Disclaimer : All Character belongs to Hajime Isayama
05.15
Akhir-akhir ini, Armin menemukan kebiasaan baru. Ia selalu terbangun karena suara Annie yang sedang muntah di kamar mandi, ia akan segera bangun dan menemani Annie , mengusap punggung dan pundaknya, berusaha meringankan rasa pusing dan mualnya walau hanya sedikit.
Tiga Minggu sudah berlalu sejak Ia memeriksakan Annie ke rumah sakit, kira-kira kini usia kandungannya hampir mencapai 3 bulan. Gejala morning sickness Annie sudah agak ringan, kepalanya tidak begitu pusing dan mualnya berkurang, walau kemarin lusa Ia berdiam diri di kamar mandi dari pagi sampai siang.
"Sudah? "
"Sudah.."
Annie membantu suaminya membereskan kamar mandi dan segera bergegas ke dapur, menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Annie mempercepat geraknya, Armin berangkat agak pagi hari ini, dan sarapan harus siap lebih awal.
Selesai memasak, Annie membersihkan dapur dan menata meja makan. Sembari menunggu Armin selesai mandi, Annie menjemur pakaian yang ia cuci tadi subuh. Jumlahnya tidak banyak karena mereka hanya tinggal berdua saja. Saat menggantung kemeja Armin, Annie melihat pakaian bayi berwarna kuning gading yang diberikan Ayahnya.
Seminggu setelah mertuanya berkunjung, Ayahnya datang ke rumah membawa tas berisi pakaian bayi dan oleh-oleh, Ia sangat senang mendengar kabar ini dari Annie, karena itu Ayahnya hanya membaca pesannya dan tidak mengangkat telpon. Kenapa? karena ayahnya langsung memesan tiket pulang ke negara asalnya, tentunya untuk mengunjungi anak dan menantunya.
"ini pasti ikut kecuci..."
Annie mengangkat pakaian itu dan menggantungnya di tali jemuran, Ia tak perlu khawatir akan hujan, karena tempat menjemur ada di dalam rumah yang pastinya tidak akan terkena hujan.
Annie menuruni tangga, menuju ruang makan dan menemukan Armin yang sedang menyiram tanaman hias miliknya. Ia menggunakan semprotan kecil untuk membasahi daun dan menyiram potnya dengan gembor.
"Armin, ayo sarapan.."
"Oke Nnie.."
Armin meletakkan peralatannya dan pergi menuju ruang makan. di meja makan, sudah tersedia 2 piring dengan ayam panggang, sayuran yang ditumis, dan potongan roti. Annie menuangkan segelas susu untuk Armin dan meletakkan gelas air di sisi piring mereka.
" Annie jadi berangkat jam berapa?"
Armin bertanya kepada Annie dan mengklaim tempat duduk di meja makan. Biasanya mereka berangkat bersama, Karena Patisserie tempat Annie bekerja tidak jauh dari kantornya.
"sekitar jam setengah 9 Ar, "
Armin mengangguk, Ia meraih peralatan makannya dan melahap sarapan yang dibuatkan Annie. Ayam panggang yang dibuatnya lembut dan tidak terlalu matang, sayuran yang direbus juga tidak lembek dan renyah saat dikunyah.
Selesai makan, Armin membantu istrinya mencuci piring dan merapikan meja, Ia tidak membiarkan Annie melakukan pekerjaan rumah sendirian, apalagi Annie juga bekerja sampai sore di patisserie nya.
Armin kembali ke kamar setelah mencuci piring, mengambil jas, dasi dan kaus kaki yang akan dia pakai untuk bekerja, tak lupa membawa tas berisi dokumen yang diperlukan hari ini.
Pria ini duduk di kursi sambil mengenakan sepatu, Annie menyuruhnya untuk segera berdiri dan memasangkan dasi.
Sore ini, mereka punya janji temu dengan dokter untuk memeriksa keadaan kandungan Annie secara rutin. Armin berharap bayinya baik-baik saja dan keadaan istrinya juga baik.
"Annie, nanti jadi ke dokter kan?"
"Iya Ar, nanti jemput aku di toko."
Armin menarik Annie dalam pelukan, mencium pipi, dan mendekatkan wajahnya ke depan perut istrinya
"nak.. papa berangkat dulu ya," ucapnya sambil cengar-cengir.
Annie meraih wajahnya, menyuruh Armin untuk berhenti melakukan itu dan segera berangkat kerja karena sekarang sudah menunjukkan pukul enam.
Sambil menggaruk lehernya, Armin mengambil kunci mobil dan segera bergegas masuk ke dalam mobilnya.
