya itu menggeliat pelan.
"U−Ughhh.. yeahh, tentang Baibaihh.." Ia menjawab dengan sedikit desahan saat tangan Kris merambat naik ke arah nipplenya yang memelintirnya sedikit. Keadaan kejantanan mereka di bawah sana sudah sangat keras akibat sentuhan−sentuhan sensual itu. Ia kesal dengan tangan besar Kris yang dengan mudahnya membuatnya terangsang. Lidah Kris menyapa cupingnya dan menjilatnya perlahan. Tao merapatkan kedua pahanya saat merasakan kenikmatan yang berlebih.
"Bolehkah aku memperbaiki suasana hatimu?" bisik Kris. Tangan kanannya menyusup diantara celah paha Tao yang merapat. Tao tidak menjawab dan hanya menggeliat pelan saat jari−jari itu mengusap dan mempermainkan titik−titik sensitifnya. Ia merancau tak jelas dan desahan yang semakin keras itu merupakan lampu hijau untuk Kris melanjutkan kegiatan panas mereka.
Confession © ChanBaek
St. Valerian Church, Seoul, South Korea. 08.15 P.M
Perayaan sebuah pernikahan di gereja memang seharusnya diadakan di siang hari dengan suasana cerah khas dataran tinggi di pojok kota besar Seoul. Namun entah mengapa, KaiSoo memilih jam malam untuk persepsi pernikahan mereka. Mereka menyukai langit malam, itulah alasannya. Mereka ingin menjadikan malam indah bertabur bintang dan hangatnya cahaya rembulan itu sebagai malam spesial mereka. Malam yang akan menjadi malam paling manis dalam hidup mereka. Kenangan indah yang tak akan pernah mereka lupakan seumur hidup.
Kyungsoo tampak begitu anggun dan mempesona dengan balutan tuksedo putih khusus pengantin pria yang akan berjalan di altar. Wajahnya terlihat sangat cerah meskipun gurat−gurat kepanikan sangat terlihat jelas. Ia sangat sangat gugup sekarang. Jantungnya terus berdebar kencang saat memikirkan ritual pernikahannya nanti. Ia mondar−mandir bak setrikaan di dalam salah satu ruangan dalam gereja besar itu. Berulang kali pula ia menyeka keringat dingin di pelipisnya dan mendapat omelan dari Luhan karena ia menghancurkan make up−nya. Bibir kissable−nya tak hentinya melantunkan doa pada Tuhan agar memperlancar jalannya acara malam ini.
"Berhentilah bersikap konyol atau kau akan mengacaukan pernikahanmu sendiri, Soo−ya!" omel Luhan sembali memutar bola matanya malas. Ia tahu Kyungsoo gugup, ia juga pernah mengalaminya. Namun ia tak menyangka kalau kegugupan Kyungsoo sebegitu parahnya.
"Apa aku menghancurkan tatanan make upku, hyung?" Wajah Kyungsoo tampak pucat pasi. Bagaimana kalau ia terlihat jelek di altar? Bagaimana jika dia nanti melakukan kesalahan konyol seperti kisah Oh Hani dan Baek Seungjo dalam film Playfull Kiss? Atau lebih buruknya, bagaimana kalau dia pingsan saat pembacaan janji suci? "Hyung, tolong aku. Aku ingin pingsan saja rasanya." Tawa kecil Luhan bahkan tak bisa membantu untuk menghilangkan rasa gugupnya. Yang lebih tua menarik tangan Kyungsoo untuk duduk disampingnya. Luhan menggenggam tangan Kyungsoo erat dan tersenyum lembut. Membuat Kyungsoo sedikit tenang karenanya.
"Soo−ya... Ini adalah hari spesialmu. Kalian berdua akan dipersatukan hari ini. Kau harus tampak sempurna untuk Kai malam ini, agar dia bisa terus mengingat wajah imutmu ini setiap saat." Luhan mencubit pipi tembam Kyungsoo dan disambut erangan protes dari empunya. "Jangan pernah memikirkan hal−hal negatif tentang pernikahanmu. Orang bilang, pemikiran seperti itu akan mempengaruhi sebuah rumah tangga. Pikirkan saja hal−hal indah yang sudah kau lalui bersama Kai. Kau hanya harus memikirkan calon suamimu itu saja. Semuanya akan berjalan lancar. Aku menjanjikan itu." Mereka berdua saling melempar senyum sebelum akhirnya Kyungsoo menatap pantulan dirinya di kaca ruangan itu.
'Baek, aku akan menikah malam ini. Kau...kau juga akan berbahagia untukku, kan? Aku benar−benar berharap Tuhan membawamu pada kami malam ini.'
Confession © ChanBaek
Detingan piano terdengar lembut di telinga semua tamu undangan. Suara alunan melodi pernikahan yang indah itu mulai terdengar di setiap penjuru gereja. Para tamu undangan otomatis berdiri bebarengan dengan pintu besar gereja yang terbuka perlahan. Menampakkan sosok berbalut tuksedo putih yang menjadi tokoh cerita malam ini. Pemuda bermata bulat itu tersenyum menawan. Bibirnya yang kissable itu membentuk tanda 'love' dengan sempurna.
Cantik, penuh kelembutan. Atau mungkin kita harus memanggilnya... perfect Kyungsoo! Hanya kata perfect yang mampu menggambarkan penampilan Kyungsoo sekarang. Bahkan Kai yang berada di altar sana merasakan dirinya seolah berada di antara padang rumput dandelion dengan ribuan kupu serta burung merpati yang mengelilingi mereka. Sungguh sempurna. Melebihi keindahan malam−malam Kai sebelumnya. Pemuda berambut hitam legam itu bahkan tak berkedip saat menatap Kyungsoo yang kini sudah berada di sampingnya. Memberinya tatapan penuh cinta. Beberapa menit mereka habiskan untuk melepas rindu dengan berbicara melalui mata sampai sang pastur berdehem pelan. Mereka tersentak dan merona malu karenanya. Tawa para pengunjung pun mulai terdengar bersahut−sahutan. Kyungsoo menundukkan wajah merahnya.
.
Pembacaan janji telah selesai di lakukan lima menit yang lalu. Pesta pernikahan pun diadakan di luar gereja. Dengan nuansa serba putih dan lampu−lampu taman yang berbentuk indah. Bunga−bunga lily putih dan tulip putih berpadu dengan warna−warni bunga mawar. Ayunan disamping gereja juga tak luput dari lampu kerlap−kerlip yang menghiasinya. Kain−kain berwarna putih menghiasi setiap ranting−ranting pohon di taman gereja ini. Sang pengantin baru, Kyungsoo dan Jongin tampak sibuk berbicara dengan beberapa sanak saudara juga rekan bisnis dan teman semasa sekolah yang memberikan ucapan selamat pada mereka. Raut wajah keduanya tampak sangat bahagia.
