Chapter 5 (terakhir)

"Sakura apa gosip itu benar?! Kau pacaran dengan Utakata?!" Ino nampak sangat terkejut ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri foto-foto di mading itu. Kini ia menuntut kejelasan.

Sulit membaca ekpresi Sakura. Karena gadis itu kini terlihat tenang namun datar dan dingin.

"Benar." Lugas Sakura menjawab.

Rahang Ino seperti jatuh ketika mendengar sahabatnya itu berbicara seperti bukan hal besar.

"Kau mempermainkan Naruto?!" Ino sangat membenci perundungan. Apalagi seseorang yang mempermainkan perasaan orang lain.

"Aku bersama Utakata, karena dia tulus mencintaiku," ujar Sakura.

"Jika seperti itu kenapa kau mendekati Naruto. Apa ucapanmu selama ini omong kosong?!" Ino terlihat benar-benat marah. Ia tak mengerti jalan pikiran gadis itu.

Sakura mengeringai.

"Ya. Semua itu omong kosong." Sakura menjawab santai. Mengabaikan tatapan murka Ino. Pun ia tetap diam ketika Ino mendorong tubuhnya membentur tembok toilet wanita.

"Kau gila! Kenapa kau bisa tega menjadikan Naruto mainanmu?! Lelaki itu baik Sakura. Tidak cukup kah dia selalu dikucilkan di sekolah ini? Dan kini kau semakin memperparah nasibnya_"

Ucapan Ino terhenti ketika tiba-tiba Sakura membawa tangannya menuju pipi gadis berambut merah muda itu.

"Tampar aku! Kumohon Ino." Seringai itu telah usai. Digantikan dengan raut hampa yang membuat Ino semakin bingung.

Seakan tersadar, Ino terkesiap ketika menyadari satu hal. Persahabatan mereka sudah sangat lama terjalin. Ino tau bagaimana sikap Sakura. Dan gadis itu tak mungkin melakukan hal jahat seperti ini.

"Katakan padaku, alasan kau melakukan semua ini?" Suara Ino melembut. Ia tarik tangannya dari gengaman di pipi kiri Sakura.

Seketika senyap saat Sakura memilih menundukan kepalanya. Cukup lama. Dan Ino menunggu dengan sabar.

"Aku melihat Naruto berciuman dengan seorang perempuan di perpustakaan." Ucap Sakura pada akhirnya.

Ino kembali terkesiap dan terkejut.

"Sakura_" seakan tercekat, kalimat itu tidak sampai terucap seluruhnya.

"Aku salah ya Ino. Aku gagal mendapatkan Naruto, tapi setidaknya aku bisa membuat Utakata berhasil mendapatkanku, bukan? Utakata, tak perlu lagi menjadi pihak yang kalah. Ini adalah yang terbaik Ino. Akhir bahagia. Naruto tak perlu lagi merasa terkekang karenaku. Naruto kembali bebas untuk bersama perempuan yang dia suka. Dan Utakata, dia pun sama."

"Tapi kau tidak bahagia Sakura. Kau memaksakan dirimu sendiri,"

"Aku hanya membayar sakit hati yang Utakata rasakan. Tenang saja Ino, aku... akan berusaha membuka hati untuk Utakata." Sakura tau, ia sendiri ragu dengan ucapannya. Namun ia meyakinkan hati.

Mata Ino bergetar dengan genangan air di sana. Sekarang, Ino tau kenapa Sakura akhir-akhir ini lebih banyak diam. Sorot matanya selalu hampa dan kilauan itu seakan pergi dari Sakura.

Menyentil jidat di depannya ini keras, Ino lantas merangkum Sakura dalam pelukan yang erat. Kebiasaan Ino jika ia sedang kesal dengan sahabat merah jambunya itu.

"Bodoh. Seharusnya kau cerita padaku. Pada kami. Bukannya diam seperti ini. Sangat bodoh, padahal kau belum lama ini mendapat medali. Tapi kenapa otakmu tidak dipakai." Omelan Ino terus berlanjut meski suaranya selalu tercekat akibat isakan tangis.

Senyum itu terus tersungging di bibir renum Sakura. Mendengar Ino terus mengoceh, ia merasa nyaman karena sesungguhkan Sakura sadar, kalau ia butuh sandaran dari mereka. Dari sahabat-sahabatnya.