Setelah mobil suaminya menghilang dari pandangan, Annie masuk ke rumah, melanjutkan pekerjaan yang belum selesai. Ia menyapu dan membersihkan ruangan, terutama ruang kerja Armin. Di dalamnya sangat berantakan, walau baru saja dirapikan, pasti esoknya Ia akan menemukan tumpukan kertas, dokumen, atau buku baru yang Armin kumpulkan di atas meja.
Annie menghela nafas, memiliki otak encer dan cerdas tidak menjamin seseorang akan cerdas mengorganisir barang kepemilikannya. Ia menata kembali kertas dan dokumen yang berserakan di meja, menumpuk buku buku dan menyusunnya di dalam rak. Saat Ia menaruh catatan Armin di meja buku, Annie menemukan buku dengan judul "PREPARED, what it takes to be a father."
Annie berhenti sejenak, menatap buku yang Ia temukan di balik tumpukan kertas. Yang membuatnya heran adalah, buku ini tersimpan rapi dan belum dibuka dari bungkus plastiknya. Di bagian belakang, Nota pembayaran masih melekat erat di plastik pembungkus buku tersebut.
Annie meneliti nota pembayaran itu, menemukan bahwa buku ini sudah dibeli pada tanggal 2015, tepatnya pada 2 tahun lalu.
Aneh sekali, biasanya Armin langsung membaca buku apapun yang Ia bawa ke ruang kerjanya, apalagi jika itu adalah buku yang ia beli dengan uangnya sendiri.
Annie menata kembali semua kertas dan dokumen yang ia atur ulang di atas meja, meletakkan kembali buku suaminya yang tak tersentuh itu. Annie berniat untuk bertanya kepadanya setelah pulang kerja nanti.
.
.
.
.
.
Armin membuka pintu kantornya, ia membawa lembaran dokumen dan map berisi laporan yang baru saja Ia kumpulkan dari karyawan yang Ia awasi. Pria ini segera menyusun barang bawaannya di atas meja kerjanya. Meletakkannya dengan hati-hati, tak mau dokumen dan laporan yang telah diorganisir sedemikian rupa berserakan di lantai ruangannya.
Dalam posisi yang Ia jabat kali ini, Armin tidak perlu meneliti data, mengkalkulasi ataupun mengetik laporan yang rumit, Ia hanya perlu menyusun dan menata laporan atau data yang akan diserahkan kepada atasannya.
Memang terdengar mudah, tetapi jumlah data atau laporan yang harus disusun dan diserahkan sangat banyak. Armin harus menyerahkan hasil kerjanya dalam kurun waktu seminggu, ditambah lagi laporan harian yang harus diserahkan setiap pagi.
Walau pekerjaan yang Ia tangani sangat melelahkan, bayaran yang Armin terima lebih dari mencukupi jasa yang Ia tawarkan kepada perusahaan tempatnya bekerja.
Dengan begini, Armin dapat memenuhi keperluan tambahan untuk pergi ke dokter dan biaya persalinan Istrinya, ditambah dengan kebutuhan ini itu untuk anaknya yang sudah lahir.
Armin menyeret kursinya, duduk dan mulai melanjutkan berkas yang belum selesai dia urus. Untungnya, Armin sudah menyelesaikan statistik yang akan dikumpulkan akhir bulan nanti.
"permisi... Armin? "
Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kantornya, biasanya mereka akan menyerahkan data baru atau laporan observasi yang berkaitan dengan perusahaan. Armin tak mengangkat kepalanya, Ia terpaku pada berkas di atas mejanya.
"masuk aja.."
Sekretaris kantor, Marco Bodt, memasuki ruangan. Armin mempersilahkan rekan kerjanya untuk duduk. Setiap rabu atau kamis, Sekretaris akan merevisi atau mengevaluasi data yang diserahkannya.
"Armin, laporan minggu ini banyak yang harus diperbaiki, kamu juga lupa mencantumkan statistik pemasaran minggu ini."
Armin sedikit terkejut, diambilnya berkas laporan yang dibawa oleh Marco, diteliti dan ia menemukan coretan spidol merah yang menandakan poin penting yang tidak ia cantumkan.
Marco menghela nafas, menatap rekan kerjanya. "Armin, kalau ada masalah, cerita aja, Im all ears. Jarang banget kamu lalai begini apalagi masalah kerjaan."
Pria ini memalingkan pandangannya dari kertas bercoreng merah di genggamannya, membalas tatapan rekannya yang khawatir.
Armin meraupi wajahnya dengan telapak kanannya sambil menjawab, " makasih co, aku cuma kurang tidur aja kok."
Marco menghela nafas, beranjak dari kursinya Ia menuju pintu keluar dari ruangan. " yasudah min, aku tunggu sore ini jam pulang kerja."
