Disclaimer: Haikyuu! adalah karangan Furudate Haruichi. Author tidak mengambil keuntungan materiil.
Warning: Iwaizumi x OC, timeline canon tapi tidak mencolok.
.
.
reality hits hard
Chapter 4: Ketahuan
by Fei Mei
.
.
"Sebulan dan belum pernah pegangan tangan," tutur Oikawa datar lalu manyun. "Iwa-chan, kamu tuh kalah banget sama anak TK!"
Sontak saja Iwaizumi melempar botol minum yang tadinya sedang ia pakai. Gara-gara tutupnya belum tertutup benar, jadilah air isinya tumpah.
"Kalau soal ciuman, okelah mungkin kalian masih sama-sama malu, tapi pegangan tangan itu lho …" Matsukawa menimpali.
Iwaizumi cemberut. "Aku juga bukannya gak berusaha, tahu!"
"Bukannya kalian udah pernah kencan?" tanya Hanamaki. "Dan hampir tiap hari pulang bareng, kan? Walau kita-kita sering ikut jalan pulang bareng kalian, tapi saat tinggal berdua aja kenapa masih belum kesampaian pegang tangannya? Terus waktu kamu ulangtahun?"
"Waktu aku ulangtahun… dia bikin kue tar… dan aku sudah berusaha, oke?" lenguh Iwaizumi. "Lagian memangnya kalian lupa? Minami hampir selalu memeluk buku dengan kedua tangannya!"
Hanamaki menyengir. "Ciieee ada yang cemburu sama buku ciieee~" Lalu ia tertawa bersama Matsukawa dan Oikawa.
Wajah Iwaizumi sangat panas, antara sebal dan malu. "Ketika akhirnya tangan itu terbebas dari bawaannya, aku udah coba sok gak sengaja nyenggol tangannya, tapi malah jadi canggung terus dia pegang tasnya, lah, atau apa biar gak kesenggol lagi. Aku sempat nekad—gara-gara usul si Crappykawa, pelan-pelan selipin tanganku ke dia, tapi hasilnya malah dia kayak ketakutan dan gak mau deket-deket aku sementara waktu, jadinya aku gak berani ngelakuin lagi!"
"Hn, aneh ya…" komentar Matsukawa. "Coba aja lain kali izin dulu gitu, tanya kalau kamu boleh pegang tangannya."
"Setelah pernah dia tolak tanganku? Gak berani, lah!" sahut Iwaizumi.
"Kalau begitu—" Oikawa menghentikan perkataannya begitu menangkap sosok seorang gadis berkacamata memasuki gym. "—panjang umur!"
"Hah—"
Iwaizumi agak kaget melihat Minami memasuki gym. Ia tidak heran, sih, karena memang biasanya gadis itu akan datang ke klubnya kalau sudah selesai di klub sendiri. Tapi yang membuat Iwaizumi kaget adalah saat Oikawa dengan genit berlari riang menghampiri gadis itu, lalu mendorong pundak gadis itu menuju dirinya yang masih bersama Matsukawa dan Hanamaki.
"Iwa-chan, pacarmu kayaknya bawa makanan dari klubnya lagi, deh~" ucap Oikawa.
Gadis itu dengan gugup hanya mengangguk, tapi itu bukan seperti mengiyakan kapten voli ini, melainkan seperti sapaan pada para kakak kelasnya. "A—anu, aku akan tunggu dari atas saja, ya? Kalian masih latihan, kan?"
Hanamaki menyengir, lalu memukul keras punggung Iwaizumi sampai si Ace mengaduh sakit. "Tenang aja, selalu ada bangku khusus buat pacar Iwaizumi di sini!"
Minami merona. Iwaizumi menebak itu bukan karena malu, melainkan gugup. Jadi ia mendorong kasar teman-temannya biar menjauh dari gadis itu.
"Minami, tunggu di atas saja, ya? Kalau di bawah takutnya kamu kena bola," ujar pemuda itu.
