All My Regrets : 4

.

.

.

Setelah kejadian kemarin, Eren dan Mikasa menjadi lebih canggung dari yang sebelumnya. Eren tampak malu-malu jika bertemu tatap dengan Mikasa. Tetapi, sifat Eren sedikit berubah menjadi lebih lembut. Mikasa bersyukur setidaknya pemuda Yeager itu tidak menampilkan wajah sinisnya yang bagaikan pangeran es tak retak itu.

Cuaca hari ini cukup bagus untuk melakukan olahraga, awan cerah dan udara yang segar terutama di pagi hari. Mikasa sudah berganti pakaian dan bersiap untuk menuju lapangan bersama teman-teman perempuan yang lainnya. Dari kejauhan, mata hitamnya menangkap sosok Eren yang sudah berdiri bersama para anak laki-laki.

Penampilan Eren juga sedikit berubah, rambutnya dia ikat manbun dan terlihat lebih segar dari biasanya. Sudah lama sejak ia tidak memotong rambutnya, Eren membiarkannya panjang tanpa peduli gaya rambutnya. Baru kali ini Mikasa melihat sosok Eren yang berbeda dari biasanya.

Ketika seseorang yang menyapa Eren dan pemuda brunette itu menanggapinya, ada rasa lega tersendiri dalam benak Mikasa. Mikasa berharap Eren yang sekarang bisa segera mendapat teman-teman baru dan tidak lagi menyendiri seperti yang dulu. Semoga Eren lebih terbuka untuk siapapun, tidak hanya pada dirinya saja tapi yang lain juga. Sedikit perubahan akan menjadi perubahan besar nantinya.

Seorang guru olahraga menyuruh para muridnya untuk melakukan pemanasan, dan setelah itu sparring, lalu barulah berlatih materi. Kali ini materinya adalah permainan bola basket. Pelajaran kali ini adalah belajar mendrible bola lalu melemparkannya. Anak-anak melakukannya dengan antusias, begitu juga dengan Mikasa yang memiliki fisik diatas rata-rata dari perempuan lainnya. Tinggi tubuhnya membuat teman-temannya merasa iri.

Mikasa tersenyum kecut, karena ia diberikan karunia seperti ini. Lalu? Mau protes pada siapa?

Ketika menunggu gilirannya, Mikasa tidak menyadari sebuah bola datang dari kecepatan yang cukup tinggi dan mengenai kepalanya.

DHUAG

Seketika penglihatan Mikasa menjadi buram dan tak lama ia pun pingsan seketika.

"Mikasa!"

Dari kejauhan Eren berlari menghampiri Mikasa yang terjatuh dari tempatnya. Anak-anak perempuan yang mulanya berteriak dan mengerumuni Mikasa perlahan melonggarkan dan berjalan mundur melihat sosok Eren yang datang dan langsung menggendong Mikasa ala bridal, diikuti guru olahraga.

Ada yang terkesima, ada yang iri, ada yang biasa saja dan terutama yang laki-laki, mereka cemburu melihat Eren menggendong Mikasa seperti itu.

Eren segera menurunkan Mikasa ke ranjang, dan ia terkejut ketika seseorang bersamanya disana, "Pak Mike?" Eren baru menyadari guru yang memiliki style rambut belah dua itu mengikutinya sampai ke UKS.

"Kau yang melempar, kau yang tanggung jawab juga. Bagus." Komentar Mike Zacharias.

"…"

Tiba-tiba terdengar lenguhan dari mulut Mikasa, dia sudah setengah sadar. Dengan secepat kilatan cahaya, Eren sudah berdiri di sampingnya dengan raut khawatir. Mikasa samar-samar melihat wajah Eren yang tepat berada di atasnya, sorot emerald yang tak berkedip bertemu dengan dark iris yang kelam namun menyejukkan itu tak bertahan lama saat Mike mengingatkan Eren untuk mengambil air putih.

"Eren…"

Mike membantu Mikasa duduk bersandar, kemudian Eren menyodorkan segelas air putih. "Mikasa, minumlah,"

Tanpa babibu lagi, Mikasa segera meminumnya dan mencoba menyadarkan diri. Masih merasa pusing, Mikasa memutuskan untuk merubah posisinya menjadi terlentang dan membiarkan tubuhnya tergeletak lemas.

