Selamat membaca!


Chapter 4: Searching Members Part 1

Sasuke menimbang-nimbang ajakan Naruto yang ingin membuat klub bersamanya. Kalau dipikir-pikir menarik juga. Ia bisa leluasa merekrut anggota yang diinginkan. Sasuke juga tidak perlu khawatir lagi pada orang yang selalu mengejarnya karena ingin meminta bergabung. Tapi apakah ini jalan terbaik? Membuat klub tidak hanya memberi manfaat namun juga ada hal negatifnya. Pemuda keturunan Uchiha itu memiliki keyakinan segala sesuatu tidak sepenuhnya baik, pasti ada keburukan walau kecil.

Tapi hati kecilnya tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk mengikuti kejuaraan enam bulan sekali yang diberi nama Bounty Championship. Secepatnya Sasuke harus berada di jajaran peringkat 16 besar.

"Ide bagus. Aku ikut." Jawab Sasuke.

Naruto tersenyum tipis. "Kalau begitu siapa yang akan jadi ketua klubnya?"

Sasuke menunjuk Naruto.

"Aku?"

"Siapa lagi kalau bukan kau. Lagi pula ide ini berasal darimu. Terlebih kau memiliki kekuatan Indera Batin yang bisa melihat isi hati seseorang. Naruto, kau orang yang cocok menjadi ketua." Kata Sasuke.

"Kalau begitu baiklah, aku terima jabatan ketuanya. Selanjutnya kita harus memikirkan nama klub. Sasuke, apa kau ada ide?"

"Kalau urusan nama klub aku saja yang tangani. Aku ingin namanya bernuansa kekeluargaan." Jawab Sasuke sambil menerawang ke arah bulan purnama yang bersinar indah dari balik jendela kamar. Ia mencari nama yang bagus dan kental akan nuansa kekeluargaan. Sebenarnya Sasuke tidak mencari kata-kata yang sulit, ia hanya menerjemahkan kata keluarga ke bahasa lain dan mencari kata-kata yang tepat.

Lima detik berlalu, bibir Sasuke tersenyum. "Bagaimana dengan Familia Club? Familia adalah bahasa Spanyol dari keluarga."

"Familia ya …," gumam Naruto sambil mengusap dagunya dan menatap ke lantai. "Tidak buruk dan tidak berlebihan. Aku setuju."

"Jadi kita sudah sepakat membuat klub baru dengan nama Familia Club yang diketuai oleh Naruto."

Setelah mereka sepakat, Naruto dan Sasuke segera tidur untuk mengistirahatkan badan. Mereka telah membuat janji akan bertemu di jam istirahat untuk meminta izin pembuatan klub baru pada ketua OSIS.


Pagi hari menjelang, suara kicauan burung terdengar jelas di setiap sudut Donquixote Academy karena sekolah ini berdekatan dengan hutan dan cukup jauh dari perkotaan. Naruto yang terganggu suara kicauan burung itu mengerang, lalu membuka kedua matanya. Ia melihat jam di sampingnya menunjuk angka lima.

"Masih jam lima ya … tidur lagi." Gumam Naruto sambil menarik selimutnya.

Beberapa menit Naruto memejamkan mata, ia masih belum bisa terjun ke alam mimpi. Semakin dipaksakan malah menjadi susah tidur. Akhirnya Naruto memutuskan untuk bangun dan keluar menuju halaman belakang, latihan sepertinya lebih baik. Sudah dua hari ini ia jarang berlatih.

Naruto memasuki daerah pepohonan. Tempat ini sangat cocok untuk berlatih seni berpedang karena banyaknya pepohonan sebagai target serangan. Azazel cukup bijak untuk tidak menebang pepohonan yang berada di pesisir sekolah. Pria berponi kuning itu prihatin dengan masalah pemusnahan hutan yang sedang terjadi di berbagai negara.

"Sepertinya tempat ini sangat strategis, letak setiap pohonnya bagaikan musuh yang berjajar rapi." Gumam Naruto.

Remaja pirang itu lalu melakukan pemanasan terlebih dahulu seperti push up sebanyak 100 kali, sit up 150 kali, back up 200 kali, dan lainnya. Setelah dirasa ototnya sudah lentur, Naruto lalu berkonsentrasi untuk mengeluarkan elemen emasnya.