Armin menutup pintu ruangannya, kembali duduk dan meregangkan lengannya. Saat mengetahui bahwa istrinya sedang mengandung, Ia sangat bahagia. Namun armin jadi sering teringat pada akan apa yang terjadi pada Annie dua tahun lalu.
Februari, 2015
beberapa bulan setelah ulang tahun pertama pernikahan mereka, Annie terserang penyakit tipes. Pada awalnya, Armin mengira Annie hanya kelelahan karena menangani pembukaan Patisserie yang mengambil waktu istirahat Annie selama beberapa minggu.
Saat itu, badannya lemas dan demam, Annie menolak tawaran Armin untuk diantar ke klinik, mengatakan bahwa ini hanya kelelahan saja. Armin yang sedang sibuk dengan pekerjaannya pun tidak memaksa, menganggap keadaan istrinya akan segera membaik.
Masing-masing fokus pada pekerjaan dan kesibukan mereka, Armin pulang kerja agak telat, sedangkan Annie bolak-balik dari pusat perlengkapan dan persediaan bahan kue.
Suatu malam saat Armin pulang kerja, Ia menemukan Istrinya tergeletak di ruang tamu. Annie masih menggunakan kemeja dan sepatu, bahkan jaketnya masih menempel di badannya.
Melihat pemandangan yang demikian, Armin berlari dan segera mengangkat badannya dari lantai. "Annie!! " Armin menggoyangkan pundaknya, berharap mendapat suatu reaksi, tetapi Annie tidak kunjung terbangun. Pria muda ini menepuk pelan pipi Annie dan menempatkan telapaknya di dahi. "Ah, badannya panas! "
Dengan sedikit panik, Armin segera membawa Annie ke dalam mobil dan melarikannya ke rumah sakit. Ia menancap gas, tak menghiraukan suara klakson dan warga sipil yang melontarkan kalimat protes. Pria berambut pirang ini berulang kali memalingkan pandangannya dari jalan untuk memeriksa keadaan istrinya. Alis bertekuk, nafas berat dan keringat melintas di pelipis wanita itu. Rasa bersalah mengelilingi Armin, sesibuk apapun seharusnya dia memperhatikan keadaan Annie.
Lampu terang dari rumah sakit membuyarkan Pria muda ini dari lamunannya. Dengan segera, Armin memarkirkan mobilnya di lahan parkir depan, Ia keluar dari mobilnya, menggendong Annie masuk ke rumah sakit.
" Dokter!! "
Armin memasuki rumah sakit sambil berteriak meminta tolong. Kini Ia berhasil menarik perhatian dari sekian banyak orang, termasuk tenaga kesehatan yang ada di aula. Salah satu perawat mendatangi pria muda yang sedang menggendong seorang wanita itu.
" mohon tenang pak... ada apa?"
"Tolong.. Istri saya.."
Armin kesulitan menyusun kata, panik yang dialaminya seketika menghilangkan kemampuannya untuk berbicara dengan baik dan tenang. Perawat yang bertugas berusaha membaca situasi, segera memanggil perawat lain untuk menyiapkan ruangan. Pemuda pirang ini menidurkan Annie di atas ranjang beroda, membiarkan para tenaga kesehatan melakukan tugas mereka.
Seorang perawat meminta Armin untuk menunggu sampai mereka dapat mendiagnosa gejala yang dialami Annie. Dia menyarankan Armin untuk mengisi formulir registrasi dan identitas pasien.
Selama 30 menit, Armin menatap pintu ruang IGD, sampai seorang dokter keluar dari ruangan.
"Selamat malam pak, Anda kerabat dari nona Annie? saya ingin berbicara dengan orangtua atau suaminya."
"iya saya suaminya dok."
"ohh.., oke pak Arlert, saya punya kabar baik dan buruk, Anda ingin tahu yang mana dulu?"
"kabar.. buruk."
Armin sedikit gelisah, takut akan kabar buruk yang akan diterima.
" jadi, dari sampel darah yang diambil, Nona Arlert terserang penyakit tipes dan disertai gangguan pernafasan, sepertinya disebabkan oleh kelelahan. Jadi.. nona Arlert harus rawat inap selama kurang lebih seminggu."
Mendengar diagnosa sang dokter, Armin memutar pandangannya ke lantai keramik. "lalu, kabar baiknya dok?" Ia bertanya dengan suara yang agak pelan.
" Istri Anda sedang mengandung."
.
Heyo para pembaca... Disini saya mau ngucapin terimakasih untuk kalian yang sudah mau mereview dan mengapresiasi karya ini.. saya seneng banget : ) semoga kalian sehat terus