Kyungsoo mengedarkan pandangannya saat menemukan kejanggalkan di pestanya. Ia belum menemukan sosok Chanyeol yang kehadirannya sangat penting disini. Bukankah pemuda jangkung itu sudah berjanji akan datang? Sampai matanya mengarah pada sudut gereja, dimana pohon oak besar tertanam dan tumbuh disana. Di bawah pohon itu, ia akhirnya menemukan sosok Chanyeol yang berdiri di samping TaoRis dan melambai kearahnya dengan senyuman lebarnya. Sepertinya mereka baru saja tiba karena ia tak mendapati mereka sepanjang upacara pengucapan janji tadi. Kyungsoo balas tersenyum lembut dan menarik tangan Kai untuk menemui sahabat mereka. Kyungsoo langsung saja merentangkan kedua tangannya.
"Sudah berapa tahun kita bertemu dan kalian semakin tua saja." ejek Chanyeol sembari memberikan pelukan pada Kai dan Kyungsoo secara bergantian. "Selamat atas pernikahan kalian. Aku turut bahagia." lanjutnya tulus.
"Terima kasih, Chanyeol−ah. Aku kira aku harus memenggal kepalamu jika kau tak datang ke pernikahan kami." Kai berbicara penuh ancaman dan diakhiri tawa keduanya. Lain halnya dengan Kyungsoo. Mata bulatnya kembali mengedarkan pandangan ke sekitar berharap menemukan sosok itu di tengah keramaian pesta. Namun apa yang diharapkannya sepertinya hanya tinggal harapan saja. "Ada apa, sayang?" tanya Kai saat menyadari raut wajah Kyungsoo yang berubah sendu.
"Chanyeol?" Kyungsoo mencicit, dan si pemuda jangkung pun mengalihkan perhatian kepadanya. "Apa... apa kalian hanya datang bertiga?" Seolah mengerti maksud kalimat Kyungsoo, senyum di bawah Chanyeol meredup. Ia menatap kedua mempelai itu dengan pandangan penuh rasa bersalah. Tao mengigit bibir bawahnya. Harusnya ini menjadi kejutan untuk Kyungsoo dan keluarga Byun. Tapi, semua hanya tinggal rencana. Hanya di ucapkan di bibir saja tanpa mampu untuk mewujudkannya.
"Maafkan aku." Nafas Kyungsoo tercekat. Hal yang sedari tadi mengganjal di hatinya sepertinya memang nyata. Kalau— "Aku gagal membawanya pulang." —sahabat kecilnya tak akan pernah ada disini.
Tiba−tiba seluruh saraf−sarafnya terasa lemas. Ia sangat berharap akan kedatangan Baekhyun. Setiap malam, setiap akan tidur, ia selalu berdoa pada Tuhan untuk dipertemukan dengan Baekhyun di hari pernikahannya. Kedua mata Kyungsoo mendadak terasa panas. Lidahkan kelu hanya untuk sekedar membalas ucapan Chanyeol. Kebahagiaan yang baru saja dirasakannya tadi seolah menguap terbawa angin. Matanya sudah berkaca−kaca dan dadanya terasa sesak. Ia sangat ingin bertemu Baekhyun. Menubruknya dengan pelukan hingga mereka berguling−guling di atas rumput seperti dulu. Kai yang berada di sampingnya hanya mampu mengusap pundaknya perlahan.
"Jadi, Baekhyun tidak mau kembali ke Seoul?" Mereka serempak menatap kearah sumber suara. Nampak Luhan dan ibunya yang menatap Chanyeol kecewa. Bahkan raut wajah Nyonya Byun sudah nampak lelah dan putus asa. Chanyeol iba melihatnya. Ia bingung harus mengatakan apa sedangkan ia tak bisa menghubungi Baekhyun sejak kemarin malam. Kenapa semua menjadi sekacau ini? Harusnya Baekhyun menjadi kado terindah untuk keluarga kecil mereka. "Katakan Chanyeol! Kenapa kau tidak bisa membawa adikku?!" Air mata Luhan turun perlahan melewati pipi putihnya. Ia menatap tajam Chanyeol. Hatinya sakit. "Apa Baekhyun sudah tidak mau bertemu dengan kami?" lirihnya kemudian.
"Hyung—"
"Kau sudah berjanji akan membawanya pulang, Yeol! Tapi kenapa kau memberikan harapan palsu pada kami?!" Sehun segera membawa Luhan ke pelukannya. Pemuda itu jika tidak ditenangkan, dia akan semakin berteriak frustasi dan menakuti Daniel yang sedari tadi digandeng Kai. Chanyeol hanya menghela nafas. Seolah beban yang selama ini ditanggungnya semakin berat saja. Ia menghampiri Nyonya Byun dan berjongkok di depan wanita berkursi roda itu. Mencoba menyunggingkan senyuman kecil, kedua tangannya menggenggam hangat tangan wanita setengah baya itu.
"Maaf, eommoni. Maafkan kebodohanku karena tidak bisa membawa Baekhyun pada kita." ujarnya penuh rasa bersalah. Nyonya Byun hanya menatapnya Chanyeol dan membelai surai pemuda tinggi yang sudah dianggap anak olehnya. Bibirnya mengulas senyuman kecil.
"Bukan salahmu jika Baekhyun tidak mau pulang." Luhan terisak kecil saat Nyonya Byun mulai berbicara. "Ini kesalahan kami yang telah menyiayiakan malaikat kecil kami. Kesalahanku yang tidak pernah menganggap kehadirannya. Kesalahanku yang tak becus menjaga anak kandungku sendiri." Linangan air mata mengalir melewati pahatan rapuh Tuhan itu. Kerutan di wajahnya, serta kantung mata itu, membuat hati siapapun yang melihatnya akan merasa iba. "Baekhyun, anakku. Tapi aku selalu memperlakukannya layaknya orang lain. Seharusnya kami sadar sejak dulu, Yejin berusaha menyadarkan kami dengan semua kebaikannya. Namun, kami yang bodoh hanya beranggapan kalau Baekhyun itu pembawa sial."
"Eomma—geumanh," Luhan tercekat. Bahkan untuk bersuara saja ia tak mampu.
"Aku seolah lupa akan peranku sebagai sosok ibu. Aku yang memang sangat menginginkan anak perempuan, seolah lupa bahwa aku pernah mengandung Baekhyun selama sembilan bulan lamanya." Nyonya Byun tertawa miris. Ia benar−benar membenci dirinya sendiri yang melupakan kewajibannya sebagai seorang ibu. "Jika Baekhyun tidak mau menemuiku, itu bukan salahnya. Jika dengan menghindari kami bisa membuatnya bahagia, eommoni dengan senang hati akan merelakan Baekhyun. Biarlah Baekhyun berbahagia dengan pilihannya. Ia sudah sangat dewasa untuk menentukan jalan hidupnya. Dia malaikat kecilku yang sudah berubah menjadi seorang angel."
Chanyeol menyeka air mata yang mengalir di pipi Nyonya Byun.
"Aku tetap akan berusaha, eommoni. Janji itu diucapkan untuk ditepati. Bukan hanya sekedar bualan yang akan dilupakan begitu saja." Chanyeol tersenyum. "Aku akan mencoba meraihnya ketika aku kembali ke Kanada nanti." Tangan wanita paruh baya itu mengelus jemari Chanyeol.
"Terima kasih, Chanyeol−ah. Eommoni berterimakasih untuk semua yang telah kau lakukan selama ini. Terima kasih telah membuat kami tidak putus asa untuk berharap. Eommoni akan menunggu janjimu, Chanyeol−ah."
"Gamsahamnida, eommoni."