Naruto melangkah tenang di koridor sekolah. Tak hiraukan tatapan sinis dari siswa-siswi yang dilewatinya.

Tujuannya adalah loker. Ia akan mengambil kartu perpustakaan yang tertinggal. Padahal ingin meminjam, tidak jadi karena Naruto lupa membawanya.

201 nomor loker Naruto. Sempat mengernyit karena seingatnya loker itu sudah terkunci. Ketika dugaan itu menyeruak di pikirannya, Naruto lantas mendesah lelah.

Ia buka hati-hati pintu lemari lokernya. Dan kembali mengehela nafas saat mendapati tumpukan sampah sudah mengisi separuh ruang di loker itu. Coretan spidol merah, hitam tak pelak menghiasa dinding-dinding loker.

Tidak ada perbedaan yang kentara. Semua tulisan nyaris berisi kaliamat makian dan cemoohan. Satu coretan tinta hitam yang aga panjang.

Bagaimana? Sampah ini? Sama kan sepertimu. Kau sekarang adalah sampah, idiot!. Sampah yang dibuang kembang sekolah. Hahaha...

Jujur saja, baru kali ini Naruto benar-benar merasa marah dan sakit hati atas segala perundungan dari mereka. Namun, ia bisa apa? Jika pun melawan, tindakan mereka akan semakin menjadi-jadi. Maka selama ini, ia hanya bisa diam dan bersabar.

Meletakan sampah di lokernya adalah seusatu yang sering terjadi, bahkan bangkai merpati pun pernah membusuk di loker Naruto. Dan ia tak pernah merasa semarah ini.

Naruto sadar, bukan sampah-sampah itu penyebabnya. Bukan pula bau busuk menyengat yang membuatnya merasakan emosi ini.

Tulisan itu,... membuat Naruto harus kembali mengingat Sakura. Memutar kilasan menyenangkan mereka namun itu semua adalah bohong. Dan benar-benar menyadarkan dirinya kembali pada satu kenyataan tak terelakan. Bahwa ia, terlalu percaya diri dengan berharap semua yang diberikan kembang sekolah itu, tulus.

Menyedihkan memang. Ia tak tau harus melakukan apa. Kecuali mulai mengingkirkan sampah-sampah itu dari lokernya. Membersihkannya dengan perasaan campur aduk tak menentu.

Menghela nafas lelah, ketika Naruto mendapati kartu perpustakaannya sudah basah oleh sampah. Ia harus meminta kartu baru kepada pustakawan kalau begini.

Membuang sampah terakhir, Naruto terperanjat saat mendengar suara feminimdari belakangnya.

"Pasti itu sangat bau. Ewhh.."

Naruto melotot tak percaya ketika mendapati perempuan yang menciumnya paksa di perpustakaan waktu itu.

"Kau! Mau apa?!" Tak menyembunyikan nada jengkel dalam uacapannya. Naruto terlihat masih marah karena kejadian itu.

"Santai nerd. Eh! Tapi, kau cukup tampan sih kalau dilihat dari dekat_"

"Lalu?!"

"Aku ingin mengajakmu ciuman lagi."

HAP!

Secepat cahaya, Naruto membekap mulut perempuan berambut indigo itu. Tak menyangka dengan perkataan gamblangnya. Untung tidak ada orang selain mereka di sini.

"Lepaskan tanganmu bodoh! Kau mengotori bibirku!"

"Kau memang gila!" Umpat Naruto. Ia lantas melepaskan bekapannya.

"Ya, aku memang gila. Namun kau lebih gila karena terpedaya oleh cinta. Cih.. menjijikan." Mata lavender tanpa pupilnya menyorotkan kesinisan yang kentara.

Alis pirang Naruto turun perlahan, tatapan tajamnya pun berangsur-angsur melunak dengan sendu di sana.

"Apa masalahmu?" Begitu pun suaranya yang berubah datar.

Menyeringai kecil, perempuan berambut indigo itu lantas menjawab, "Hanya ingin membocorkan rahasia." Ujarnya santai.

"Maksudmu?"

"Uang yang Utakata berikan sudah habis. Jadi tak payah lagi aku tutup mulut." Ujar perempuan itu.

"Aku tak mengerti apa yang kau katakan."

