Disclaimer: All characters of Naruto belongs to Masashi Kishimoto-sensei. And I'm just playing with it.
Rumah sakit khusus orang-orang yang memiliki kekayaan sinting dan di luar nalar ini sangatlah besar.
Sakura bahkan diam-diam memijit betisnya yang terasa pegal pun dalam hati merasa yakin kalau dia tidak cocok menjadi atlet lari jarak jauh. Sudahlah, tidak usah kebanyakan gaya. Kau memang lebih berbakat jadi pengangguran saja seperti saya.
Merasa sudah tidak tahan dengan keadaan yang menyiksa ini, saat mereka keluar dari lift Sakura terang-terangan menggerutu, "Aku tidak mau melahirkan di rumah sakit ini." Loh, loh, memangnya ada yang sudi menanyai satwa sepertimu pakai bahasa manusia huh?
Sasuke, yang tepat berjalan di sebelahnya hanya merespons dengan senyuman geli sembari mengacak rambut alien campuran ras kingkong itu dengan gemas. Ah, dasar Sasuke bodoh. Harusnya kau memukul kepala alien itu agar bisa berpikiran seperti orang normal pada umumnya!
Sampai di depan kamar tempat Mikoto dirawat, Sakura merasa nyawanya terancam bahaya lagi karena disambut dengan ekspresi Fugaku yang hangat. Bonus jitakan dan sebelah tangan yang bertolakpinggang. Pose apaan sih itu, Pak? Mau ikutan Zimbabwe's Next Top Model? Ekspresinya kurang fierce itu ….
Mata Fugaku menyipit. "Ada lecet? Ada masalah?" menyelidik.
Sakura meringis sembari mengusap kepalanya yang benjol, mengisyaratkan Sasuke untuk peka dengan kontak batin. Bantu sedikit lagi bisa kali dan dibalas Sasuke dengan helaan napas yang pasrah. Memang terkadang dasar jiwa Sakura terlalu serakah.
"Enggak ada lecet, enggak ada masalah. Tadi aku yang bawa Ben." Sasuke menyodorkan kunci mobil ayahnya dan diambil (direbut) dengan baik oleh tangan maling itu. Pfft, Ben?
"Bagus, kalau begitu ayo masuk."
Penjaga pintu neraka sudah memberikan izin.
Monmaap sebentar, saya yang sedang nyeker ini harus dilepas sepatu dulu atau tidak ya? Kok, kelihatannya lantai marmer rumah sakit ini tidak boleh ternodai kaki dan jiwa saya yang sangat kotor akan dosa?
"Enggak usah norak, Sara."
Eh? Saya menoleh ke arah Sakura yang sedang melepas kaus kakinya di depan pintu. Sasuke berusaha sebisa mungkin menahan tawa, sementara Sakura cemberut dan tetap melanjutkan aktivitasnya.
"Kaki saya sakit kalau pakai sepatu, Pak."
Fugaku mendengus saat mendengar alasan itu dan membuang muka.
Saat sudah sukses berada di dalam ruangan, intimidasi Fugaku tetap mengarah pada mangsanya—Sakura. Seolah waspada dengan gerak-gerik yang diciptakan oleh virus nan membahayakan negara ini. Sakura hanya meringis, bisa habis dia kalau Sasuke menceritakan secara keseluruhan kejadian tadi.
Tapi, tenang saja Sara yang ada huruf Ku-nya.
Saya akan pastikan kalau Fugaku membaca cerita saya, mengingat status followers dan following kehormatan yang saya sandang di Instagram. Omong-omong, ke mana perginya Izumi? Saya jadi ingin berkenalan sebentar dengan kekasihnya.
"Jadi, ini yang namanya Sakura?"
AHHHHH, ITU MIKOTO. Calon mertuanya Sakura (juga saya).
"Selamat sore, Bibi." Sakura refleks tersenyum sembari membungkukkan badan untuk memberi salam.
Mikoto balas tersenyum. "Kemari, Nak." Serahkan hartamu!
Sakura menurut, mendekat ke arah Mikoto yang terbaring lemah dan kurus. Bahkan selimut putih yang tebal tidak begitu menyembunyikan tubuh Mikoto nan ringkih.