Pacarnya mengangguk dan tersenyum lega. Ia berbalik badan, berlari kecil menuju tangga. Tetapi apa yang ditakutkan Iwaizumi tadi hampir nyaris terjadi. Seseorang yang masih latihan serve, memukul bola terlalu keras dan sembarang, sehingga bola itu dengan cepat terlempar ke arah Minami.
Iwaizumi melihat kejadian itu. Ia baru akan berteriak 'AWAS!', tetapi seorang lain yang ada di dekat Minami berhasil menampar jauh bola itu, menyelamatkan si gadis. Buru-buru Iwaizumi menghampiri pacarnya.
"Minami, gapapa?" tanya Iwaizumi cemas.
Anak yang serve bola itu pun langsung berlari datang. "M-maaf! Aku gak tahu bakal ada yang lewat di situ!"
Minami mengangguk dan tersenyum kecil. "Aku tidak apa-apa, harusnya aku hati-hati juga, maaf." Lalu ia menoleh yang menyelamatkannya. "Erm, terima kasih."
Anak itu mengangkat bahu dengan acuh. "Aku cuman pas duduk disitu," ujarnya, menunjuk ke pinggiran dengan dagunya, lalu pergi.
.
.
Oikawa melihat Minami duduk di kursi halaman depan ruang klub. Si Kapten melihat bahwa sahabatnya masih belum selesai bersiap pulang dalam ruangan itu, jadi ia memutuskan untuk menghampiri si gadis. Tanpa ba-bi-bu, Oikawa langsung duduk di sampingnya. Minami kaget karena ada seseorang yang muncul di sisinya, tapi kemudian ia hanya mengangguk sebagai sapaan.
Senyum centil Oikawa yang sering terpasang di wajahnya berubah menjadi raut serius, karena bagaimana pun ia teringat dengan kejadian saat Minami hampir kena bola tadi.
"Jadi, kenapa kamu nembak Iwaizumi kalau sebenarnya kamu suka orang lain?"
Dari awal memang Minami hampir selalu memasang wajah gugup jika bersama Oikawa. Tetapi kali ini berbeda. Minami tampak ketakutan dan tegang. Gadis itu bahkan menunduk dalam-dalam setelahnya.
"Kamu nembak Iwaizumi," ulang Oikawa dingin, "tapi kamu suka Kunimi."
Tidak perlu Minami menoleh padanya untuk Oikawa tahu gadis itu terbelalak. Di situ si kapten tahu bahwa ia tepat sasaran. Awalnya Oikawa tidak mencurigai aneh-aneh dari Minami, berpikir bahwa mungkin gadis itu memang hanya saking pendiamnya sampai tidak tahu apa-apa soal orang yang disukai—aneh sih, tapi Oikawa tidak pernah berurusan dengan gadis introver semacam itu sebelumnya sehingga ia pikir yang namanya cewek pendiam ya seperti itu. Tapi, lewat cerita sahabatnya, Oikawa jadi ragu kalau Minami benar suka Iwaizumi.
Oikawa tetap tidak bisa kepikiran tentang alasan Minami menembak Iwaizumi dan masih berpacaran sampai sekarang, bahkan menurut Iwaizumi sendiri Minami sudah agak rileks jika sedang berdua. Oikawa juga bisa melihat sendiri bagaimana tampaknya gadis itu berusaha memberi perhatian pada pacarnya. Tetapi kelamaan itu terlihat seperti formalitas, si Setter yakin sahabatnya tidak ngeh akan ini.