[Golden Sword: Kusanagi no Tsurugi]

Naruto menciptakan replika katana Sasuke yang telah ia lihat kemarin. Bentuknya hampir menyerupai aslinya.

"Lebih berat dan lebih panjang. Ini tidak identik dengan katana Sasuke." Analisis Naruto pada hasil karyanya. Sepertinya ia harus lebih cermat untuk mengamati sesuatu.

Naruto menutup kedua matanya, ia mengambil nafas panjang, menahannya, lalu dikeluarkan pelan-pelan. 'Menurut perkataan Sensei, pedang adalah jiwa pemiliknya. Jika kita mencintai pedang, maka pedang akan mencintai kita. Jika kita memperlakukan pedang dengan baik, maka pedang akan menuruti semua keinginan kita. Itulah artian sesungguhnya dari seorang kesatria dan samurai.'

Naruto menggenggam erat katana hasil dari elemen emasnya. Ia perlahan membuka kedua mata. 'Sekarang, apakah pedangku mengikuti kehendakku?'

Syat!

Naruto menebas pohon yang berada di depannya. Remaja pirang itu merasa kecewa karena hasilnya berbeda jauh dari yang ia inginkan. "Cih, masih bisa tertebas ya … padahal aku menginginkan pohon itu tidak tergores." Gumam Naruto yang diakhiri helaan nafas.

"Sepertinya susah untuk menguasai teknik membelah logam. Sensei mengatakan langkah awal yang harus dilakukan adalah mencintai pedang dan merawatnya, buat dia menuruti semua keinginan pemiliknya. Jika berhasil maka aku bisa membelah logam."

Naruto saat ini sedang mengasah kemampuan untuk menebas logam. Guru seni pedang pribadinya berpesan agar selalu berlatih walaupun sekarang Naruto tidak lagi di Inggris. Remaja pirang itu ingin cepat-cepat menandingi gurunya yang sudah memasteri kenjutsu.

Naruto memandang pedang emasnya, "Mungkin penyebabnya adalah aku tidak memiliki pedang asli. Pedang yang dibuat oleh tangan manusia dan pedang hasil ciptaan dari Mana jauh berbeda. Apa yang dikatakan Sensei tidak akan berlaku pada pedang palsu ini. Lebih baik aku mencari dulu pedang asli untuk dijadikan senjata utama." Kata Naruto lalu menghilangkan pedang emasnya.

Remaja pirang itu segera melompat menaiki dahan pohon yang cukup tinggi. Ia lalu duduk dan berkonsentrasi membangkitkan Indera Keenamnya. Naruto selalu mengasah kekuatan ini sedikit demi sedikit agar bisa mengetahui isi hati seseorang dengan akurat. Penguasaan Indera Batinnya saat ini mungkin sekitar 40 persen, cukup jauh dari kata sempurna. Meskipun begitu Naruto bisa menebak dengan benar isi hati seseorang, walaupun sedikit agak samar karena tercampur dengan perasaan yang lain.

'Indera Batin yang dapat mengetahui isi hati seseorang. Kemampuan yang kubangkitkan satu tahun lalu. Pertama aku tidak menyadarinya, tiba-tiba perasaanku bercampur aduk dengan perasaan lain. Aku mendengar suara-suara aneh dari orang-orang di sekitarku meskipun mereka tidak berbicara. Suara itu seperti rintihan jika sedih, tawa jika senang, menggumam lembut jika baik, menggeram jika jahat, dan masih banyak lagi. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa aku memiliki Indera Keenam. Menurut Ayahku, metode untuk menyempurnakan kekuatan ini adalah berkonsentrasi dan mendengar mana suara yang lebih besar. Seseorang bisa mengeluarkan suara lebih dari satu. Itu berarti hatinya memiliki perasaan lebih dari satu. Orang-orang dalam keadaan normal umumnya mengeluarkan suara hati menggumam lembut dan menggeram, itu artinya mereka memiliki sisi baik dan jahat. Ayahku bilang aku harus konsentrasi dan mendengar lebih teliti mana suara yang lebih terdengar jelas, jika sudah didapat maka itulah sifat asli orang itu. Jahat … atau baik, keduanya tidak akan berjalan seimbang.'

Deg!

'Suara ini … perasaan ini … kejahatan. Tapi siapa?' Batin Naruto karena mendengar suara geraman yang besar. Suara itu berasal tidak jauh dari tempatnya.