"Kau sakit?" tanya Eren yang semakin khawatir pada kondisi Mikasa.

"Hei nak, kau itu masih harus ikut olahraga!" tegur Mike yang melarang Eren terus berada di UKS.

Mikasa menggeleng pelan, "Kau ikut olahraga saja, Eren…" ucapnya sangat pelan. Mike yang mendengarnya lalu memberi isyarat pada Eren untuk meninggalkan UKS. Eren dengan ragu keluar dari UKS lalu bergabung kembali dengan teman-teman sekelasnya.

Tak disangka-sangka, Eren mendapat banyak sambutan hangat dari teman-temannya tas tindakan yang baru saja ia lakukan, meski banyak yang iri, tapi bertanggung jawab seperti itu adalah hal yang patut diapresiasi apalagi yang melakukannya adalah Eren, orang paling cuek di dunia mereka.

"Gentle sekali ya, aku jadi iri dengan Mikasa!"

"Kalau saja sejak dulu seperti ini, pasti aku mau dengan Eren."

"Ya, dia mulai lembut akhir-akhir ini…"

Begitulah ocehan-ocehan dari para perempuan. Eren tidak begitu peduli dengan mereka, yang dia khawatirkan hanya Mikasa sekarang. Ia sama sekali tidak ingin meninggalkannya. Setelah pelajaran selesai, Eren berniat kembali ke UKS.

Sedangkan di tempat Mikasa…

Mike masih di UKS untuk menunggu Mikasa sampai seorang perawat datang. Ketika perawat itu sudah tiba, Mike beranjak untuk pergi melanjutkan pelajaran olahraga yang sempat. "Tolong jaga dia ya," pamit Mike pada perawat itu sebelum benar-benar pergi.

"Pak Mike," sebuah suara lembut Mikasa yang lemah memaksa Mike berhenti.

Mike menoleh, "Ada apa, Mikasa?"

"Apa Eren yang membawa saya ke sini?"

Mike tampak berpikir sejenak, itu berarti Mikasa benar-benar dalam kondisi tidak sadar. "Hm, iya memang dia yang menggendongmu ke sini."

"Begitu… terimakasih."

.

.

.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Eren pada Mikasa. Saat ini Eren sudah berada di UKS, kembali menemui gadis itu. Disaat yang lain sudah berada di kelas dan mengganti pakaiannya.

"Tidak apa-apa, aku sudah tidak pusing."

Dalam hati, Eren cukup lega mendengar kondisi Mikasa yang sudah lebih baik.

Mikasa tersenyum, "Kau yang sudah membawaku kesini 'kan?" Mikasa menghela nafas berat, lalu melanjutkan kalimatnya, "Terimakasih, Eren."

Tiba-tiba Eren memalingkan wajahnya ke arah pintu keluar, "Hmm, kalau begitu ayo kembali ke kelas." Menutupi wajahnya yang sedikit memerah, andai saja Mikasa bisa melihatnya mungkin sekarang Mikasa sudah tertawa.

Mikasa berjalan bersama Eren, sedikit memberi jarak antaranya dan membiarkan Eren selangkah lebih depan. Saat sampai di koridor menuju kelasnya, Mikasa tak sengaja hilang keseimbangan dan terjatuh, namun Eren lebih tenggap sehingga dengan cepat Eren menahannya agar Mikasa tidak benar-benar jatuh.

"Eren?"

"Huwaaaa!" Belum lama setelah itu Eren juga ikut kehilangan keseimbangan yang membuat keduanya jatuh bersamaan.

Tapi tidak begitu sakit karena Eren sudah mengurangi jarak agar mereka tidak terbentur.

"Ughh…"

"Hei, kalian baik-baik saja?" tanya seseorang yang berjalan ke arah Mikasa dan Eren.

"Bukannya itu Mikasa?" suara perempuan menimpali.

"Kalian kenapa? Kau Eren?" ujar sosok paling tinggi diantara mereka bertiga.

Mikasa mengenali mereka bertiga, yang tak lain adalah teman-temannya yang berasal dari kelas sebelah, "Connie? Sasha? Jean?" dan Mikasa langsung berdiri tanpa dibantu siapapun.