Confession © ChanBaek
Chanyeol menatap refleksi wajahnya pada kaca wastafel di depannya. Bulir−bulir air berjatuhan dari helaian rambut merahnya. Wajah putihnya sudah basah oleh air keran yang sedari tadi menyala tanpa segan itu. Setelah pembicaraan serius tadi, ia memilih pergi ke toilet untuk menyegarkan kembali pikirannya. Ini hari spesial. Seharusnya tak ada kesedihan di hari istimewa ini. Ia mengigit bibir bawahnya menahan semua emosi di kepalanya. Ia bingung. Ia tak paham dengan jalan takdir ini. Apa ini hukuman dari Tuhan untuk mereka? Apa Tuhan memang tidak mengijinkannya untuk meraih Baekhyun kembali? Apa kesalahannya di masa lalu benar−benar tak bisa dimaafkan sampai Tuhan menghukumnya seperti ini?
"Baekhyun..." gumamnya lirih. "Kenapa?" Ia memejamkan matanya sejenak, meresapi perasaan yang berdenyut−denyut di dadanya seolah mencengkeram jantungnya. Lagi−lagi kenangan kebersamaan mereka muncul dalam ingatannya. Apa ia seburuk itu? Apa ia sebrengsek itu?
"Chanyeol..." Mata bulat Chanyeol terbuka perlahan hingga akhirnya terbelalak kaget mendapati sosok pemuda lain di belakangnya. Ia sontak membalikkan badannya dan saat itu pula sebuah bibir mendarat di atas bibirnya. Menekan−nekan bibir atasnya sebelum akhirnya menjadi lumatan yang lembut penuh kerinduan.
Confession © ChanBaek
St. Valerian Church, Seoul, South Korea. 10.15 P.M
Acara pesta pernikahan Kyungsoo sepertinya belum akan berakhir begitu saja. Ada panggung kecil yang sengaja dibuat untuk hiburan akhir pesta itu. Ada beberapa persembahan dari teman−teman sekolah mereka dulu. Ada teman band Kai semasa SMA, bahkan Luhan pun ikut mempersembahkan sebuah lagu china 'Tian Mi Mi' untuk mereka. Suasana hangat mulai kembali terasa. Senyum Kyungsoo kembali mengembang. Sesekali ia membenarkan letak selimut Daniel yang sudah tertidur di ayunan sejak tadi.
"Tess...tess.. Hana, Dul. Hana, Dul, Set. Baiklah. Sempurna." Chanyeol berdiri diatas panggung kecil itu sembari membawa sebuah gitar. Ia tersenyum sangat tampan dan melambai ke arah Luhan serta yang lainnya. "KaiSoo, aku akan mempersembahkan sebuah lagu untuk kalian. Ini adalah lagu yang aku ciptakan ketika aku berada di Kanada. Lagu inilah yang akan aku persembahkan untuk kalian. Special tastedengan topping coklat belgian diatasnya." candanya. Kyungsoo, Luhan, dan semuanya tertawa mendengarnya. Chanyeol benar−benar sosok teman yang hangat. Chanyeol duduk di kursi yang telah disediakan dan mulai memetik senar gitarnya. "Dan hadiah istimewa yang aku janjikan, kalian akan mendapatkannya." ucapnya kemudian.
Melodi lagu itupun dimulai dan sebuah suara melantunkan sebuah lagu dengan merdunya...
The moment I met you,
The world I used to know became boring...
Suara itu...
Looking at the same place, crying
And laughing together, You're so like, like, like this...
Seorang pemuda berperawakan mungil dengan setelan jas berwarna putih dan baju casual berwarna abu, tengah berjalan keatas panggung dengan anggunnya. Bibir tipisnya menyunggingkan senyuman manis di balik microphone yang di pegangnya. Mata sipit yang berhiaskan eyeliner membelah keramaian malam pesta itu hingga mendapati sosok−sosok di masa lalu yang jujur saja sangat sangat di rindukannya. Ia memejamkan mata barang sebentar, merasakan denyutan jantungnya yang telah menggila. Kerinduan yang membuncah di dadanya serta kenangan yang mulai terputar bagai roll film tua.
It doesn't feel real yet, why isn't this a dream?
I can't believe it either, are you really human?
You wouldn't know, you probably don't know,
About my feelings for you Love, love, love
Me looking at you looking at me
Looking at you looking at me
Me looking at you looking at me
Looking at you looking at me
Semua penonton tercengang mendengar alunan merdu suara itu. Nyonya Byun bahkan sudah menitikkan airmata kembali seolah tak menyangka dengan apa yang dilihatnya sekarang. Tak jauh beda dengan Luhan dan Kyungsoo yang tengah membekap mulut mereka sendiri. Menahan diri untuk tidak menjerit menyuarakan nama sosok itu. Buliran−buliran bening turun perlahan, membuat anak sungai di pipi beberapa orang. Menatap penuh kerinduan pada sosok Baekhyun yang melantunkan lagu penuh cinta dan makna di atas panggung itu.
Now I don't ever want to go somewhere
that you're not there. Now without you, it's nothing,
take away the exit. Now I have nothing more to want,
Will you stay with me?
The moment I cross the line, I can't go back
No, actually, I don't want to go back
I don't even want to imagine a world without you
Love, love, love ...
(EXO − Love Love Love Acoustic)
"B−Baekhyun—" Dada Luhan terasa sesak. Bukan karena sakit hati. Melainkan rasa bahagia yang meletup−letup hingga ia mungkin tak mampu menahannya lagi. Ia segera berlari sembali meraih lengan Kyungsoo. Berlari kearah sosok yang tersenyum di tengah nyanyiannya itu. Kedua pemuda cantik itu bahkan melompati panggung dan berakhir dengan pelukan erat pada sosok itu. Ketiganya kembali menangis. Tangis haru kebahagiaan. Kyungsoo bahkan tanpa malu merengek memanggil−manggil nama sahabatnya itu.
"Baekhyun...Baekhyunee..."
"Soo−ya. Do Kyungsoo." Baekhyun mendekap kedua sosok yang dirindukannya itu juga tak kalah erat. Chanyeol menghentikan alunan lagu itu dengan petikan melodi yang sangat indah. Bibirnya membentuk senyum yang begitu tampan. Hatinya menghangat melihat besarnya kerinduan yang meluap hingga permukaan. Membuat siapapun ikut merasakan perasaan lega sekaligus senang itu. "Lu hyung..." gumam Baekhyun. Senang rasanya dapat menyebutkan kembali nama−nama orang yang sangat dirindukannya itu.
"Baekhyun−ah, aku sangat merindukanmu. Hiks—sialan! Kau membuatku terlihat bodoh sekarang!" Baekhyun tertawa kecil melihat Kyungsoo yang merajuk lucu.
"Maafkan hyung, Baek. H−Hyung bersumpah tidak akan pernah menyakitimu lagi. Jangan pergi lagi. Kami sangat merindukanmu, Byun Baekhyun." bisik Luhan penuh ketulusan. Membuat hatinya semakin menghangat. Baekhyun benar−benar tidak bisa mengontrol euphoria di dalam semua sistem sarafnya. Bibir tipisnya terus saja mengembangkan senyuman manis hingga kedua sudut bibirnya terasa ngilu. Tapi, ia tak menyesal. Ia sungguh merindukan moment kebersamaan seperti ini.