"Utakata membayarku untuk menciummu waktu itu. Lalu di waktu bersamaan sang kembang sekolah datang dan melihat adegan itu, secara langsung. Akhirnya kalian pun berpisah..._ mengatakannya seakan tengah menceritakan dongen anak-anak yang membosankan _ Mereka memang payah. Menggunakan cara licik untuk mendapatkan keinginan mereka. Cih! Dasar budak cinta. Tapi aku puas karena uang yang Utakata beri padaku, setimpal. Dan ya... lebih."

Naruto terhentak kala menyerap ucapan perempuan di depannya ini.

"Apa benar?!"

"Ya. Itu benar."

Amarah itu lantas tersulut dalam dada Naruto. Namun ia sadar, bukan perempuan bermanik lavender ini yang harus mendapatkan kemarahannya, melainkan Utakata. Namun..

Berusaha menetralkan emosinya, Naruto bertanya, "Mereka? Siapa lagi selain Utakata?"

"Yukari. Aku sedari awal tidak percaya kalau perempuan itu mengaku sahabatnya Haruno."

Lagi-lagi, Naruto terkejut akan kebenarannya. Sangat tidak diduga. Apakah perkataan Yukari di UKS itu, termasuk dalam rencananya?

"Walau aku kesal, tapi aku berterimakasih padamu." Ujar Naruto.

"Ya. Selain karena uang itu sudah habis, aku juga bosan mendengar penghuni sekolah ini berkoar-koar tentang pasangan sempurna seentro Tokyo atau pun tentangmu. Bagiku sangat mengganggu. Jangan berpikir aku iba kepadamu. Tidak ada dalam kamusku" Jelasnya congkak. Sangat kepribadiannya.

Sementara Naruto, terkekeh mendengar ucapan yang keluar dari mulut congkak perempuan itu.

"Tidak perlu khawatir_"

"Banyak omong. Kenapa kau tidak segera menjelaskan pada primadonamu dan membongkar perbuatan mereka!"

Bibir Naruto berkedut dengan perempatan di sudut keningnya. Perempuan ini. Menyebalkan.

"Kau... aku perlu membawamu juga untuk membuat Sakura-chan percaya_"

"Tidak perlu. Aku tidak dibayar untuk mengurusi urusanmu. Kau datang saja ke atap. Mereka ada di sana." Seringai menyebalkannya terbit usai mengucapkan itu.

"Baiklah, aku akan segera ke sana." Naruto tersenyum lebar.

"Semoga berhasil, payah!"

"Ya..." balas Naruto seraya mulai berlari menjauhi perempuan itu. Namun kakinya berhenti pada langkah ke-6. Berbalik untuk mendapati lagi perepuan itu tengah bersidekap dada dengan mimik muka menyebalkan.

"Oh ya, namamu siapa?"

Menaikan satu alis mendapati pertanyaan pemuda kuning itu, ia pun menjawab, "Hyuga Hinata." Kemudian tersenyum manis namun terlihat menyeramkan.

"Baiklah... Terimakasih Hinata-san" Naruto kembali berlari setelah mengucapkan itu. Meninggalkan Hinata dengan senyum miringnya yang kemudian berubah menjadi senyum tulus.

"Sama-sama, nerd." Kaki jenjang itu pun juga berbalik untuk pergi. "Jadi begini rasanya berbuat baik. Lumayan juga."

Tubuh tegap Utakata terdorong ke depan ketika hempasan dari sepasang tangan mengenai punggungnya. Ia lantas membalikan badan untuk melihat siapa pelakunya.

"Apa masalahmu Yukari?!" Utakata nampak jengkel saat ternyata Yukari orangnya.

"Kau! Aku menuntut keuntunganku dari persekongkolan kita!"

Mengernyit mendengar ucapan Yukari, namun saat kesimpulan itu datang, Utakata mendengkus.

"Aku akan membantumu mendapatkan si culun Naruto, jika itu yang kau maksud," ujarnya dengan nada bosan.

"Aku tidak membutuhkannya. Aku hanya akan memperingatkanmu, jauhi Sakura! Putuskan hubungan kalian!"

"Kebodohan apa yang kau katakan!_"

"Aku tidak akan membiarkan sahabatku bersama lelaki brengsek sepertimu!"