Sampai akhirnya, kejadian tadi di gym, membuatnya tersadar dan yakin akan sesuatu. Mata Minami tidak sepenuhnya mengarah pada Iwaizumi saat ia di gym. Sesekali gadis itu mencuri pandang pada adik kelas mereka yang poninya dibelah tengah. Saat Oikawa sedang ikut jalan pulang dengan Minami dan Iwaizumi bersama duo MatsuHana lalu berpapasan dengan rombongan anggota voli kelas satu, Minami agak menoleh sekilas tetapi Oikawa tidak berpikir macam-macam. Ketika mereka habis kalah dari Shiratorizawa beberapa hari lalu, Minami membuatkan kue rasa karamel asin, yang seingat Oikawa pernah diakui Kunimi sebagai rasa makanan favoritnya—tentu saja awalnya sahabat Iwaizumi ini berpikir hal tersebut hanya kebetulan, dan kebetulan juga ia pernah mendengar dari si Ace bahwa Minami senang bereksperimen dengan rasa seperti itu.
Namun, sekali lagi, semua kebetulan atau hal yang dianggap remeh itu, menjadi 'klik' tersendiri bagi Oikawa. Minami memang tidak sengaja berjalan ke arah lajur bola yang di-serve Yahaba keras. Kunimi memang mungkin pas ada di sekitar sana untuk bisa langsung menolong gadis itu. Tetapi entah Iwaizumi sadar atau tidak, Minami tersenyum lembut pada Kunimi. Jika tidak pernah ngeh, Oikawa atau siapa pun bakal berpikir bahwa Minami hanya tersenyum lega dan berterimakasih. Mungkin, benar-benar mungkin, bahwa sebenarnya gadis itu pernah menujukan senyum yang sama pada Iwaizumi jika mereka hanya berduaan.
Masalahnya, Oikawa mengenal Iwaizumi seumur hidupnya. Ia tahu semua tipe senyum sahabatnya. Dan senyum Minami pada Kunimi tadi, itu adalah senyum yang sama dengan senyum Iwaizumi kalau melihat Minami dari jauh.
Minami masih tidak menjawab pernyataan Oikawa. Gadis itu terus menggigit bibirnya. Lebih lama dari itu, Oikawa yakin bibirnya akan berdarah.
"Mina—"
"—Sorry lama."
Ucapan Oikawa untuk melanjutkan interogasinya terhenti karena sang sahabat sudah muncul. Minami spontan berdiri, lalu berjalan cepat ke samping belakang Iwaizumi, seperti yang biasa gadis itu lakukan jika habis berduaan saja dengan Oikawa sebelum akhirnya sang pacar datang. Gara-gara itu, Iwaizumi tampak tak ambil pusing.
"Habis ngobrolin apa?" tanya Iwaizumi.
Tampang dingin Oikawa langsung berubah ceria lagi. "Ada deeeh~ Iwa-chan kepo, ih!"
.
.
Iwaizumi tidak bertanya, dan Minami tentunya tidak akan bicara. Walau memang belakangan gadis itu semakin bisa berbasa-basi, tapi ia masih tidak mau berkata macam-macam untuk memulai pembicaraan mengenai Oikawa. Iwaizumi selalu penasaran, tetapi Oikawa dan Minami tampak sama-sama enggan untuk buka mulut. Dan selama tidak ada kejadian mencurigakan, si Ace bungkam. Apalagi, setiap kali habis memasang ekspresi takut terhadap Oikawa, tidak lama kemudian Minami akan tenang dengan sendirinya.
Pemuda penggila Godzilla itu memutuskan untuk bersabar sampai salah satu di antara sahabat atau pacarnya memberitahu tentang rahasia mereka. Tetapi, mungkin semesta berkata lain.
Hari itu Iwaizumi datang ke kediaman Minami diam-diam. Ini bukan pertama kalinya ia bertamu ke rumah sang pacar, mungkin sudah yang keempat, tapi sebelum-sebelumnya itu ia akan bilang-bilang dulu. Namun, pada kali yang merupakan angka mati ini, Iwaizumi ingin membuat kejutan. Tapi kejutannya termasuk gagal, karena saat Ibu Minami membukakan pintu, Iwaizumi menemukan setidaknya tiga pasang sepatu berjejer, dan nyonya pemilik rumah bilang bahwa teman-teman sekelas putrinya sedang datang berkunjung juga. Itu tidak menggoyahkan niat Iwaizumi untuk bertamu, apalagi ketika Ibu Minami sendirilah yang mempersilakan pemuda itu untuk naik ke lantai dua dan masuk kamar si putri.