Naruto yang didorong oleh penasaran tinggi akhirnya membuka mata lalu bergegas menuju tempat sumber suara rintihan itu.

Tap! Tap! Tap!

Dari balik batang pohon besar, Naruto melihat seorang wanita berambut merah panjang sedang dikerumuni oleh tiga laki-laki yang menjadi sumber suara geraman itu. 'Mereka berniat jahat pada gadis itu.' Naruto memincingkan mata.

"Nona, kau memiliki rambut yang indah." Kata satu laki-laki sambil mencium rambut gadis itu.

"Jauhkan wajahmu dari rambutku!" Gadis itu tidak terima dan berusaha menjauhkan muka menjijikkan itu.

"Jangan kasar begitu Nona, gadis cantik sepertimu tidak boleh bersikap kasar." Satu lagi laki-laki berbicara sambil mengusap dagu gadis yang nampaknya menahan marah itu.

"Ayo kita bermain sebentar sebelum masuk kelas." Kali ini laki-laki yang berada di tengah hendak mencium bibir merah muda gadis itu dengan cepat.

Tanpa mereka sadari, sebuah tangan emas panjang melesat cepat menuju mereka.

Duakh!

Ketiga lelaki itu terpental cukup jauh. Mereka lalu melihat siapa yang menyerang. Naruto keluar dari balik persembunyiannya, berjalan menuju gadis yang sedang menghela nafas lega. Emas panjang yang berbentuk tangan itu menghilang menjadi debu.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Naruto.

"Tidak." Jawab gadis itu singkat.

"Baguslah. Biar aku urus mereka."

Naruto berjalan perlahan menuju ketiga lelaki yang sepertinya kelas 2. Ketiga lelaki itu menatap Naruto dengan takut karena mereka pernah melihat remaja pirang itu bertarung sampai bisa mengalahkan Riser Phoenix.

"Lari!"

"Selamatkan diri kalian!"

Naruto hanya menatap kepergian mereka dengan sebelah alis terangkat. Apa sampai sebegitu kuatnya Naruto? Bahkan seniornya sendiri pun takut padanya. Tak mempedulikan itu, Naruto berjalan kembali menuju gadis yang diselamatkannya.

"Sekarang kau tidak apa-apa. Lain kali hati-hati." Kata Naruto lembut dengan senyum tipis.

"Terima kasih." Kata gadis itu sambil menutup kedua mata dan bersandar di pohon yang berada di belakangnya.

"Tak usah berterima kasih. Aku hanya menyelamatkan orang yang membutuhkan pertolongan."

"Aku bukan berterima kasih karena itu,"

Naruto bingung dengan perkataannya. "Maksudmu?"

"Terima kasih karena telah menyerang mereka duluan. Kalau tidak tangan mereka akan terpotong."

"Huh?"

Gadis berambut merah panjang itu menghela nafas sekali lagi. Laki-laki di depannya masih belum mengerti maksud dari perkataannya. Gadis itu mengangkat tangannya hingga sejajar dengan dada, perlahan muncul lingkaran sihir berwarna merah muda dan dari lingkaran sihir itu keluar sebuah pedang. "Aku berniat menebas mereka tadi."

Naruto tertarik dengan sihir yang dimiliki gadis itu. Sihir yang bisa menciptakan senjata atau mengeluarkan senjata? Entahlah. "Kau memiliki sihir yang hebat. Ehem, perkenalkan nama-"

"Namikaze Naruto, murid pertukaran yang banyak diceritakan orang. Kalau tidak salah kelasmu berada di kelas 1-B."

Naruto yang ucapannya terpotong hanya terdiam dengan mulut yang masih menganga. Sebenarnya remaja pirang itu sedikit kesal dengan tingkah laku gadis datar di depannya. Tapi Naruto tidak melihat sisi buruk di dalam hatinya. Bukannya gadis itu tidak memiliki sifat buruk, gadis yang saat ini bersenderan di pohon memiliki sifat buruk yang kecil. Naruto mendengar suara gumaman lembut yang lebih besar dari pada suara geraman yang hampir tidak terdengar.

"S-sepertinya aku sudah terkenal." Kata Naruto kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.