"Kau tidak sadar kalau kau juga brengsek?! Sahabat yang brengsek. Untuk apa kau dulu mengajakku memisahkan mereka?! Kita sama-sama licik dan brengsek Yukari. Jangan munafik."

Yukari terdiam dengan amarah yang menggumpal di dadanya. Namun tak bisa menjawab saat sadar apa yang diucapkan Utakata sangat benar. Ia licik. Juga brengsek untuk Sakura.

"Sudahlah. Sebaiknya kau pergi sekarang sebelum kekasihku sampai di sini. Aku memiliki janji dengannya."

Namun nampaknya Yukari kembali tersulut setelah mendengar ucapan Utakata.

"Aku tak peduli mau seberapa brengseknya aku pada sahabatku. Namun kutekankan padamu, putuskan Sakura! Dan cari perempuan lain yang dengan senang hati mau menjadi mainanmu_"

"Aku mencintainya sialan!! Aku tulus mencintai Saku_"

"AKU JUGA MENCINTAINYA!"

Utakata mematung dengan keterkejutan yang kentara kala ucapan itu menembus telinganya.

Pun, dengan Naruto yang terbelalak di anak tangga teratas akhir, saat suara keras Yukari bahkan sampai terdengar ke luar.

Namun, yang mengejutkan Naruto adalah ucapan Yukari. Apa ia tak salah dengar. Naruto akan meragukan telinganya jika saja, kini ia tak melihat bahu tegang sosok yang berdiri mematung di ambang pintu atap.

Naruto melangkahkan kaki mendekati sosok itu, meski dengan pikiran yang campur aduk tak menentu.

"Sakura-chan.." panggilnya pelan. Kemudian Naruto mendaratkan telapak tangannya guna mendapatkan respon dari gadis itu.

Kepalanya menoleh dengan gerakan pelan yang hati-hati. Namun tatapan kosong lantas memenuhi pandangan Naruto ketika pada akhirnya ia bisa bertatap muka sedekat ini lagi dengan gadis itu. "Jadi, seperti itu ya?" Senyum yang tidak terdefinisi itu muncul di bibir renum Sakura. Netra emeraldnya menyorot sendunamun terlihat menerawang entah ke mana.

Bibir Naruto membisu sebab bingung harus menjawab seperti apa. Kenyataan itu kini sudah terpampang jelas di depan mereka. Terbuka secara gamblang sehingga sekarang mereka sama-sama tau kebenaran tentang kesalahpahamaan yang terjadi.

"K..kau, tidak normal?" Pertanyaan Utakata mengehentak mereka sekali lagi. Mereka tak sadar menjadi sebegitu tegangnya menunggu jawaban Yukari dari sana.

Perasaan Sakura sudah tak menentu. Ia seperti kehilangan arah untuk berpikir. Mendengar semua itu ia tak ingin mempercayainya, sama sekali tidak ingin percaya kalau sebenarnya Yukari, sahabatanya adalah_

"Ya! Aku bukan wanita normal!!"

Berbeda ruangan, nyatanya tidak sedikit pun menghalangi telinga mereka untuk mendengarnya dengan jelas.

Pun, mata yang benar terbelalak sempurna bagai tersambar petir. Tak cukup mengenai kebenaran persekongkolan Utakata dan Yukari untuk merusak hubungan mereka, kini Sakura harus mendengar kenyataan yang membuatnya berharap kalau ini semua hanya mimpi saja.

Kedua tangan Sakura mengepal entah karena apa. Pandangannya menunduk sehingga Naruto tak dapat melihat ekpresi gadis itu. Namun Naruto yakin, perasaan Sakura pastilah hancur.

BRAK!!

Naruto kembali tersentak saat tiba-tiba Sakura mendobrak keras pintu di hadapannya. Lantas Sakura berlari kencang memasuki area rooftop yang kemudian disusul langkah lebar dan cepat Naruto.

Langkah mereka berhenti lalu mendapati raut keterkejutan dari dua orang di depannya kini.

"S..Sakura, sejak kapan kau di sini?" Utakata tergagap dengan ketakutan yang tersirat di kedua bola matanya.

Sementara Yukari menggigit bibirnya gugup. Ia pun sama takutnya seperti Utakata.

"Aku membuntuti Yukari."