Yang menjadi masalah adalah keterkejutan Iwaizumi terhadap hal kedua yang ia dapati di rumah Minami selanjutnya. Karena sudah bukan pertama kalinya datang, Iwaizumi sudah tidak perlu diantar untuk tahu yang mana yang adalah pintu kamar Minami, apalagi ada gantungan bertuliskan 'Natsuki' di depan pintu kamarnya. Iwaizumi melihat pintu kamar gadis itu tidak tertutup rapat, membuatnya tersenyum karena akan memudahkannya mengejutkan si pacar.
Tetapi, saat Iwaizumi sudah hampir akan membuka pintu kamar, dirinya dibuat terkejut dengan pembicaraan dari dalam.
"Sudah sebulan, kan? Kenapa masih diterusin?" tanya gadis yang pertama.
"A—ah, itu, aku tidak tahu harus bilang seperti apa pada Iwaizumi senpai …" kali ini suara Minami, dan itulah yang membuat Iwaizumi bingung—karena namanya dibawa-bawa.
Lalu muncullah suara gadis nomor dua. "Hmmm, lagian gak nyangka juga sih, ya, dia bakal langsung terima saat kamu nembak."
Dan gadis nomor tiga. "Iya! Iya! Padahal kalau waktu itu senpai nolak, yaudah selesai aja gitu."
"Natsuki-chan, harusnya setelah nembak itu, kamu langsung buru-buru bilang bahwa itu hanya tantangan lalu kabur," dengus gadis nomor satu.
Iwaizumi mengepalkan tangannya.
"Tidak bisa! Senpai … aku gak tega …"
"Natsu-chan, apa jangan-jangan sebenarnya kamu memang suka Iwaizumi senpai, ya?" goda Nomor Tiga.
"… Iwaizumi senpai itu orang baik, tidak mungkin aku tidak suka."
Nomor Satu mencebik. "Bukan suka yang kayak gitu, tapi kayak bener ngebet lho."
Iwaizumi menggigit bibir. Hatinya ingin berteriak meminta Minami agar mengatakan bahwa memang gadis itu menyukainya. Maksudnya, tidak masalah jika Minami tidak benar-benar mengajaknya berpacaran waktu itu, tapi setidaknya ia ingin gadis itu memang menyukainya.
"Jangan-jangan …" ujar Nomor Dua. "Sebenarnya dari awal Natsuki-chan punya gebetan sendiri, ya?"
Katakan tidak, Minami, pinta Iwaizumi dalam hati. Tapi pemuda itu tidak dapat mendengar suara apa pun dari pemilik kamar. Celah kecil dari pintu kamar yang tak tertutup rapat ini tidak dapat membuat Iwaizumi bisa melihat kalau-kalau Minami mengangguk atau menggeleng sebagai alternatif jawaban. Tapi hati Iwaizumi langsung hancur saat mendengar respon selanjutnya dari Nomor Tiga dengan suara riang.
"Eeehh seriusan?! Siapa? Siapa?"
Di situ, Iwaizumi tidak dapat menahannya lagi. Dengan segera ia membuka pintu, membuat empat orang yang ada di dalam sana menoleh dan terkejut sambil memasang wajah takut—terutama Minami. Iwaizumi tidak memedulikan ketiga tamu Minami, ia hanya menatap lurus pada si pemilik kamar yang sudah tampak siap menangis. Harusnya Iwaizumi yang menangis saat ini, bukan sebaliknya, kan?
"Minami," ucap Iwaizumi dingin sambil perlahan masuk kamar.