Begitu juga dengan Eren yang sudah berdiri sedari tadi dan memasang raut bertanya namun ia tidak mengatakan apapun. Lalu ia mengingat kalau tiga orang ini pernah ia temui.

"Kalian habis dari mana?" tanya Sasha sambil melahap kripik kentang yang sudah tinggal beberapa biji. Dan hanya dijawab Mikasa kalau mereka dari UKS. Eren sempat sedikit kesal karena Mikasa menjawab jujur yang membuat orang di sampingnya menatapnya terus-menerus. Connie memperhatikan Eren dengan seksama.

Eren yang diperhatikan merasa risih dan menghindari tatapan Connie, lalu bertanya dengan nada sinis, "Apa kau tertarik denganku?" tanpa melihat kepala plontosnya Connie.

Connie sempat merinding ketika suara Eren menyapa telinganya begitu dingin. "Kau Eren Yeager 'kan? Penampilanmu berubah?" jawab Connie dengan bertanya. Seakan ingin memastikan bahwa apa yang dia lihat bukanlah ilusi. Karena gambaran tetang Eren yang ada di kepalanya adalah Eren yang memanjangkan rambutnya hampir seleher dan tidak pernah merapikannya.

Eren tidak menyangkalnya karena itu benar, ia sedikit merubah gaya rambutnya, ia memilih diam dan tidak menjawab.

"Sudah ya teman-teman, aku belum mengganti bajuku, sampai nanti. Kami duluan ya!" pamit Mikasa secara paksa sekaligus menyeret Eren. "Ayo," desisnya, Mikasa mengangguk sekali sebelum mempercepat langkahnya pergi meninggalkan tiga temannya yang sekarang membiarkan Mikasa dan Eren berlalu begitu saja.

"Jean, kenapa kau diam saja?" celuluk Sasha.

Jean mendengus, "memangnya aku harus berkata apa?"

"Tidak tahu. Bukannya kau pernah bilang tertarik dengan Mikasa?" Connie ikut menyambung ucapan Sasha.

Jean yang mendengar ucapan Connie lalu memalingkan wajahnya, "Kapan aku mengatakan itu?!"

"Oh iya, sejak kapan mereka sedekat itu?" gumam Sasha dengan pose berpikir.

.

.

.

Dan sejak saat itu Mikasa dan Eren mulai terbiasa. Eren juga semakin terbuka pada Mikasa.

Tapi Eren hanya bisa banyak bicara dengan Mikasa saja. Dia tidak memiliki banyak teman karena masih tidak pandai bergaul. Tidak banyak yang mendekatinya karena Eren cenderung berwajah datar dan dingin. Ia hanya akan berbicara jika penting saja seperti pada guru atau jika memang keadaan memaksanya untuk berbicara.

"Kau tidak lapar?"

"Tidak…" jawab Eren dengan tenang, tapi sebenarnya dia berbohong.

Tiba-tiba perutnya berbunyi dan ia menahan malu karenanya. Mikasa hanya tertawa nyaring melihat wajah Eren yang memerah.

"Kau lucu Eren, jangan berbohong. Perutmu itu mengatakan hal jujur." Komentar Mikasa kemudian.

Eren memalingkan wajahnya. Ia hendak pergi sebelum sebuah tangan menahannya.

"Ada apa?" tanya Eren. Mikasa melepaskan genggaman tangannya pada Eren lalu membuka sebuah kotak bekal yang berisi nasi dan lauk seafood.

"Makanlah bersamaku," ucap Mikasa, ia memberi jeda sejenak dan melanjutkan kalimatnya, "Tidak apa jika harus berbagi, lagipula aku tidak akan habis, ini terlalu banyak untuk porsiku."

Eren menolaknya, "Tidak mau." Ia memaksa pergi sebelum tiba-tiba sebuah sendok dengan nasi dan ikan rebus mendarat di mulutnya dan memaksanya menelan makanan itu.

Glek.

"Enak, 'kan?"

"I-iya…"

"Hmm, aku memasaknya sendiri lho!" Mikasa lalu menyuapi dirinya sendiri.