"Aku juga sangat merindukan kalian...Maaf, karena pergi terlalu lama."
Luhan dan Kyungsoo melepaskan pelukan itu. Saling mengenggam tangan masing−masing dan melemparkan senyuman konyol. Menertawakan diri mereka yang nampak seperti anak kecil daripada seorang pemuda dewasa yang telah melewati masa puber. Beberapa orang yang mengenal mereka, bahkan tamu undangan lain, dan ibu Chanyeol sudah menangis haru melihat interaksi ketiga anak itu. Mereka seolah mengajarkan pada kita tentang kasih sayang. Sungguh mengharukan.
"Eomma—" lirih Baekhyun saat matanya menangkap keberadaan ibunya yang duduk di kursi roda. Wajah tua itu nampak lebih bersinar sekarang. Ia bahkan dapat merasakan dengan jelas perasaan ibunya. Seolah ikatan ibu dengan anak itu memang tidak bisa disepelekan. Seburuk apapun kenangan yang dilalui mereka, Nyonya Byun tetaplah ibu Baekhyun, begitupun sebaliknya. Dan sepedih apapun kisah masa lalu mereka, Baekhyun tetaplah sosok kecil yang merindukan rengkuhan ibunya. Maka dari itu, tak membutuhkan waktu yang lama untuk kakinya melangkah menuju ibunya. Mencondongkan badannya dan mendekap tubuh rapuh ibu yang sangat disayanginya itu. Nyonya Byun tersenyum dan mengusap−usap punggung anaknya. Ada kelegaan luar biasa di hatinya. Perasaan yang dulunya kosong sekarang terisi kembali. Kepingan kecil yang sangat berharga itu telah mengembalikan puzzle kehidupan mereka menjadi lebih sempurna. Kehadiran malaikat kecil itu seolah menghidupkan kembali suasana yang suram menjadi lebih bersinar. Dia Byun Baekhyun, kesempurnaan yang tertutupi oleh ketidakadilan. Yang sekarang bahkan lebih bersinar dari sang Luminous sendiri.
"Eomma—"
"Baekhyun, anakku..."
"Aku mencintai eomma."
"Eomma lebih mencintaimu, Baekhyun−ah." Pelukan itu bahkan tak melonggar sedikit pun. "Terima kasih telah kembali pada kami. Malaikat eomma, akan selamanya menjadi malaikat kecilku. Terima kasih, sayang. Terima kasih, Tuhan." Nyonya Byun mencium puncak kepala Baekhyun sayang. Semua terasa ringan sekarang. Dengan limpahan kasih sayang orang−orang terdekatnya, Chanyeol yakin trauma−trauma itu akan menghilang seiringnya waktu. Chanyeol tersenyum. Sebuah senyuman lega.
"Aku pulang, eomma."
"Selamat datang kembali, Baekhyunee."
Confession © ChanBaek
Seoul Soul Hotel, Seoul, South Korea. 02.05 A.M
"J−Jangaahh...ahh, jangan dijilath. Ituhh.. geli, akhh!" Tubuh Baekhyun melengkung saat merasakan nikmat berlebih di bagian privatnya. Lidah yang sedang bekerja disana berulang kali menggodanya. Bukan dengan blowjob sempurna agar ia cepat mendapatkan orgasme. Namun, jilatan kecil yang membuatnya resah. Rasa nikmat yang setengah−setengah itu sangat menyiksanya. Ia berusaha menutup rapat kedua pahanya namun kedua tangan Chanyeol dengan aktif mencengkeram kedua kakinya. Menahannya agar tetap dalam posisi mengangkang.
"Jangan menolak!" titah Chanyeol yang terdengar seperti perintah paten dari presiden. Baekhyun cemberut. Pemuda yang −sialnya− sudah menjadi kekasihnya selama beberapa bulan itu memang paling pintar mempermainkannya ketika mereka sedang di atas ranjang. Berbeda sekali dari keseharian mereka. Jika biasanya Chanyeol selalu mengalah padanya, namun tidak akan berlaku ketika mereka sedang bercinta. Itu membuat Baekhyun kesal bukan main. Terlebih Chanyeol −yang suka tantangan dalam hubungan badan− adalah pribadi yang sangat menyebalkan.
"A-Anghh~ Hmph. Chanyeolh~"
Yang lebih tinggi memilih tidak menggubris rengekkan Baekhyun dan tetap menikmati pekerjaannya di bawah sana. Lidahnya kali ini menari di sekitar lubang Baekhyun yang mengeluarkan precum. Menghisapnya perlahan dan kembali memberi jilatan sensual di beberapa bagian. Baekhyun mengerang kembali. Kedua tangannya diikat di headboardsehingga ia tak bisa melampiaskan kenikmatannya. Jemari Chanyeol mengitari paha dalam Baekhyun tanpa melepaskan lidahnya dari kejantanan Baekhyun yang mengeras. Ada beberapa tanda keunguan yang sengaja Chanyeol buat untuk memperindah hasil kerjanya.
Tangan kiri Chanyeol mengambil botol anggur yang sengaja di letakkannya di samping tubuh Baekhyun. Ia membuka penutupnya menggunakan giginya dan membuangnya ke lantai. Setetes demi setetes ia jatuhkan tepat di kejantanan Baekhyun hingga anak itu merasa aliran berwarna ungu kemerahan itu mengalir dibawah pusar hingga paha dalamnya, bahkan cairan itu pun turun hingga menyentuh lubang analnya. Chanyeol menyeringai tampan. Baekhyun dengan balutan kemeja putih yang terbuka hingga mempertontonkan dada ratanya, kedua tangan terikat dengan kaki yang bergerak gelisah sangat seksi dimatanya.
"Sedikit alkohol dalam permainan kita akan membuat pekerjaanku semakin sempurna, Park Baekhyun." ujarnya dengan suara yang berat. Dapat dipastikan kalau Chanyeol sudah menahan hasratnya sedari tadi. Namun, sialnya, pemuda jangkung itu pintar mengontrol diri untuk tidak terburu−buru dalam seks hebatnya bersama kekasih cantiknya. Chanyeol kembali menuangkan cairan wine itu sedikit demi sedikit, naik ke atas hingga perut Baekhyun. Anak itu kembali mendesah. Itu hanya air, dan bukan lidah Chanyeol. Tapi kenapa terasa begitu menakjubkan? Aliran wine di setiap lekuk tubuhnya rasanya seperti beberapa lidah tengah menjilatnya secara bersamaan.
"Inihh, ahh...bahkan lebih gila daripada menari striptease di kamar mandi yang kulakukan minggu lalu., hhh."
Chanyeol tak menjawab. Ia menunduk dan mulai menjilat semua bagian yang ditetesi wine. Jilatan−jilatan itu merangkak naik ke dada Baekhyun seiring dengan tuangan wine itu sendiri. Terus merambat naik hingga nipple kekasih mungilnya yang sudah kaku menahan nikmat. Lidahnya berputar di area sensitif itu dan menghisapnya. Menekan lidahnya beberapa kali disana hingga nipple itu nampak lebih merah dan basah oleh air liurnya. Lalu merambat naik lagi hingga ceruk leher Baekhyun. Desahan kembali dilontarkan bibir tipis Baekhyun. Chanyeol itu benar−benar berbahaya! Setiap sentuhannya akan membuat Baekhyun mengerang nikmat. Rasanya menjengkelkan karena Chanyeol tidak mengijinkannya untuk mendapatkan orgasmenya. Namun, Baekhyun tak mau menolak karena cara lembut ini juga luar biasa.