Terkejut saat menyerap jawaban tersirat dari Sakura. Utakata memucat bersama degub jantungnya seakan berhenti.

"Aku bisa jelaskan_"

"Silahkan! Jelaskan! Aku akan mendengar penjelasanmu, penjelasan kalian." Sakura berujar dingin. Memotong ucapan Utakata.

Namun, baik Utakata mau pun Yukari tidak bersuara setelah itu. Yukari menunduk, sama halnya dengan Utakata.

Sementara Naruto hanya menatap mereka datar. Ia marah, tentu saja. Karena mereka, ia mengalami semua kesakitan ini. Jika mereka tidak melakukan hal licik seperti itu, mungkin kini ia dan Sakura tidak akan saling berprasangka yang tidak-tidak satu sama lain. Tidak akan merasakan bagaimana sulitnya meski hanya untuk menyapa. Berada dalam kebingungan sampai-sampai membuat pikiran selalu dirundung kehampaan.

"Tidak bisa kan! Kalian, aku sangat kecewa! Kenapa harus seperti ini? Kenapa kalian bisa sampai berpikir untuk melakukan semua ini padaku?"

Masih diam. Keheningan menyapa mereka dengan suram. Suasana tak luruh dari tegang. Mereka terdiam bersama gejolak hati yang tidak menentu. Mereka salah. Mereka sudah tau sejak rencana itu muncul dalam otak mereka. Tapi keegoisan menulikan mereka. Ingin memiliki meski pun mereka tau suatu saat nanti kebusukan mereka akan terungkap. Dan kini, suatu saat itu sudah datang.

Rasanya tinggal selembar tipis lagi netra emerald Sakura akan menampakan kebencian. Maka inilah ketakutan terbesar mereka.

Hanya saja, sedari dulu Yukari sudah tau bahwa tidak akan pernah ada kesempatan untuk dirinya bahagia tanpa harus berpura-pura. Karena dirinya berawal dengan tidak normal mengharapkan kisah yang normal pada orang yang normal. Mustahil tentu saja. Namun lagi-lagi, keegoisan itu bagai melahap dirinya. Memancingnya untuk menemui sisi gelap hidupnya demi memenuhi ketidakpuasan dalam diri.

Yukari merasa selalu hidup dalam ketidakadilan. Ia tak bisa apa adanya. Dunia bagi Yukari seolah menuntutnya untuk hidup dengan topeng. Kepahitan di masa lalu, kenangan menyakitkan semasa kecilnya, serta sedikitnya ia diberi kesempatan oleh Tuhan menyicip kebahagiaan_Yukari tersiksa.

Tuhan tidak berlaku adil bagi Yukari. Maka dengan senang hati, ia akan membuat keadilan itu.

"Menjadi sahabatmu hanyalah kedokku untuk terus bersamamu, Sakura. Begitu pun dengan ini. Aku bisa menahan saat semua orang menatapmu penuh cinta. Aku selalu diam ketika orang-orang dengan mudah mengutarakan dan menujukan kasih sayang mereka, rasa cinta mereka padamu. Aku bertahan. Tapi tidak jika sebaliknya. Matamu yang kali ini menyorot tulus karena cinta. Atensimu, perhatianmu, waktumu, serta hatimu yang tertuju pada satu orang. Dan itu bukan aku.

Maka aku tidak akan diam lagi.

Aku mencintaimu. Aku tidak peduli jika sekarang kau merasa jijik padaku.

Tapi ternyata sekarang aku sadar. Semua ini mustahil berakhir sama dengan yang aku impikan_ Kaki jenjang Yukari mulai melangkah mundur. Perlahan. Mendekati pagar pembatas. Membuat mereka terkesiap saat tau apa yang akan Yukari lakukan._ Jadi... biarkan aku terkubur bersama kemustahilan itu_"

"Hentikan Yukari! Maafkan aku.."

"Jangan mendekat!" Yukari memperingati dingin. Ketika Sakura, Utakata, dan Naruto mencoba mendekatinya.

Dan terpaksa mereka pun kembali diam. Tidak bisa membantah karena sekarang kaki kecil Yukari mulai menaiki satu demi satu pagar pembatas yang membentang secara horizontal.

"Yukariiii! Kumohon, jangan lakukan hal bodoh itu!" Sakura meraung saat Yukari tidak berhenti. Sementara perempuan itu malah memberinya senyum kecil.