"Iwaizumi senpai, ini gara-gara kami—"
Tapi Iwaizumi memotong perkataan Nomor Dua sambil terus menatap Minami tajam.. "Aku mau ngomong sama Minami."
Jadi pemilik kamar itu berdiri, membalas tatapannya. Ekspresi Minami sangat tidak asing saat ini, itu adalah ekspresi yang sama dengan yang selalu gadis itu pasang jika bersama dengan Oikawa.
"Kalau mau jelasin, ayo, aku dengerin," tegas Iwaizumi.
Minami menggigit bibir sambil memainkan jarinya gugup, sebelum akhirnya membuka suara. "Aku main 'jujur atau berani' dengan teman-temanku." Ketiga gadis lainnya mengangguk. "Aku pilih berani."
Si Nomor Satu bangkit dan berkacak pinggang. "Dia terlalu kuper, serius, dan pendiam selama ini, jadi aku dapat ide menantang dia untuk menembak senpai!"
Walau begitu, Iwaizumi masih menatap lurus Minami dengan mata yang terasa panas. "Jadi sebenarnya, kamu bukannya suka padaku." Dibanding pertanyaan, itu lebih kepada pernyataan.
"Senpai—"
"Jawabannya hanya 'ya' dan 'tidak'," tegas Iwaizumi, memotong perkataan gadis berkacamata itu.
Minami menelan ludah. "Rasa sukaku pada senpai, t-tidak seperti itu."
Iwaizumi mengangguk. Jika ini bukan rumah anak gadis, jika ini bukan ruangan yang dipenuhi tiga orang gadis lainnya, jika Ibu Minami sedang tidak di lantai bawah saat ini, pemuda itu pasti sudah meledak. Nafasnya menggebu, berusaha untuk menahan diri. Rahangnya mengeras, lalu otaknya mengambil kesimpulan bahwa Oikawa mengetahui hal ini, makanya Minami selalu takut jika bersama dengan sahabatnya itu.
"Jadi selama sebulan lebih kamu denganku, semuanya hanya tantangan bodoh ini?" geram Iwaizumi. "Semua yang kau lakukan—masakanmu, SMS penyemangatmu, senyumanmu, semuanya palsu?" Dan Iwaizumi mungkin tidak bisa menahannya lagi, jadi ia menendang meja bundar di kamar itu, membuat minum ketiga tamu Minami tumpah disana. "Tidak adakah yang nyata dari itu semua?!"
"Tidak ada yang palsu!" sahut Minami. Iwaizumi bahkan bisa melihat air mata mengalir di pipi gadis itu—padahal, sekali lagi, harusnya Iwaizumi-lah yang menangis. "Senpai memang bukan orang yang ku—erm, aku sukai. Aku nembak senpai juga karena, uh, tantangan. Tapi—tapi! A-aku … semua yang kulakukan saat bersama senpai, memang karena keinginanku untuk mendukung senpai!"
Pemuda itu mengacak rambutnya. "Ya mana aku tahu kalau ucapanmu sekarang ini adalah jujur?! Bagaimana kalau kamu mempertahankan dirimu saat ini juga merupakan bagian dari tantangan dari temen-temenmu, hah?!"
"Senpai!" sahut Nomor Tiga. "Minami nembak senpai memang salah Ai-chan, tapi Natsuki-chan memang tulus saat bareng senpai! Sejak tahu senpai suka tofu, Natsuki-chan itu sampai cari banyak resep kreasi tofu!"
Akhirnya Iwaizumi mendelik pada gadis selain pacarnya. "Dan dari mana aku tahu bahwa itu bukan sekedar tantangan dari kalian?"
Nomor Tiga bungkam. Mau kenyataan atau tidak, memang tidak ada bukti atas ucapan mereka.
Iwaizumi mengerang kesal. Ia tak mengatakan apa-apa lagi, bahkan tidak mau melihat pada gadis yang sebenarnya memang sangat ia sukai. Kepalanya seperti ingin meledak.
.
.
Bersambung
.
.
Review?