"Buka mulutmu, sayang..." Baekhyun membuka mulutnya perlahan dan Chanyeol menuangkan sedikit cairan ungu itu ke dalam tenggorokan Baekhyun. Pemuda mungil itu hampir saja tersedak jika bibir Chanyeol tidak segera membungkam bibir tipisnya. Ciuman mereka pun terasa sangat intim. Bibir tebal Chanyeol menyapu permukaan bibir Baekhyun dengan sangat lembut dan hati−hati. Mengulum bibir bawah Baekhyun dan menjilatnya perlahan. Setelah merasakan bibir itu terbuka, Chanyeol segera menarik wajahnya dan menenggak isi botol wine yang dipegangnya hingga mulutnya mengembung.
Dengan cepat Chanyeol menunduk dan menyalurkan minuman beralkohol ke dalam mulut Baekhyun. Lidah bertemu lidah dan lilitan penuh nafsu itu mulai berlangsung. Ciuman yang tadinya lembut mulai berubah menjadi french kiss. Yang lebih dominan menggerakkan kepalanya secara naluriah untuk dapat meraih bibir Baekhyun dengan sempurna. Membuat tautan lidah keduanya semakin menggairahkan. Baekhyun tentu saja membalas ciuman hebat itu dengan gerakan yang sebisanya. Ia merasa geli sekaligus tersulut nafsu saat lidah Chanyeol mengabsen seluruh rongga mulutnya dengan hati−hati. Baekhyun tak akan menahan desahannya karena Chanyeol berkata suara desahannya adalah suara paling indah yang pernah di dengarnya. Dan itu sempat membuatnya merona parah.
"Hnghh,..." Jemari Chanyeol mengusap bagian belakang telinga Baekhyun, dimana daerah itu sangatlah sensitif. Mudah menaikkan libido seseorang. Merambat turun kearah nippledan mengusap serta memelintirnya pelan. "Chanyeolhh.. berhentilah menggoda. Hhh," Nafas Baekhyun semakin berantakan. Poninya bahkan sudah basah padahal mereka baru melakukan foreplay saja. Baekhyun dapat merasakan tangan Chanyeol yang memainkan jari lentiknya hingga ia sadari sebuah cincin sudah tersemat di jari manisnya. Sebuah cincin emas putih dengan satu mata berlian yang cantik. Mata sayu Baekhyun menatap Chanyeol penuh tanya.
"..."
"C−Chanyeol? A−Apa—"
"Menikahlah denganku, Park Baekhyun."
.
Canada Airport
Baekhyun tampak gelisah dan matanya kehilangan fokus. Ia duduk dengan gusar sembari terus mengigit kukunya. Tangan kirinya mengenggam ponsel putih miliknya yang dalam keadaan mati. Ia sengaja mematikan ponselnya karena Chanyeol dan yang lainnya pasti mencarinya sekarang. Ia tak tahu, ia juga tak mengerti kenapa perasaannya menjadi gundah. Di satu sisi ia ingin pulang, namun disisi lain, ada perasaan takut dan trauma akan masa lalunya. Dan ia benci ketika kenangan masa lalunya mulai memenuhi ingatannya kembali.
"Eomma, apa yang harus kulakukan?" monolognya. Tiba−tiba seorang wanita paruh baya duduk di sampingnya dengan kasar. Baekhyun menoleh dan memberikan tatapan bingung saat wanita itu fokus menatap tiketnya. Tiket ke Korea. "Permisi nyonya, apa anda orang Korea?" Wanita itu menoleh dan tampaknya sedikit terkejut mendapati wajah Baekhyun yang mirip orang Asia.
"Kau dari Korea juga?" Baekhyun tersenyum kemudian mengangguk pelan. Tiba−tiba wanita itu mengedarkan pandangannya ke langit−langit airport ini. Entah apa yang dipikirkannya, tapi sepertinya suasana hati wanita itu juga sama buruknya dengan Baekhyun. "Sebenarnya aku ingin pulang ke Korea, aku merindukan anakku disana." ucapnya kemudian. Baekhyun terdiam, menunggu kelanjutan cerita wanita itu. "Tapi aku bingung."
"Kalau saya boleh tahu, apa yang anda bingungkan? Maaf, tapi anda tampak gelisah dari tadi." Wanita itu tersenyum lembut.
"Aku datang ke Kanada untuk menghindari mantan suamiku yang sering memukuliku. Aku kabur tanpa membawa anakku." Helaan nafas keluar dari bibir tipis wanita paruh baya itu. "Kemarin aku mendapat telfon dari rumah kalau suamiku sakit keras dan berharap aku pulang agar dia bisa meminta maaf padaku." Wanita itu menatap Baekhyun sebentar. Mendapat pandangan positif Baekhyun, ia pun meneruskan. "Tapi rasanya sangat berat. Melihat wajah suamiku hanya membuat kenangan burukku muncul kembali dan menyiksaku secara batin."
Baekhyun tertegun. Cerita wanita ini mirip sekali dengannya. Ia kemudian menunduk, menatap lantai berwarna gading itu dengan pikiran yang berkecamuk.
Chanyeol...
Chanyeol sudah berjanji untuk menjaganya, tapi kenapa ia terus menghindarinya? Kenapa ia begitu egois dan menyakiti pemuda jangkung itu? Baekhyun hanya mampu menyesalinya. Ia benci akan dirinya yang tak bisa menhadapi kenyataan padahal banyak orang−orang yang mendukungnya, mendorongnya untuk melanjutkan hidup menjadi lebih baik.
"Ah maafkan aku anak muda. Seharusnya aku tidak membicarakan masalah keluargaku begitu saja. Kau pasti merasa terganggu." Baekhyun tersenyum maklum.
"Tidak apa, nyonya. Senang mendengar nyonya bisa berbagi dengan saya." Baekhyun kemudian mengangkat tangannya untuk berkenalan dengan wanita itu. "Saya Baekhyun. Byu—ah maksud saya Park Baekhyun." Wanita itu pun menyambut hangat uluran tangan Baekhyun.
"Aku Sooyoung. Kim Sooyoung. Semoga kita bertemu lagi saat di Korea nanti, Baekhyun−sshi." Baekhyun kembali melempar senyuman hangat lalu mengucapkan hal yang sama dengan wanita itu. Hingga tiba−tiba suara pengumuman keberangkatan pesawat menyapa indera Baekhyun. Wanita itu pun langsung berdiri. "Bukankah kau mau pulang ke Korea? Ayo Baekhyun−sshi, tinggal lima menit lagi." Cengkeraman Baekhyun pada handphonenya semakin mengerat. Wanita itu sepertinya memahaminya dan menepuk pundak Baekhyun perlahan. "Aku tidak mengerti masalahmu, tapi sebaiknya kau segera menyelesaikannya. Tidak baik menghidari masalah. Akan jadi kesialan suatu saat nanti. Jangan sampai kau menyesal, Baekhyun−sshi."
