Naruto belong to masashi kishimoto, and I belong to you.

.


Setelah berjanji dengan orang tuaku untuk menjauhi Sai, hari-hari berikutnya aku tidak pernah mengajak Sai untuk bercakap-cakap. Aku hanya akan tersenyum padanya seperti biasa dan akan langsung berbalik saat dia tampak seakan-akan ingin mengatakan sesuatu padaku. Aku merasa sangat sulit untuk selalu mengabaikannya tiap hari selama sekolah. Namun, aku bisa apa. Aku tidak bisa melanggar janji yang telah aku buat pada orang tuaku. Sebesar-besarnya perasaanku untuk mengenal Sai, lebih besar lagi perasaan takutku kepada kedua orang tuaku.

Aku tahu pasti sai kebingungan dengan sikapku yang tiba-tiba menghindarinya. Namun, aku juga bingung bagaimana menjelaskan padanya bahwa orang tuaku melarangku untuk mendekatinya. Aku termenung cukup lama tiap malam sambil menatap langit kamarku, aku berpikir sejenak sebelum aku tertidur, "apakah semua orang menghindari Sai karena orang tuanya meminta mereka untuk melakukannya? Jadi, apakah aku sama jahatnya dengan teman-temanku karena tidak bermain dengan Sai?"


"Sakura, boleh kalau aku yang duduk di samping Karin? Kau boleh duduk di tempatku," kataku pada Sakura di tempat les. Mata sakura berbinar lalu ia tanpa pikir panjang langsung meraih tasnya dan duduk di mejaku. Karin melipat kedua tangannya dan berkata, "oh, jadi pertemanan kita sebatas tempat duduk saja?" Sakura tiba-tiba berbalik ke arah kami dan tersenyum cengengesan, "Aku tidak bisa melewatkan kesempatan ini!" seru sakura dan itu malah membuat raut wajah Karin semakin tertekuk, "kau pikir hanya kau saja yang menyukainya?" huft, aku langsung duduk di kursi sakura dan melipat tanganku di atas meja lalu aku sandarkan kepalaku di atasnya. Aku mendesah berat karena riuh kelas yang diisi oleh perdebatan sakura dan Karin.

Bel berbunyi, les akan segera di mulai. Tentor berambut abu-abu memasuki ruangan. Ia mengetok papan tulis beberapa kali untuk menginterupsi pertikaian antara Karin dan sakura. Karin dan sakura tiba-tiba berhenti adu mulut dan duduk di bangku masing-masing dengan wajah yang kesal.

Aku duduk di antara Hinata dan Karin. Hinata tampak tersenyum maklum ke arahku sambil berkata, "Sabar ya Ino," aku mengangguk dan tersenyum lelah ke arah Hinata. Aku mendongak dan mulai memperhatikan tentor yang menjelaskan pelajaran matematika.

Les tersisa setengah jam lagi dan tiba-tiba pintu terbuka, pintu itu langsung menjadi pusat perhatian kami. Sasuke dan Naruto memasuki ruangan dengan wajah acuh tak acuh dan seakan tentor sudah terbiasa, ia langsung kembali melanjutkan materinya. Sasuke duduk di samping sakura dan Naruto duduk di depan Hinata. Sasuke duduk tepat di depanku.

Aku menatap punggung Sasuke dan rasanya aku ingin meninju punggung itu. Aku benar-benar ingin memukul Sasuke sekarang, tetapi aku menahan diri karena aku tidak ingin terlibat lebih jauh dengan Sasuke.

Les pun berakhir. Aku keluar dari ruangan lebih dulu dan langsung bergegas menuju halte. Aku tidak ingin lama-lama berada di satu tempat yang sama dengan Sasuke. Sasuke benar-benar membuatku mual. Ugh, Sasuke menjengkelkan.


Gila.

Aku berakhir bersama Sasuke di halte. Bus yang menuju ke rumahku itu datang sangat lama. Aku duduk di halte sambil mengayunkan kakiku. Sasuke berdiri di sampingku, pundakku terasa berat dengan atmosfer di antara kami. Aku benar-benar ingin mendorong Sasuke sehingga Sasuke terlindas bus, tetapi aku urungkan niatku karena aku tidak ingin masuk penjara.