"Yukari diam! Jangan bergerak lagi!" Kini Utakata yang tidak tahan karena mulai merasa sangat cemas.

"Benar! Kita bisa menyelesaikannya baik-baik. Yukari-san jangan nekat seperti ini." Naruto mencoba membujuk.

Sakura semakin cemas. Ia ingin menangis melihat Yukari yang tersenyum seraya terus menaiki pagar-pagar itu.

"Aku tidak peduli jika selama ini persahabatan kita palsu, karena aku tetap menyayangimu. Aku, Ino, kau, kita akan bahagia dengan saling menyayangi. Maaf aku tidak bisa memahami dirimu yang sebenarnya. Aku tidak bisa Yukari. Tapi percayalah, aku sangat menyayangimu..."

Seolah memberi pencerahan, Yukari terlihat merasa seperti mendapatkan jalan keluar.

"Benarkah?" Raut wajah Yukari melemah dengan binar harap di kedua netra cokelat mudanya. Lantas Sakura mengangguk semangat.

"Sekarang kau harus turun Yukari," ujar Sakura.

"Baik." Balasnya. Dan mereka pun serempak mendesah lega.

"Maafkan aku Sakura. Tidak seharusnya aku memiliki ambisi seperti ini. Karena kau tidak mungkin menjadi apa yang aku inginkan. Jadi sekarang aku putuskan untuk menjadi sahabatmu saja. Mungkin saja Tuhan nanti mau berbaik hati padaku kan? Dengan mengadirkan seseorang yang mencintaiku begitu pun aku." Yukari tersenyum lebar. Sehingga mereka merasa semakin lega.

"Iya! Aku yakin itu Yukari," ujar Sakura. Ia senang sekarang Yukari bisa membuka pikirannya, dengan mau menerima kenyataan.

Yukari masih di posisinya beserta kedua tangan yang merentang lebar. Mengisyaratkan ingin sebuah pelukan dari Sakura. Dan dengan senang hati Sakura berlari menghampiri sahabatnya itu. Lantas segera membungkus tubuh Yukari dengan pelukan.

Meresapi pelukan mereka serta saling mengeratkan untuk mengusir ketegangan dan meleburkan keresahan mereka.

Mereka terus berpelukan. Namun, hanya Sakura yang tidak menyadari seringai Yukari. Karena Naruto dan Utakata, menegang ketika menyadari itu.

"Keadilan itu diciptakan bukan? Dan akan adil kalau tidak ada seorang pun yang bisa memiliki Sakura." Yukari tersenyum sangat lebar menatap mereka, Utakata dan Naruto. Sementara Sakura mulai mencoba melepaskan pelukannya sebab mulai merasa aneh dengan ucapan Yukari.

Namun terlambat, Yukari sudah menjatuhkan diri bersama Sakura yang masih dipelukannya. Melewati pagar pembatas yang hanya sebatas pinggang.

"Kyaaaa!!!"

"SAKURA-CHAN/SAKURA!!"

Hap!

Tangan kanan Sakura masih sempat berhasil menggapai satu tiang pagar. Dengan tangan Yukari yang digenggam telapak tangan kirinya.

"Pegang tanganku! Jangan lepaskan!" Peringat Sakura. Air matanya sudah luruh karena rasa takut. Namun ia tetap tidak bisa mengabaikan Yukari meski gadis itu mencoba membawanya mati.

"Kau yang lepaskan tanganmu dari pagar itu. Ayo Sakura, mati bersama!"

Sakura berteriak. Ia sudah tak kuat menahan tubuhnya dengan Yukari.

"Jangan Sakura-chan!" Naruto datang. Lalu segera mencekal lengan Sakura di sela pagar itu. Namun Yukari mengulurkan sebelah tangannya lagi untuk menengkram lengan Sakura. Menggores kulit gadis itu dengan kuku kukunya.

"Ahk!" Sakura mengerang Sakit.

"Hentikan Yukari!!" Naruto terlihat sangat murka bercampur khawatir. Dan itu, menyentak Yukari.

Naruto eratkan gengamannya pada lengan Sakura. Utakata segera membantu untuk menarik Sakura.

"Jangan lepaskan genggaman kalian!" Peringat Utakata.