Gadis itu kembali menghela nafas untuk yang ketiga kalinya. Ia lalu menyodorkan tangan, ingin berjabat tangan. "Namaku Erza Scarlet, kelas 1-C. Salam kenal Namikaze-kun dan sekali lagi terima kasih karena telah menolong mereka dariku."

'Bukannya kau yang aku tolong? Kenapa jadi mereka?!' Batin Naruto kesal lalu meraih jabatan tangan Erza. "Salam kenal juga."

Mereka berdua melepas jabatan tangan.

"Ngomong-ngomong, kenapa Erza-san berada-"

"Erza saja." Potong cepat gadis berambut merah itu.

"Ah ya, kenapa Erza berada di tempat seperti ini? Apa sedang latihan?" Tanya Naruto.

Erza mengangguk pelan. "Begitulah. Hampir setiap pagi aku berlatih di sini sebelum masuk ke kelas. Aku tidak terlalu suka berlatih di Training Ground." Jawab Erza.

"Training Ground?"

"Itu adalah tempat latihan di sekolah ini. Training Ground adalah lapangan luas yang bisa dipakai untuk latihan atau sparring. Ada tiga Training Ground yang bisa dipakai oleh murid sekolah."

"Hmm begitu ya," gumam Naruto.

"Aku kembali ke asrama dulu. Sampai jumpa Naruto." Kata Erza lalu melangkah menjauhi Naruto menuju gedung asrama putri yang terletak di samping asrama putra.

Naruto kembali melanjutkan latihannya untuk meningkatkan kemampuan Indera Batin.


Di jam bel istirahat, seperti yang sudah dijanjikan mereka berdua. Sasuke terlihat menunggu di depan pintu kelas 1-B sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap tidak sabar pada teman sekamarnya yang membereskan buku dengan lambat seperti siput. Naruto menghampiri Sasuke setelah membereskan buku-buku pelajaran.

"Kau lama." Kata Sasuke.

"Maaf." Balas Naruto.

Hanya segitu … hanya segitu masalah sepele terselesaikan bagi dua orang pendiam. Dua kalimat yang memiliki kata tidak lebih dari tiga sudah bisa membuat masalah itu terselesaikan. Mungkin jika masalah ini dihadapi oleh orang banyak bicara apa lagi tidak sabaran, masalah ini akan berkepanjangan.

"Kalau begitu ayo ke ruang OSIS." Ajak Sasuke sambil memimpin jalan.

Naruto mengangguk lalu mengikuti ke mana kaki Sasuke melangkah. Ternyata ruang OSIS berada di lantai tiga. Mereka berdua telah sampai di depan pintu yang bertuliskan 'Ruang OSIS'. Sasuke mengetuk pintu beberapa kali, orang yang ada di dalam menyuruhnya masuk.

Naruto dan Sasuke memasuki ruang OSIS. Mereka cukup terkesima dengan interior ruangan ini yang menimbulkan kesan santai. Tata meja yang rapih dikombinasikan dengan warna cat menyejukkan akan cocok untuk menghilangkan rasa stress setelah bekerja seharian. OSIS adalah kumpulan murid yang memiliki tugas paling banyak, oleh sebab itu desain interior seperti ini sangat berguna bagi mereka.

Seseorang yang duduk di kursi ketua OSIS menatap Naruto dan Sasuke secara bergantian. Jari-jemarinya membenarkan letak kacamata yang agak melorot. Dia adalah ketua OSIS bernama Sona Sitri dari kelas 2-A. Jadis berambut hitam legam sebahu itu menyilahkan mereka untuk berbicara.

Sasuke memandang Naruto melalui ekor matanya, Naruto tahu maksud tatapan itu. Pemuda Uchiha itu ingin Naruto yang berbicara.

"Hem, begitu Kaichou, aku meminta izin untuk membuat klub baru." Kata Naruto menyampaikan maksudnya datang ke sini.

"Aku bisa saja memberimu izin. Tapi kalian harus memenuhi beberapa syarat dulu." Kata Sona datar.

"Apa saja syaratnya?" Tanya Sasuke.

"Kalian harus sudah menentukan nama klub dan telah memiliki kandidat untuk menjadi anggota. Minimal lima orang termasuk ketua. Jika kurang dari itu aku tidak bisa memberi kalian izin membuat klub baru." Jawab Sona.