Eren diam-diam tersenyum melihatnya, sangat tipis bahkan Mikasa saja tidak bisa menyadarinya. Beruntung di kelas sedang sepi, semuanya pergi ke kantin saat jam istirahat. "Begitu…" gumam Eren.

"Hmm ngomong-ngomong, kenapa kau tidak pergi ke kantin?" tanya Mikasa di sela-sela mengunyah.

Eren terdiam sejenak, "Malas…" karena tidak begitu jelas mendengar perkataan Mikasa, Eren berkata, "Kau jangan berbicara saat sedang mengunyah."

Mikasa menatap Eren dengan santai, seakan itu bukan masalah baginya untuk berbicara sambil makan.

"Hei kau dengar tidak?" Eren mendekat dan hendak menjewer telinga Mikasa dan dengan reflek yang bagus Mikasa bisa menghindarinya.

"Iya, aku mendengarnya kok," jawab Mikasa. Dan dengan tiba-tiba lagi sesuap nasi beserta lauknya kembali mendarat di mulut Eren yang terbuka saat ia akan mengatakan sesuatu. Tapi naas sebelum berhasil berkata apapun, sendok Mikasa sudah memenuhi mulutnya.

"Hahahah… jangan marah, Eren."

Dan semenjak berbagai makanan itu Eren menyadari bahwa Mikasa bisa membuktikan kalau Eren yang tak butuh teman itu, sebenarnya tidak ada. Eren merenungi kata-katanya beberapa waktu yang lalu, ia memang mengatakan kalau tidak butuh teman. Tapi, sosok Mikasa yang terus ada di sampingnya membuat Eren ingin melupakan apa yang pernah ia katakan.

Setidaknya untuk saat ini saja.

Hari berikutnya… seperti biasanya Eren berangkat lebih awal. Sementara kelas masih sepi Eren memilih membaca buku dan terkadang melirik ke jendela di luar. Menunggu gadis itu datang.

Menunggu? Ya, menunggu. Jika dulu pemuda brunette itu tak peduli apapun tentangnya, maka sekarang kondisinya sedikit berbeda. Alih-alih menghindari, Eren justru menantikannya.

Sudah setengah jam berlalu dan seorang guru sudah masuk ke kelasnya. Eren tak begitu mempedulikan Keith Shadis yang sedang mengajar di depan kelas.

Apa dia terlambat? Pikirnya. Eren berkali-kali melirik ke jendela, berharap sang pemilik surai hitam sebahu itu menunjukkan dirinya. Tapi nihil, bahkan sudah satu jam berlalu.

Saat istirahat tak sedikit yang menanyakan Mikasa.

"Dia tidak masuk?" tanya salah satu perempuan.

"Hei, Eren! Kau tahu kenapa Mikasa tidak masuk?" celuluk yang lain pada Eren.

Eren hanya menggeleng pelan, "Aku tidak tahu." Ucapnya.

Bangku kosong di sebelahnya pun tak terisi sampai pelajaran berakhir.

Mikasa tidak masuk sekolah hari ini. Tidak ada surat keterangan dari pihak keluarganya juga. Apa dia bolos? Meski tergolong tidak cukup pintar dalam pelajaran, Eren tahu Mikasa tidak pernah mencoba berbuat aneh seperti bolos sekolah misalnya.

Sorenya, seperti yang sudah disepakati seharusnya Mikasa sudah datang di rumah Eren, tapi kini pemuda brunette itu hanya menunggu saja di kamarnya yang luas sampai malam pun tiba. Eren sudah memberitahu beberapa pelayan dan penjaga rumah jika ada gadis datang, namun tak ada satupun dari mereka yang memberitahu. Jadi, gadis itu memang tidak datang.

"Dia kemana?" gumam Eren.

Eren hanya mendengus lalu bersiap tidur dan terlelap dalam mimpi panjangnya dan terbangun ketika sang fajar menampakkan dirinya.

Tetapi hari ini sama seperti kemarin, Eren menunggu kehadiran gadis itu namun tak juga terlihat. Itu artinya Mikasa sudah dua hari tidak masuk sekolah. Berbagai pertanyaan muncul di dalam benaknya.

Apa dia sakit?