"Se−Sebenarnya saya sudah membuang tiket saya, Nyonya Kim." Wanita itu tampak terkejut.
"Ah, jadi itu masalahmu. Untung saja aku mendapat dua tiket pulang. Sebenarnya ini tiketku dan suami keduaku. Tapi dia masih enggan datang karena belum siap bertemu dengan keluargaku." Sooyoung menarik tangan Baekhyun kemudian menyerahkan satu tiket pesawat itu padanya. Wanita itu lalu tersenyum. "Hadapilah semuanya, Baekhyun−sshi. Tampaknya kau orang yang kuat." Ucapan wanita itu berhasil mengembalikan kepercayaan diri Baekhyun. Ia pun berangkat bersama wanita paruh baya yang baru dikenalnya itu di detik−detik terakhir pesawat yang akan lepas landas. Beruntung nomor kursinya jauh dari milik Chanyeol dan KrisTao. Tiba−tiba saja ia memiliki ide gila untuk membuat pertemuan mereka agar semakin berkesan.
"Aku akan membuat kejutan untuk semua orang."
.
KaiSoo's Wedding
Baekhyun yang tengah bersembunyi diantara kerumunan para tamu undangan itu tersenyum menatap kedua mempelai di atas altar sana. Semalam ia menginap di hotel dan datang ke pernikahan Kai dan Kyungsoo tepat waktu. Untung saja tidak ada yang menyadari ataupun mengenalinya. Mungkin karena ia tampak berbeda, jadi semua teman SMAnya tidak ada yang mengenalinya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar −setelah penyematan cincin pernikahan sahabatnya itu− untuk mencari keberadaan KrisTao dan Chanyeol. Namun pemuda jangkung itu sepertinya datang terlambat. Ia jadi merasa bersalah karena kemarin telah membuat masalah.
Setelah acara utama selesai, pesta di taman pun dimulai. Ia duduk disalah satu kursi taman gereja dan menatap ibunya dari kejauhan. Jantungnya berdebar dengan sangat keras melihat bagaimana bahagianya keluarga kecil Luhan. Sehun tampak dewasa dengan balitan jas itu, serta Luhan yang selalu menawan dimatanya. Seorang anak kecil diantara orang dewasa itupun berhasil menyita perhatian Baekhyun.
"Oh Hyunoo." Gumamnya kemudian. Ia masih ingat cerita Chanyeol dan Kris tentang sosok kecil, anak angkat HunHan yang katanya sifatnya begitu mirip dengannya. "Wajahnya sangat mirip Luhan hyung." Bibirnya mengulum senyuman manis. Siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona olehnya.
Beberapa menit kemudian, sosok Chanyeol dan lainnya muncul. Mereka semua berkumpul jadi satu dan saling berpelukan. Baekhyun ikut tersenyum melihatnya. Bagaimana mungkin ia akan mengabaikan moment ini? Ini sangat berharga dan untung saja dia mengikuti kata hatinya untuk segera pulang. Melihat keakraban ibunya dan Chanyeol, membuat ia iri. Bagaimana bisa Chanyeol membuat ibunya sampai seperti itu. Menganggapnya seperti anak sendiri. Tak dipungkiri kalau hatinya menghangat. Tak lama setelahnya, ia memutuskan pergi ke toilet sebentar untuk mempersiapkan dirinya. Dirinya harus tampil sempurna supaya ibunya bangga padanya. Supaya ibunya tahu kalau Baekhyun yang sekarang adalah seorang anak yang pantas untuknya.
Lima belas menit berlalu, Baekhyun memegang kenop pintu toilet dengan jantung yang berdebar keras. Ini sudah saatnya. Ia harus memberanikan dirinya menghadapi masa lalunya. Namun Tuhan punya rencana lain. Tanpa sengaja –setelah ia membuka pintu− ia melihat sosok Chanyeol persis di depannya. Tengah membasuh wajahnya dengan air yang mengalir. Jantungnya tiba−tiba saja berontak ingin keluar. Baru beberapa jam tidak bertemu, ia sudah sangat merindukannya.
"Chanyeol..." gumamnya perlahan. Mata bulat Chanyeol terbuka perlahan hingga akhirnya terbelalak kaget melihatnya. Saat pemuda jangkung itu membalikkan badannya, saat itu pula Baekhyun meraih lehernya dan menekan bibir Chanyeol dengan miliknya. Menyesap rasa lembut dari bibir kekasihnya dengan penuh kerinduan. Chanyeol yang kaget hanya bisa mematung sampai beberapa detik kemudian ia membalas ciuman Baekhyun.
"Baek, bagaimana kau bisa—" Baekhyun membungkam Chanyeol dengan kecupan lembut di bibirnya.
"Aku akan menjelaskannya nanti." Pemuda pendek itu tersenyum lembut dan sudut bibir Chanyeol seolah ikut tertarik untuk menyunggingkan senyuman pula. "Aku ada ide yang sangat hebat. Aku berencana melakukannya sendiri, tapi karena kita sudah bertemu disini—" Chanyeol mengecup bibir Baekhyun.
"Kau ingin minta bantuanku, kan?"
"Yeah, kau selalu bisa membaca pikiranku." Satu kecupan dari Baekhyun lagi, sebagai hadiah darinya untuk Chanyeol.
"Karena aku mencintaimu."
Confession © ChanBaek
Byun's mansion.
Hari ini keluarga Park, Keluarga Oh, Keluarga Do dan Keluarga Kim berkumpul di rumah Nyonya Byun. Semua ini terjadi karena usulan mendadak dari Luhan dan Kyungsoo. Mereka akan mengadakan pesta barbeque keluarga di taman belakang mansion Byun. Semua persiapan sudah selesai tinggal menunggu LuBaekSoo yang tengah membeli daging. Mereka tadi menyeret Baekhyun yang baru datang dengan Chanyeol untuk ikut mereka berbelanja dengan dalih merindukannya. Chanyeol tak dapat berbuat banyak, jadi dia mengikuti kakaknya Yoora dan ibu Kyungsoo memasak di taman belakang.
"Noona, aku sudah melamar Baekhyun kemarin."
"OH GOD, SERIOUSLY?!" teriakan Yoora berhasil membuat orang−orang disana menatapnya aneh. Ibunya bahkan memelototinya karena tindakan tidak sopannya tadi. Ia hanya tersenyum bodoh dan menatap Chanyeol yang kini memandang datar kearahnya. "Kau—kau benar−benar sudah melamarnya, Yeol? Astaga, kenapa tidak katakan pada kami. Jadi hari ini keluarga kita bisa mempersiapkan semuanya." hebohnya kemudian. Untung saja gadis itu berbisik, jadi Chanyeol tak perlu menutupi wajahnya dengan wajan karena malu.
"Justru aku akan mengatakannya di depan semuanya nanti." Chanyeol tersenyum lembut. Melihatnya adiknya yang tampak bahagia, Yoora pun ikut mengulum senyuman. "Coba lihat, bagus kan cincinnya?" Chanyeol memamerkan cincin couplenya pada Yoora dan disambut dengusan oleh kakaknya. Tentu saja ia sengaja ingin membuat kakaknya iri. Karena hubungan percintaan kakaknya itu masih abu−abu. Ia menjulurkan lidah mengejek ekspresi kesal Yoora.