"Kami sudah memiliki nama untuk klub tapi … kami hanya beranggotakan dua orang." Jujur Naruto.

Sona menghela nafas sesaat sambil memejamkan matanya. Gadis itu kembali menatap mata Naruto. "Kalau begitu aku tidak bisa memberi izin. Namikaze-kun dan Uchiha-kun bisa mencari kandidat sebelum mengajukan permintaan. Jika ingin lebih meyakinkan, Namikaze-kun bisa membawa langsung kandidatnya ke sini agar aku bisa percaya dan langsung memeriksanya."

"Dan setelah itu kami bisa membuat klub baru?"

"Tentu saja. Kalian beruntung karena beberapa hari lalu ada satu klub yang dibubarkan, alasannya mereka kekurangan anggota. Salah satu peraturan yang tidak boleh dilanggar dalam klub adalah kekurangan anggota. Jadi kusarankan Namikaze-kun mencari lebih dari lima anggota."

Naruto mengangguk mengerti, ia lalu tersenyum tipis. "Terima kasih Kaichou. Kami akan ke sini lagi setelah mendapatkan anggota yang cukup. Kalau begitu kami permisi dulu."

Naruto dan Sasuke pergi setelah terlebih dahulu membungkuk hormat. Ketika mereka membuka pintu, ada seorang gadis bersurai hitam panjang dan berkacamata yang masuk. Keduanya berpapasan di depan pintu. Gadis itu memandang mereka berdua sambil tetap berjalan menuju Sona.

"Bukannya itu Uchiha Sasuke dan Namikaze Naruto? Apa mereka terlibat masalah?" Tanya gadis yang memiliki jabatan sebagai Wakil Ketua OSIS. Namanya Tsubaki Shinra.

"Tidak. Mereka hanya ingin meminta izin membuat klub baru." Jawab Sona sambil menyenderkan punggungnya, bersikap santai untuk merilekskan tubuhnya.

"Oh begitu." Gumam Tsubaki, gadis itu lalu menatap serius pada Sona. Sang Ketua OSIS yang tahu tatapan apa itu hanya menghela nafas panjang. Pasti ini berhubungan dengan masalah yang merepotkan.

"Sekarang masalah apa lagi?" Tanya Sona tidak minat.

"Si Number 2 berulah lagi. Menurut laporan ia menyerang murid lainnya saat sedang menjalankan misi di Dungeon. Murid yang diserangnya berjumlah 3 orang, untungnya tidak ada yang mengalami luka parah seperti bulan lalu. Bagaimana tindakan selanjutnya?" Kata Tsubaki serius yang meminta Sona melakukan tindakan secepatnya. Jika tidak maka akan ada banyak korban yang berjatuhan.

"Tsubaki, kau 'kan sudah tahu bahwa kita sangat sulit mengatasi masalah yang berhubungan dengan 10 peringkat tertinggi. Si Number 2 ini, orang yang berperingkat ke dua dalam jajaran harga kepala mendapatkan hak istimewanya, yaitu kekuasaan dalam bidang misi. Semua peraturan yang berhubungan dengan misi tidak berlaku baginya, termasuk peraturan tidak boleh menyerang sesama murid di dalam dungeon." Jelas Sona yang diakhiri helaan nafas lelah. "Kita tidak bisa menghakiminya sekarang karena hak istimewanya."

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Tanya Tsubaki sedikit khawatir. Sebagai orang nomor dua di jajaran OSIS, ia memiliki rasa keadilan tinggi. Tsubaki ingin menegaki peraturan sekolah ini. Siapapun yang melanggar berhak mendapatkan hukuman tanpa terkecuali.

"Diam dan menunggu," Jawab Sona singkat membuat Tsubaki bingung.

"Huh?"

"Diam untuk melihat situasi dan menunggu seseorang yang akan menghancurkannya." Lanjut Sona.

"Tapi itu hampir mustahil, Kaichou. Selama ini tidak ada yang berani melawannya selain peringkat pertama. Ia tidak mungkin kalah di pertandingan resmi kalau tidak ada yang menantang. Dan juga, 10 orang berperingkat terbesar tidak saling menjatuhkan. Mereka cenderung mengamankan harga kepala agar tidak jatuh. Siapa lagi yang bisa mengalahkannya selain mereka?" Kali ini nada yang dikeluarkan Tsubaki agak membentak.