Wajah mereka dipenuhi cemas dan rasa takut. Dua orang pria yang mencoba menyelamatkan mereka dari perbuatannya. Ketakuatan mereka terlihat begitu besar jika di lihat dari bawah. Dari posisinya. Sebab mereka menyimpan kasih sayang itu untuk Sakura. Sementara Sakura terisak namun masih menyuruhnya untuk mempertahankan tautan tangan mereka yang menggantung di udara.

Memejamkan kedua mata cokelat mudanya, ia lantas tersenyum. Cakarannya ia lepaskan, lalu turun menemui tautan mereka. Mulai melepaskan satu persatu jari, membebaskan batang lengannya dari Sakura.

Dan jatuh.

"YUKARIIIIIIII!"

Dua bulan berlalu. Sakura masih menata hatinya untuk kembali seperti semula. Membiasakan diri tanpa ketidakhadiran sosok Yukari lagi. Ia berusaha.

Utakata sudah meminta maaf. Pemuda itu sangat menyesal karena kesalahannya berujung fatal.

Orangtuanya memindahkan Utakata ke luar negeri. Hidup mandiri dengan uang bulanan yang jauh lebih kecil. Sebagai hukuman untuk Utakata.

Entah kenapa, saat-saat di mana ia masih begitu dirundung kehilangan serta kesedihan, Ino menjadi orang yang paling kuat untuk menopangnya. Gadis itu hanya menangis sekali di pemakaman Yukari. Tidak lagi. Namun ia tau Ino akan meneteskan air mata tiba-tiba jika tengah melamun. Dan Ino pula yang pertama kali memberi bunga seraya tersenyum di pusara Yukari.

Ibu angkat Yukari tidak menuntut. Karena CCTV di area atap menjadikan kasus Yukari secara resmi menjadi kasus bunuh diri.

Namun ia, Naruto dan Utakata tetaplah meminta maaf.

Sekolah mereka sempat gempar. Namun tidak lama. Siswa mau pun siswi yang bunuh diri tidak hanya kali ini saja terjadi.

Setiap tahun pasti selalu ada. Bahkan pernah menghabiskan tiga nyawa dalam periode satu angkatan. Kebanyakan dari mereka depresi karena mengalami perundungan yang keterlaluan dan berulang-ulang.

Tapi Sakura tidak pernah menyangka kalau sahabatnya menjadi nyawa kedua yang hilang di angkatan mereka. Dengan masalah yang pelik.

Karena Sakura berjanji tidak akan menangis lagi, jadi ia putuskan untuk tersenyum saja sembari meletakan mawar putih di atas tanah yang merangkum sosok tak bernyawa Yukari.

Ia panjatkan do'a kepada Tuhan untuk ketenangan sahabatnya di sana.

Lantas berdiri, menatap lekat sekali lagi gundukan tanah di depannya. Lalu berlalu pergi.

"Maaf membuatmu lama menunggu Naruto. Entah kenapa tiba-tiba baju-bajuku tadi jadi jelek semua.." ungkap Sakura. Ia tampak menyesal karena membuat Naruto menunggu selama 45 menit dari waktu perjanjian mereka. Salahnya sendiri karena lama memilih pakaian.

Terkekeh kecil, Naruto yakin bukan baju Sakura yang sudah jelek. Tapi gadis itu saja mungkin yang perasa. Karena, Sakura sekarang sangat terlihat manis dan menawan meski hanya memakai dress bunga-bunga berwarna pink pudar dengan tali kecil di kedua pundak mungilnya. Naruto bahkan bisa merasakan kedua pipinya memanas.

"Tidak apa. Sakura-chan cantik mau pakai baju seperti apa pun." Ungkap Naruto jujur.

Walau Sakura diserang rasa malu sekaligus bahagia, tapi ia tak akan menyia-nyiakan untuk menggoda lelaki pirang di depannya ini.

"Kalau aku pakai bikini, bagaimana? Akan cantik tidak?"

Ya itu berhasil. Muka Naruto seketika memerah dengan gelagatnya yang gugup.

"A..aku tidak tau." Sakura terkekeh mendengarnya.

"Sepertinya aku harus memakai bikini. Karena kelasku berencana pergi liburan ke pantai untuk mengisi cuti setelah ujian. Menurutmu bagaimana Naru?" Sakura ternyata belum puas menggoda pemuda polos ini.