"Jagalah dia seperti kau menjaga Yejin." tutur kakaknya kemudian. Chanyeol menghentikan acara mengiris daun bawangnya setelah mendengar ucapan kakaknya. Yejin, ya, dia belum ke makam Yejin sama sekali. Mungkin setelah ia melamar Baekhyun secara resmi kepada keluarganya, ia akan mengunjungi makam kekasihnya itu untuk meminta ijin.
"Tentu saja aku akan melakukannya. Demi janjiku pada Yejin, demi Baekhyunku."
"Oww, ow. Jadi sekarang Baekhyun−ku ya?" Kyungsoo yang tiba−tiba muncul di depannya langsung menaik turunkan alisnya, menggoda Chanyeol. Bibirnya menyeringai lebar dan hanya disambut sentilan kecil di keningnya oleh Chanyeol. Pemuda jangkung itu lalu menoleh dan melihat sosok Baekhyun yang sudah merona di kejauhan. Astaga, calon suaminya itu manis sekali sih.
Acara itu pun berlanjut sesuai dengan rencana. Chanyeol benar−benar melamar Baekhyun di depan ibu dan kakaknya. Tentu saja lamaran itu diterima dengan baik dan dua keluarga berbeda marga itu pun mulai berdiskusi untuk pernikahannya bersama Baekhyun yang rencananya akan diadakan secepatnya, mengingat mereka masih cuti kuliah dan harus kembali ke Kanada. Baekhyun kini tengah duduk bersama Luhan dan Daniel −di pangkuannya. Mereka tengah melihat−lihat album lama mereka, diselingi canda tawa bersama si kecil Oh.
"Lihat uncle. Yang ini uncle benar−benar mirip dengan baba." Daniel menunjuk sebuah album foto LuBaek saat masih anak−anak, bermain di pasir pantai sembari membuat istana pasir. Dari foto itu dapat dilihat sorotan bahagia di mata keduanya. "Lalu yang ini, aku suka sekali foto uncle yang ini. Aku pernah memintanya pada baba untuk kusimpan di kotak pensilku, tetapi baba tidak mengijinkannya. Baba bilang kalau foto itu hilang, uncle akan marah." tunjuknya kali ini pada foto Baekhyun yang sendiri. Foto Baekhyun ketika berulang tahun ke 12. Saat itu Baekhyun sudah menadapat penolakan dari orang tuanya, namun di dalam foto itu senyumnya tak luntur sedikit pun. Tampak bahagia meskipun ia hanya merayakannya dengan Luhan dan Kyungsoo kala itu.
Mata Baekhyun memerah, ia mengusap foto itu perlahan. Ia memang meminta Luhan untuk menyimpan fotonya yang ini baik−baik. Foto ini adalah foto kenangan terindah yang ia miliki. Ia masih ingat kalau waktu itu orang tuanya masih sempat mengucapkan selamat ulang tahun melalui telepon. Karena itulah ia tampak bahagia.
Dan karena di tahun berikutnya, orang tuanya tak pernah mengucapkannya kembali.
"Gomawoyo, hyung." Luhan tersenyum. Tangannya terulur untuk memeluk adiknya.
Confession © ChanBaek
Suasana pagi di kediaman Nyonya Byun tampak sangat ramai. KaiSoo, HunHan, Daniel serta Yoora memilih untuk menginap di rumah besar itu untuk menemani ibu LuBaek. Sedangkan orang tua mereka dan KrisTao telah pulang ke rumah masing−masing semalam. Tampak Kai tengah menganggu Kyungsoo dan Yoora yang sedang menyiapkan sarapan mereka. Daniel, Sehun, serta Chanyeol kini sibuk bermain game di ruang keluarga. Nyonya Byun sendiri tengah berbicara dengan Luhan di meja makan. Baekhyun yang baru keluar dari kamarnya langsung tersenyum melihat kehangatan keluarga itu. Rasa bahagia itu meletup−letup di hatinya, membuat senyuman itu enggan luntur walau hanya sedetik saja.
"AH, SELAMAT PAGI BAEKHYUNEE!" teriakan Kai berhasil membuat semua mata menatap kearah tangga. Baekhyun meringis kecil. Kai itu sejak dulu memang selalu berlebihan.
"Selamat pagi semuanya." Ia pun menuruni tangga dan berjalan menuju ibunya. Memberinya pelukan dan kecupan hangat di dahi ibunya. "Selamat pagi, eomma." Nyonya Byun tersenyum sangat manis, mirip sekali dengan Baekhyun. Chanyeol langsung saja melompat dari sofa dan memeluk Baekhyun dari belakang.
"Selamat pagi, suamiku yang cantik." Lalu mengecup pipi kanan Baekhyun.
Blush.
"Chanyeol!" Dan pemuda jangkung itu mendapat cubitan mesra di pinggangnya. Nyonya Byun terkekeh melihat kemesraan putra−putranya. Yeah, walaupun semua keluarganya dominan dengan lelaki, namun ia bersyukur karena kebersamaan ini terasa lebih hangat. Kalau saja dulu ia dan Tuan Byun menentang orientasi anak−anaknya, mungkin takkan ada senyuman secerah mentari seperti sekarang ini. Apalah nilai kenormalan jika tak mendatangkan kebahagiaan?
"Kau belum sarapan kan, sayang? Kemarilah, eomma akan menyuapimu." Baekhyun tersenyum lebar lalu menjulurkan lidahnya pada Luhan saat kakaknya itu memutar bola matanya. Sepertinya sifat manja Baekhyun memang sudah mendarah daging dan menjadi ciri khasnya. Ia pun duduk disamping ibunya. Luhan memberikan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk, dan acara 'menyuapi Baekhyun' menjadi kesenangan tersendiri di pagi hari itu.
.
Sudah tiga bulan semenjak kepulangan Baekhyun ke Korea dan selama itu pula ia serta keluarganya sering menghabiskan waktu bersama. Kembalinya Baekhyun di Korea juga membuat kesehatan Nyonya Byun semakin membaik. Beliau mulai belajar berjalan untuk menguatkan otot−ototnya. Semua itu tentu tak luput dari dukungan anak−anaknya terutama Baekhyun.
Sebulan yang lalu adalah hari pernikahan Baekhyun serta Chanyeol. Pernikahan sederhana yang diadakan di gereja yang sama dengan tempat pernikahan KaiSoo sebelumnya. Dalam acara itu mereka hanya mengundang keluarga terdekat dan sahabat mereka saja. Walau hanya sederhana, namun binar kebahagiaan itu terlihat jelas di wajah−wajah manusia disana. Apalagi Baekhyun yang tampak begitu sempurna dengan balutan tuksedo putih. Chanyeol bahkan sampai tersedak saat pembacaan janji suci karena terlalu gugup bersanding dengan kekasihnya.
Kabar bahagia pertama datang dari KaiSoo yang dua bulan lalu resmi mengangkat bayi mungil bernama Asher Kim atau Kim Tae Oh yang sangat mirip dengan Kai. Yang kedua tentu saja pernikahan Baekhyun dan Chanyeol. Mereka berencana akan melakukan program 'peminjaman rahim' di Amerika dengan menanam benih mereka pada rahim seorang wanita disana. Luhan dan Sehun –serta KaiSoo− berencana akan membuat surat nikah resmi di Kanada. KrisTao akan mengelola restaurant dan perusaha Park seperti biasanya. Semua tentu sudah terencana dengan matang.