"Kalau begitu kau saja yang menantangnya bertarung! Aku yakin kau akan jadi Mike dalam sekejap. Kita bukan termasuk orang yang bisa menyaingi mereka, apalagi tiga peringkat terbesar yang kekuatannya seperti monster." Kata Sona yang juga menaikkan nada suaranya. Ia jadi terbayang wajah ketiga orang dengan harga kepala paling tinggi dan itu sukses membuat seorang Sona Sitri yang terkenal dengan kepribadian tegas merinding takut. Cukup hanya membayangkannya saja bisa membuat Sona berkeringat dingin seperti itu.

'Peringkat pertama … orang yang menguasai penuh pengendalian kekuatan keenam Panca Indera. Bisa mengalahkan musuh dalam sekejap tanpa bergerak, bisa membuat musuhnya menjadi gila hanya dalam beberapa detik. Dan yang paling membuatku takut ia bisa menguasai semua kekuatan itu diumur 17 tahun. Mengerikan!' Batin Sona yang mengingat-ngingat bagaimana pertarungan orang itu saat di Bounty Championship tahun lalu. Tanpa disadari badannya bergetar karena ketakutan.

Tsubaki terdiam sambil mengepal erat kedua tangannya. Apa hanya segini saja rasa keadilan pada dirinya? Menyedihkan. Jika Tsubaki terus seperti ini, gadis berparas tegas itu tidak akan bisa menjadi Hakim.

Sona menatap Tsubaki, ia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh teman masa SMP-nya. "Jangan murung seperti itu Tsubaki, keadilan akan selalu menang melawan kejahatan. Tugasmu sekarang adalah mencari bukti sebanyak-banyaknya dan membuat laporan. Jika saatnya tiba kita akan memakai bukti-bukti itu untuk menjatuhkan hukuman pada si Number 2. Aku sangat yakin akan ada seseorang yang mengalahkannya. Jika dia keluar dari sepuluh peringkat besar maka kita bisa mengadilinya. Kau paham?"

"Siap Kaichou. Aku akan berusaha sekuat tenaga."

Tsubaki terlihat lebih percaya diri dari sebelumnya.


Naruto dan Sasuke saat ini sedang berada di kantin sekolah untuk mengisi perut mereka sambil membicarakan hal penting.

"Apa kau sudah memiliki beberapa nama yang cocok menjadi anggota klub?" Tanya Naruto. Sasuke pasti lebih kenal murid-murid di sini dibandingkan dirinya.

"Hanya sedikit. Itu juga aku tidak tahu bagaimana sifat aslinya."

"Kalau masalah itu tenang saja, biar aku yang urus. Kau tinggal menunjukkan orangnya dan aku akan memeriksa isi hati mereka."

"Baiklah. Setelah ini aku akan memperkenalkanmu dengan teman kelasku. Dia gadis yang periang dan selalu membantu teman yang membutuhkan pertolongan. Menurut apa yang kulihat dia gadis baik."

Keduanya telah sepakat setelah selesai makan Sasuke akan memperkenalkan gadis yang dimaksud pada Naruto. Suasana kantin ini begitu ramai karena selain menjadi tempat mengisi perut, kantin juga adalah tempat yang cocok untuk mem-bully. Lihat saja, belum apa-apa Naruto dan Sasuke disuguhkan oleh pemandangan yang membuat mereka berhenti makan dan merasakan harga diri turun.

Di depannya, Naruto dan Sasuke melihat seorang lelaki berambut seperti mangkuk sedang membungkuk di hadapan seorang gadis yang menyeringai senang. Laki-laki itu tidak membungkuk tanpa alasan, ia disuruh oleh gadis itu untuk membersihkan sepatunya menggunakan lidah. Lidah? Ya! Membersihkan sepatu menggunakan lidah. Bayangkan saja bagaimana harga diri seorang lelaki hancur oleh gadis menjijikkan itu, ini adalah penghinaan besar. Naruto dan Sasuka yang sekedar melihatnya saja merasakan harga diri mereka turut hancur. Jika dibiarkan seperti ini maka mereka akan menyesal seumur hidup.

Kret!

Suara kursi yang digeser secara kasar. Naruto menghampiri gadis berambut hitam itu yang kini sedang mendorong kakinya agar lebih masuk ke mulut lelaki itu. Ia terlihat senang dengan kelakuannya. Gadis itu memasukkan sepatunya ke dalam mulut siswa berambut mangkuk itu saat sedang menjilati sepatunya.