Bus menuju rumahku akhirnya tiba. Aku bergegas masuk ke dalam bus dan aku terkejut karena Sasuke masuk di bus yang sama denganku dan lebih mengejutkan lagi karena Sasuke berdiri di samping tempat dudukku. Sungguh, aku tidak bisa menahan kekesalanku lebih daripada ini. aku menghembuskan nafas dengan sangat berat supaya Sasuke dapat mendengarnya, supaya ia sadar bahwa dia benar-benar menjadi bebanku.

Beberapa halte terlewati dan Sasuke belum turun juga. Sampai tiba di halte tempatku turun, aku langsung berdiri dan berjalan melewati Sasuke. Sasuke langsung melangkah dan mengikutiku. Aku turun dari halte dan berjalan menuju kompleks perumahanku dan Sasuke masih mengikutiku. Sebelum masuk lorong rumahku, aku berbalik dan Sasuke tiba-tiba menghentikan langkahnya. Aku memaki Sasuke dengan suara yang agak kutahan, "Kenapa kau ke sini? Apa rumahmu di sekitar sini?" Sasuke mengangkat bahunya acuh tak acuh. Aku langsung saja berjalan ke pinggir jalan dan duduk di bangku taman, "kalau rumahmu di sekitar sini, silakan jalan lebih dulu," Sasuke tetap diam seakan dia orang bisu. Dia mengikuti dan berdiri di sampingku. Aku menghembuskan napas lebih berat lagi, "kau kenapa, hah?!"

"Bagaimana rasanya diikuti? Menyebalkan, bukan?" ucap Sasuke sarkastis. Aku terkejut dan mataku membulat, ternyata Sasuke sedang balas dendam kepadaku. Aku merasa bersalah dan kesal juga. Aku menoleh ke arahnya, "Sangat menyebalkan!" ucapku beringas. Sasuke menyeringai dan itu membuatku lebih sebal lagi. Aku mengepalkan kedua tanganku dan berkata, "okay, aku salah. Maafkan aku. Ternyata menguntit orang itu tidak baik dan dikuntit itu rasanya menyebalkan. Maaf ya, okay, sekarang kau pulang. Terima kasih," ucapku dengan nada yang sangat menyebalkan.

"Baguslah kalau kau sadar," Sasuke langsung berbalik dan berjalan menjauhiku. Aku mengentakkan kakiku dan berteriak, "Dasar gila!" lalu berdiri dan hendak berjalan ke arah rumah, tetapi ada tangan yang menepuk pundakku dan menarik pundakku dengan sangat kasar, "Seharusnya aku yang sebal di sini, bukan dirimu. Jadi, jangan bilang kalau aku gila. Dasar bodoh!" maki Sasuke kepadaku dan langsung meninggalkanku dalam keadaan terkejut. Kakiku terasa lemas dan aku langsung terjatuh, mataku berkaca-kaca. Aku mendongak melihat Sasuke yang menoleh ke arahku, "cih, lemah sekali. menangis saja sana," kata Sasuke dengan jutek ke arahku. Bulir air mataku tumpah, aku menatap Sasuke dengan penuh kebencian.

Aku mengusap kasar tetes air mataku dan aku langsung berdiri dan berlari menuju rumahku. Sasuke berteriak dari jauh, "Dasar cengeng!" aku semakin berlari dan langsung membuka kunci pagar dan menutup pagar dengan sentakan. Aku buka pintu rumah lalu menguncinya, aku berlari dengan cepat menuju kamarku. Aku masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Aku langsung menghempaskan badanku di atas kasur, aku raih bantalku dan memeluknya sangat kencang lalu berteriak sekuat mungkin dan menangis histeris.

Sasuke. Benar. Benar. Anak. Yang. Jahat.


Sasuke memang jahat dan gila, tetapi aku lebih gila lagi karena pernah menyukainya.


bersambung