Kepalanya ditutupi kupluk rajutan bewarna hitam, terlihat sedikit keren melihat beberapa gelang power balance yang tidak ada khasiatnya melingkari pegelangan tangan. Sepertinya itu punya Sasuke. Anak itu memang suka iseng mendandani orang.
Meskipun dalam keadaan sakit, Mikoto tetap terlihat cantik dan wibawa keibuannya tetap memancar dengan sinar kelembutan—tidak seperti aura suaminya yang selalu tidak mengenakan juga menyebalkan. Sekarang saya sadar Sasuke lebih mirip siapa. Gen unggul memang perlu diancungi delapan jempol.
Dari jarak dekat, Sakura bisa melihat bercak darah yang mengering di bibir Mikoto dan sepertinya itu bekas kejang tadi. Bibi, pokoknya saya mendoakan Anda agar cepat sehat kembali!
Tangan kanan Mikoto yang sedang diinfus mengelus pipi Sakura. "Cantik." Menyempatkan diri untuk memuji alien campuran ras kingkong.
Padahal hari ini Sakura lupa pakai lipbalm, terburu-buru juga tidak sempat memakai skincare dan dia yakin kalau wajahnya saat ini terlihat kering dan kusam. Tapi, gadis mana yang tidak tersipu jika dipuji oleh calon mertuanya?
"E-eh?" enggak biasa dipuji, ya beginilah. Merona-rona~
"Mamsky, gimana rasanya?"
Mikoto menoleh ke arah si bungsu dan tidak menghilangkan senyumnya. "Sudah baik. Tidak perlu ada yang dikhawatirkan lagi ya, Nak."
"Khawatir itu tetap harus ada." Wow, sepertinya materi tambahan akan segera dimulai. Kalian sudah mengenal tadi itu suara bariton dari siapa, bukan? "Jauh-jauh dari Sakura, Miko. Dia spesies yang berbahaya."
Sakura mendelik dan Mikoto hanya tertawa pelan. Beliau sudah diceritakan banyak hal oleh Sasuke bahwa suaminya ini memang sangat menginginkan Sakura untuk benar-benar jadi bagian keluarga Uchiha. Meskipun tampaknya keinginan itu sama sekali tidak terlihat secara eksplisit.
Tapi, yah, melihat sukarnya memahami jalan pemikiran manusia yang memiliki harta sekaya Fugaku membuat saya manggut-manggut saja dan berdoa semoga pernyataan itu tidak benar. Mudah-mudahan enggak langgeng ya, Sakura. Saya tidak mau punya adik ipar menyusahkan seperti kau.
"Heh." Apa, sih? Harusnya kau tidak bisa melihat saya tahu.
Fugaku bersedekap. "Mana tugas yang tadi saya berikan?"
Sakura tersadar, refleks menepuk jidatnya. Pasti ketinggalan di meja. Dia meringis sembari mengirimkan sinyal perlu dikasihani dan ditolong (lagi) oleh pacarnya. Untuk kesekian kalinya Sasuke menghela napas, baru pacaran saja sudah seperti ini apalagi kalau sudah resmi?
Yah, nikmati sajalah. Namanya juga masih muda.
"Teledor!"
"AMPUN, PAK!" Mikoto tertawa melihat hiburan ini, Sasuke semakin menghela napas pasrah.
Aura gahar dari Pablo Escobar menguar. "Bagaimana kau mengurusi cucu saya nanti? Bisa-bisa Sasuke lebih sayang ke istri kedua dibanding yang pertama." Punten, ini kenapa anaknya malah diajarkan poligami?
"Dih, ogah banget saya dipoligami ..." Masih berani jawab? Sakura ini benar-benar, ya.
"Saya enggak mau tahu, sekarang buat ulang!" titah Fugaku sembari melotot.
Sakura cemberut dan secara lembut melepaskan genggaman Mikoto di tangannya. Dia beranjak duduk di sofa yang berada pada sudut ruangan, mengeluarkan secarik kertas yang lebih elit dan pulpen murah.
Lagi pula siapa suruh kertasnya malah ditinggal? Sasuke menggelengkan kepalanya pelan dan ikut duduk di sebelah pacarnya. Hei, hei, kenapa mendekat? Memangnya kau berniat untuk membantu makhluk jejadian itu lagi, Yang Mulia Sasuke?