Tap!

"Huh? Ada apa?" Tanya gadis itu melihat seorang lelaki berambut pirang yang tidak dikenalnya berdiri di depan.

Kedua mata Naruto tidak terlihat karena terhalang oleh poninya. Yang jelas wajah Naruto lebih datar dari sebelumnya. Itu berarti emosinya sedang naik. "Lepaskan dia!" Perintah Naruto.

"Huh? Siapa kau berani memerintahku?" Tanya gadis itu lagi dengan wajah marah. "Aku berhak menyuruh hewan peliharaan ini sesukaku. Kalau kau ingin bersenang-senang, cari Pochi atau Mike yang lain!"

"Kubilang lepaskan dia!"

Brak!

Gadis bersurai hitam mengkilap dan memiliki iris mata ungu itu bernama Raynare dari kelas 2-E. Ia menggebrak meja yang ada di sampingnya. Berani-beraninya anak kelas satu ini memerintahkannya seperti itu.

"Jadi kau tidak mau melepaskan dia?"

Raynare hanya diam.

"Kalau begitu aku akan menggunakan hakku untuk memerintahkan dia agar menjauh darimu. Hoy kau, cepat keluar dari kantin."

Siswa berambut mangkuk itu berhenti menjilati ujung sepatu yang berada dalam mulutnya. Ia mengangguk singkat lalu hendak berdiri. Namun Raynare yang sudah naik darah langsung menendang keras wajah siswa itu hingga terkapar di lantai. Raynare lalu berdiri dan menatap tajam Naruto. Kedua mata berbeda warna itu bertemu, jarak wajah mereka hanya 5 cm.

Raynare menarik kerah baju Naruto. "Aku tidak tahu siapa kau dan dari mana asalmu. Kau telah mengganggu kesenanganku. Itu artinya kau telah siap menerima hukuman. Aku menantangmu bertarung di colosseum, itupun kalau kau punya nyali, bocah."

"Baiklah. Aku terima tantangnmu." Balas Naruto.

Raynare menyeringai sadis. "Bagus. Jangan salahkan aku kalau kau koma beberapa minggu."

Raynare melepaskan tarikkannya, ia berjalan keluar kantin menuju colosseum dengan bangga dan percaya diri yang tinggi. Oh nampaknya gadis sombong itu belum tahu siapa Naruto dan bagaimana kekuatannya. Raynare, nasibmu sial. Kau telah memilih lawan yang salah.


Lima menit kemudian bangku penonton colosseum sudah penuh oleh murid-murid yang ingin melihat aksi kedua dari Namikaze Naruto. Bagi murid yang sudah melihat secara langsung pertandingan Naruto sebelumnya tentu saja mendukung remaja pirang itu. Sedangkan bagi yang belum melihat dan hanya tahu dari omongan menatap antusias pada Naruto. Mereka ingin melihat bagaimana elemen emas bekerja.

"Boleh aku duduk di sampingmu?" Tanya Sasuke pada orang yang tadi berusaha diselamatkan oleh Naruto.

"Tentu saja. Silahkan." Siswa itu membungkuk agak gugup sambil menggeser tubuhnya.

"Terima kasih." Sasuke lalu duduk.

"Apa Uchiha-san temannya Namikaze Naruto? Aku melihat kau satu meja dengannya di kantin." Tanya siswa itu dengan nada merendah. Sepertinya hubungan kasta sudah melekat padanya sehingga berbicara layaknya pada majikan.

"Perkataanmu terlalu merendahkan diri. Berbicaralah seperti kita sederajat … benar, aku teman sekamar Naruto. Dan kau …,"

"N-namaku Rock Lee. Tolong sampaikan ucapan terima kasihku pada Namikaze-san." Kata Lee sambil membungkuk serendah-rendahnya.

"Kalau kau ingin berterima kasih, katakanlah secara langsung. Aku yakin Naruto akan senang."

Bukan Sasuke yang bicara, melainkan seorang gadis berambut merah sepunggung yang duduk di samping Lee. Gadis itu menatap serius pada Naruto yang sudah berdiri di arena pertandingan menunggu Raynare masuk.

"Erza."

