Dari senja yang damai, matahari yang terbenam perlahan-lahan menenggelamkan dunia dalam kegelapan, memudar menunggu dunia terulang kembali. Di taman, di bawah cahaya yang turun, dalam panorama kedamaian, teriakan kesakitan berteriak di luar pepohonan, meminta bantuan.

Pemilik suara itu adalah seorang anak laki-laki, yang mencapai puncak masa mudanya di sekolah menengah. Coklat mewarnai rambutnya, matanya berwarna kuning suram, wajahnya lembut dan menarik bagi gadis-gadis seusianya.

Anak laki-laki itu adalah Hyōdō Issei, seorang mahasiswa tingkat dua dari Akademi Kuoh, - sekolah yang dulunya adalah sekolah khusus perempuan yang baru-baru ini mengizinkan anggota laki-laki untuk hadir. Dan sekarang dia sedang sekarat.

Issei sangat kesakitan, dia mencoba meraih tombak dalam upaya putus asa untuk melepaskan senjata dari tubuhnya. Namun, apakah dia menyukainya atau tidak, ini adalah pukulan yang fatal. Rasa sakit dari lukanya sangat kuat. Sangat menyakitkan, dan bahkan bernafas pun seperti mengalami kematian.

Issei tau dia akan mati di saat-saat singkat berikutnya, tetapi meskipun begitu, dia bertahan; dia berdoa berharap ada keajaiban, memberinya kekuatan untuk bertahan melalui proses hidup dan mati. Tapi di dunia tak bertuhan, keajaiban seperti itu sudah tidak ada, meninggalkan Issei dalam keputusasaan yang mendalam.

"Aku mohon.. Siapa saja, bantu aku." Dengan susah payah, dia masih bersikeras menolak untuk menutup mata, dia masih berharap ada yang menolongnya. Bahkan tidak peduli makhluk apapun itu.

Issei hanya tidak ingin mati, belum.

Semua indra perasaan yang ada di tubuhnya mulai mati rasa, perlahan-lahan dari ujung kaki, Issei merasakan rasa dingin seperti gunus es yang akan menelannya, membawanya kepada kematian. Melahap semua harapan yang dia pegang saat ini, Issei putus asa, dan takut, berpikir bahkan dia akan mati sebentar lagi membuatnya sangat emosional.

Air mata mengalir dari kedua matanya yang sudah tertutup, jika saja ada kedua sahabatnya, melihat Issei sekarang sedang menangis, mereka tentu akan terkejut, satu hal yang mereka ketahui yaitu, Issei tidak akan pernah menangis, bahkan ketika dia dipukuli oleh sekelompok gadis.

"Sungguh, kematian memang pantas ditakuti.."

Naruto menghela nafas ringan, ketika dia tiba disini dan melihat pemuda seperti Issei menangis, tetap masih membuatnya terkejut. Dia tiba-tiba teringat akan dirinya di masa lalu, Naruto mengadah ke langit untuk waktu yang singkat, sebelum menatap Issei lagi yang sedang sekarat.

"..Issei, untuk sekian kalinya aku menolong manusia lagi—" Naruto melangkah maju dan berjongkok sambil menyentuh tombak yang tertanam di dadanya, detik berikutnya tombak itu harus hancur karena cengkraman Naruto. Darah langsung mengalir, membasahi tanah dengan genangan merah.

"—Tapi pada akhirnya mereka tetap mati.." Naruto tertawa pelan namun ekspresinya tetap datar, tiba-tiba tubuh Issei diselimuti cahaya emas, membuat semua luka yang di deritanya perlahan-lahan mulai sembuh, hanya butuh kurang dari satu menit untuk menyembuhkan semua luka fatalnya.

Naruto berdiri setelah selesai menyembuhkan Issei, lalu berbalik menuju ke arah tempat dia beristirahat, rumah. Bahkan tidak repot-repot lagi mengurus Issei yang terbaring di tanah, karena dia tau pemuda tersebut akan aman, dan lagi pun masih ada iblis murahan yang akan mengurusnya.

"..Berharap kau tidak seperti mereka, Issei."