Naruto terlihat tersentak. Pemuda itu lantas menyorot netra emeraldnya kaget.

"Jangan! Nanti Sakura-chan masuk angin. B-belum lagi Sakura-chan harus menyiapkan tissue kalau sampai banyak lelaki yang mimisan karena Sakura-chan memakai bikini. Dan aku tidak menyukai kalau itu terjadi," suara Naruto mencicit di akhir. Sampai-sampai Sakura harus mendekatkan tubuhnya untuk mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Naruto.

Tapi, saat ia sudah menangkap ucapannya, Sakura lantas tertawa keras. Lucu sekali Naruto.

Dan Naruto menunduk menyadari kebodohannya. Ia malu. Tentu saja.

Meredakan tawanya, Sakura kemudian berkata, "kalau begitu, lebih baik tidak pakai deh. Nanti saja kalau kita sudah menikah. Jadi aku hanya perlu menyiapkan selembar sapu tangan cuma untukmu. Hihi" ujar Sakura. Tidak sadar saja perkataannya kembali memunculkan rona merah di kedua pipi tan Naruto.

"Tapi Sakura-chan maukan aku ajak dulu pacaran sebelum menikah nanti. Soalnya kita masih SMA. Aku mau sukses dulu baru menikah." Ujar Naruto polos.

Sementara Sakura tertegun di tempat duduknya. Naruto mengajaknya pacaran?!

"Na..naruto, apa?"

"Ya. Sakura-chan mau jadi pacarku?"

"Tentu saja," masih tidak percaya, tapi Sakura memilih tersenyum lebar saja daripada mencubit pipi untuk memastikan kalau ini benar adanya.

Begitu pun Naruto, pemuda itu tersenyum lebar sampai giginya terlihat. Manis sekali.

Lalu selanjutnya, Naruto mengeluarkan sebuah jepitan rambut lucu berwarna hijau muda.

"Poni Sakura-chan sudah panjang, jadi aku membelinya tadi.." ujar Naruto. Ia meminta izin lewat isyarat untuk menyematkan jepit rambut itu. Dan dengan senang hati Sakura mempersilahkan.

Hati-hati, Naruto mulai memasangkan jepit rambut itu. Membuat poni Sakura terjepit ke belekang sehingga kini wajah cantik Sakura jelas terlihat.

"Dan juga, terimakasih.." tambahnya.

Sakura tersenyum kecil. Senyum bahagia. Begitu pun Naruto.

Masing-masing netra mereka saling menatap. Dalam dan indah. Entah dorongan dari mana, jari jemari Sakura terulur untuk melepaskan kacamata bulat Naruto. Sementara Naruto tidak melawan. Lalu ia simpan di meja makan itu.

Sakura terkesiap saat bisa dengan jelas melihat safir Naruto tanpa terhalang apa pun. Indah menawan. Naruto begitu tampan.

Entah siapa yang memulai, kedua tubuh itu mendekat dengan deru nafas teratur. Sedikit memiringkan kepala hingga pada akhirnya kedua bibir mereka menyatu. Sekejap. Lantas terpisah.

Keduanya sama-sama langsung menunduk setelah itu. Sakura dengan pipi meronanya begitu pun Naruto.

"Ekhem.." seseorang menyadarkan mereka. Ternyata itu salah satu pelayan di restoran ini. Semoga saja pelayan itu tidak melihatnya.

"Dua porsi ramen ekstra pedas, satu gelas susu, dan jus jeruk sudah siap! Nikmati makanannya anak muda! Awas juga, kepanasan." Ujar pelayan itu penuh arti.

Blush!!

Dan keduanya pun, kontan memerah.

TAMAT

Hehe... gimana? Please, kasih aku review wan kawan. Aku juga butuh asupan semangat atuh :pAda dua judul yang masih dalam proses. Sequel dari HURT, dan The Virgin. Keduanya oneshot. Juga, terima kasih udah mampir di ceritaku readers sekalian.Ohya, lupa siapa namanya, buat kamu yang PM aku supaya cepet-cepet up :D, maaf ya pm-nya ga kubalas. Ga masuk ke apk-nya huaaa. Aku juga belum ngerti betul sama FFN ini. Maaf ya reader-san.