"Erza-san!"

"Jangan menatapku dengan mata membulat. Aku sudah duduk di sini dari tadi. Kalian saja yang tidak menyadarinya."

"Hn. Seperti biasa, hawa kehadiranmu sangat kecil dan sulit dideteksi." Kata Sasuke lalu mengalihkan pandangannya ke arena pertarungan.

"Meskipun begitu aku masih bisa dideteksi jika kau menggunakan kekuatan Panca Inderamu."

"Benar juga."

Ke arena pertarungan, Naruto yang telah menunggu selama beberapa menit akhirnya melihat Raynare masuk ke arena dengan wajah percaya diri. Sorak-sorak dari penonton lebih besar setelah kedua petarung bertemu.

Suara Grayfia mulai terdengar. "Namaku Grayfia Lucifuge, aku adalah guru yang mengatur peringkat seluruh murid sekolah. Pertandingan antara Raynare sebagai penantang dan Namikaze Naruto sebagai penerima tantangan akan segera di mulai. Tidak boleh ada yang membunuh. Jika kalian sudah siap maka mohon acungkan tangan."

Naruto dan Raynare mengangkat tangan.

"Baiklah, pertarungan dimulai!"

Dua detik setelah Grayfia menyelesaikan kalimatnya, Naruto dan Raynare langsung merentangkan tangan. Naruto yang menyelimuti tangannya dengan emas cair untuk membuat tombak dan Raynare yang menciptakan lingkaran sihir untuk mengeluarkan tombak cahaya.

[Golden Spear]

[Light Spear]

Kedua teknik sama namun berbeda unsur itu melesat cepat lalu bertabrakan, menciptakan percikan api di ujung tombak mereka. Mata Raynare membulat kaget setelah melihat tombak cahayanya kalah dan hancur. Gadis itu lalu melompat ke atas untuk menghindari tombak emas Naruto. Di atas Raynare menciptakan pedang yang terbuat dari cahaya. ia lalu berniat menebas Naruto dari atas.

'Adu skill kenjutsu? Boleh juga.' Batin Naruto lalu membuat pedang dari emasnya.

[Golden Sword: Kusanagi no Tsurugi]

Trank!

Naruto menahan tebasan Raynare. Angin berhembus kencang menuju tempat penonton akibat tabrakan kedua pedang beda elemen itu. Naruto yang notabennya laki-laki dan memiliki tenaga yang lebih besar dari perempuan tentu saja memenangkan duel ini. Raynare terdorong ke belakang karena tidak sanggup mengimbangi tenaga Naruto.

Keduanya kemudian kembali berlari dengan pedang yang sudah siap dihunuskan. Di bangku penonton, Sasuke menatap kaget Naruto bisa menciptakan replika katananya hanya dengan sekali lihat, meskipun tidak sempurna.

Trank! Trank! Trank!

Keduanya saling menunjukkan skill berpedang masing-masing. Saling menebas, menahan, menusuk, semua mereka lalukan sesuai gerakan yang dikuasai.

Trank!

Kedua pedang elemen itu kembali bergesekkan yang menimbulkan percikan api.

"Skill berpedangmu cukup hebat. Sebenarnya siapa kau?" Puji dan tanya Raynare.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku." Jawab Naruto dingin.

"Cih."

Raynare menyudahi adu pedangnya dan melompat ke belakang untuk menjaga jarak. Otaknya baru ingat tentang kabar anak baru. "Jangan-jangan kau murid baru program pertukaran pelajar itu ya? Kalau tidak salah … hem … namamu Namikaze Naruto, benar?"

"Hn."

"Ahahaha begitu ya, kau juga orang yang sering dibicarakan itu. Kemarin saat aku masuk kelas aku cukup heran karena banyak orang yang membicarakan nama Namikaze Naruto. Jadi rumor tentang elemen emas yang mengalahkan Riser Phoenix memang benar."

"Itu bukan rumor, tapi fakta."

"Apapun itu aku tidak peduli. Yang pasti …," Raynare menatap tajam sambil menunjuk Naruto.

.

.

.

"… aku akan mempercundangi elemen emasmu!"

Naruto mengetuk-ngetuk katana emas pada bahu kanannya, ia menyeringai tipis. "Harusnya aku yang bilang begitu, bukan?"

Bersambung


[30/04/2021]