Hari ini adalah hari dimana Baekhyun serta yang lainnya harus kembali ke Kanada untuk meneruskan kuliahnya. HunHan serta KaiSoo hanya akan berada disana selama seminggu untuk membuat surat nikah. Sedangkan ChanBaek dan KrisTao akan menetap di Kanada sampai Chanyeol dan Baekhyun selesai kuliah.
Confession © ChanBaek
Cklek.
"TARAAA~" Mata Baekhyun membulat lucu saat menyadari perubahan pada wallpaper apartemennya. Sepertinya inilah kejutan yang diberikan Chanyeol untuknya. Wallpaper ruangan yang semula berwarna krem kini berubah menjadi rangkaian foto−foto kebersamaan mereka. Bahkan lebih dominan dengan foto wajah Baekhyun dengan berbagai ekspresi. Ini sangat gila dan menakjubkan. Chanyeol benar−benar membuatnya speechless. Matanya bahkan sudah berkaca−kaca saat melihat figura foto pernikahannya sudah bertengger manis di ruang tamu apartemen mereka. Sejak kapan Chanyeol melakukan ini semua?
"..."
"Bagaimana?" Tiba−tiba sebuah lengan melingkari pinggangnya dan membawa tubuh mungilnya mendekat. Menempelkan punggungnya pada Chanyeol dan pemuda itu merengkuhnya hangat. "Kau suka?" Baekhyun mengangguk dan pemuda jangkung itu memberikan kecupan singkat di tengkuk suaminya. Baekhyun memang paling suka ketika Chanyeol mencium daerah lehernya. Membuatnya merinding geli. "Aku memang sengaja menghubungi salah satu pemasang wallpaper terbaik serta mengirimkan semua foto ini lewat e−mail tanpa sepengetahuanmu."
"Apa ini kejutan pernikahan yang kau janjikan itu?" Chanyeol mengangguk lalu mengecup singkat bahu Baekhyun.
"Aku ingin melihat wajah dan ekspresimu di setiap sudut apartemen kita. Kau tahu kan kalau aku selalu merindukanmu~" Baekhyun tertawa kecil melihat Chanyeol yang tengah merajuk padanya. Jemarinya menari diatas lengan suaminya dan mengusapnya lembut.
"Yuta kemarin memarahiku karena lupa mengundangnya." Tawa kecil Chanyeol disambut kekehan geli dari Baekhyun. "Dia meminta kita untuk mentraktirnya besok. Aku rasa dia akan menguras dompet kita."
"Yeah, anak itu memang ajaib." Chanyeol lalu melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuh Baekhyun untuk menghadapnya. "Ada kejutan yang lebih spesial lagi, Baekhyunku." Wajah Baekhyun mulai memerah mendengar panggilan Chanyeol untuknya. Pemuda jangkung itu memang senang sekali mengklaim dirinya. Namun hal itulah yang membuat Baekhyun semakin mencintainya. Ia pun mengikuti langkah Chanyeol kearah kamar mereka. Setelah membuka kamar itu dan lampu telah dihidupkan, wajah Baekhyun langsung memucat.
"A−Apa ini?!" Baekhyun berujar malu. Wajahnya yang tadinya pucat mulai memerah. Ia merona parah melihat wallpaper yang berada di kamar mereka. Bagaimana tidak malu kalau yang terpajang di temboknya kini adalah foto−foto saat mereka sedang bercinta. Ekspresi kenikmatan Baekhyun, foto ketika matanya terpejam erat menerima semua rangsangan suaminya, bahkan semua pose dan ekpresinya tergambar jelas disana. Baekhyun mengerang malu lalu memelototi Chanyeol yang kini hanya tersenyum lima jari kearahnya.
"Yang ini misi rahasia. Aku bersumpah dia tak memiliki file ini lagi. Aku sudah memastikan kalau foto−foto yang ini telah terhapus." Pemuda jangkung itu menunjukkan peace sign pada Baekhyun meskipun tak mempan sama sekali. Yang ada pemuda mungil itu cemberut lucu. Baekhyun sudah terlalu malu −bercampur kesal− dengan otak mesum Chanyeol yang berpikiran sedemikian rupa. Orang gila mana yang memajang fotonya saat bercinta menjadi sebuah wallpaper kamar? Apalagi wallpaper itu dominan dengan wajahnya yang penuh kenikmatan itu. Baekhyun menatap geram punggung Chanyeol yang kini tengah mengelus salah satu foto wajahnya. "Dengan melihat ini saja sudah membuatku horny." Chanyeol mengedipkan sebelah matanya. "Baekhyunee, ayo bercinta!"
Astaga, Baekhyun ingin meloncat dari lantai kamarnya sekarang juga.
Confession © ChanBaek
6 years later...
"Baekhyunku, apa semuanya sudah siap? Pesawatnya akan berangkat 20 menit lagi. Jangan sampai terlambat atau eommoni akan memenggalku."
"Berhenti memanggilku seperti itu dan bantu aku membawa koper−koper ini!"
"Wae? Panggilan itu kan sangat manis."
"Shut up, Chanyeol! Aku malu. Bagaimana kalau anak−anak mendengarnya?"
"Ya, biarkan saja mereka mendengarnya. Supaya mereka tahu kalau mereka harus berbagi denganku juga."
"Astaga. Bayi besar ini!"
"Daddy! Appa!"
"Jesper, jagoan daddy! Hey, kenapa wajahmu belepotan coklat begini, hum? Kau harus dihukum!"
"Kyyaaa! Jangan menggelitiku daddy, itu geli! Hhahahaa."
"Ugh—"
"Hey sayang, jangan manyun begitu. C'mon, Jackson! Beri appapelukan juga!"
"Hhhaha. Appa!"
Jesper Park dan Jackson Park, mereka anak angkat? Tentu bukan. Masih ingat dengan program itu? Yeah, Baekhyun dan Chanyeol berhasil melakukan program itu dan mendapat dua orang anak kembar. Kedua anak lelaki berbeda lima menit itu adalah anak kandung mereka. Dan hari ini adalah pertama kalinya mereka akan pulang ke Korea setelah bertahun−tahun menetap di Kanada. Tentu setelah kuliah ChanBaek selesai dan Chanyeol sudah harus mengambil bagiannya sebagai pimpinan perusahaan Park di Korea sana. Keluarga kecil itu tampak bahagia dan penuh kehangatan. Chanyeol benar−benar memenuhi janjinya untuk menjaga Baekhyun demi Yejin dan demi kebahagiaan Baekhyun.
"Yejin−ah, aku sangat berterima kasih untuk semua kebahagiaan ini. Dan aku berjanji, tak akan menyakiti saudaramu. Aku akan mencintainya sebanyak yang aku punya dan sedalam yang aku bisa. Aku mencintaimu, masa laluku... dan aku pun akan terus mencintai masa depanku. Thanks for everything, thanks for this happiness, thank you.. my first love..."
.
"
—THE END—"