Manusia, adalah makhluk hidup yang mengambil keputusan melalui emosi, termasuk perasaan marah, sedih, iri, cemburu, harapan, dan ketakutan. Ini normal bukan? Karena itu, jika ada orang yang tidak merasakan emosi semua ini, apakah masih dianggap manusia?

Aku pernah merasakannya sebelumnya, tapi karena mengalami sesuatu yang tidak harusnya di alami manusia, membuat emosiku memudar..

Jika kalian mengatakan bahwa aku adalah monster, ini benar dan salah. Karena aku punya kalimat, "Aku tidak peduli karena hal itu baik." Dan, "Semua orang baik membutuhkan orang jahat."

..Unknown,


Hal yang dibenci oleh Madara adalah ketika ia berada di tempat yang tidak dikenal, seperti sekarang ini. Tatapan sang Uchiha tertuju pada tulang-tulang manusia yang berserakan di tanah. "Hm.." Madara mencoba mencari petunjuk agar keluar dari tempat ini, kakinya berjalan lurus ke depan, mata merahnya dengan acuh tak acuh melirik ke sembarang arah.

Setelah sepuluh menit berjalan tanpa tujuan, lingkungan di sekitar tetap tidak berubah, hanya ada pepohonan berukuran besar di segala tempat. Madara berhenti melangkah ketika dia tahu berjalan saja tanpa mengambil petunjuk akan menjadi sia-sia. "Menarik.." kedua matanya menangkap pergerakan posisi pohon bergeser sendiri, namun fenomena itu hanya dua detik, tapi itu sudah cukup bagi Madara untuk mendapat petunjuk.

"Jadi pohon-pohon ini yang membunuh manusia.." Madara menatap ke arah pohon besar di depannya, lalu matanya menangkap pergerakan pohon besar yang ada di kanan dan kiri bergerak pindah posisi mendekati dirinya. Meskipun begitu, sikap sang pendahulu Uchiha masih acuh tak acuh menghadapi situasi dirinya dikepung.

"Jika aku bisa menghadapi ribuan shinobi tanpa rasa takut sedikitpun, lalu apakah tumbuhan yang tidak berharga dalam pandanganku bisa membuatku takut?"

Madara tertawa pelan, tiba-tiba dari kedua matanya mengalir darah. "Tentu saja tidak, Ameterasu!"

Maka saat itu juga, api hitam dengan sangat cepat melahap semua pepohonan, bahkan jika mereka ingin melawan, dan sebelum bisa membuat perlawanan, mereka terlebih dahulu terbakar oleh api yang sangat ganas.

Api hitam menyebar keseluruhan hutan, membuat situasi menjadi horror, hanya Madara yang masih berdiri di tengah-tengah kobaran api, karena bahkan api terganas pun takut mendekatinya. Madara menelan paksa darah dari tenggorokannya, hanya ada satu pernyataan yang membuat dia khawatir. "Kenapa di dunia ini tidak ada sumber Chakra?!"


...

Shinigami membuka buku kecil yang di dalamnya terdapat ribuan nama manusia, mata hitamnya yang begitu gelap tanpa dasar tertuju pada satu nama yang begitu familiar, dalam kegelapan, tempat yang tidak memiliki waktu dan jauh dari jangkauan dunia luar. Suara tawa dingin menggelegar memenuhi tempat alam kekosongan, "..Hahaha!"

Tawa ini belum mau mereda, tidak dalam waktu dekat..


TBC.


Halo bagaimana kabar kalian? Yeah, semoga pada sehat. Amiin.. Disini ane cuma mau minta maaf kepada orang yang masih membaca cerita nggak jelas ini, karena words-nya terlalu pendek dan updatenya yang juga terlalu lama, maaf ye.

Tapi tenang aja, ane tetap bakal terusin cerita ini kok, yeah walaupun updatenya bisa satu abad haha. Dan ada yang nanyain mengapa sifat karakter n dan m seperti tertukar? Ini jawabannya ada di Ch satu. :)

Segini aja dulu, bye.


Next chapter: Shinobi dan seekor naga.