Eren ingin sekali tahu kondisi Mikasa sekarang, lalu haruskah dia bertanya tapi pada siapa? Eren tidak dekat dengan siapapun, terutama teman-teman Mikasa dari kelas lain. Memiliki nomor gadis itu saja tidak, apalagi tahu sosial medianya. Pada akhirnya, Eren hanya memendam rasa keingintahuannya. Mikasa memang lebih terbuka padanya, tetapi ia tidak pernah menceritakan tentang keluarganya.

Kenyataannya, baik Eren maupun Mikasa, mereka sama saja. Tidak mengenal lebih dalam satu sama lain.

Eren menggeleng, menyingkirkan segala pikiran negatif dan mendengus pasrah, ia hanya berharap tidak ada hal buruk terjadi pada Mikasa.

.

.

.

Setelah tidak melihat Mikasa selama dua hari, bagi Eren tidak ada yang lebih mengejutkan selain melihat Mikasa yang berada di dalam kelas sepagi ini.

"Mikasa…" gumam Eren tanpa sadar menyebut namanya begitu Mikasa menoleh padanya. Gadis itu tersenyum. Eren dengan canggung berjalan mendekat ke bangkunya, mengingat Mikasa jarang sekali bahkan tidak pernah datang sepagi ini membuat Eren merasa aneh, ditambah Mikasa tidak hadir kemarin.

Tapi dalam hati, Eren bersyukur jika gadis itu dalam kondisi yang baik seperti biasanya. Jika saja senyuman tipis Eren bisa terlihat oleh mata normal, maka orang itu beruntung sekali. Ya, Eren tersenyum tetapi sangat tipis dan hanya sesaat ia tunjukkan.

"Ada apa denganmu?" tanya Eren.

Mikasa menaikkan satu alisnya, "Apanya?"

"Tidak biasanya kau datang sepagi ini." kata Eren bermaksud mengejek.

"Hei, kau seharusnya terkejut! Aku bisa datang sepagi ini karena aku tidak mau kalah denganmu!" ucapnya dengan wajah ceria seperti biasanya.

Eren mengejeknya, "Kau tidak akan bisa." Dengan raut wajah yang masih datar-datar saja.

Mikasa menjulurkan lidahnya, "Jangan sombong dulu kau Eren!" sambil berkacang pinggang.

Eren hampir saja terkikik geli jika saja ia tidak menahannya seperti sekarang.

Mikasa yang mengetahuinya langsung menunjuk hidung pemuda itu dengan jari telunjuknya lalu berkata, "Kenapa kau begitu?! Kau tertawa, 'kan? Eren! Jawab!"

Eren berdehem meredam ekspresinya, "Tidak… siapa bilang," Matanya bergulir ke arah lain menghindari tatapan Mikasa.

Sayangnya momen ini tidak bertahan lama karena sudah banyak anak-anak yang lain datang. Dan jam-jam kegiatan sekolah pun dimulai.

Awalnya Eren ingin menanyakan perihal absennya Mikasa kemarin, tetapi niat itu ia urungkan begitu melihat Mikasa sepertinya baik-baik saja sekarang. Mereka melewati jam-jam kegiatan sekolah seperti biasanya.

"Ingin makan bersama?" tanya Mikasa.

"Kau…" ucap Eren pelan, "hmm, boleh."

Saat Mikasa menggerakkan tangannya, tiba-tiba tubuhnya tidak seimbang dan lemas diatas meja. Eren mengguncangkan tubuh Mikasa, "Mikasa…" lalu ia menyadari Mikasa tidak kunjung bangun.

"Mikasa!"

.

.

To Be Continued

.

.

A/N :

D-2 to final chapter of Attack on Titan.
Gue jadi ikutan countdown dong wkwkwk. Dan yang JOT SasuSaku aku telantarkan demi EreMika dong :')) mereka sama-sama OTPku sih XD

Siap ga siap, dua hari lagi. #ThankYouHajimeIsayama

Tapi aku moody yah, kalo pengen publish ya publish aja. Gak menentu XD monmap!

Tapi insha Allah, gue tetep ngikutin animenya di winter 2022. Pengen liat rumbling versi animasi… semoga keren ya! Mappa always did great job!

See you next chapter!

Regards, Reye

7 April 2021